Anda di halaman 1dari 102

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENGGUNAAN KONTRASEPSI DI KELURAHAN


SAYURMATINGGI
TAHUN 2018

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Lina Rahmadani
NIM: 14030049P

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES AUFA ROYHAN
PADANGSIDIMPUAN
2018
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN KONTRASEPSI DI KELURAHAN
SAYURMATINGGI
TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:

Lina Rahmadani
NIM: 14030049P

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES AUFA ROYHAN
PADANGSIDIMPUAN
2018
PengIDENTITAS PENULIS

Nama : Lina Rahmadani


NIM : 14030049P
Tempat/ Tgl. Lahir : Padangsidimpuan / 05 Juli 1981
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Penghulu No. 2 Kel. Bincar Padangsidimpuan

Riwayat Pendidikan :
1. SDN 5 Panyabungan : Lulus Tahun 1994
2. MTsN Padangsidimpuan : Lulus Tahun 1997
3. SPK Depkes Padangsidimpuan : Lulus Tahun 2000
4. Akbid Depkes Padangsidimpuan : Lulus Tahun 2004
5. STIkes Aufa Royhan Psp
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES AUFA ROYHAN PADANGSIDIMPUAN

Lampiran Penelitian, Agustus 2018


Lina Rahmadani

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN


KONTRASEPSI DI KELURAHAN SAYURMATINGGI
TAHUN 2018

Abstrak

Pasangan Usia Subur dalam mengikuti program Keluarga Berencana di


Kecamatan Sayurmatinggi Tahun 2018 diketahui masih rendah yaitu 36,3%. Hal
tersebut menunjukkan target nasional yang telah ditetapkan BKKBN sebesar 70%.
Peserta KB aktif belum tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan faktor pengetahuan, faktor umur, faktor jumlah anak, dan faktor
petugas kesehatan dalam memeilih kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan
Sayurmatinggi Tahun 2018. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survey
analitik dengan pendektan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini 87 orang
dengan teknik pengambilan sampel adalah dengan cara simple random sampling
menggunakan kuesioner. Data dianalisa menggunakan uji chi square.
Berdasarkan hasil analisis statistic yang dilakukan diketahui bahwa ada hubungan
faktor pengetahuan (nilai p=0,000), ada hubungan faktor umur (p=0,001), dan ada
hubungan petugas kesehatan (nilai p=0,000) dalam memilih kontrasepsi jangka
panjang. Kepada seluruh tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan kinerja,
kerjasama dengan tokoh masyarakat serta aktif memberikan pelayanan KB,
sehingga tercapai target cakupan akseptor KB.

Kata Kunci : PUS, Pengetahuan, Umur, Jumlah Anak, Petugas Kesehatan,


KB.
PUBLIC HEALTH SCIENCE SCOURSES
AUFA ROYHAN HEALTH SCHOOL OF PADANGSIDIMPUAN CITY

Research Appendix, August 2018


Lina Rahmadani

FACTORS ASSOCIATED WITH THE USE OF CONTRACEPTION


IN KELURAHAN SAYURMATINGGI
YEAR 2018

Abstract

Fertile Age Couples in participating in the Family Planning program in


Puskesmas Sayurmatinggi in 2018 are known to be still low is 36.3%. This shows
the national target that has been set by the BKKBN by 70%. Active KB
participants have not been reached. This study aims to analyze the relationship of
knowledge factors, age factors, the number of children, and the factors of health
workers in choosing long-term contraception in the Puskesmas Sayurmatinggi in
2018. This type of research is a type of analytic survey research with cross
sectional approach. The sample in this study 87 people with the sampling
technique is by simple random sampling using a questionnaire. Data were
analyzed using chi square test. Based on the results of statistical analysis carried
out it is known that there is a relationship of knowledge factors (p = 0.000), there
is a relationship between age factors (p = 0.001), and there is a relationship
between health workers (p = 0.000) in choosing long-term contraception. To all
health workers so as to further improve performance, collaborate with community
leaders and actively provide family planning services, so that the target acceptor
coverage is achieved

Keywords : PUS, Knowledge, Age, Number of Children, Health Officer,


KB
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyusun skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi
Tahun 2018”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kesehatan
masyarakat di Program Studi Ilmu Kesehatan Mayawrakat Stikes Aufa Royhan
Padangsidimpuan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1 Arinil Hidayah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Stikes Aufa Royhan
Padangsidimpuan
2 Arinil Hidayah, SKM, M.Kes., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan
3 Delfi Ramadhini, SKM, M.Biomed selaku Pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan menyelesaikan skripsi ini
4 Ns. Febrina Angraini Simamora, M.Kep, selaku pembimbing II, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5 Yenni Farida Siregar, SKM, MKM selaku penguji I dalam penyusunan
skripsi ini
6 H. Kombang Ali Yasin,SKM, M.Kes selaku penguji II dalam penyusunan
skripsi ini
7 Seluruh dosen dan Staf pengajar di Stikes Aufa Royhan Padangsidimpuan
8 Ucapan terimakasih kepada Khoiruddin Batubara selaku Lurah Kelurahan
Sayurmatinggi.
9 Ucapan terima kasih yang paling dalam dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada suamiku Ns. Ganti Tua Siregar, S.Kp, M.pH yang telah
memberikan dukungan kepada saya selama mengikuti pendidikan.
10 Ucapan terima kasih kepada kedua orangtua saya, yang memberikan
dukungan kepada penulis.
11 Kepada anak-anak saya, Nauval Sampurna Siregar, Yayi dan Awi
Sampurna yang telah mendukung mamanya selama mengikuti pendidikan.
12 Rekan-rekan mahasiswa/i program studi S-1 Ilmu Kesehatan Mayarakat
yang saling memberikan dukungan dalam masa pendidikan maupun dalam
penyelesaian skripsi ini.

Kritik dan saran yang bersifat membangun peneliti harapkan guna


perbaikan di masa mendatang. Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Amin.

Padangsidimpuan, Agustus 2018


Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...............................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................
IDENTITAS PENULIS ....................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR SKEMA ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8
1.3 Tujuan ......................................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................... 10
1.4.2 Manfaat Praktis.................................................................. .. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Keluarga Berencana ............................................................ 11
2.1.1 Pengertian KB…………………………………………….. .. 11
2.1.2 Visi Program KB………………………………………….. .. 11
2.1.3 Misi Program KB…………………………………………. .. 11
2.1.4 Tujuan Program KB………………………………………. .. 12
2.1.5 Sasaran Strategi KB ……………………………………… ... 12
2.1.6 Arah Kebijakan & Strategi KB…………………………… .. 13
2.1.7 Ruang Lingkup Program KB……………………………... ... 18

2.2 Kontrasesi .......................................................................................... 19


2.2.1 Pengertian Kontrasepsi…………………………………... ... 19
2.2. 2 Jenis Kontrasepsi…………………………………………. .. 21
2.3 Pasangan Usia Subur ......................................................................... 37
2.4 Faktor-faktor penyebab PUS memilih MKJP ................................... 38
2.4.1 Pengetahuan………………………………………………. ... 38
2.4.2 Umur……………………………………………………… ... 39
2.4.3 Jumlah Anak……………………………………………… ... 40
2.4.4 Petugas Kesehatan .................................................................. 40
2.5 Kerangka Teori .................................................................................. 41
2.6 Kerangka Konsep .............................................................................. 42
2.8 Hipotesa ............................................................................................. 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian .............................................................. 44
3.2. Tempat dan Waktu Penelitia ............................................................ 44
.................................................................................................................
3.2.1. Tempat Penelitian ................................................................... 44
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 45
3.3.1. Populasi ............................................................................. 45
3.3.2. Sampel ............................................................................... 45
3.4 Alat Pengambilan data ...................................................................... 46
3.4.1 Data Primer ......................................................................... 46
3.4.2 Data Sekunder .................................................................... 46
3.4.3 Uji Validitas........................................................................ 46
3.4.4 Uji Reliabilitas .................................................................... 46
3.5 Instrumen Penelitian.......................................................................... 47
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................. 48
3.7 Definisi Operasional.......................................................................... 48
3.8 Metode Pengolahan Data .................................................................. 49
3.8 Analisa Data ...................................................................................... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 52
4.2 Analisa Univariat ............................................................................. 52
4.3 Analisa Bivariat ................................................................................ 55
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisa Univariat ............................................................................. 57
5.1.1 Pengetahuan ......................................................................... 57
5.1.2 Umur ..................................................................................... 58
5.1.3 Jumlah Anak ........................................................................ 58
5.1.4 Petugas Kesehatan ............................................................... 59
5.1.5 Penggunaan Kontrasepsi ..................................................... 59
5.2 Analisa Bivariat ................................................................................ 60
5.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Kontraespsi .. 60
5.2.2 Hubungan Umur dengan Penggunaan Kontraespsi .............. 62
5.2.3 Hubungan Jumlah Anak dengan Penggunaan Kontraespsi .. 63
5.2.4 Hubungan Petugas Kesehatan dengan Penggunaan
Kontraespsi ........................................................................... 65
5.3 Implikasi Penelitian .......................................................................... 66
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 67
BAB VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 68
6.2 Saran ................................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1. Rencana Waktu Penelitian ............................................................ 44

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen .............. 49

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018 ................ 52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kategori Umur dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018 ................. 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Jumlah Anak dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018 ................. 53

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kategori Petugas Kesehatan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018 ............................................................................................... 54

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan


Sayurmatinggi Tahun 2018 ........................................................... 54

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Pengetahuan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018 .............................................................................................. 55

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Umur dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018 ................. 55

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Jumlah Anak dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018 ............................................................................................... 56

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Petugas Kesehatan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018 ............................................................................................... 56
DAFTAR SKEMA

Halaman
Skema 3.1. Kerangka Teori Penelitian ........................................................... 42

Skema 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 43


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Stikes Aufa Royhan Padangsidimpuan

Lampiran 2. Surat Balasan Lurah Kelurahan Sayurmatinggi

Lampiran 3. Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4. Formulir Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian

Lampiran 5. Instrumen Penelitian

Lampiran 6. Master Tabel

Lampiran 7. Hasil SPSS

Lampiran 8. Lembar Konsultasi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara berkembang dengan jumlah penduduk ke

empat terbesar di dunia. Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang

kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin

tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan

untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

penduduk di Indonesia semakin nyata yang juga berpengaruh terhadap kesehatan

reproduksi (Suratun, M, 2010).

Jumlah penduduk yang cukup besar apabila didukung dengan kualitas fisik

maupun non fisik yang memadai akan menjadi modal dasar yang menguntungkan

dalam pembangunan. Sampai saat ini secara umum dapat dikatakan bahwa

kualitas penduduk Indonesia ada di persimpangan jalan. Jumlah penduduk yang

besar dengan angka pertumbuhan yang relatif masih tinggi mengalami

ketertinggalan dibidang pendidikan dan kesehatan, serta terbatas mengakses

pemenuhan kebutuhan dasar. Semuanya itu membuat penduduk Indonesia

semakin terpuruk dan tertinggal dibandingkan dengan Negara-negara lain

(Tukiran, P,2010).

Masalah lain yang masih perlu diperhatikan adalah masalah sosial budaya

masyarakat seperti tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada

golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku dimasyarakat, adat istiadat,

1
perilaku dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan

(Mubarak, WI, 2012).

Keluarga berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif

yang paling dasar dan utama bagi wanita. Peningkatan dan perluasan KB

merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.

Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit karena metode-

metode tertentu mungkin tidak dapat diterima. Meskipun program KB dinyatakan

cukup berhasil di Indonesia namun dalam pelaksanaannya hingga saat ini masih

mengalami hambatan-hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak

pasangan usia subur yang belum menjadi akseptor KB (Prada, 2014).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2016) jumlah penduduk

Indonesia pada tahun 2016 yaitu 258.704.986 orang, dengan laju pertumbuhan

penduduk sebesar 1,49 % per tahun. Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang

tidak diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk akan menimbulkan masalah

dan beban besar bagi negara, maka dilakukan upaya penanganan yaitu dengan

program keluarga berencana.

Program keluarga berencana diarahkan pada pengembangan SDM

potensial sehingga diperlukan upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan

keluarga sebagai prioritas. Selain itu juga diarahkan pada pengaturan kelahiran

dan pendewasaan usia perkawinan. Perkembangan keluarga berencana di

Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor penghambat dan faktor

pendukung. Faktor yang menghambat penyebarluasan program keluarga


berencana antara lain komitmen politisi, dukungan pemerintah, dukungan tokoh

agama, tokoh masyarakat dan dukungan masyarakat terkait masalah

kependudukan (Angraini,P, 2012).

Kecocokan antara suatu metode kontrasepsi dan setiap klien bergantung

pada sejumlah faktor. Dalam memutuskan metode mana yang akan digunakan

klien dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, pertimbangan kesehatan, biaya,

dukungan dan lingkungan budaya mereka. Faktor-faktor spesifik ini serta tingkat

kepentingan relatifnya berbeda dari satu pasangan ke pasangan lainnya.Pada

banyak kasus faktor-faktor dapat dipengaruhi, baik secara positif maupun negatif

oleh aktivitas program. Selain itu faktor yang menentukan untuk mengikuti

program KB dapat berubah seiring dengan bertambahnya usia reproduksi klien

sehingga diperlukan reevaluasi terhadap metode apa yang paling baik untuk

memenuhi individual kebutuhan klien (Yuhedi, LT, 2011).

