Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI OSTEOMALACIA


2.1 Definisi

Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan gangguan


metabolik tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan mineralisasi matriks
tulang pada tulang padat dan tulang spons matur, menyebabkan pelunakan tulang
(Praptiani:2012). Osteomalasia (osteomalacia), adalah kelainan tulang dimana tulang menjadi
lunak, lemah dan rapuh, sehingga sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility fracture)
(Tandra :2009).

Osteomalasia “tulang yang lunak” merupakan akibat gangguan pada mineralisasi


matriks osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia muda dan timbulnya nyeri
pada tulang (Rahmalia : 2005). Osteomalsia (tulang menjadi lunak) merupakan penyakit yang
terdapat mineralisasi tulang yang tidak adekuat (Asih :2000).

Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia adalah suatu
penyakit akibat kekurangan vitamin D yang menghasilkan terjadinya kekurangan atau
kehilangan garam kalsium, yang menyebabkan tulang menjadi semkain lembut, fleksibel,
rapuh dan cacat. Hal ini ditandai dengan mineralisasi cacat tulang, nyeri tulang, peningkatan
kerapuhan tulang dan patah tulang.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan kelenjar
paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-elemen untuk
penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini sesuai
kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang dibutuhkan dalam darah; bila
tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium menyebabkan kelenjar paratiroid melepaskan
sebagian parathormone ke darah, dan hal ini menyebabkan tulang melepaskan kalsium yang
dibutuhkan. Tulang mengandung sekitar 97% kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Kalsium
tersebut berupa senyawa anorganik maupun garam-garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium
akan dilepaskan ke darah bila dibutuhkan.
Bentuk tulang

Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh manusiadibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang pendek,tulang pipih, dan tulang tidak
beraturan

 Tulang pipa (tulang panjang)


Tulang pipah merupakan tulang yang berbentuk seperti pipa atau silindris
(diafise). Diafise merupakan bagian tengah tulang yang memanjang dan di tengahnya
terdapat rongga sedangkan epifise merupakan bagian ujung tulang yang tersusun dari
tulang rawan. Diantara epifise dan diafise terdapat metafise. Metafise tersusun dari
tulang rawan. Pada metafise ini terdapat cakra epifise, yaitu bagian tulang pipa yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh memanjang bagian tengah tulang pipa
memiliki rongga yang didalamnya berisi sumsum tulang.

Sumsum tulang merupakan kumpulan pembuluh darah dan pembuluh saraf,


sumsum tulang pipa berupa sumsum tulang merah dan kuning sumsum tulang merah
merupakan tempat pembentukan sel-sel darah merah, sedangkan sumsumsumsum
tulang kuning merupakan tempat pembentukan sel-sel lemak.tulang seperti ini
umumnyaditemukan pada tulang alat gerak , seperti tulang paha, tulang betis, dan
tulang kasta.

 Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk tulang pendek
seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek dapat bergerak bebas.
Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak tangan dan kaki.

 Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi struktur tubuh dibagian
bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul, belikat, dan tempurung kepala.

 Tulang tidak beraturan

2
Tulang tidak beraturan merupakan tulang dengan bentuk kompleks yang
berhubungan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan ditemukan pada tulang
rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang belakang.

Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :


1. Mendukung jarinagn tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hematopoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

Kelenjar Paratiroid

 Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang tiroid. Kelenjar
paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur kadar kalsium
dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH, PTH
meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme kalsium dari tulang, meningkatkan
arbsobsi kalsium dari usus, mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.

3
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena
penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang menyebabkan
tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah mengalami pata tulang.

Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi untuk
menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari tulang yang
memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki pengaruh yang sangat
kuat pada sel-sel tulang.

2.3 Etiologi

Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar


kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase,
kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika
hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di dalam
serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar
hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah
atau normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia,
dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH
vitamin D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfor serum
dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi. Pasien dengan
asidosis tubular renal tipe II memiliki gangguan reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi
asidosis hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh
bertambahnya fosfaturia. Rendahnya kadar 1,25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien
menjadi konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan
asidosis tubular renal dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak kalsium,
magnesium, kalium, asam urat, glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat
penggunaan aluminium pada pasien dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi

