Anda di halaman 1dari 45

KELOMPOK 4

1. IRMAYANTI
2. KORNELIUS LAUPA
3. AGUM GUMELAR
4. ALVINA

ILMU PERTANAHAN
ILMU PERTANAHAN
A. PENGERTIAN ILMU PERTANAHAN

Ilmu Pertanahan (istilah lain: kadaster) adalah


suatu ilmu yang mengkaji bidang informasi
pertanahan yang berisi kepentingan-kepentingan
atas tanah yaitu, hak, batasan dan tanggung jawab Scr umumnya, ilmu pertanahan
dalam bentuk uraian/hasil (peta) dan daftar-daftar di digunakan utk:
suatu pemerintahan (instansi seperti Badan a. pengelolaan hak atas tanah (land
Pertanahan Nasional-Kementrian Agraria dan tenure),
Tataruang). b. nilai tanah (land value),
c. pemanfaatan tanah (land use).
Fungsi Ilmu Pertanahan
B. Fungsi Ilmu Pertanahan
◦ 1. Basis sistem hak milik;
◦ 2. Kebijakan-kebijakan atas pertanahan;
◦ 3. kajian tentang batas-batas, lokasi, ukuran, nilai,
penggunaan, pengelolaan tanah dalam bidang survei
kadastral;
◦ 4. Referensi dalm bidang agraria;
◦ 5. Adanya instansi yang berbasis pertanahan, shg dpt
diandalkan sbg tumpuan tentang urusan kepentingan
tanah;
◦ 6. Kajian untuk bidang tataruang wilayah.
JENIS-JENIS TANAH MENURUT
ILMU PERTANAHAN
Di Indonesia ada beberapa pengertian dan istilah – istilah tanah yang di kenal, istilah tersebut ada dan
berlaku diIndonesia. Tanah adalah:

(a) adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara

(b) tanah yang tidak termasuk huruf a yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh perseorangan atau badan
hukum.

◦ Dalam UU No. 51 PRP/1960 yang berhak pada tanah yang langsung dikuasai oleh negara adalah Menteri
Agraria atau pejabat yang ditunjuknya dan yang berhak atas tanah pada huruf b adalah orang atau badan
hukum yang berhak atas tanah itu.
Jenis-jenis Tanah Menurut Ilmu
Pertanahan
o Tanah Ulayat, adalah tanah masyarakat hukum adat  yang
• Tanah bersama adalah sebidang tidak mengandung unsur pemilikan perorangan[10]. Hak
tanah yang digunakan atas dasar Ulayat adalah hak yang dipunyai masyarakat  adat untuk
hak secara bersama  secara  tidak menguasai dan membuka tanah yang berada di dalam
berpisah yang diatasnya berdiri wilayah masyarakat hukum adat itu. Sikap pemerintah
rumah susun dan ditetapkan terhadap  hak ulayat masyarakat adat, pemerintah
batasnya dengan persyaratan ijin mengakui adanya hak ulayat  ini dalam  masyarakat adat,
bangunan. bahkan dijamin pelaksanannya di dalam Undang – undang

• Tanah Negara adalah tanah yang Pokok Agraria, khususnya diatur dalam pasal 3[11] dan

dikuasai oleh Negara karena tidak pasal 5[12].Pelaksanaan hak ulayat sesuai dengan

ada pemiliknya. Pengelolaan tanah kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan

Negara ini sepenuhnya berada pada persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan

Negara. Undang – undang  dan peraturan yang lebih tinggi, masih


diakui eksistensinya dan pelaksanannya[13].
- Tanah jasa adalah tanah bidang – bidang tanah
yang digunakan untuk suatu  kegiatan pelayanan - Tanah industri (pedesaan) adalah tanah areal
social dan budaya bagi masyarakatkotayang yang digunakan untuk kegiatan ekonomi berupa
dilaksanakan oleh badan dan atau organisasi proses pengolahan bahan – bahanbakumenjadi
kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta barang jadi/setengah jadi dan atau setengah jadi
 yang menitik beratkan  kegiatan bertujuan untuk menjadi barang jadi. Tanah industri (perkotaan)
pelayanan non komersial. adalah bidang – bidang tanah yang digunakan
untuk suatu kegiatan ekonomi berupa proses
- Tanah wedi kengser adalah tanah yang berada
pengolahan bahan – bahanbakumenjadi barang
di bawah penguasaan Negara yang terdapat
jadi / setengah jadi dan atau bidang – bidang yang
disepanjang aliran sungai, dan pemanfaatannya
digunakan bagi penyimpanan  barang.
dapat berubah – ubah sesuai dengan situasi dan
kondisi perubahan alam.
- Tanah Absente adalah tanah yang letaknya berjauhan
dengan pemiliknya, pemerintah melarang adanya tanah
- Tanah bengkok adalah tanah yang merupakan
absente ini karena dikhawatirkan akan menjadi  tanah
suatu insentif yang di berikan  kepada  kepala
terlantar atau kurang produktif karena pemiliknya jauh.
desa atau juga merupakan gaji pegawai yang
Namun tanah absente masih dapat diselamatkan dengan
berupa tanah. Selama menjabat mereka boleh
cara ;
menikmati hasil dari tanah tersebut dan setelah
- (1) tanah tersebut di jual, (2) ditukarkan kepada masyarakat
masa jabatannya berakhir tanah tersebut
setempat, (3) salah satu anggota keluarga tinggal ditempat
dikembalikan dan tidak boleh diperjual belikan.
tersebut, (4) diberikan kepada masyarakat sebagai wakaf
atau hibah.
- Pada tahun 1958 oleh Menteri Agraria Soenarjo
- Tanah Pertikelir, adalah tanah  – tanah eigendom dikeluarkan Undang – Undang No. 1 Th. 1958
yang mempunyai corak – corak istimewa, karena tentang penghapusan tanah – tanah partikelir atas
tanahnya beserta hak – hak pertuanannya hapus
tanah partikelir tersebut dipertuankan diIndonesia. dan tanah – tanahnya menjadi tanah – tanah
Menurut B.F Sihombing setelah negara. Pada waktu pemerintahan Hindia Belanda,
tanah – tanah partikelir yang dibeli oleh
bangsaIndonesiamerdeka, tanah – tanah partikelir pemerintah menurut Staatblad 1913 No. 702 jo
Staatblad 1976 No. 421 maka :
yang sebagian besar dimiliki oleh badan – badan
hukum asing yaitu : “Tanah – tanah usaha yang dimiliki orang –
orangIndonesiaasli menjadi hak milik.”
1. Hak Erpacht[14] untuk perusahaan kebun besar
*Yang dimiliki oleh orang – orang Timur Asing
seluas lebih dari 1 juta hektar; (Tionghoa dan Arab) karena hukum menjadi tanah
2. Hak Konsesi[15] untuk perusahaan kebun besar yang dihaki dengan apa yang disebut Altijddurende
Erpacht dan sejak tahun 1926 menjadi
seluas lebih dari 1 juta hektar; Landerijnbezitrech.
3. Hak eigendom, hak erpacht untuk perumahan
atas kurang lebih dari 200.000 bidang.
Ilmu Pertanahan: Survei Kadastral
- Survei Kadastral
◦ Adalah pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah untuk menjamin
kepastian hukum.

◦ Ada 2 unsur yang harus dipenuhi dalam survei kadastral, yaitu:


◦ a. Pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah yang terletak di
suatu daerah di dalam daftar-daftar pertanahan,
◦ b. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.

◦ Data Kadastral:
◦ a. Subjek: data kepemilikan tanah berupa Surat Kepemilikan Tanah (SKT);
◦ b. Objek: peta titik dasar teknik, peta dasar pendaftaran, gambar ukur,
peta bidang dan surat ukur.
Ilmu Pertanahan: Survei Kadastral
- Tujuan Survei Kadastral:
◦ a. Pajak; utk keperluan pemungutan pajak atas tanah yg adil & merata.
◦ Aspek: luas tanah dan penggunaannya, nilai tanah yg ditentukan dari luas tanah
dan penggunaannya
◦ Objek: bidang-bidang tanah menurut penggunaannya.

◦ b. Hak; utk menjamin kepastian hukum hak atas tanah.


◦ Aspek: pemegang hak, luas tanah, lokasi dan batas-batas tanah yang
bersangkutan.
◦ objek: sumber pemilik tanah utama, pemilik tanah di antara batas-batas tanah
utama.

c. Menetukan persil tanah


Jenis-jenis Hak Atas Tanah
- Jenis Hak Atas Tanah 3. Hak Guna Bangunan
◦ 1. Hak Milik Adalah hak utk mendirikan bangunan-bangunan
atas tanah yg bkn miliknya sendiri, yg dapat
◦ Adalah hak turun-temurun, terkuat
dan terpenuh. berupa tanah Negara, tanah hak pengelolaan,
tanah hak milik org lain dgn jangka waktu
◦ 2. Hak Guna Usaha tertentu.
◦ Adalah hak utk mengusahakan tanah 4. Hak Pakai
yg dikuasai lansung olh Negara, guna Adalah hak utk menggunakan dan/ memungut
perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan. hasil dari tanah yg dikuasai hasil dari tanah yg
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
org lain, yg memberi wewenang & kewajiban yg
ditentukan dlm keputusan pemberiannya.
Jenis-jenis Hak Atas Tanah
◦ 5. Hak Sewa
◦ Adalah hak yg diberikan olh seseorang
atau suatu badan hukum yg memiliki hak
kepemilikin tanah kpd org lain yg memiliki
keperluan bangunan dgn membayar
sejumlah uang sbg sewa.
◦ 6. Hak Membuka Tanah dan
Memungut Hasil Hutan
◦ Adalah hak yg dimiliki oleh warga negara
dan diatur dgn Peraturan Pemerintah, dan
prinsip hak ini adalah sah dgn tdk
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah
tsb atau dgn relevannya, merata.
Instansi Ilmu Pertanahan
C. Instansi berbasis Ilmu Pertanahan