Hampir semua negara di dunia ikut dalam program Keluarga Berencana

(KB). Program Keluarga Berencana ini bertujuan untuk membentuk Norma

Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Yang dimaksud dengan keluarga

kecil yaitu keluarga dengan dua anak (catur warga) atau tiga anak (panca warga)

kesejahteraan keluarga adalah suasana tingkat keserasian pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan keluarga secara keseluruhan (Irianto, 2012).

Dalam garis besar kebutuhan keluarga dibagi empat bagian yaitu

kebutuhan jasmani yang meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan

dan kesehatan. Kebutuhan rohani yang meliputi kebutuhan yang dapat dipenuhi

dengan meyakini Tuhan Yang Maha Kuasa, menjalankan ibadah, dan sebagainya.
Kebutuhan kecerdasan yaitu kebutuhan untuk membaca buku-buku ilmu

pengetahuan, menyekolahkan anak, membaca surat kabar, mendengarkan radio,

dan melihat televisi. Kebutuhan rasa yang meliputi keinginan manusia untuk

bergembira, bercinta, berkasih sayang, terharu, dan sebagainya. Kebutuhan

kecerdasan yaitu kebutuhan untuk membaca buku-buku ilmu pengetahuan,

menyekolahkan anak, membaca surat kabar, mendengarkan radio, dan melihat

televisi. Kebutuhan rasa yang meliputi keinginan manusia untuk bergembira,

bercinta, berkasih sayang, terharu, dan sebagainya (Irianto, 2012)

Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) dimaksudkan untuk

menurunkan laju pertumbuhan penduduk sekecil mungkin dan meningkatkan

kualitas manusia yang baik ditinjau dari segi kesehatan, pendidikan, dan tingkat

kehidupan yang layak (Yuhedi, LT, 2011).

Dengan demikian, maka usaha pemerintah tidak terbatas hanya pada usaha

pengendalian jumlah penduduk semata-mata, tetapi juga mengusahakan

kesejahteraan manusia dan masyarakat umumnya. Hasil dari program Keluarga

Berencana tidak hanya dirasakan oleh penduduk sekarang, tetapi juga akan

dirasakan oleh manusia di masa yang akan datang. Kesejahteraan umat manusia di

masa mendatang serta kelangsungan hidupnya banyak ditentukan oleh

keberhasilan pelaksanaan program Keluarga Berencana (Yuhedi, lt, 2011).

Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai

kekuatan pembangunan bangsa Indonesia maka gerakan keluarga berencana

sekarang lebih memberikan kekuasaan kepada masyarakat untuk berperanserta


sesuai aspirasi, selera, kepuasan, dan kemandirian dalam berkeluarga berencana

(Irianto, 2012).

Dalam menjalankan keluarga berencana maka kontrasepsi adalah salah

satu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat

sementara atau bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan

menggunakan cara, alat, atau obat-obatan. Secara umum menurut cara

pelaksanaannya kontrasepsi dibagi menjadi dua yaitu temporer (spacing), yaitu

menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi dan

cara permanen (kontrasepsi mantap), yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara

mencegah kehamilan secara permanen (Irianto, 2012).

Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi

laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak,

berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan

berhenti mempunyai anak. Baik suami maupun istri memiliki hak yang sama

untuk menetapkan berapa jumlah anak yang akan dimiliki dan kapan akan

memiliki anak. Melalui tahapan konseling pelayanan KB pasangan usia subur

(PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan

kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk

keuntungan dan kerugian, resiko metode kontrasepsi dari petugas

kesehatan.(Biran Afandi 2011)

Berdasarkan data kementerian kesehatan RI Pusat Data dan Informasi

pada tahun 2013 sekitar 38% PUS tidak menggunakan KB sehingga lebih

berpeluang hamil dan meninggal ketika melahirkan. Angka kesertaan ber KB


peningkatannya sangat kecil, yaitu hanya 0,5% dalam lima tahun terakhir. Target

RPJMN 2014 dan MDGs 2015 untuk KB cara modern adalah sebesar 65% namun

target yang dicapai hanya 57,9% (Pusdatin 2013).

Sama halnya dengan masalah yang dihadapi dalam program KB di

Kabupaten Tapanuli Selatan. Target nasional cakupan akseptor KB aktif tahun

2016 adalah 70%. Kenyataannya berdasarkan data BKKBN Tapanuli Selatan

tahun 2017 jumlah PUS peserta KB aktif masih dibawah target nasional yaitu

berkisar 24.851 jiwa (58,65%) dengan jenis metode kontrasepsi yaitu metode

kontrasepsi suntikan 10.027 (40,29%), pil 7.299 (29,33%), implant 4.128 operasi

pria 67 (0,026%) (BKKBN, 2017).

Demikian juga halnya di Kecamatan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli

Selatan tahun 2017. Berdasarkan data yang ada jumlah penduduk 24.867 jiwa,

jumlah pasangan usia subur 3.186. Jumlah akseptor KB aktif 272 (64,80%)

sedangkan target nasional yang telah ditetapkan oleh BKKBN adalah 70%.

Metode kontrasepsi yang digunakan adalah metode kontrasepsi suntikan 687

(21,6%), pil 578 (18,2%), intra uterine device (IUD) 177 (5,5%), implant 373

(11,7%), kondom 352 (11,1%), metode operasi wanita (MOW) 64 (2%).

Penelitian Djauharoh A. Hadie (2015) yang berjudul Beberapa Faktor

yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(Studi pada Akseptor KB di Kabupaten Sidoarjo PRovinsi Jawa Timur)

menyatakan bahwa Penggunaan MKJP dipengaruhi oleh Pengetahuan tentang

MKJP, sikap terhadap MKJP, sikap akseptor terhadap akses pelayanan KB.

Pengetahuan berpengaruh paling kuat terhadap penggunaan MKJP.


Selanjutnya Penelitian Desi Indah Pertiwi (2016) yang berjudul Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Metoe Kontrasepsi Jangka Panjang

di Kecamatan Gondokusuman menyatakan bahwa faktor yang berhubungan

dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang adalah umur (p<0,05) dan

pekerjaan (p<0,05). Wanita usia subur yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki

faktor resiko lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan, sedangkan

perempuan bekerja lebih efektif menggunakan MKJP.

Kelurahan Sayurmatinggi Kecamatan Sayurmatinggi Kabupaten Tapanuli

Selatan merupakan desa yang penduduknya didiami oleh suku Batak Angkola dan

menganut agama Islam, pekerjaan umumnya bertani. Budaya batak di daerah ini

masih kental yang punya semboyan “Anakkon hi do hamoraon di au”. Budaya di

daerah ini menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu garis keturunan ditarik

dari pihak ayah. Oleh karena itu tidak sempurna rasanya jika belum memiliki anak

laki-laki karena laki-laki merupakan pewaris dan penerus garis keturunan. Jika

belum memiliki anak laki-laki maka mereka akan berusaha menambah anak

sehingga sering ditemukan keluarga memiliki anak lebih dari dua. Dari data yang

ada jumlah penduduk 4.671 jiwa, jumlah kepala keluarga 782 KK, jumlah wanita

usia subur (15-49 tahun) 2.134 jiwa, jumlah wanita usia subur yang belum

menikah 1.056 jiwa, jumlah pasangan usia subur 644 PUS. Dari 644 PUS

didapatkan peserta KB aktif sebanyak 385 orang (59,78%) dengan penjabaran

sebagai berikut: metode suntik 89 (23,11%), IUD 39 (10, 12%), kondom 57

(14,80%), implant 65 (16,88%), metode operasi wanita 8 (2%), pil 127 (32,98%),

sedangkan metode operasi pria tidak ada. (Profil Sayurmatinggi, 2017)


Data tersebut di atas menunjukkan bahwa capaian akseptor KB aktif

masih rendah yaitu 59,78 %. Pada bulan November 2017 peneliti mengadakan

survei awal dengan wawancara kepada wanita pasangan usia subur. Tiga orang

mengatakan memilih kontrasepsi suntikan karena praktis, 1 orang mengatakan

tidak ber KB karena belum memiliki anak. 1 orang mengatakan tidak berKB

karena masih menginginkan anak laki-laki agar ada penerus marga. Diantara PUS

lainnya ada yang mengatakan memilih KB alamiah karena takut dengan efek

samping KB. Misalnya pada spiral mereka takut spiral keluar dari rahim saat

mencangkul di sawah, jika menggunakan pil, suntik, dan susuk mereka takut

peranakan menjadi kering, mandul sehingga tidak dapat menambah anak lagi. Ada

yang mengatakan jika menggunakan kondom sangat merepotkan. 2 wanita PUS

mengatakan tidak ingin anak lagi tapi tidak pula menggunakan KB karena takut

efek samping. Saat ditanyakan mengapa tidak menggunakan metode operasi saja

wanita PUS ini mengatakan tenaga akan jauh berkurang jika sudah pernah operasi

sehingga tidak dapat bekerja keras lagi.

Atas dasar hal tersebut di atas maka peneliti memandang perlu untuk

mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

penggunaan kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu apa sajakah Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis apa sajakah Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor

penyebab pengetahuan, umur, jumlah anak dan faktor pendorong yaitu

petugas kesehatan dalam menggunakan kontrasepsi di Kecamatan

Sayurmatinggi Tahun 2018

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden dengan penggunaan

kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018

3. Untuk mengetahui pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi di

Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018

4. Untuk mengetahui hubungan umur dengan penggunaan kontrasepsi di

Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018

5. Untuk mengetahui hubungan jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi

di Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018

6. Untuk mengetahui hubungan petugas kesehatan dengan penggunaan

kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teorits

1. Sebagai sumbangsih untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Sebagai penambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.


1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan dan BKKBN Tapanuli

Selatan .

2. Sebagai penambahan informasi bagi pasangan usia subur khususnya di

kelurahan Sayurmatinggi Kecamatan Sayurmatinggi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Keluarga Berencana

2.2.1 Pengertian Program Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk

mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (UU No. 10 tahun 1992)

(Sulistyawati, 2012).

2.2.2 Visi Program Keluarga Berencana

Berbagai tingkatan dalam penuangan rencana strategis BKKBN 2015-

2019, baik pada level sasaran program, sasaran kegiatan indikator RPJMN,

indikator kinerja kegiatan harus dirumuskan dengan memperhatikan

keterkaitannya pada visi dan misi pemerintah (kabinet kerja) periode 2015-2019.

Berdasarkan hal tersebut kemudian disusun tujuan dan sasaran strategis lembaga

BKKBN yang mengerucut pada upaya pencapaian visi dan misi pemerintah.

Visi: “menjadi lembaga yang handal dan dipercaya mewujudkan penduduk

tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas”. (Program KB nasional RPJM 2015-

2019) (Surapaty,2016).

2.2.3 Misi Program Keluarga Berencana

1) Mengarustamakan pembangunan berwawasan kependudukan

2) Menyelenggarakan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi

11
3) Memfasilitasi pembangunan keluarga

4) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten

5) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan kependudukan,

keluarga berencana dan pembangunan keluarga.(Surapaty,2016)

2.2.4 Tujuan Program Keluarga Berencana

Dengan berpedoman pada arah pembangunan pemerintahan RPJMN 2015-

2019, program keluarga berencana nasional berkontribusi dalam upaya

pencapaian visi dan misi pembangunan dengan perumusan tujuan untuk mencapai

penduduk tumbuh seimbang melalui upaya penurunan laju pertumbuhan

penduduk dan perwujudan keluarga berkualitas (Surapaty,2016).

Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, peningkatan ketahanan dan

kesejateraan keluarga. Hal ini sesuai dengan teori pembangunan menurut Alex

Inkeles dan David Smith yang mengatakan bahwa pembangunan bukan sekedar

perkara pemasok modal dan teknologi saja tapi juga membutuhkan sesuatu yang

mampu mengembangkan sarana yang berorientasi pada masa sekarang dan masa

depan, memiliki kesanggupan untuk merencanakan, dan percaya bahwa manusia

dapat mengubah alam, bukan sebaliknya (Yuhedi, 2011).

2.2.5 Sasaran Strategis Keluarga Berencana

Untuk memastikan tujuan keluarga berencana dapat tercapai, maka

ditetapkan sasaran strategis keluarga berencana 2015-2019 yangsesuai dengan

sasaran 1`pembangunan kependudukan dan KB yang tertera pada RPJMN 2015-

2019, yaitu:
1) Menurunnya angka kelahiran total (TFR)

2) Meningkatnya prevalensi kontrasepsi (CPR) modern

3) Menurunnya kebutuhan ber KB yang tidak terpenuhi (Unmed need)

4) Meningkatnya peserta KB aktif yang menggunakan metode kontrasepsi

jangka panjang (MKJP)

5) Menurunnya tingkat putus pakai kontrasepsi.

Sasaran strategis tersebut kemudian akan dijabarkan didalam indikator

kinerja sasaran strategis yang akan dicapai melalui indikator kinerja program dan

indikator kinerja kegiatan (Surapaty,2016).

2.2.6 Arah Kebijakan dan Strategi Keluarga Berencana

1) Peningkatan Akses dan Pelayanan KB yang Merata dan Berkualitas, yang

dilakukan melalui strategi:

(1) Penguatan dan pengaduan kebijakan pelayanan KB yang merata dan

berkualitas, baik lintas sektor maupun lintas pemerintah pusat dan

pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Peningkatan penggerakan pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP).

(3) Peningkatan jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi melalui

pengadaan dan distribusi alokon.

(4) Peningkatan kualitas fasilitas pelayanan KB melalui penyediaan

sarana pelayanan KB yang memadai.


(5) Peningkatan pelayanan akseptor KB baik secara statis pada fasilitas

kesehatan yang melayani KB, dan pelayanan KB secara mobile di

wilayah sulit (daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan).

