Anda di halaman 1dari 4

ANAMNESIS

Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan untuk mengarahkan masalah pasien ke


diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan
selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan terhadap
pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya / pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. 1,2

Anamnesis yang baik akan terdiri dari: 1).Identitas pasien; 2).Keluhan utama 3). Keluhan
lain; 4). Riwayat penyakit sekarang; 5).Riwayat penyakit dahulu; 6). Riwayat penyakit dalam
keluarga; 7). Riwayat pribadi dan sosial; 8). Riwayat pengobatan.1

Dalam scenario didapatkan hasil wanita 46 tahun datang dengan keluhan nyeri di ulu hati
terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3 hari. Mual-mual terus-menerus. Mata
kuning tidak disadari. Riwayat ‘maag’ 2 tahun. Sejak setahun yang lalu diketahui ada batu
empedu, tetapi OS menolak operasi.
Pada penyakit hepatobilier, penting untuk menanyakan hal-hal berikut: Adakah ikterus,
memar, distensi abdomen, anoreksia, pruritus, edema perifer, bingung, atau tremor? Kapan
pertama kali menyadari timbulnya gejala? Apakah gejala makin memburuk ? Warna urin pasien?
Warna feces pasien ?.2

PEMERIKSAAN FISIK

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah
36-37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya
120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,
frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit. Menilai kesadaran umum pasien juga penting
dilakukan apakah pasien dalam keadaan compos mentis atau somnolen.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik pada abdomen yang terdiri
dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Dalam kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan
murphy sign. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien datang dengan keluhan nyeri tekan
kuadran kanan atas, nyeri tekan kandung empedu yang dapat diperlihatkan pada inspirasi
(Murphy Sign positif ), kandung empedu biasanya tidak dapat diraba dan ikterus pada sebagian
kecil pasien.3
Berikut hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien yaitu kesadaran tampak
compos mentis, tekanan darah 110/70 mmH, Respiratory rate 24x/menit, Denyut nadi 98x/menit,
Suhu 38.5C, Sklera ikterik ringan dan Murphy Sign (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik
khusus bermanfaat untuk mendeteksi suatu penyakit, dalam penyakit hepatobilier pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.4
Pada scenario dari pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan didapatkan hasil pada
pasien yaitu leukosit 11.300 /mm3, SGOT 207 /L, SGPT 97 /L, Bilirubin total 2.7 mg/dL dan
Bilirubin direk 1.2 mg/dL, Dapat disimpulkan dari hasil laboratorium tersebut terdapat
leukositosis, peningkatan bilirubin < 4 mg/dL. Untuk menunjang diagnostic dilakukan beberapa
pemeriksaan radiologi seperti USG abdomen, skintigrafi saluran empedu dan CT scan abdomen.
USG abdomen dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut. USG
abdomen sangat baik untuk melihat besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu, dan
saluran empedu ekstra hepatik. Nilai ketepatan USG mencapai 90-95%.4 Skintigrafi merupakan
alternatif pengganti dari pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu mempunyai nilai sedikit
lebih rendah dari USG karena teknik ini tidak mudah dilakukan.4
CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal, namun mampu memperlihatkan adanya
batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga abses perikolesistik yang masih kecil
yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan
radiologi sekunder yang dapat mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari
kolesistitis akut seperti gangren, formasi gas dan perforasi. CT Scan dengan kontras intravena
berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut pada pasien dengan nyeri perut yang tidak khas.4
Tetapi dalam scenario belum dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap pasien.
WORKING DIAGNOSIS
Kolesistitis akut merupakan suatu reaksi inflamasi akut pada dinding kandung empedu
yang disertai dengan beberapa keluhan yaitu nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
Inflamasi terjadi karena obstruksi ductus sistikus yang terjadi terus menerus, hamper 90% kasus
disertai kolelitiasis yaitu batu kandung empedu. Epidemiologis penduduk belum memiliki data
yang jelas, karena insidens penyakit batu empedu di Indonesia lebih rendah dibanding negara
lainnya. Biasanya kolesistitis akut umumnya terjadi dengan kondisi 4F yaitu fat, female, forty
dan fertile. Tetapi keadaan ini banyak tak sesuai dengan keadaan di negara kita.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu di dalam saluran empedu yaitu di duktus
koledokus komunis (CBD). Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan
koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Gejala klinis yang terdapat adalah hamper mirip dengan
kolelitiasis yaitu kolik bilier, mual dan muntah, tetapi disertai icterus, urin kuning pekat, feces
warna dempul. Pada pemeriksaan laboratiorium didapatkan peningkatan pada enzim hati ( alkali
fosfatase dan gamma GT), peningkatan enzim pancreas ( amylase dan lipase ), dan bilirubin
serium meningkat. Pada USG didapatkan pelebaran pada ductus koledokus.
Pankreatitis akut terjadi akibat batu yang menimbulkan transien atau persisten di papilla
vateri. Batu empedu yang terjepit di ampula vateri atau sfingter oddi dapat mengakibatkan
pankreatitis akut karena refluks cairan empedu kedalam saluran pancreas. Gejala klinis yang
timbul yaitu trias klasik nyeri perut khas di epigastrium dengan onset mendadak < 30 menit,
menjalar kepunggung dan menghilang dalam < 72 jam, muntah, dan juga bisa terdapat icterus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Kenaikan enzim lipase dan amylase, leukositosis,
SGOT dan SGPT meningkat signifikan, hierglikemik karena sekresi insulin berkurang.
Pemeriksaan radiologi didapatkan distensi yeyunum dan distensi duodenum, pada CT scan
terdapat pembengkakan, pelebaran duktus, dan batu empedu.

Anda mungkin juga menyukai