4
karena pembatasan penggunaan pengikat fosfat yang mengandung aluminium untuk
mengendalikan hiperfosfatemia dan perbaikan metode untuk mempersiapkan larutan dialisat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi dari
beberapa penyebab, yaitu : defisiensi vitamin D yang didalamnya terjadi ketidakadekuatan
asupan diet, kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass lambung, gangguan usus
kecil, penyakit kandung empedu, insifisiensi pankreatik kronik), gangguan ginjal atau hati,
efek obat : (isoniazid, rifampin, antikonvulsan). Deplesi fosfat yang didalamnya terjadi
asupan tidak adekuat, gangguan absorpsi akibat penggunaan antasid kronik, gangguan
reabsorpsi tubular ginjal akibat gangguan didapat atau genetik. Asidosis sistemik yang
didalamnya terjadi asidosis tubular ginjal, ureterosigmoidostomi, sindorm fanconi. Inhibitor
mineralisasi tulang yang didalamnya terjadi hipofasfatasia, natrium florida atau disodium
etidronate (didronel) intoksikasi aluminium. Serta gagal ginjal kronik dan malabsorpsi
kalsium.

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot yang
mungkin menjadi tanda awal defisiensi vitamin D. Selain itu manifestasi klinis dari
osteomalasia juga menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang mungkin samar
dan general pada pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas seiring dnegan
perkembangan penyakit; terjadi paling sering pada panggul; tulang panjang pada ekstremitas,
spina, dan iga. Kesulitan berganti posisi dari posisi berbaring ke posisi duduk dan dari posisi
duduk ke posisi berdiri, gaya berjalan bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan
otot, kifosis dorsal yang dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah,
kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk
mengoreksi gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis
radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali
simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel dengan pembentukan
kalus yang buruk.

5
2.5 Patofisiologis

Dua penyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan absorpsi


kalsium di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D, dan kedua
peningkatan kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada bentuk alaminya,
vitamin D didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet matahari. Vitamin D
mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk mineralisasi normal tulang.
Defisiensi vitamin D atau resistensi terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang,
menyebabkan peunakan tulang. Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus atau
disintesis dari pajanan terhadap terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif,
proses dua langkah harus terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke
hati, tempat vitamin D diubah menjadi kalsidiol. Kalsidiol kemudian ditransportasikan ke
ginjal dan diubah menjadi bentuk aktif, kalsitriol.

Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang optimal
dari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk mineralisasi normal.
Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak diabsorpsi dari usus dan kadar
kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral ini pada gilirannya mengaktivasi kelenjar
paratiroid, dengan kehilangan kalsium dan fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat
yang berlebihan dalam tulang mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi
tulang menyebaban abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks
yang lunak dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi.
Penumpukan abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang
panjang, spina, panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mampu
menyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh.

2.6 Penatalaksanaan Medis

2.6.1 Penatalaksanaan Medik

Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D 200.000


IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan 1600 IU setiap hari
atau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat
diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy vitamin D.

6
2.6.1 Penatalaksanaan Non Medik
Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah memperbanyak konsumsi
unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk tulang) bisa bekerja lebih keras lagi. Selain
mengkonsumsi sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri, daging, dan yogurt
mengkonsumsi suplemen kalsium sangatlah disarankan. Jika kekurangan vitamin D, sangat
dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur,
minyak ikan, dan susu. Untuk membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah sering
berjemur di bawah sinar matahari pagi antara pukul 07.00 - 09.00 pagi dan sore pada pukul
16.00 - 17.00. Selain itu diperlukan diet vitamin D disertai suplemen kalsium, apabila
osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit tersebut akan
memerlukan penanganan terlebih dahulu, Pemajanan sinar matahari dianjurkan, serta jika
terjadi deformitas ortopedik persisten perlu penggunaan brace atau korset atau dengan
pembedahan.

2.7 Komplikasi

1) Kesemutan ditangan dan kaki


2) Cocok (kejang)
3) Kram
4) Rasa berkedut dalam tubuh

7
BAB III

KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian

Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola ambulasi,


alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyei
tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat dan fakto pencetus) kram atau
kelemahan.

Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang dikumpulkan
meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diasnotik.