(6) Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan KB dan

tenaga medis pelayanan KB (dokter, bidan) serta penguatan lembaga

di tingkat masyarakat untuk mendukung penggerakan dan penyuluhan

KB.

(7) Peningkatan promosi dan konseling kesehatan dan hak-hak reproduksi.

(8) Penguatan konsep kemandirian ber KB melaui peningkatan kualitas

alat dan obat kontrasepsi produksi dalam negeri untuk meningkatkan

kemandirian, pengembangan advokasi dan KIE KB mandiri serta

pengembangan dalam kemandirian mengikuti sistem jaminan sosial

nasional kesehatan.

2) Penguatan Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)

(1) Penguatan kebijakan dan pengembangan strategi advokasi dan KIE

tentang program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga

(KKBPK) yang sinergi, baik lintas sektor maupun lintas pemerintah

pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Peningkatan advokasi dan KIE program kependudukan, KB dan

pembangunan keluarga kepada mitra kerja dan pemangku kepentingan

diseluruh tingkatan wilayah.


(3) Peningkatan advokasi dan KIE program kependudukan, KB dan

pembangunan keluarga melalui berbagai media massa dan media luar

ruang serta intensifikasi advokasi dan KIE.

(4) Peningkatan advokasi dan KIE program kependudukan, KB dan

pembangunan keluarga melalui tenaga lini lapangan (PKB/PLKB dan

PPKBD/Sub PPKBD), serta peningkatan peran serta aktif masyarakat

dengan memperhatikan sasaran target yang disesuaikan dengan

karakteristik sosial, budaya, dan ekonomi.

(5) Peningkatan penggerakan mekanisme operasional lini lapangan

program kependudukan, KB dan pembangunan keluarga, baik dari

PKB/PLKB ke PPKBD/Sub PPKBD, maupun dari PPKBD/Sub

PPKBD ke masyarakat.

3) Peningkatan Pembinaan Ketahanan Remaja, yang dilakukan melalui

strategi:

(1) Peningkatan kebijakan dan strategi yang komprehensif dan terpadu,

antar sektor dan antara pusat dan daerah, tentang KIE dan konseling

kesehatan reproduksi remaja dengan melibatkan orang tua, teman

sebaya, tokoh agama, tokoh masyarakat, sekolah, dengan

memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan pemahaman

nilai-nilai pernikahan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan

pada remaja.

(2) Peningkatan fungsi dan peran, serta kualitas dan kuantitas kegiatan

kelompok remaja dengan mendorong remaja untuk mempunyai


kegiatan yang positif dengan meningkatkan status kesehatan,

memperoleh pendidikan, dan meningkatkan jiwa kepemimpinan.

(3) Peningkatan pembinaan remaja tentang Generasi Berencana (GenRe)

(4) Pengembangan dan peningkatan fungsi dan peran kegiatan kelompok

bina keluarga remaja sebagai wahana untuk meningkatkan kepedulian

keluarga dan pengasuhan kepada anak-anak remaja mereka.

4) Peningkatan Pembangunan Keluarga,yang dilakukan melalui strategi

(1) Penguatan kebijakan dan pengembangan strategi dan materi yang relevan

tentang pemahaman orang tua mengenai pentingnya keluarga dan

pengasuhan tumbuh kembang anak melalui pendidikan, penyuluhan,

pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak

dengan melibatkan tenaga lapangan, kader, dan masyarakat.

(2) Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya keluarga

berencana dalam peningkatan kesejahteraan keluarga.

(3) Peningkatan penyuluhan tentang pemahaman keluarga/orang tua

mengenai pentingnya keluarga dalam peran dan fungsi kelompok

kegiatan bina keluarga balita, bina keluarga remaja, bina keluarga lansia,

serta penguatan delapan fungsi keluarga (agama, sosial, cinta kasih,

perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan).

(4) Peningkatan kapasitas tenaga lapangan dan kader serta kelembagaan

pembinaan keluarga dalam hal penyuluhan tentang pemahaman fungsi

keluarga dan peningkatan kerjasama lintas sektor dalam upaya

meningkatkan fungsi dan peran keluarga.


5) Penguatan Regulasi, Kelembagaan, serta Data dan Informasi, yang

dilakukan melalui strategi:

(1) Mengharmonisasikan dan mengusulkan amandemen peraturan

perundangan agar lebih mendukung pelaksanaan program KB.

(2) Peningkatan koordinasi dalam implementasi Undang-Undang Nomor

23 tahun 2014 terutama pada pembagian urusan pemerintahan bidang

pengendalian penduduk dan keluarga berencana antara pemerintah

pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah

kabupaten/kota.

(3) Penguatan kelembagaan melalui bimbingan teknis dan pemantauan

pembentukan dinas daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk

menyelenggarakan urusan pengendalian penduduk dan keluarga

berencana di masing-masing wilayah.

(4) Penyerasian dan peninjauan kembali landasan hukum/ peraturan

perundang-undangan bidang pengendalian penduduk dan keluarga

berencana.

(5) Koordinasi terpadu lintas sektor (lintas kementerian/lembaga) terkait

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

kegiatan program kependudukan keluarga berencana dan pembangunan

keluarga, misalnya kegiatan kampung KB.

(6) Peningkatan koordinasi perumusan kebijakan pembangunan bidang

pengendalian penduduk dan KB dengan pemerintah daerah provinsi

dan kabupaten kota.


(7) Peningkatan kualitas data dan informasi program kependudukan

keluarga berencana dan pembangunan keluarga yang akurat dan tepat

waktu.

(8) Peningkatan diseminasi, aksesibilitas dan pemanfaatan data dan

informasi kependudukan terutama sensus dan survei bagi seluruh pihak,

termasuk swasta dan akademisi.

(9) Peningkatan koordinasi termasuk fasilitasi seluruh instansi dalam

pemanfaatan data dan informasi kependudukan untuk perencanaan dan

evaluasi kebijakan pembangunan (Surapaty,2016).

2.2.7 Ruang Lingkup Program KB

Ruang lingkup program KB mencakup sebagai berikut.

1) Ibu

Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran. Adapun manfaat

yang diperoleh oleh ibu adalah sebagai berikut:

(1) Tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu

yang terlalu pendek, sehingga kesehatan ibu dapat terpelihara

terutama kesehatan organ reproduksinya.

(2) Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan

oleh adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak dan

beristirahat yang cukup karena kehadiran akan anak tersebut

memang diinginkan.
2) Suami

Dengan memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan hal

berikut:

(1) Memperbaiki kesehatan fisik

(2) Mengurangi beban ekonomi keluarga yang ditanggungnya

3) Seluruh keluarga

Dilaksanakannya program KB dapat meningkatkan kesehatan fisik,

mental, dan sosial setiap anggota keluarga, dan bagi anak dapat

memperoleh kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta

kasih sayang orang tuanya (Sulistyawati, 2012).

2.3 Kontrasepsi

2.3.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan

konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel

sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Upaya kontrasepsi ini dapat

bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan

dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan.Kontrasepsi dimasyarakat

dikenal dengan KB (Yuhedi, 2011).

Menurut Sulistyawati (2011) keluarga berencana merupakan usaha untuk

mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan melalui beberapa cara atau

alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan.Program keluarga

berencana nasional merupakan investasi jangka panjang, hasilnya tidak dapat


dilihat satu atau dua tahun, dampak keberhasilan dan kegagalan program sangat

menentukan nilai manfaat dan nilai guna dari keberhasilan pembangunan lainnya

(Yuhedi, 2011).

Adapun manfaat dari program KB menurut Tukiran (2010) meliputi:

menurunkan angka pertumbuhan penduduk melalui penurunan angka kelahiran,

meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup perempuan dengan membantu mereka

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi sehingga dapat

menurunkan angka kematian ibu, memajukan hak-hak pasangan dan perempuan,

sebagai investasi ekonomi karena dapat menghemat pengeluaran pemerintah

maupun swasta untuk biaya pendidikan dan kesehatan reproduksi (Prada, 2014).

Pencegahan kehamilan pada pasangan usia subur dapat dilakukan melalui

kontrasepsi. Secara umum menurut cara pelaksanaannya dibagi menjadi dua yaitu

cara temporer (spacing) digunakan untuk menjarangkan kelahiran selama

beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi, cara permanen (kontrasepsi mantap)

digunakan untuk mengakhiri kesuburan dengan mencegah kehamilan secara

permanen (Wulansari, 2012).

Sampai saat ini belum ada satu cara kontrasepsi yang ideal. Kontrasepsi

yang ideal setidaknya memiliki ciri-ciri berdaya guna, aman, murah, estetik,

mudah didapatkan, tidak memerlukan motivasi yang terus menerus, efek samping

minimal. Adapun syarat-syarat alat kontrasepsi yaitu aman pemakaiannya dan

dipercaya, tidak ada efek samping yang merugikan, lama kerjanya dapat diatur

menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan persetubuhan, tidak memerlukan

bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya, cara penggunaannya
sederhana, harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat serta dapat diterima

oleh pasangan suami isteri (Wulansari, 2012).

2.3.2 Jenis Kontrasepsi

Ada beberapa jenis kontrasepsi secara umum dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1) Metode Sederhana

(1) Metode sederhana tanpa alat kontrasepsi

a) Coitus interruptus (senggama terputus)

Teknik ini dapat mencegah terjadinya kehamilan, dimana penis dikeluarkan

dari vagina sesaat sebelum ejakulasi terjadi. Dengan cara ini diharapkan cairan

sperma tidak akan masuk ke dalam rahim serta mengecilkan kemungkinan

bertemunya sperma dengan sel telur yang dapat mengakibatkan terjadinya

pembuahan. Teknik ini membutuhkan partisipasi yang besar dari pasangan. Selain

itu juga menuntut jiwa yang besar dari masing-masing pasangan jika ternyata

metode tersebut gagal, karena faktor kegagalan dari metode ini memang cukup

tinggi dimana sperma mungkin telah keluar ketika orgasme belum terjadi. Dengan

kata lain sperma sudah terlepas dan berenang cepat menuju sel telur sesaat

sebelum penis ditarik keluar. Teknik ini efektif bagi wanita yang suami atau

pasangannya mampu mengontrol waktu ejakulasinya (Angraini,2012).

b) Metode Suhu Basal Tubuh

Suhu basal tubuh adalah suhu badan asli yaitu suhu terendah yang dicapai

oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan tidur.


c) Metode Pengamatan Lendir/Mukosa Serviks

Metode mukosa serviks atau metode ovulasi merupakan metode Keluarga

Berencana Alamiah (KBA) dengan cara mengenali masa subur dari siklus

menstruasi dengan mengamati lendir serviks dan perubahan rasa pada vulva

menjelang hari-hari ovulasi. Bila di sekitar alat kelamin terasa basah memasuki

masa subur dan bila terasa kering maka memasuki masa tidak subur. Yang

dimaksud dengan lendir serviks adalah lendir yang dihasilkan oleh aktivitas

biosintesis sel sekretori serviks dan mengandung tiga komponen penting yaitu

molekul lendir, air, serta senyawa kimia dan biokimia (natrium klorida, rantai

protein, enzim, dan lain-lain) (Angraini, 2012)

d) Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Metode amenore laktasi adalah metode kontrasepsi sementara yang

mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya

diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. Metode ini

khusus digunakan untuk menunda kehamilan selama enam bulan setelah

melahirkan dengan memberikan ASI eksklusif. Metode amenore laktasi dapat

dikatakan sebagai metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA), apabila tidak

dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain. Meskipun penelitian telah

membuktikan bahwa menyusui dapat menekan kesuburan namun banyak wanita

yang hamil lagi ketika menyusui. Oleh karena itu selain menggunakan MAL juga

harus menggunakan metode kontrasepsi lain seperti metode barrier (diafragma,

kondom, spermisida), kontrasepsi hormonal (suntik, pil menyusui, implant)

maupun IUD. Metode Amenorea Laktasi dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi
apabila menyusui secara penuh yaitu lebih efektif jika diberikan minimal delapan

kali sehari, belum mendapat haid, umur bayi kurang dari enam bulan

(Wulansari,2012).

(2) Metode Sederhana dengan Alat Kontrasepsi

Metode sederhana dengan alat kontrasepsi adalah sebagai berikut :

a) Kondom

Penggunaan kondom ini akan cukup efektif bila digunakan secara tepat dan

benar. Kegagalan penggunaan kondom dapat diperkecil dengan penggunaan

kondom secara tepat, yaitu gunakan pada saat penis sedang ereksi dan dilepaskan

sesudah ejakulasi. Alat kontrasepsi ini paling mudah didapat serta tidak

merepotkan. Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena kurang hati-

hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga terjadi perembesan. Kondom

efektif digunakan bagi siapa saja. Alergi terhadap karet kondom adalah sangat

jarang terjadi (BPS,2016).

b) Spermisida

Spermisida adalah alat kontrasepsi yang mengandung bahan kimia (nin

oksinol-9) yang digunakan untuk mematikan atau membunuh sperma. Spermisida

dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria dan krim. Ketika

memasukkan spermisida ke dalam vagina, tidak diperkenankan untuk

menggunakan tangan tetapi harus menggunakan alat yang telah disediakan oleh

kemasan (Yuhedi, 2011).


c) Vagina Diafragma

Diafragma adalah salah satu jenis kontrasepsi yang dirancang dan

disesuaikan dengan vagina untuk menutupi serviks. Diafragma merupakan kap

yag berbentuk bulan, cembung, terbuat dari karet (lateks) yang dapat

dibengkokkan. Cara kerja alat kontrasepsi ini adalah mencegah masuknya sperma

melalui kanalis servikalis ke uterus dan saluran telur (tuba valopi) dan sebagai alat

untuk menempatkan spermatisida (Angraini,2012).

