Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan
Disusun Oleh :
NPM : 140410110035
UNIVERSITAS PADJADJARAN
DEPARTEMEN BIOLOGI
JATINANGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai jenis senyawa beracun dari mulai bentuk cair, padat, gas kini
keberadaanya semakin meluas seiring meningkatnya aktivitas manusia. senyawa
beracun atau asing limbah adalah salah satu bentuk hasil buangan dari aktivitas
manusia yang menjadi permasalahan di berbagai belahan dunia. Berbagai jenis limbah
baik cair, padat, dan gas dapat menyebabkan masalah serius terhadap lingkungan
khususnya terhadap kehidupan organisme di sekitarnya. Hampir semua limbah
mengandung senyawa beracun dan berbahaya seperti logam berat, DDT
(diklorodifeniltrikloroetana), Oil sludge, detergen, freon dan sebagainya.
Salah satu contoh senyawa paling beracun adalah DDT. DDT merupakan racun
pembunuh serangga yang sangat efektif digunakan secara luas untuk membasmi
nyamuk malaria. DDT sulit terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Ketika DDT memasuki rantai makanan, waktu paruh nya adalah delapan tahun, artinya
setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan
tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak dan
dalam hati. Zat tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan. Sehingga zat
tersebut akan terus berada dalam Rantai makanan dan tidak terputus. Residu DDT juga
dapat menurunkan kemampuan reproduksi serta menyebabkan cacat pada janin pada
organisme dan manusia (Abrar,2010).
Melihat bahaya nyata dari senyawa beracun yang berada disekitar kita, oleh
karena itu perlu dipelajari bagaimana kerja dari senyawa beracun yang masuk kedalam
tubuh makhluk hidup (Toksodinamik) dan efek / respon apa yang ditimbulkan senyawa
beracun bagi tubuh makhluk hidup (Toksokinetik).
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan
ISI
Kata racun ”toxic” adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox,
dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan
sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat racun.
Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat
yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu
pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,
konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme
atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yangapabila
menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi
mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas
merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek
berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme (Wirasuta,
2006).
Pada umumnya efek berbahaya timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia
(tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus
diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup,
yaitu kerja tokson pada suatu organisme (aspek toksodinamik) dan pengaruh tokson
terhadap organisme (aspek toksokinetik) . Suatu kerja toksik pada umumnya
merupakan hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit
dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu: fase
eksposisi, fase toksokinetik dan fase toksodinamik.
(Mutschler, 1999)
2.2 Fase Eksposisi
Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan zat asing (xenobiotika),
pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/ farmakologi setelah
xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut,
terdispersi molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik (Wirasuta, 2006).
Laju absorpsi suatu xenobiotika ditentukan oleh sifat membran biologi dan
aliran kapiler darah tempat kontak. Suatu xenobiotika, agar dapat diserap/diabsorpsi di
tempat kontak, maka harus melewati membran sel di tempat kontak. Suatu membran
sel biasanya terdiri atas lapisan biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid dengan
molekul protein yang tersebar diseluruh membrane (Gambar 3). Jalur utama bagi
penyerapan xenobiotika adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit. Namun pada
keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi, paparan xenobiotika dapat terjadi
melalui jalur injeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular, subkutan, intraperitoneal,
dan jalur injeksi lainnya (Wirasuta, 2006).
A. Absorbsi
B. Distribusi
C. Eliminasi
D. Eksresi
E. Konsentrasi Plasma
Sifat dan intensitas efek suatu tokson di dalam tubuh bergantung pada kadar
tokson di tempat kerjanya. Umumnya konsentrasi tokson di tempat organ sasaran
merupakan fungsi kadar tokson di dalam darah (plasma). Namun, sering dijumpai
kadar tokson di organ sasaran tidak selalu sama dengan kadarnya di darah. Apabila
terjadi ikatan yang kuat antara jaringan dengan tokson, maka konsentrasi tokson
pada jaringan tersebut umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan di
darah(Wirasuta, 2006).
DDT adalah salah satu tokson yang bersifat sangat lipofil, dia akan terikat kuat
”terdeposisi”, sehingga jaringan lemak merupakan depo. Ini berarti konsentrasi di
jaringan akan lebih tinggi dari pada di darah, selanjutnya dia akan terlepas secara
perlahanlahan. Penetapan konsentrasi tokson di darah umumnya lebih mudah
diukur dibandingkan di jaringan, terutama pada jangka waktu tertentu, oleh sebab
itu konsentrasi di darah ”plasma” yang sering digunakan dalam penelitian
toksokinetik (Wirasuta, 2006).
Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja
toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik.
Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel).
Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika
tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang
terjadi pula interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat
biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika dengan subtrat
biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersifat irreversibel atau berdasarkan
perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari
xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya peroksida ini
mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi. Efek irrevesibel diantaranya dapat
mengakibatkan kerusakan sistem biologi, seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel
hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan sel yang tidak normal, seperti karsinoma,
mutasi gen (Wirasuta, 2006).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Diharapkan dapat dilakukan dan ditingkatkan penelitian tentang toksikologi
khusunya tentang efek dari berbagai macam tokson yang membahayakan
organisme khususnya kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Mutschler.1999. Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie un
Toxikologie; mit einführenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und
Pathophysiologie. Unter mitarb. Von Schäfer-Korting. -7völlig neu bearb. und
erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges., Stuttgart.
Wirasuta, Made A.G. Niruri, Rasmaya. 2006. Toksikologi Umum. Buku Ajar. FMIPA
Universitas Udayana