Anda di halaman 1dari 2

4.

Penyebab penurunan kesadaran salah satunya trauma, untuk trauma itu sendiri khususnya pada
daerah kepla bisa disebabkan oleh :

- Cedera primer : cedera otak traumatik primer yang disebabkan oleh kekuatan eksternal pada
kepala yang menimbulkan kerusakan jaringan di luar toleransi strukturalnya.
Konkusi merupakan kehilangan fungsi neurologik sentral yang sifatnya segera, terjadi tiba-
tiba, dan tanpa disertai sekuel yang diakibatkan oleh trauma kraniocerebral. Karakteristiknya
adalah hilangnya kesadaran, amnesia sementara (hilangnya memori), konfusi, disorientasi,
perubahan visual, disfungsi otonom, sakit kepala, tinitus, dan iritabilitas dengan derajat yang
bervariasi, tanpa adanya abnormalitas cerebral yang bermakna (tidak disertai adanya
kerusakan patologis pada otak). Kontusi cerebral merupakan area yang mengalami kerusakan
pada parenkim otak dan dapat menimbulkan defisit neurologis bergantung pada lokasi
anatominya. Kontusi biasanya bersifat lokal dan dihubungkan dengan adanya perdarahan,
edema, dan nekrosis. Kontusi dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kontusi coup lebih berat
pada jaringan otak dibawah lokasi benturan dan biasanya berhubungan dengan cedera
akselerasi. Kontusi countrecoup berlokasi pada permukaan otak yang berlawanan dengan
lokasi trauma dan dihubungkan dengan cedera deselerasi. Cedera kepala dapat menyebabkan
perdarahan pada ruang epidural, subdural atau subarachnoid. Cedera aksonal difus
menggambarkan kerusakan otak dimana terjadi disrupsi dari proyeksi akson neuronal pada
substansi alba cerebral, dan terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan kesadaran segera
atau menjadi koma pada saat terjadinya trauma kepala.1,3-6

- cedera sekunder seperti hipotensi, hipertensi intrakranial, hipoksia, perdarahan intrakranial,


iskemia, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, dan ketidakseimbangan elektrolit dan
metabolik. Insiden cedera sekunder umumnya semakin meningkat dengan keseriusan cedera
primer meskipun hubungan dari kedua hal ini tidak sepenuhnya sama. Pasien dengan cedera
primer yang berat, mungkin awalnya masih mengalami cedera sekunder yang sedikit.
Sebaliknya, pasien dengan cedera primer yang ringan, dapat meninggal atau menjadi lumpuh
akibat adanya perluasan hematom intrakranial. Secara klinik, gangguan neurologik yang
disebabkan oleh cedera primer sifatnya maksimal pada onset trauma dan selanjutnya semakin
berkurang atau tetap stabil. Tetapi, adanya cedera sekunder dapat memperburuk status
neurologik pasien, dimana efeknya ditambahkan dengan gangguan neurologi pada cedera
primernya. Proses sekunder ini dapat dimulai pada waktu terjadinya cedera atau beberapa
waktu setelahnya, dimana hal ini dapat memicu lebih buruknya cedera yang sudah terjadi
pada otak.2,5

1. Vender JR, Flannery AM. Head Injury. In : Critical Care Medicine Principles of Diagnosis and
Management in the Adult Second Edition. Parrillo JE, Dellinger RP. editors. Mosby, Inc. St. Louis.
2002. p. 1330-35.
2. Lycette CA, Doberstein C, Rodts GE, McBride DQ. Neurosurgical Critical Care. In : Current Critical
Care Diagnosis & Treatment Second Edition. Bongard FS, Sue DY. editors. The McGraw-Hill
Companies. New York : 2003. p. 730-34.
3. Boss BJ. Alterations of Neurologic Function. In : Understanding Pathophysiology 3 rd edition.
Huether SE, McCance KL. editors. Mosby, Inc. St. Louis. 2004. p. 392-95
4. Newton E. Head Trauma. In : Emergency Medicine Secrets Fourth Edition. Markovchick VJ, Pons
PT. editors. Mosby, Inc. Philadelphia. 2006. p. 592-95.
5. Moulton RJ, Pitts LH. Head Injury and Intracranial Hypertension. In : Principles of Critical Care Third
Edition. Hall JB, Schmidt GA, Wood LDH. editors. The McGraw-Hill Companies. New York : 2005.
p. 1395-1400.
6. Henry MC, Stapleton ER. EMT Prehospital Care Revised Third Edition. Mosby, Inc. St. Louis. 2007.
p. 678-81.

10. Pengalaman prehospital dimulai sejak pasien mengalami onset serangan hingga pasien tiba di IGD
rumah sakit. Penanganan pasien selama fase prehospital dapat menjadi penentu kondisi pasien
selanjutnya. Pemberian perawatan prehospital yang tepat dan cepat dapat menurunkan angka
kematian dan kecacatan akibat trauma yang dialami Waktu prehospital sendiri adalah waktu yang
dialami pasien dari sejak terjadianya trauma atau bencana hingga pasien tiba di rumah sakit.
Penanganan yang telah dilakukan selama prehospital memberikan pengaruh besar bagi kondisi
pasien. Komunikasi yang baik selama fase transportasi antara petugas prehospital dengan rumah sakit
rujukan memberikan hasil yang baik dalam mempersiapkan penerimaan dan resusitasi pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Saini menunjukkan bahwa 80% pasien datang ke IGD pertama kali
setelah 8 jam. Saini dalam penelitiannya menemukan bahwa hanya 13.6% pasien yang datang pada
golden hour.1

1. Saini N. S., Rampal V., Dewan Y., dan Grewal S.S. (2012). Factors predisting outcome ini patients
with severe head injury: Multivariate analysis. The Indian Journal of Neurotrauma. 9; 45-48

Anda mungkin juga menyukai