2) Modern

(1) Metode Kontrasepsi Hormonal

Pada dasarnya metode kontrasepsi hormonal terdiri dari :

a) Pil KB

Pil KB ini memberikan keuntungan yaitu tetap membuat menstruasi

teratur, mengurangi kram atau sakit perut saat menstruasi. Kesuburan

juga dapat kembali pulih dengan cara menghentikan pemakaian pil in.

Pil KB termasuk metode yang efektif. Cara kerja pil KB adalah dengan

mencegah pelepasan sel telur. Jenis-jenis pil KB yang biasa digunakan

yaitu :

(a) Pil kombinasi

Pil kombinasi atau combination oral contraceptive pill adalah pil

KB yang mengandung kombinasi derivate estrogen dan derivat

progestin. Pil kombinasi mengandung hormon aktif dan hormon

tidak aktif.
(b) Pil mini

Pil mini hanya mengandung progestin saja (contoh:

neretindron, norgestrel, atau linestrenol) dalam dosis rendah. Oleh

karena itu, pil mini cocok untuk ibu menyusui karena tidak

mengandung derivat estrogen sehinnga tidak mempengaruhi

produksi ASI.

(c) Pil kontrasepsi darurat

Berbeda pil kombinasi dan pil mini, pil kontrasepsi darurat

tidak diminum secara teratur. Pil ini hanya diminum setelah

melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan. Pil ini sama

sekali bukan untuk menggugurkan, tetapi hanya mencegah

pertemuan sel telur dan sperma sehingga tidak terjadi pembuahan.

Mekanismenya dengan cara mengentalkan lendir pada mulut rahim

sehingga sperma terhambat untuk memasuki rahim. Oleh karena itu

agar efektif pil ini harus sesegera mungkin diminum pasca

hubungan seksual.

Pada pil KB kandungan hormon progestin berfungsi untuk

mengentalkan lendir pada mulut rahim, sehingga sperma yang

masuk ke dalam rahim akan terhambat dan pembuahan sel telur

pun akan terhambat pula. Sedangkan hormon estrogen bekerja

menghambat pematangan dan pelepasan sel telur (ovulasi)

(Wulansari, 2012).
b) Kontrasepsi Suntikan

Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja

seperti pil. Untuk suntikan yang diberikan tiga bulan sekali, memiliki

keuntungan mengurangi resiko lupa minum pil dan dapat bekerja

efektif selama tiga bulan, namun efek samping biasanya terjadi pada

wanita yang menderita diabetes atau hipertensi. Untuk suntikan yang

diberikan satu bulan sekali bekerja efektif selama satu bulan. Suntik

KB efektif bagi wanita yang tidak mempunyai masalah seperti diabetes,

hipertensi, thrombosis atau gangguan pembekuan darah serta riwayat

stroke. KB suntik tidak cocok bagi wanita perokok oleh karena rokok

dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.(Wulansari, 2012)

Dua kontrasepsi injeksi jangka panjang depot

medroksiprogesteron asetat (DMPA) dan noretististeron enantat

(NET-EN) telah diizinkan untuk digunakan. Selain mudah

pemakaiannya dan tidak bergantung pada koitus, metode ini sangat

efektif. Efektivitas bergantung pada kemampuan wanita tersebut

kembali ke penyedia layanan untuk penyuntikan dengan jadwal yang

teratur. Walaupun pemulihan fertilitas setelah penghentian

penyuntikan dapat tertunda selama 6 sampai 12 bulan, studi-studi

menunjukkan bahwa 60 sampai 78% wanita hamil dalam satu tahun

setelah injeksi terakhir.

Terdapat beberapa kekhawatiran mengenai keamanan obat-obat

suntik, dan dahulu terdapat banyak kontroversi tentang pemakaian


DMPA. Pada studi-studi laboratorium, hewan yang disuntik dengan

DMPA dosis tinggi terkena tumor payudara dan tumor endometrium.

Namun tidak ada bukti kuat untuk memperlihatkan bahwa efek serupa

terjadi pada manusia yang mendapat dosis jauh lebih rendah (Yuhedi,

2011).

Kontrasepsi suntik sebulan sekali mengandung estrogen dan

progesteron dan sangat efektif, dengan angka kegagalan kurang dari

satu persen. Sebagian wanita lebih menyukai obat suntik sebulan sekali

daripada obat suntik jangka panjang karena obat suntik sebulan sekali

ini menghasilkan perdarahan bulanan teratur dan jarang menyebabkan

spotting, dan efek menghambat fertilitasnya cepat hilang. Salah satu

kekurangan utama dari obat suntik sebulan sekali adalah efek

samping akibat estrogen yang di alami oleh sebagian wanita (Irianto,

2011).

Manfaat Kontrasepsi Suntik adalah :


a) Aman bagi ibu menyusui

Manfaat KB suntik untuk ibu menyusui sangat aman untuk digunakan.

Suntikan pertama diberikan pada minggu ke 6 setelah persalinan. Selain

mencegah terjadinya pembuahan pada saat berhubungan, juga

bermanfaat menurunkan resiko kanker rahim, mencegah anemia dan

perlindungan terhadap radang panggul.

b) Aman bagi penderita jantung

Bagi wanita yang mengidap penyakit jantung, namun ingin menunda

kehamilan tetap bisa menggunakan metode KB suntik ini. KB suntik


tidak memberikan efek negatif pada penderita penyakit jantung dan

reaksi penggumpalan darah. Sehingga peredaran darah akan tetap normal,

begitupun detak jantungnya.

c) Metode yang praktis

MetodeKB suntik ini tergolong sangat praktis, karena peserta KB suntik

ini tidak perlu menyimpan obat KB suntik ini sendiri. Tindakan cukup

dilakukan oleh paramedic yang akan membantu anda melakukannya.

Yang ingin melakukannya hanya perlu datang kembali ke rumah sakit,

klinik atau bidan terdekat untuk mendapatkan suntikan berikutnya.

d) Murah
Selain efektif untuk mencegah kehamilan, manfaat KB suntik juga

metode yang sangat efisien. Efisien disini tidak hanya praktis karena

tidak repot dan cepat, namun efisien karena harganya yang sangat murah.

biaya KB suntik akan mudah di jangkau semua Ibu. Sebagai gambaran

saja, untuk tahun ini biayanya mulai dari harga Rp 20.000,00. Tentu

biaya ini tergantung dosis dan jenisnya apakah per satu bulan, atau per 3

bulan.

e) Bebas dari ketergantungan

Biasanya sifat obat adalah memberikan efek ketergantungan bagi tubuh

tertentu ketika menerimanya. Seakan-akan jika sekalinya sudah cocok,

maka akan sulit bagi tubuh untuk berhenti memakainya. Namun berbeda

dengan KB suntik, metode ini tidak menimbulkan ketergantungan bagi

seorang ibu peserta KB suntik, karena reaksinya kurang dari 24 jam

setelah penyuntikan.
KB suntik memang sangat efektif dan berguna untuk menunda kehamilan.

Bagi pasangan suami istri yang baru menikah dan tidak ingin cepat-cepat punya

anak, sangat direkomendasikan untuk menggunakan KB suntik. Namun

penggunaan KB suntik tidak bisa bebas tanpa efek samping. Ada efek samping

yang sifatnya potensial dan bisa besar kemungkinan terjadinya bagi seorang ibu.

Berikut ini efek samping yang bisa di alami pasca penggunaan KB suntik:

1. Menyebabkan gemuk

Banyak ibu yang mengeluh mengalami kegemukan setelah menggunakan

KB suntik. Mengapa bisa terjadi ? Hormon Preogesterone yang

terkandung dalam alat kontrasepsi ini selain berfungsi untuk mengurangi

kemampuan rahim untuk menerima sel yang telah dibuahi juga

memudahkan perubahan kerbohidrat menjadi lemak. Efek dari

penimbunan lemak menyebabkan bertambahnya berat badan.

2. Menurunkan gairah seksual pada wanita.

Hormon Progesterone menjadi asal mula memudahkan karbohidrat

menjadi lemak. Penimbunan lemak apabila dibiarkan akan membuat

wanita lebih gemuk. Sifat lemak yang sulit mengikat air menyebabkan

kondisi vagina menjadi kering. Vagina yang kering menimbulkan rasa

sakit dalam hubungan seksual. Makin lama akan menyebabkan gairah

seksual menurun. Namun bila dilakukan olahraga dan diet yang sehat,

masalah ini dapat diatasi.


3. Kesuburan lebih lambat kembali.

Pada pengguna suntikan 3 bulan, kesuburan akan menurun, akibat

tingginya kandungan hormon dalam suntikan. Tingkat hormon yang tinggi

biasanya dapat dikembalikan dalam waktu 4 bulan. Namun bagi pengguna

KB suntik per bulan, dilaporkan tetap mengalami menstruasi secara

teratur.

4. Kontra indikasi pemakaian KB suntik.

Penggunaan KB suntik tidak diperkenankan bagi ibu yang menderita

penyakit kuning, menderita kencing manis, mengidap tekanan darah

tinggi, menderita kanker payudara dan organ reproduksi, mempunyai

varises, kelainan jantung. Ada juga beberapa kondisi yang menjadi

pantangan dalam penggunaaan KB suntik yakni bagi ibu yang sedang

hamil, sedang dalam persiapan operasi, sakit kepala, dan ibu yang

merupakan perokok berat.(Sullistyawati,2012)

c) Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

Alat kontrasepsi bawah kulit adalah salah satu jenis kontrasepsi

yang pemakaiannya dengan cara memasukkan tabung kecil di bawah

kulit pada bagian tangan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan.

Tabung kecil berisi hormon tersebut akan terlepas sedikit-sedikit

sehingga mencegah kehamilan. Kontrasepsi ini memiliki keuntungan

yaitu akseptor tidak harus minum pil ataupun suntik KB berkala.

Proses pemasangan susuk KB ini cukup satu kali untuk jangka waktu

pemakaian sekitar dua sampai lima tahun. Bilamana berencana untuk


hamil maka cukup dengan melepaskan implant ini kembali. Namun

efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah siklus menstruasi

menjadi tidak teratur (Sulistyawati,2012).

(a) Cara Kerja Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan

1. Mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sel mani (sperma)

tidak mudah masuk kedalam rahim

2. Menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur

(ovum) dari indung telur.

3. Menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi.

(b) Efe ktivitas Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan

Efektivitas AKBK dalam mencegah kehamilan mencapai

90% hingga 100% bergantung pada jenis AKBK. Implan-2

merupakan salah satu kontrasepsi efektif yang pernah dibuat.

Angka kehamilan pada tahun pertama hanya 0,2 per 100

perempuan dan angka kumulatif pada tahun kelimanya hanya 1,6.

Tidak ada metode kontrasepsi lain yang seefektif subdermal

levonorgestrel atau etonogestrel.(Sulistyawati,2012)

(c) Keuntungan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit/Implan

1. Efektivitas tinggi

2. AKBK dapat efektif dalam 24 sampai 48 jam setelah

pemasangan

3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ngingat


5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak periu takut

untuk hamil

7. Mudah kembali kesuburan

8. Tidak mempengaruhi kualitas ASI

9. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

10. Bebas efek samping estrogen

11. Kontrol medis ringan

12. Dapat dilayani di daerah pedesaan

13. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam

14. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan

(Sulistyawati,2012).

(d) Kontra Indikasi Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan

Kontra indikasi alat kontrasepsi bawah kulit yaitu sedang

hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginaan yang tidak

diketahui penyebabnya, benjolan/kanker payudara atau riwayat

kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang

terjadi, miom uterus dan kanker payudara, gangguan toleransi

glukosa (Sulistyawati,2012).

A. Metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD merupakan metode jangka

panjang yang cukup efektif karena hanya terjadi kurang dari satu

kehamilan diantara 100 pengguna AKDR (6-8 per 1000 pengguna) di


tahun pertama memakai AKDR. Efek kontraseptif akan menurun apabila

waktu penggunaannya telah melampaui 10 tahun. Perdarahan haid yang

lebih lama serta kram atau nyeri di bawah perut merupakan efek samping

utama dalam waktu 3-6 bulan penggunaan.(Sulistyawati,2012)

a) Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

(a) AKDR CuT-380 A

Kecil, kerangka plastic yang fleksibel, berbentuk huruf T

diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

(b) AKDR yang mengandung hormon levonogestrel (LNG, Mirena).

(Sulistyawati,2012).

b) Efektivitas IUD/AKDR

Efektifitas AKDR adalah sebagai berikut:

(a) AKDR merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang

yang cukup efektif

(b) Kehamilan hanya kurang dari 1 kehamilan diantara 100 pengguna

AKDR (6-8 per 1000 pengguna) di tahun pertama memakai AKDR

(c) Efek kontraseptif akan menurun apabila waktu penggunaannya

telah melampaui masa 10 tahun (terjadi 2 kehamilan diantara 100

pengguna) (Sulistyawati,2012).

c) Cara Kerja IUD/AKDR

Cara kerja dari alat kontrasepsi IUD/AKDR adalah sebagai

berikut :
(a) Menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba falopii

(b) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

(c) IUD bekerja tertutama mencegah sperma dan ovum bertemu,

walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat

reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk

fertilisasi

(d) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam

uterus.(Sulistyawati,2012)

d) Keuntungan IUD/AKDR

Keuntungan dari alat kontrasepsi IUD/AKDR adalah sebagai

berikut :

(a) Sebagai kontrasepsi efektivitas tinggi

(b) IUD/AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

(c) Metode jangka panjang

(d) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat

(e) Tidak mempengaruhi hubungan seksual

(f) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk

hamil

(g) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR

(h) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

(i) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(j) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.(Sulistyawati, 2012)


e) Efek Samping IUD/AKDR

Efek samping yang umumnya terjadi pada penggunaan

kontrasepsi IUD/AKDR adalah :

(a) Perubahan siklus haid yang umumnya terjadi pada tiga bulan

pertama dan akan berkurang setelah tiga bulan dimana haid lebih

lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi danlebih

sakit saat haid.