Anamnesis

1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal orang
yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang terpapar
terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status kesehatan dapat
dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes
melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat
mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi instabilitas
ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya asupan kalsium dapat
menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-
hari dan konsumsi vitamin A,D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk
menjaga kondisi muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari.
Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot

8
dan trauma lainya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot
menurun. Fraktur atau trauma dapt timbul pada olahraga sepak bola dan hoki,
sedangkan nyeri sendi tengan dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak
sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan
dapat terjadi dislokasi. Perlu di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi
apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,tongkat
ataupun walker).
7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data
tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskulokeletal, misalnya
riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan, riwaya artritis osteomielitis.
8. Riwayar kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat
trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau
berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula
tentang ada tidak gangguan pada sistem lainnya kaji klien untuk mengungkapkan
alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama
pasien dan ganngguan muskuloskeletal meliputi :
1) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh
darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan
dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang
menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah
nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak
merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi
pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada
osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri
makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada bursa dan
tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang
saat istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan obat tersebut.
2) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi
seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari.
Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada
pagi setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu

9
dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan
kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasmen otot.
3) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai
dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot.
Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal
serangan, tetepi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan
istirahat dan meninggikan bagian tubuh,ada yang dipasang gips. Identifikasi
apakah ada padas atau kemerahan karen tanda tersebut menunjukan adanya
inflamasi,infeksi atau cedera.
4) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin
memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk,tongkat dll).
5) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan
nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,tumor
atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.

Pemeriksaan fisik

Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :

1. Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang
3. Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar dengan
anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah tulang

Pengkajian tulang belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


- Bahu tidak sama tinggi

10
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol

Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital, atau akibat


kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis

2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia
dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
3. Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan lordosis
biasa di temukan pada wanita hamil

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk melihat seluruh
punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan
batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri
dibelakang pasien,perhatikan setiab perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong
normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa pada
posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.

Pengkajian sistem persendian

Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif maupun
pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi menggunakan alat
goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.

1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan ini
dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal,
patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya kelebihan
cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang sering
terjadi efusi adalah pada lutut.

Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi mengenai
inegritas sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen yang tergelncir di
antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata di temukan
pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan yang khas di temukan pada
pasien :

11
1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon
2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang akibat
destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya ditemukan pada
lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal sendi sering
terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.

Pengkajian sistem otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan


koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan
berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia grafis,poliomielitis dan
distrofi otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara pasif. Perawat
akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan minta pasien
menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot bisep yang diuji dengan
meminta klien mluruskan dengan sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan
yang diberikan oleh perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada
pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.

Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran akibat


edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan ekstremitas yang sehat.
Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas pada lokasi yang sama, pada
posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.

Gradasi Ukuran Kekuatan Otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi


1 (trace) Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi
2 (poor)
(range of motion, ROM) secara penuh
3 (fair) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan

12
gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat
4 (good)
sedang
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan
5 (normal)
gravitasi dan tahanan

Pengkajian Cara Berjalan

Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan

Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya, pasien


hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan penyakit parkinson
nmenunjukkan cara berjalan bergetar.

3.2. Masalah Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf spinal
2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran

3.3 Intervensi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri b/d proses Tujuan : 1. Pantau tingkat 1. Tingkat dan
pelunakan Setelah dilakukan dan intensitas intensitas nyeri
tulang perawatan klien nyeri merupakan data
melaporkan nyeri 2. Lakukan besar yang
berkurang atau imobilisasi dibutuhkan perawat

13
hilang 3. Ajarkan teknik sebagai pedoman
Kriteria hasil : relaksasi (nafas pengambilan
-Skala nyeri 0 – 4 dalam) intervensi, sehingga
-Tidak adanya 4. Kolaborasi setiap perubahan
Grimace pemberian hqarus terus
-Tidak adanya analgesik sesuai dipantau.
Gerakan program terapi 2. Imobilisasi dapat
melokalisir nyeri membantu
meringankan tugas
tulang dalam
mempertahankan
postur tubuh
sehingga tidak
terjadi kekakuan
daerah sekitar yang
menyebabkan nyeri.
3. Teknik relaksasi
(nafas dalam) dapat
membantu
menurunkan tingkat
ketegangan sehingga
diharapkan tekanan
otot – otot sekitar
daerah cedera
menurun
4. Analgesik berfungsi
untuk melakukan
hambatan pada
sensor nyeri
sehingga sensasi
nyeri pada klien
berkurang.
2 Hambatan Tujuan : 1. Lakukan 1. Imobilisasi dapat