(b) Merasakan sakit tiga sampai lima hari setelah pemasangan,

perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang

memungkinkan penyebab anemia (Sulistyawati, 2012).

B. Metode Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi mantap merupakan kontrasepsi jangka panjang.

Kontrasepsi mantap terdiri dari:

a) Tubektomi

Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur

wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan

keturunan lagi. Kontrasepsi ini hanya digunakan untuk jangka panjang,

walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembasi seperti

semula. Tindakan tersebut awalnya disebut sterilisasi, dilakukan

terutama atas indikasi medis misalnya kelainan jiwa kemungkinan

kehamilan yang dapat membahayakan jiwa ibu, serta penyakit

keturunan. Meledapnya jumlah penduduk dunia telah mengubah

konsep ini sehingga tindakan tersebut kini dilakukan untuk membatasi


jumlah anak. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan tubektomi

adalah kesukarelaan dari akseptor. Tubektomi sering dikenal dengan

MOW (Metode Operasi Wanita) (WHO, 2013).

Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan,

dan masa interval. Sesudah keguguran tubektomi dapat langsung

dilakukan. Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24

jam atau selambat-lambatnya 48 jam pasca persalinan akan dipersulit

oleh adanya edema tuba, infeksi dan kegagalan. Edema tuba akan

berkurang setelah hari ke 7 sampai 10 pasca persalinan, tubektomi

yang dilakukan setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-

alat genital telah menyusut dan mudah berdarah (Handayani, 2011).

b) Vasektomi

Vasektomi adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat

saluran sperma (vas deference) pria. Vasektomi dikenal dengan MOP

(Metode Operasi Pria) (Handayani, 2011).

Vasektomi dapat dilakukan difasilitas kesehatan umum yang

mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih

sebaiknya tidak dibagian yang sibuk atau banyak orang. Ruangan

tersebut sebaiknya mendapat penerangan yang cukup, lantai semen

atau keramik yang mudah dibersihkan, bebas debu, dan serangga.

Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruang.

Ventilasi ruangan harus sebaik mungkin dan apabila menggunakan

jendela, tirai harus terpasang baik dan kuat (Handayani, 2011).


2.4 Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara

15-49 tahun. Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan

hubungan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara

bertahap menjadi peserta keluarga berencana yang aktif sehingga memberi efek

samping langsung penurunan vertilisasi (Suratun, M, 2011).

Pasangan Usia Subur (PUS) sebagai peserta KB adalah pasangan suami

isteri yang isterinya berumur antara 15-49 tahun sedang menggunakan alat

kontrasepsi dikarenakan ingin menunda kehamilan. PUS bukan peserta KB adalah

pasangan suami isteri yang isterinya berumur antara 15-49 tahun sedang tidak

menggunakan alat kontrasepsi dikarenakan hamil, ingin anak segera atau yang

ingin anak tapi ditunda, atau yang tidak ingin anak lagi tetapi tidak ber KB

(Suratun, M, 2011).

Sasaran langsung keluarga berencana adalah Pasangan Usia Subur (PUS)

yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan

kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah

pelaksana dan pengelola KB dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui

pendekatan, kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka keluarga yang

berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2011).


2.5 Faktor-faktor Penyebab Pasangan Usia Subur Memilih Kontrasepsi
Jangka Panjang

2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk

mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan

dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya

(Mubarak, WI, 2012).

Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi tidak mudah untuk segera

diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh pasangan usia subur

untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers ada empat tahap

untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap

pengetahuan (knowledge), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap

konfirmasi (confirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima

maupun ditolak. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang

berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam

program KB (M,Febi, 2015).

Pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai

macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku

petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat, dan sebagainya. Pengetahuan dapat


membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan

keyakinan tersebut (M, Febi, 2015).

2.5.2 Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang

lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang

berumur muda (Angraini, 2012).

Pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional pada umur diantara

duapuluh sampai tigapuluh lima tahun adalah kontrasepsi yang mempunyai

reversibilitas yang tinggi karena pada umur tersebut Pasangan Usia Subur (PUS)

masih berkeinginan untuk mempunyai anak. Sedangkan pada umur >35 tahun

kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang mempunyai efektivitas tinggi dan dapat

dipakai jangka lama (Angraini, 2012).

Usia wanita mengalami kehamilan dan kelahiran terbaik yaitu yang

berisiko paling rendah untuk ibu dan anak adalah antara 20-35 tahun. Untuk itu

bagi wanita yang menikah sebelum 20 tahun sebaiknya menunda kehamilan

hingga usianya mencukupi dan benar-benar siap secara psikologi menjadi seorang

ibu untuk menunda kehamilan (Biran Afandi, 2011).

Umur di atas 35 tahun seorang wanita tidak dianjurkan untuk hamil lagi,

karena secara biologis tubuhnya sudah tidak mendukung untuk mengalami

kehamilan sehingga risiko komplikasi akan semakin besar (Biran Afandi, 2011).
2.5.3 Jumlah Anak

Jumlah anak yang dilahirkan oleh isteri baik hidup maupun mati. Jumlah

anak sangat memengaruhi keputusan pasangan usia subur dalam menggunakan

kontrasepsi. Pemerintah mengharapkan setiap keluarga memiliki dua anak cukup

(Sulistyawati, 2012).

Menurut BKKBN jumlah anak lahir hidup dikelompokkan menjadi 2

yaitu: 0-2 orang paritas rendah dan 3 orang atau lebih paritas tinggi. Keputusan

untuk menambah jumlah anak diserahkan kepada keputusan suami isteri dengan

standar BKKBN yaitu jumlah anak kurang atau sama dengan dua (Sulistyawati,2

012).

2.5.4 Petugas Kesehatan

Petugas/ tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (WHO, 2012).

Agar dapat menolong para calon peserta KB untuk bisa memilih alat KB

yang cocok, perlu diberikan konseling KB oleh petugas. Pemilihan dan pemakaian

alat KB yang didahului konseling KB akan membuat peserta KB merasa aman

dan nyaman. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan

KB dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas

membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

digunakan sesuai dengan pilihannya dan dapat membantu klien merasa lebih puas

(Sulistyawati, 2012).
Konseling yang baik akan membantu klien dalam menggunakan

kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling akan

memengaruhi interaksi antara petugas dank lien yaitu dapat meningkatkan

hubungan dan kepercayaan yang sudah terbangun. Namun sering kali konseling

diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik karena petugas tidak mempunyai

waktu dan mereka tidak mengetahui bahwa dengan konseling klien akan lebih

mudah mengikuti nasihat (Sulistyawati, 2012).

Konseling KB membuat peserta KB tidak akan ikut-ikutan orang lain

dalam memilih alat KB, juga tidak akan menyebabkan peserta terpaksa

menggunakannya, misalnya karena dibujuk, diancam atau didesak orang lain.

peserta KB tahu bahwa alat KB digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan

bukan untuk kepentingan petugas KB, dokter, bidan atau orang-orang lain

dilingkungannya (Sulistyawati, 2012).

2.6 Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Lawrence Green.

Menurut Lawrence Green (Notoatmodjo,2012) ada tiga faktor yang menentukan

perubahan perilaku yaitu:

1) Faktor-faktor predisposisi (predispossing factors) yaitu faktor pencetus yang

mempermudah terjadinya perilaku yang mencakup faktor demografi terdiri

dari karakteristik, pengetahuan, sikap, keyakinan, norma sosial dan unsur lain

yang terdapat dari individu atau kelompok.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan

terjadinya perubahan perilaku yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia


atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu faktor penguat yang

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo,2010).

Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Keyakinan
4. Norma Sosial

Penggunaan
Kontrasepsi
Faktor Pendukung :
Fasilitas Kesehatan

Faktor Pendorong :
Petugas Kesehatan

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian

2.7 Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dan suatu realitas agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik

variabel yang diteliti maupun tidak diteliti) (Notoatmodjo, 2012).

Dalam kerangka konsep di bawah ini, peneliti akan melakukan penelitian

tentang variabel independen (bebas) yang mempengaruhi variabel dependen

(terikat).
Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Umur
Penggunaan
3. Jumlah anak
- Kontrasepsi

Faktor Pendorong
Petugas kesehatan

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.8 Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan, umur, jumlah anak dan petugas

kesehatan dengan penggunaan kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi

Tahun 2018.

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan, umur, jumlah anak dan petugas

kesehatan dengan penggunaan kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi

Tahun 2018.
44

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriftif analitik yang meneliti

hubungan antara dua variable yaitu variabel independen dan veriabel dependen.

Desain penelitian yang digunakan yaitu cross-secttional, dimana variabel bebas

dan terikat diukur pada waktu yang bersamaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Sayurmatinggi

Kecamatan Sayurmatinggi Tahun 2018. Pertimbangan pemilihan lokasi ini dengan

alasan karena keterbatasan waktu dan dana yang dilakukan dalam penelitian serta

bahwa desa tersebut sudah dapat mewakili desa yang ada di wilayah Kecamatan

Sayurmatinggi .

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari 2018 s/d Agustus 2018
dengan tahapan sebagai berikut :
Tabel.1. Rencana Kegiatan dan Waktu Penelitian
No Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
1. Pengajuan judul
2. Penyusunan Proposal

3. Seminar Proposal
4. PelaksanaanPenelitian
5. Ujian Akhir
45

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitan

Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita pasangan usia subur di

Kelurahan Sayurmatinggi sebanyak 644 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah sebagian objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi. PUS di Kelurahan Sayurmatinggi berjumlah 644 orang

Adapun teknik pengambilan sampel yang akan di gunakan oleh peneliti adalah

Tehnik simple random sampling. Pengambilan sampel dengan menggunakan

Rumus Slovin.

Rumus Slovin yang digunakan adalah sebagai berikut :

n = N / N (e²)+1

Keterangan :

n = perkiraan besar sampel


N = perkiraan besar populasi
e = Tingkat kesalahan yang dipilih atau signifikan

Perhitungan sampel n= 644 / 644(0,1)2 + 1

n= 644 / 644 (0,01) +1

n=644 / 6,44 + 1

n=86,5

n=87

Jadi besar sampel yang ditentukan dalam penelitian ini seluruhnya sebanyak

87 orang.
46

3.4 Alat Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data yang diambil secara langsung

di lokasi pengambilan sampel di Kelurahan Sayurmatinggi Kecamatan

Sayurmatinggi Tahun 2018 dengan langsung kepada wanita pasangan usia subur

dan instrumen pengumpulan data adalah kuesioner.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait dengan

penelitian ini yaitu BKKBN Tapanuli Selatan, dan BKKBN Kecamatan

Sayurmatinggi Tahun 2017.

3.4.3 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur. Kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang

ingin diukur.

Uji validitas dapat dilakukan menggunakan Product Moment Test. Kriteria

validitas instrument penelitian yaitu jika nilai Pearson Coralation > r tabel.

3.4.4 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah

alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang. Uji reliabilitas dengan menggunakan nilai metode

Alpha Cronbach’s. Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikan α=0,05, artinya

instrument dikatakan reliable bila nilai cronbach’s alpha lebih besar dari r tabel.
47

Dari hasil uji reliability analysis pengetahuan diperoleh nilai Cronbach’s

alpha 0,933 bila dibandingkan dengan Tabel r Product Moment dengan sampel 20

dan CI 95% diperoleh nilai 0,444. Maka nilai Cronbach’s alpha 0,933 > nilai r

tabel 0,444 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini realibel dan

handal.

3.5 Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data yang berupa angket (kuesioner) yaitu berbentuk formulir-formulir yang

berisikan pertanyaan-pertanyaan (question) yang ditujukan kepada responden,

maka angket sering disebut “questioner” (Notoatmodjo, 2012).

Penilaian kuesioner yang ditujukan kepada responden berisikan pertanyaan

dengan : 1. Pengetahuan dengan kategori :

(1) Kurang jika wanita pasangan usia subur memperoleh skor

dengan 0-4 pertanyaan

(2) Baik jika wanita pasangan usia subur menperoleh skor dengan

5-10 pertanyaan

2. Umur dengan kategori :

(1) > 35 Tahun

(2)  35 Tahun

3. Jumlah anak dengan kategori :

(1) >2 Orang

(2)  2 Orang
48

4. Petugas kesehatan dengan kategori:

(1) Tidak melakukan KIE jika responden menjawab pertanyaan

dengan ya 0-5 pertanyaan

(2) Melakukan KIE jika responden menjawab pertanyaan dengan

ya 6-10 pertayaan.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

1. Membuat surat permohonan izin penelitian dari Stikes Aufa Royhan

Padangsidimpuan yang ditujukan kepada Bapak Camat Sayurmatinggi.

2. Meminta calon responden agar bersedia menjadi responden setelah

mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan tentang tujuan,

manfaat, dan prosedur penelitian. Responden yang bersedia

selanjutnya diminta menandatangani lembar informed concet.

3. Setelah itu pertanyaan dalam kuesioner di jawab, maka peneliti

mengumpulkan data dan mengucapkan terimakasih kepada responden.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi maupun pengukuran secara cermat terhadap penomena atau

objek. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan

sebagai ukuran dalam suatu penelitian (Hidayat, 2011).


49

Tabel 3.7 Aspek pengukuran variabel independen dan dependen

Cara Skala
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Ukur Ukur
1 2 3 4 5 7
1 Variabel
Independen
a) Pengetahuan Pengetahuan adalah Kuesioner Ordinal Baik (12-20 benar)
segala sesuatu yang Kurang baik (0-11
diketahui oleh wanita benar)
pasangan usia subur
tentang KB di
Sayurmatinggi

b) Umur Umur adalah lamanya Kuesioner Ordinal  35 Tahun


hidup wanita pasangan >35 Tahun
usia subur di Desa
Sayurmatinggi yang
dihitung semenjak ia
lahir sampai dilakukan
penelitian

c) Jumlah Jumlah anak adalah Kuesioner Ordinal 2 Orang


anak banyaknya anak yang >2 Orang
dilahirkan wanita
pasangan usia subur di
Desa Sayurmatinggi.

d) Petugas Petugas kesehatan Kuesioner Ordinal Melakukan KIE (Ya


kesehata adalah bidan atau 6-10)
dokter yang Tidak melakukan
memberikan pelayanan KIE (Ya 0-5)
KB terhadap PUS di
Desa Sayurmatinggi

Variabel Mengikuti program Kuesioner Nominal Ya


Dependen KB adalah pasangan Tidak
Penggunaan usia subur di kelurahan
kontrasepsi Sayurmatinggi
menjadi akseptor KB
aktif minimal tiga
bulan berturut-turut
sampai dengan
diadakan penelitian.
50

3.8 Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner.

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner dengan tujuan

agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil

yang valid dan reliabel dan terhindar dari bias.

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel

yang diteliti yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

4) Entering

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program

komputer yang digunakan peneliti yaitu SPSS.

5) Data Processing

Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai

dengan kebutuhan dari penelitian (Notoatmodjo, 2012)


51

3.9 Analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memdeskripsikan data yang dilakukan

pada tiap variabel dari hasil penelitian (Riyanto, 2011).

3.9.2 Analisis Bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel pada penelitian ini

maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan

(korelasi) antara variabel bebas(independent variable) dengan variabel terikat

(dependent variable) (Riyanto, 2011).

Untuk membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel

bebas dengan variabel terikat digunakan Uji Chi-square, pada batas kemaknaan

perhitungan statistik p value (0,1). Apabila hasil perhitungan menunjukkan nilai p

< (0,1) maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya kedua variabel secara statistik

mempunyai hubungan yang signifikan. Kemudian untuk menjelaskan adanya

asosiasi (hubungan) antara variabel terikat dengan variabel bebas digunakan

analisis tabulasi silang (Riyanto, 2011).


52

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dengan Luas Wilayah 406,27 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 26.482

jiwa, jumlah Kepala Keluarga sebanyak 6.528 jiwa, wanita usia subur 15-49 tahun

sebanyak 2.134 jiwa, pasangan usia subur sebanyak 644 jiwa. Pelaksanaan

penelitian dengan kuesioner, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

faktor penyebab akseptor KB suntik memilih metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP) di Kecamatan Sayurmatinggi Tahun 2018.

1) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sorik

2) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aek Badak

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lumban Huaian

4) Sebelah Timur berbatas dengan Desa Huta Padang

4.2 Analisa Univariat

4.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan responden dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua jenis

yaitu pengetahuan baik dan pengetahuan kurang baik dengan distribusi frekuensi

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Pengetahuan Jumlah
F (%)
Baik 46 52,9
Kurang Baik 41 47,1
Total 87 100,0

52
53

Berdasarkan Tabel 4.1, dari 87 responden mayoritas responden

berpengetahuan baik sebanyak 46 orang (52,9%) dan minoritas responden

berpengetahuan kurang baik sebanyak 41 orang (47,1%).

4.2.2 Umur

Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai faktor-faktor

penyebab akseptor kontrsepsi jangka pendek memilih metode kontrasepsi jangka

panjang (MKJP) di Kecamatan Sayurmatinggi Tahun 2018 dapat dilihat dalam

tabel distribusi frekuensi umur responden sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kategori Umur dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Umur Jumlah
F %
≤ 35 39 44,8
> 35 48 55,2
Total 87 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2, dari 87 responden mayoritas responden berumur

> 35 tahun sebanyak 48 orang (55,2%) dan minoritas responden berumur ≤ 35

tahun sebanyak 39 orang (44,8%).

4.2.3 Jumlah Anak

Jumlah anak dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua jenis yaitu < 2

orang dan > 2 orang dengan distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Jumlah Anak dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Jumlah
Jumlah Anak F %
<2 orang 55 63,2
>2 orang 32 36,8
Total 87 100,0
54

Berdasarkan Tabel 4.3, dari 87 responden mayoritas responden memiliki

jumlah anak <2 orang sebanyak 55 orang (63,2%) dan minoritas responden

memiliki jumlah anak >2 orang sebanyak 32 orang (36,8%)

4.2.4 Petugas Kesehatan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kategori Petugas Kesehatan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018

Jumlah
Petugas Kesehatan
F %
Melakukan KIE 45 52,9
Tidak Melakukan KIE 41 47,1
Total 87 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4, dari 87 responden mayoritas responden

melakukan KIE sebanyak 45 orang (52,9%) dan minoritas responden tidak

melakukan KIE sebanyak 41 orang (47,1%).

4.2.5 Penggunaan Kontrasepsi

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan


Sayurmatinggi Tahun 2018

Jumlah
Penggunaan Kontrasepsi
F %
Ya 55 63,2
Tidak 32 36,8
Total 87 100.0

Berdasarkan Tabel 4.5, dari 87 responden mayoritas responden memilih

kontrsepsi jangka pendek sebanyak 55 orang (63,2%) dan minoritas responden

tidak memilih kontrasepsi jangka panjang sebanyak 32 orang (36,8%).


55

4.3 Analisa Bivariat

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Pengetahuan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Penggunaan Kontrasepsi
Jumlah
Pengetahuan Ya Tidak p (value)
f % f % F %
Baik 45 51,7 1 1,2 46 52,9
0,000
Kurang Baik 10 11,5 31 35,6 41 47,1
Total 55 63,2 32 36,8 87 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value) =

0,000. Jika dibandingkan dengan α (0,000<0,1) yang berarti ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan akseptor KB dalam memilih kontrasepsi jangka

panjang.

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Umur dengan Penggunaan


Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Penggunaan Kontrasepsi
Jumlah
Umur Ya Tidak p (value)
f % f % F %
≤ 35 Tahun 32 36,8 7 8,1 39 44,8
0,002
>35 Tahun 23 26,4 25 28,7 48 55,2
Total 55 63,2 32 36,8 87 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value) =

0,002, jika dibandingkan dengan nilai α maka (0,002<0,1) yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara umur akseptor KB dalam memilih kontrasepsi

jangka panjang.
56

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Jumlah Anak dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

Penggunaan Kontrasepsi
Jumlah
Jumlah Anak Ya Tidak p (value)
f % f % F %
≤ 2 Orang 28 32,2 27 31,0 55 63,2
0,004
>2 Orang 27 31,0 5 5,8 32 36,8
Total 55 63,2 32 36,8 87 100,0

Berdasarkan tabel 4.8 didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value)

= 0.004, jika dibandingkan dengan α (0,004<0,1) yang berarti ada hubungan yang

signifikan antara jumlah anak akseptor kontrasepsi jangka pendek dalam memilih

kontrasepsi jangka panjang.

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Hubungan Faktor Petugas Kesehatan dengan


Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun
2018

Penggunaan Kontrasepsi
Jumlah
Petugas Kesehatan Ya Tidak p (value)
f % f % F %
Melakukan KIE 44 50,6 1 1,2 55 63,2
0,000
Tidak Melakukan KIE 11 12,6 31 35,6 32 36,8
Total 55 63,2 32 36,8 87 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (Sig) =

0,000 jika dibandingkan dengan α (0,000<0,1) yang berarti ada hubungan yang

signifikan antara petugas kesehatan dengan akseptor kontrsepsi jangka pendek

dalam memilih kontrasepsi jangka panjang.


57

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa Univariat

5.1.1 Pengetahuan

Berdasarkan pengetahuan responden mayoritas responden berpengetahuan

baik sebanyak 46 orang (52,9%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang

baik sebanyak 41 orang (47,1%).

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk

mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan

dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya

(Mubarak, WI, 2012).

Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi tidak mudah untuk segera

diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh pasangan usia subur

untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers ada empat tahap

untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap

pengetahuan (knowledge), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap

konfirmasi (confirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima

maupun ditolak. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang

berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam

program KB (M,Febi, 2015).

57
58

5.1.2 Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas responden berumur

> 35 tahun sebanyak 48 orang (55,2%) dan minoritas responden berumur ≤ 35

tahun sebanyak 39 orang (44,8%).

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang

lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang

berumur muda (Angraini, 2012).

Pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional pada umur diantara

duapuluh sampai tigapuluh lima tahun adalah kontrasepsi yang mempunyai

reversibilitas yang tinggi karena pada umur tersebut Pasangan Usia Subur (PUS)

masih berkeinginan untuk mempunyai anak. Sedangkan pada umur >35 tahun

kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang mempunyai efektivitas tinggi dan dapat

dipakai jangka lama (Angraini, 2012). Umur di atas 35 tahun seorang wanita tidak

dianjurkan untuk hamil lagi, karena secara biologis tubuhnya sudah tidak

mendukung untuk mengalami kehamilan sehingga risiko komplikasi akan

semakin besar (Biran Afandi, 2011)

5.1.3 Jumlah Anak

Berdasarkan jumlah anak mayoritas responden memiliki jumlah anak <2

orang sebanyak 55 orang (63,2%) dan minoritas responden memiliki jumlah anak

>2 orang sebanyak 32 orang (36,8%).

Menurut BKKBN jumlah anak lahir hidup dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

0-2 orang paritas rendah dan 3 orang atau lebih paritas tinggi. Keputusan untuk
59

menambah jumlah anak diserahkan kepada keputusan suami isteri dengan standar

BKKBN yaitu jumlah anak kurang atau sama dengan dua (Sulistyawati,2 012).

5.1.4 Petugas Kesehatan

Berdasarkan petugas kesehatan mayoritas responden melakukan KIE

sebanyak 45 orang (52,9%) dan minoritas responden tidak melakukan KIE

sebanyak 41 orang (47,1%).

Petugas/ tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui

pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan (WHO, 2012).

Agar dapat menolong para calon peserta KB untuk bisa memilih alat KB

yang cocok, perlu diberikan konseling KB oleh petugas. Pemilihan dan pemakaian

alat KB yang didahului konseling KB akan membuat peserta KB merasa aman

dan nyaman. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan

KB dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas

membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

digunakan sesuai dengan pilihannya dan dapat membantu klien merasa lebih puas

(Sulistyawati, 2012).

5.1.5 Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan akseptor kontrasepsi jangka pendek dalam memilih kontrasepsi

jangka panjang mayoritas responden memilih kontrsepsi jangka pendek sebanyak


60

55 orang (63,2%) dan minoritas responden tidak memilih kontrasepsi jangka

pendek sebanyak 32 orang (36,8%).

Konseling yang baik akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi

lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling akan memengaruhi

interaksi antara petugas dank lien yaitu dapat meningkatkan hubungan dan

kepercayaan yang sudah terbangun. Namun sering kali konseling diabaikan dan

tidak dilaksanakan dengan baik karena petugas tidak mempunyai waktu dan

mereka tidak mengetahui bahwa dengan konseling klien akan lebih mudah

mengikuti nasihat (Sulistyawati, 2012)

Konseling KB membuat peserta KB tidak akan ikut-ikutan orang lain dalam

memilih alat KB, juga tidak akan menyebabkan peserta terpaksa menggunakannya,

misalnya karena dibujuk, diancam atau didesak orang lain. peserta KB tahu bahwa

alat KB digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan bukan untuk kepentingan

petugas KB, dokter, bidan atau orang-orang lain dilingkungannya (Sulistyawati,

2012).

5.2 Analisa Bivariat

5.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan analisa bivariat faktor pengetahuan akseptor KB dalam

memilih kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value) = 0,000< 0,1 yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara pengetahuan akseptor KB dalam memilih

kontrasepsi jangka panjang.


61

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sukmawati (2011)

bahwa pengetahuan masyarakat dapat mempengaruhi penerimaan program KB di

masyarakat. Sekali perempuan mengetahui tempat pelayanan KB, keuntungan dan

kelebihan suatu alat kontrasepsi, maka ia akan menggunakan metoda kontrasepsi

yang diinginkan. Hasil penelitian Zanzibar (2003) menunjukkan bahwa rendahnya

penggunaan IUD/MKJP dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan

metoda kontrasepsi IUD/MKJP. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan

IUD/MKJP disebabkan karena informasi yang disampaikan oleh petugas

kesehatan yang memberikan pelayanan kurang lengkap.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk

mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan

dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dan objeknya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di Kelurahan Sayurmatinggi

Tahun 2018 variabel pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap

akseptor KB dalam memilih kontrasepsi jangka panjang.. Menurut peneliti bahwa

pengetahuan yang baik dalam mengikuti program KB di Kecamatan

Sayurmatinggi tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada dukungan dari orang-orang

terdekatnya termasuk suami. Pengetahuan yang baik ditambah dengan dukungan

suami akan membuat wanita PUS percaya diri untuk memilih kontrasepsi.
62

Demikian juga pengetahuan yang baik tentang program KB dan peran petugas

kesehatan dalam memberikan KIE dapat mendorong akseptor KB untuk memilih

dengan tepat kontrasepsi yang aman.