14
mobilitas fisik Setelah dilakukan imobilisasi mengurangi
b/d gangguan perawatan, klien 2. Ajarkan pergerakan daerah
cara berjalan dapat melakukan penggunaan alat cedera sehingga
mobilisasi dengan bantu berpindah tidak terjadi
atau tanpa 3. Jelaskan pada kerusakan yang
bantuan perawat pasien tentang berlanjut, hal ini
Kriteria hasil : pentingnya juga dapat
-Klien dapat pembatasan membantu
melakukan ROM aktivitas menopang berat
aktif 4. Latihan ROM aktif tubuh.
-Klien dapat dan perpindahan 2. Klien mungkin baru
berpindah dengan maksimal 2 kali mengenal dan tidak
bantuan alat dalam sehari dapat menggunakan
5. Anjurkan alat bantu mobilitas
partisipasi aktif seperti kruk atau
sesuai walker sehingga
kemampuan peran perawat adalah
dalam kegiatan memberikan
sehari - hari pendidikan tentang
cara penggunaannya.
3. Klien mungkin tidak
mengerti mengenai
tujuan pembatasan
gerak, sehingga
perawat harus
memberikan
penyuluhan tentang
pentingnya
pembatasan aktivitas
pada pasien cedera.
Pemahaman klien
memungkinkan
peningkatan daya

15
kooperatif.
4. Latihan ROM dapat
mencegah
penurunan masa
otot, kontraktur dan
peningkatan
vaskularisasi.
Sehingga tidak
timbul komplikasi
yang tidak
diharapkan.
5. Partisipasi aktif dapat
membantu
pemulihan kesehatan
dan melatih
kekuatan otot,
sehingga diharapkan
klien dapat
mempertahankan
kekuatannya.

3 Resiko cedera Tujuan : 1. Ajarkan klien 1. Klien dimungkinkan


berhubungan Setelah dilakukan untuk tidak mengerti cara
dengan perawatan, mempergunakan penggunaan alat
kehilangan diagnosa alat bantu bantu mobilisasi,
integritas tulang keperawatan tidak mobilisasi. sehingga perawat
menjadi aktual 2. Sarankan untuk dapat mengajarkan
Kriteria hasil : melakukan klien agar kllien
-Klien tidak aktivitas sesuai dapat
mengalami cedera kemampuan dan mengkompensasi
-Stabilisasi tubuh batasi aktivitas ketidakmampuannya
dapat yang berlebihan .
dipertahankan 2. Pembatasan aktivitas
diperlukan agar

16
tulang tidak bekerja
terlalu berat. Kerja
berat dapat
meningkatkan
kontraksi otot
sehingga
dimungkinkan
memperparah
deformitas.

4 Harga diri Tujuan : 1. Dorong ekspresi 1. Ekspresi emosi


rendah Kriteria hasil : ketakutan, membantu klien
berhubungan -Klien perasaan negatif mulai menerima
dengan menunjukkan dan kehilangan kenyataan dan
perubahan perilaku adaptasi bagian tubuh. realita, dalam hal ini
penampilan -Klien 2. Berikan perawat membantu
peran. menyatakan lingkungan yang mempercepat proses
penerimaan pada terbuka pada berduka.
situasi ini. pasien untuk 2. Penerimaan terbuka
mendiskusikan perawat dapat
masalah yang memberikan
dialami. lingkungan
3. Dorong partisipasi psikologis yang
dalam aktivitas nyaman bagi pasien
sehari – hari. sehingga
4. Kaji dan kepercayaan pasien
tingkatkan derajat pada perawat
dan dukungan meningkat dan
yang ada untuk berdampak pada
pasien. tingkat kooperatif
klien.
3. Meningkatkan
kemandirian dan
meningkatkan

17
perasaan harga diri.
Diharapkan klien
memiliki presepsi
positif terhadap
dirinya dengan
kemandirian yang
klien lakukan.
4. Dukungan keluarga,
kerabat ataupun
sahabat terhadap
klien sangat
diperlukan sehingga
perawat harus dapat
mengkaji dan
melakukan
intervensi agar
dukungan terhadap
klien dapat
meningkat.

18
LAMPIRAN

a. Lab skill
 Rongen : menunjukkan kardiomegali dan kongesti pulmonal
 Pemeriksaan Lab : memperlihatkan kadar kalsium dan fosfat
 Pemindaian tulang
 X-ray
b. Drug skill
 Disuntikan vitamin D
 Jika terjadi kekurangan Fosfat , maka diobati dengan 1,25- dihydroxy vitamin D
 Kalsitonin
 Diuretic tiazid : untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium

19
DAFTAR PUSTAKA

Asmin Yasih.2000.Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner &


Suddarth.Jakarta : EGC

Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)

Lawler W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran gig. Jakarta : ECG (halaman 177) oleh

Patrick Davey.2006.At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga

Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC

Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Sistem


Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish

Suratun,dkk.2008.Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC

Tandra Hans.2009.Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis.Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

20

Anda mungkin juga menyukai