5.2.2 Hubungan Umur dengan Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan analisa bivariat faktor umur akseptor KB dalam memilih

kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018 didapat hasil

uji Chi Square dengan nilai p (value) = 0,002<0,1 yang berarti ada hubungan

yang signifikan antara umur akseptor KB dalam memilih kontrasepsi jangka

panjang.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Prasetyo.T tentang faktor-faktor yang memengaruhi wanita PUS mengikuti

pelayanan KB bahwa ada hubungan umur PUS dengan partisipasi KB dengan

nilai p-value 0,000. Selanjutnya hasil penelitian Eminur Itri Sari (2016) yang juga

menemukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kencederungan

pemilihan MKJP. Ibu yang berusia di atas 30 tahun memiliki peluang 0,67 kali

lebih besar untuk cenderung menggunakan MKJP.

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua

mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi

dibandingkan dengan yang berumur muda. Pola dasar penggunaan kontrasepsi

yang rasional pada umur diantara duapuluh sampai tiga puluh lima tahun adalah

kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas yang tinggi karena pada umur tersebut

Pasangan Usia Subur (PUS) masih berkeinginan untuk mempunyai anak.


63

Sedangkan pada umur >35 tahun kontrasepsi yang dianjurkan adalah yang

mempunyai efektivitas tinggi dan dapat dipakai jangka lama.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diketahui bahwa responden > 35

tahun 23 orang (26,4%) yang menjadi akseptor KB dan 25 orang (28,7%) yang

tidak menjadi akseptor KB. Sedangkan umur 35 tahun ke bawah yang menjadi

akseptor KB 32 orang (36,8%) dan tidak menjadi akseptor KB 7 orang (8,1%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan

Sayurmatinggi umur PUS mempunyai hubungan yang signifikan dalam memilih

kontrasepsi jangka panjang. Menurut peneliti hal ini disebakan oleh PUS yang

berusia  35 tahun dan > 35 tahun memiliki budaya yang sama sehingga

pandangan terhadap program KB hampir sama.

5.2.3 Hubungan Jumlah Anak dengan Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan analisa bivariat faktor jumlah anak akseptor KB dalam

memilih kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018

didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value) = 0.004<0,1 yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan pelaksanaan program KB.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Indira (2009) yang menyatakan

bahwa jumlah anak berkaitan erat dengan program KB karena salah satu misi dari

program KB adalah terciptanya keluarga dengan jumlah anak yang ideal yakni

dua anak dalam satu keluarga. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat

kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda. Seperti metode

Kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang memiliki tingkat efektivitas dan

keberhasilan cukup tinggi dibandingkan dengan Non MKJP. Selanjutnya hasil


64

penelitian Pranita (2008) yang menggunakan data sekunder SKDI 2007 untuk

wilayah Jawa-Bali juga menyatakan adanya hubungan bermakna antara jumlah

anak masih hidup dengan pemakaian MKJP (p=0,000). Interpretasinya adalah

bahwa dengan anak kurang dari 3 orang mempunyai peluang 7,5 kali lebih tinggi

untuk memilih non MKJP dibandingkan dengan responden yang mempunyai anak

masih hidup lebih dari sama dengan 3 orang (OR=7.5).

Berdasarkan analisis data yang dilakukan diketahui bahwa responden

yang memiliki anak < 2 orang dan menjadi akseptor KB sebanyak 28 orang

(32,2%) dan yang tidak menjadi akseptor KB sebanyak 27 orang (31,0%),

sedangkan responden yang memiliki anak lebih 2 orang menjadi akseptor KB 27

orang (31,0%) dan yang tidak menjadi akseptor KB sebanyak 5 orang (5,8%). Hal

ini menunjukkan bahwa PUS yang memiliki anak kurang dari 2 orang lebih

banyak mengikuti program KB daripada PUS yang memiliki anak lebih dari 2

orang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa

PUS yang memiliki anak lebih dari 2 orang lebih banyak mejadi akseptor KB

daripada PUS yang memiliki anak dua atau di bawah 2 orang. Pada umumnya

PUS di Kelurahan Sayurmatinggi mempunyai anak rata-rata 5 orang. Jika belum

mempunyai anak laki-laki dan perempuan pada umumnya mereka tidak mau

mengikuti program KB. Mereka berpendapat jika memiliki anak hanya 2 orang

akan menyebabkan kekhawatiran para pasangan usia subur. Jika mempunyai anak

banyak maka mereka berharap anak-anak tersebutlah yang akan mengasuh mereka

kelak di hari tua.


65

5.2.4 Hubungan Petugas Kesehatan dengan Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan analisa bivariat faktor petugas kesehatan dengan akseptor

kontrsepsi jangka pendek dalam memilih kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan

Sayurmatinggi Tahun 2018 didapat hasil uji Chi Square dengan nilai p (value) =

0,000<0,1 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara petugas kesehatan

dengan akseptor kontrsepsi jangka pendek dalam memilih kontrasepsi jangka

panjang.

Penelitian ini sejalan dengan Sri Setiasih (2016) yang menyatakan bahwa

responden yang memiliki dukungan petugas pelayanan KB di wilayahnya baik,

mempunyai kemungkinan memilih MKJP Non Hormonal sebesar 1,035 kali

dibandingkan dengan responden yang mempunyai dukungan petugas pelayanan

KB yang kurang. Selanjutnya hasil penelitian Via (2012) bahwa dukungan

petugas pelayanan KB, dalam penelitian ini adalah Petugas Pelayanan Keluarga

Berencana Desa (PPKBD), memiliki pengaruh dalam pemilihan alat kontrasepsi

IUD (p value 0.001). Begitu juga dengan hasil penelitian Arliana et al (2012)

bahwa dukungan petugas KB mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi, dalam

penelitian ini adalah alat kontrasepsi hormonal dengan p value 0.035.

Penelitian ini menunjukkan bahwa responden terbanyak menyatakan

bahwa petugas kesehatan melakukan KIE sebanyak 44 orang (50,6%). KIE

merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB. Dengan penyuluhan

kesehatan dalam KB maka masyarakat dapat menjadikan program KB sebagai

pola kehidupan artinya masyarakat mengetahui, memahami serta menyadari

pentingnya KB sehingga mau melaksanakannya untuk kesehatan dan


66

kesejahteraan bagi keluarganya serta masyarakat. KIE sangat membantu PUS

dalam merubah pengetahuan sikap dan perilakunya. Konseling yang baik akan

membantu PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi lebih lama dan

meningkatkan keberhasilan program KB. Konseling akan memengaruhi interaksi

antara petugas kesehatan dan PUS yaitu dapat meningkatkan hubungan dan

kepercayaan yang sudah terbangun.

5.3 Implikasi Penelitian

Adapun implikasi yang dapat dirumuskan dari temuan dan fakta pada

penelitian sebagai berikut:

1) Implikasi penelitian bagi akademik

Akademik merupakan sumber yang dipercaya oleh masyarakat dan

pemerintah dalam memberikan pengetahuan serta solusi melalui kegiatan

pengabdian masyarakat dengan merencanakan dan melaksanakan kegiatan

yang bersifat memberikan informasi sebagai upaya meningkatkan akseptor

KB dalam memilih kontrasepsi yang tepat.

2) Implikasi penelitian terhadap tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan tenaga kesehatan mampu melakukan KIE yang

lebih baik tentang program KB.

3) Implikasi penelitian PUS dan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

mengubah perilaku PUS dalam mengikuti program KB, oleh karena itu

diperlukan dukungan maupun peran serta tokoh adat dan tokoh agama sebagai

upaya mewujudkan keluarga kecil berkualitas, bahagia dan sejahtera.


67

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang mungkin memengaruhi

hasil penelitian yang dicapai, antara lain:

1) Masih banyak faktor yang memengaruhi PUS dalam memilih kontrasepsi

jangka panjang yang tidak dapat diteliti disebabkan keterbatasan seperti waktu,

tenaga, dan dana yang dimiliki peneliti.

2) Pada saat melakukan penelitian ada beberapa responden yang tidak terbuka

dalam menjawab setiap pertanyaan sehingga peneliti harus melakukan

pendekatan untuk dapat menggali jawaban yang sebenarnya.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data mengenai faktor-faktor penyebab akseptor

kontrsepsi jangka pendek dalam memilih kontrasepsi jangka panjang di Kelurahan

Sayurmatinggi Tahun 2018, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan dari

penelitian ini yaitu:

1) Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mayoritas > 35 tahun,

berdasarkan jumlah anak mayoritas < 2 orang, berdasarkan pengetahuan

mayoritas baik, berdasarkan petugas kesehatan mayoritas melakukan KIE.

2) Distribusi frekuensi responden yang menggunakan kontrasepsi mayoritas KB

Suntik.

3) Ada Hubungan Pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi di Kelurahan

Sayurmatinggi tahun 2018.

4) Ada Hubungan Umur dengan penggunaan kontrasepsi di Kelurahan

Sayurmatinggi tahun 2018.

5) Ada Hubungan Jumlah Anak dengan penggunaan kontrasepsi di Kelurahan

Sayurmatinggi tahun 2018.

6) Ada Hubungan Petugas Kesehatan dengan penggunaan kontrasepsi di

Kelurahan Sayurmatinggi tahun 2018.

6.2 Saran

1) Diharapkan kepada dinas kesehatan dan BKKBN Tapanuli Selatan agar lebih

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dan berperan aktif

68
69

dalam pelayanan KB. Petugas Dinas Kesehatan dan BKKBN diharapkan turun

secara langsung ke lapangan seperti ke Puskesmas, Pustu dan Poskesdes

sehingga dapat melihat secara langsung permasalahan yang ada maupun

keberhasilan yang telah dicapai sehingga mampu membuat rencana kerja yang

benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.

2) Kepada petugas KB Kecamatan Sayurmatinggi dan tenaga kesehatan agar

meningkatkan kinerjanya serta aktif memberikan pelayanan KB sehingga

target cakupan KB aktif dapat tercapai dengan membentuk tim supervisi turun

secara langsung ke desa wilayah kerja agar dapat menilai kinerja serta

mengarahkan bidan desa guna tercapainya cakupan program KB. Mewajibkan

bidan desa untuk membuat dokumentasi dan SOP atas semua kegiatan

program yang dilaksanakan di desa.

3) Diharapkan kepada kepala puskesmas dan bidan desa agar dapat menjalin

kerjasama dengan para tokoh adat maupun tokoh masyarakat untuk dapat

proaktif dalam mendukung program KB sehingga masyarakat dapat menerima

tanpa ada keraguan diakibatkan adanya stigma negatif tentang KB. Kepala

Puskesmas dan bidan desa hendaknya mengundang tokoh masyarakat, tokoh

adat pada saat pelaksanaan program kesehatan termasuk KB di Puskesmas

maupun di desa sehingga mereka merasa ikut ambil bagian dan punya

tanggung jawab atas program kesehatan khususnya program KB.

4) Kepada pasangan usia subur diharapkan agar lebih proaktif dalam mencari

informasi terkait program KB sehingga dapat memotivasi untuk ikut serta

dalam program KB. Setiap ada kegiatan program kesehatan di desa seperti
70

penyuluhan KB, pelayanan KB gratis, maupun posyandu hendaknya PUS aktif

menghadiri dan saling memotivasi serta berbagi pengalaman diantara wanita

PUS.
DAFTAR PUSTAKA

Angraini, Y Martini. (2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yokyakarta:


Rohima Press.

Arliana, WOD (2012). Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Metode


Kontrasepsi Homonal pada Akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo
Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Jurnal
Kesehatan Masyarakat.

Bidan Prada. (2014). Jurnal Ilmiah Kebidanan, Banyumas.

Badan Pusat Statistik (BPS).(2016). Profil Keluarga Berencana.

Biran, Afandi. (2011). Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Desi. I. P. (2016) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Metode


Kotnrasepsi Jangka Panjang di Kecamatan Gondokusuman. Jurnal.
Volume.5

Djauharoh. A. H. (2015) Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan


Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Studi pada Akseptor KB di Kabupaten
Sidoarjo Provinsi Jawa Timur). Jurnal. Volume.3. No.1. April 2015.

Eminur, I. S. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Minat


Ibu Terhadap Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di BPS Sri
Romdhati Semin Gunungkidul. Jurnal.

Handayani. (2010). Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan


Keputusan Memilih AKDR di Wilayah Bidan Praktek Swasta Titik Sri
Suparti Boyolali Surakarta, Stikes Kusuma Husada.

Indira, L. (2009) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi


yang Digunakan pada Keluarga Miskin. Universitas Diponegoro.

Irianto. (2012) . Keluarga Berencana untuk Paramedis dan Nonmedis. Bandung :


Yrama Widya.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan .Jakarta :


Rineke Cipta.

Mubarak W.I, Chayatin. N,Mainur. I. (2012). Ilmu Sosial Budaya Dasar


Kebidanan. Jakarta : EGC.

Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN). (2013). Jakarta.


72

Pranita (2008). Faktor Sosiodemografi yang Mempengaruhi Pemilihan Metode


Kontrasepsi. Jurnal Biometrika dan Kependudukan.

Profil BKKBN Tapanuli Selatan . (2017).

Profil BKKBN Kecamatan Sayurmatinggi. (2017).

Riyanto, A. (2011). Kapita Selekta Kuesioner :Pengetahuan dan Sikap dalam


Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Sri S. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode


Kontrasepsi Jangka Panjang (MKIP) pada Wanita Pasangan Usia Subur
(PUS) di Kabupaten Kendal. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 11
No. 2.

Suratun, Maryani. S, Hartini. T, Rusmiati. Pinem, S. (2010). Pelayanan Keluarga


Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media.

Sulistyawati, A. (2012). Keluarga Berencana . Jakarta : Salemba Medika.

Sukmawati (2011), Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan


Pelayanan Kontraepsi IUD diantara Akseptor KB di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Kabupaten Garut. Jurnal.

Surapaty .S.C . (2016). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.


Medan : BKKBN.

Tukiran, Pitoyo A. Kutanegara, PM. (2010). Keluarga Berencana dan Kesehatan


Reproduksi .Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Via, E. (2012) Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Pemilihan Metode


Kontraepsi Intra Uterine Device (IUD) pada Peserta KB Baru (Studi di
KElurahan Tegal Besar Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember). Jurnal.

Wulansari. P, Hartanto. (2012) . Ragam Metode Kontrasepsi.Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

World Health Organitation. Bakti Husada. HOGSI. IBI. (2013). Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : WHO
Country Office For Indonesia.

Yuhedi L. T,Kurniawai. (2011). Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta :


Buku Kedokteran EGC.

Zanzibar (2003). Status Ekonomi dan Pengetahuan Kontrasepsi pada Akseptor


KB serta Hubungannya dengan Pemakaian AKDR di Kecamatan Baturaja
Timur Kabupaten Organ Komering Ulu. Jurnal.
73

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
Di Kelurahan Sayurmatinggi

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa STIKes Aufa
Royhan Padangsidimpuan program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Nama : Lina Rahmadani
NIM : 14030049P

Dengan ini menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian


dengan judul: “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi
di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan proses gambaran yang
dilakukan melalui kuesioner. Data yang diperoleh hanya digunakan untuk
keperluan peneliti. Kerahasiaan data dan identitas saudara akan disebarluaskan.
Saya sangat menghargai kesediaan saudara/i untuk meluangkan waktu
menandatangani lembaran persetujuan yang disediakan ini. Atas kesediaan dan
kerja samanya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

( Lina Rahmadani )
74

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN


KONTRASEPSI DI KELURAHAN SAYURMATINGGI
TAHUN 2018

Oleh
Lina Rahmadani

Saya adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aufa Royhan


Padangsidimpuan Program Studi S1 Ilmu Kesehatna Masyarakat. Penelitian ini
dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aufa Royhan Padangsidimpuan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Penggunaan Kontrasepsi di Kelurahan Sayurmatinggi Tahun 2018.
Saya mengharapkan partisipasi Anda yang menjadi subjek dalam
penelitian ini dengan menjawab pernyataan-pernyataan yang ada di kuesioner.
Identitas dan jawaban Anda akan dijamin kerahasiannya dan hanya digunakan
untuk pengembangan ilmu keperawatan. Anda dapat memilih untuk menghentikan
atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini kapan pun tanpa ada tekanan.
Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, tolong perhatikan
petunjuk pengisian kuesioner dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada dan
menandatangani formulir persetujuan ini. Terimakasih atas perhatian dan
partisipasi yang Anda berikan.
Padangsidimpuan, 2018
Responden,

…………………………..
75

KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
KONTRASEPSI DI KELURAHAN SAYUR MATINGGI
TAHUN 2018

Nama Ibu / Inisial :


Alamat :

Pilih salah satu jawaban di bawah ini dengan memberi tanda (x)
Umur Ibu :
a.  35 tahun
b. > 35 tahun

Jumlah anak yang dilahirkan :


a.  2 orang
b. > 2 orang

Apakah ibu mengikuti program KB saat ini?


a. Mengikuti program KB
b. Tidak mengikuti program KB

Jika mengikuti program KB, KB apa yang ibu gunakan?


a. Kondom
b. Pil
c. Suntik 1 bulan
d. Suntik 3 bulan
e. Susuk
f. Spiral
g. Operasi Mantap Wanita (MOW)
h. Operasi Mantap Pria (MOP)
i. Lain-lain, sebutkan……………….

Sudah berapa lama menggunakan KB tersebut?


a. Kurang dari 3 bulan
b. 3 bulan atau lebih
76

Pilih salah satu jawaban yang benar dan beri tanda (x) pada pernyataan dibawah
ini : Pengetahuan
1. Pengertian KB adalah
a. Suatu usaha yang mengatur kehamilan sehingga menguntungkan bagi
ibu, bayi, ayah peserta keluarga yang bersangkutan
b. Suatu usaha agar sering hamil
c. Suatu usaha untuk memperbanyak keturunan
2. Tujuan dari KB adalah
a. Membentuk keluarga kecil, bahagia, sejahtera
b. Membentuk keluarga besar banyak anak banyak rezeki
c. Mempercepat pertambahan anggota keluarga
3. Dibawah ini contoh KB yang jangka panjang adalah
a. Suntik
b. Spiral
c. KB alamiah
4. Alat KB jangka panjang untuk pria adalah
a. Kondom
b. Suntik
c. MOP
5. Keuntungan dari alat KB MKJP adalah
a. Dapat mencegah penularan penyakit kelamin
b. Dapat menyembuhkan penyakit kelamin
c. Dapat menyebabkan penularan penyakit kelamin
6. Suntik KB yang metode jangka panjang adalah
a. Suntik 1 bulan
b. Suntik 3 bulan
c. Suntik 1 bulan dan suntik 3 bulan
7. Contoh KB yang mantap adalah
a. Metode operasi wanita
b. Metode operasi pria
c. a dan b benar
77

8. Alat KB jangka panjang adalah


a. Pil dan suntik
b. Pil dan kondom
c. Susuk dan spiral
9. KB MKJP yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan dan tidak
menginginkan anak lagi adalah:
a. Suntik
b. Operasi kontap
c. Senggama terputus
10. Bila timbul pusing, mual setelah pemakaian KB suntik MKJP maka
seharusnya ibu lakukan adalah :
a. Tidak datang lagi untuk suntik KB berikutnya
b. Memberitahu kepada petugas kesehatan
c. Membiarkan hal tersebut

Petugas kesehatan
1. Apakah bidan atau dokter pernah menyarankan ibu untuk ber KB MKJP?
a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Apakah bidan atau dokter pernah menawarkan pelayanan KB MKJP ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
3. Dalam satu bulan terakhir apakah ibu pernah mendapat informasi dari
bidan atau dokter tentang jenis-jenis KB MKJP ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
4. Dalam satu bulan terakhir apakah ibu pernah mendapat informasi dari
bidan atau dokter tentang keuntungan, kerugian, dan efek samping dari
jenis-jenis KB MKJP ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
78

5. Apakah bidan atau dokter pernah menjelaskan tentang cara ber KB


MKJP ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
6. Apakah bidan atau dokter pernah memberitahu tentang KB MKJP yang
cocok untuk ibu?
a. Pernah
b. Tidak pernah
7. Apakah bidan atau dokter pernah menanyakan jenis KB yang ibu ingini?
a. Pernah
b. Tidak pernah
8. Apakah bidan atau dokter pernah memberitahukan kapan sebaiknnya
waktu pemasangan KB MKJP ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
9. Apakah informasi yang disampaikan oleh bidan atau dokter mudah
dipahami?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah bidan atau dokter bersikap ramah dalam memberikan pelayanan
KB MKJP ?
a. Ya
b. Tidak
MASTER TABEL
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONTRAPESI
DI KELURAHAN SAYUR MATINGGI
TAHUN 2018

JLH PETUGAS AKSEPTOR


NO UMUR PENGETAHUAN
ANAK KES. KB
1 2 1 2 2 1
2 2 1 2 2 1
3 1 2 1 1 0
4 1 1 2 2 1
5 1 2 1 1 0
6 2 2 1 1 0
7 2 1 1 1 0
8 1 2 1 2 0
9 2 1 1 1 0
10 1 1 1 1 0
11 1 1 1 1 0
12 2 1 2 2 1
13 1 1 1 1 0
14 2 1 2 1 0
15 2 2 1 1 0
16 1 2 1 1 0
17 1 2 2 2 0
18 1 1 2 2 1
19 2 1 2 2 1
20 1 2 2 1 0
21 2 1 2 2 1
22 2 1 2 2 1
23 1 2 1 1 0
24 2 1 1 1 0
25 2 2 2 2 1
26 1 2 2 2 1
27 1 2 2 1 0
28 1 2 2 2 0
29 2 2 1 1 0
30 2 1 2 2 1
31 1 2 1 1 0
32 2 1 2 2 1
33 1 1 1 1 0
34 1 2 2 2 0
35 2 1 2 2 1
80

36 1 2 1 1 0
37 2 1 1 2 0
38 1 2 1 2 0
39 1 2 2 1 0
40 1 2 1 1 0
41 2 2 2 2 1
42 2 2 2 2 1
43 1 1 1 1 0
44 2 1 2 2 1
45 1 1 1 1 0
46 2 1 2 2 1
47 1 1 2 2 1
48 1 1 1 1 0
49 1 1 1 1 0
50 1 2 1 1 0
51 2 1 1 1 0
52 1 1 1 1 0
53 2 1 2 2 1
54 1 2 1 1 0
55 2 1 2 2 1
56 2 1 2 1 0
57 1 2 1 1 0
58 2 1 2 1 0
59 1 2 1 1 0
60 2 1 1 1 0
61 2 1 1 1 0
62 1 2 1 1 0
63 2 1 1 2 0
64 1 1 1 2 0
65 2 2 1 1 0
66 2 1 1 1 0
67 2 2 1 1 0
68 2 1 2 2 1
69 2 1 1 1 0
70 2 1 1 2 0
71 2 1 2 2 1
72 1 1 2 2 1
73 2 1 2 2 1
74 2 1 1 1 0
75 2 1 1 1 0
76 2 1 1 2 1
81

77 2 1 2 2 1
78 1 1 2 2 1
79 2 1 1 2 0
80 1 1 1 1 0
81 2 1 2 2 1
82 2 1 2 2 1
83 2 1 2 2 1
84 1 2 2 2 1
85 1 2 1 1 0
86 2 1 2 1 1
87 2 2 2 2 0

Keterangan :
Umur Jumlah Anak Pengetahuan
1. ≤ 35 Tahun 1. < 2 Orang 1. Baik
2. > 35 Tahun 2. > 2 Orang 2. Kurang Baik

Petugas Kesehatan Akseptor KB


1. Melakukan KIE 1. KB
2. Tidak Melakukan KIE 0. Tidak KB
82

Frequencies
Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid < 35 tahun 39 44.8 44.8 44.8
> 35 tahun 48 55.2 55.2 100.0
Total 87 100.0 100.0

Jumlah anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid < 2 orang 55 63.2 63.2 63.2
> 2 orang 32 36.8 36.8 100.0
Total 87 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Baik 46 52.9 52.9 52.9
Kurang Baik 41 47.1 47.1 100.0
Total 87 100.0 100.0

Petugas kesehatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Melakukan KIE 45 51.7 51.7 51.7
Tidak melakukan KIE 42 48.3 48.3 100.0
Total 87 100.0 100.0

AkseptorKB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 55 63.2 63.2 63.2
Tidak 32 36.8 36.8 100.0
Total 87 100.0 100.0

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Akseptor KB 87 100.0% 0 .0% 87 100.0%
83

Pengetahuan * Akseptor KB Crosstabulation

Akseptor KB

Akseptor KB Tidak Akseptor KB Total


Pengetahuan Baik Count 45 1 46
% of Total 51.7% 1.1% 52.9%
Kurang Baik Count 10 31 41
% of Total 11.5% 35.6% 47.1%
Total Count 55 32 87
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 50.276a 1 .000
Continuity Correctionb 47.168 1 .000
Likelihood Ratio 59.265 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 49.699 1 .000
N of Valid Cases 87
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.08.
b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Akseptor KB 87 100.0% 0 .0% 87 100.0%

Umur * Akseptor KB Crosstabulation

Akseptor KB

Akseptor KB Tidak Akseptor KB Total


Umur < 35 tahun Count 32 7 39
% of Total 36.8% 8.0% 44.8%
> 35 tahun Count 23 25 48
% of Total 26.4% 28.7% 55.2%
Total Count 55 32 87
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
84

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 10.782a 1 .001
Continuity Correctionb 9.364 1 .002
Likelihood Ratio 11.288 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.658 1 .001
N of Valid Cases 87
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.34.
b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah anak * Akseptor KB 87 100.0% 0 .0% 87 100.0%

Jumlah anak * Akseptor KB Crosstabulation

Akseptor KB

Akseptor KB Tidak Akseptor KB Total


Jumlah anak < 2 orang Count 28 27 55
% of Total 32.2% 31.0% 63.2%
> 2 orang Count 27 5 32
% of Total 31.0% 5.7% 36.8%
Total Count 55 32 87
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.744a 1 .002
Continuity Correctionb 8.358 1 .004
Likelihood Ratio 10.489 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 9.632 1 .002
N of Valid Cases 87
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.77.
b. Computed only for a 2x2 table
85

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Petugas kesehatan * Akseptor 87 100.0% 0 .0% 87 100.0%
KB

Petugas kesehatan * Akseptor KB Crosstabulation

Akseptor KB
Tidak Akseptor
Akseptor KB KB Total
Petugas kesehatan Melakukan KIE Count 44 1 45
% of Total 50.6% 1.1% 51.7%
Tidak melakukan KIE Count 11 31 42
% of Total 12.6% 35.6% 48.3%
Total Count 55 32 87
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 47.878a 1 .000
Continuity Correctionb 44.849 1 .000
Likelihood Ratio 56.560 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 47.328 1 .000
N of Valid Cases 87
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.45.
b. Computed only for a 2x2 table
86

FOTO DOKUMENTASI PENELITIAN


87
88

Anda mungkin juga menyukai