- Badan Pertanahan Nasional – Kementrian Agraria dan Tata Ruang

Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan
Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang digabung dalam satu lembaga kementrian yang
bernama Kementrian Agraria dan Tata Ruang.

- Mahkamah Internasional, untuk cakupan permasalahan bidang pertanahan scr internasional.


Jenis-jenis permasalahan
- Jenis-jenis permasalahan dalam bidang Pertanahan
A. Sengketa

B. Konflik

C. Perkara Pertanahan

- Jenis cakupan permasalahan bidang pertanahan:


- Cakupan Nasional -> diselesaikan oleh Badan peradilan dan Badan Pertanahan Nasional
setempat maupun pusat.
- Cakupan Internasional -> diselesaikan oleh badan Mahkamah Internasional, Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB)
Mengapa terjadinya permasalahan dlm
Pertanahan?
Menurut Lovetya (2008), faktor
penyebab dari konflik di bidang
pertanahan antara lain:
A. keterbatasan ketersediaan tanah, sbg contoh:
B. ketimpangan dalam struktur “...terjadinya manipulasi pada masa lalu yang
penguasaan tanah, mengakibatkan pada era reformasi sekarang ini
muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan
C. ketiadaan persepsi yang sama antara
(pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta
sesama pengelola negara mengenai
ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan
makna penguasaan tanah oleh negara,
masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-
D. inkonsistensi, undangan agraria...”
E. ketidaksinkronisasian antara undang-
undang dgn kenyataan di lapangan
Mengapa terjadinya permasalahan
dlm Pertanahan?
Menurut Fia (2007), faktor penyebab munculnya permasalahan tentang kasus sengketa tanah
antara lain Harga tanah yang meningkat dengan cepat, kondisi masyarakat yang semakin sadar
dan peduli akan kepentingan dan haknya, iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah

Dapat disimpulkan dari dua pendapat tsb bahwa faktor utama penyebab adanya
kasus sengketa tanah yakni luas tanah yang tersedia terbatas, tapi di sisi lain
kebutuhan akan tanah meningkat sehingga nilai tanah lebih besar. Selain itu masalah
pengaturan, penguasaan, dan pemilikan yang pengendaliannya belum efektif.
Penyelesaian Permasalahan
- Penyelesaian Permasalahan Pertanahan
Usaha manusia utk meredakan pertikaian dlm 2. Mediasi, penghentian pertikaian atau
mencapai kestabilan dinamakan akomodasi.
Pihak-pihak yang bermasalahan kemudian penyelesaian masalah olh pihak ketiga tetapi tdk
saling menyesuaikan diri pd keadaan tsb dgn diberikan keputusan yg mengikat.
cara bekerja sama.
3. Konsiliasi, usaha utk memertemukan
◦ Bentuk-bentuk akomodasi:
keinginan pihak-pihak yg berselisih shg tercapai
◦ 1. Abitrasi, perselisihan yg langsung
persetujuan bersama.
dihentikan olh pihak ketigas yg 4. Ajudikasi, penyelesaian perkara di pengadilan.
memberikan keputusan & diterima serta
ditaati olh kedua belah pihak.
◦ 5. Eliminasi, pengunduran diri salah satu 8. Persetujuan minoritas, kemenangan kelompok
pihak yg terlibat di dlm konflik, yg mayoritas yg diterima dgn senang hati oleh
diungkapkan dgn ucapan sprt “Kami
kelompok minoritas. Dan kelompok minoritas
mengalah”, “Kami keluar” dsbg.
sama sekali tdk merasa dikalahkan & sepakat utk
◦ 6. Subjugasi, org atau pihak yg
melakukan kerja sama.
mempunyai kekuatan terbesar utk dpt
9. Kompromi, jalan tengah yg dicapai oleh pihak-
memaksa org atau pihak lain
menaatinya. pihak yg terlibat di dlm sebuah permasalahan.

◦ 7. Aturan mayoritas, pengumpulan suara 10. Integrasi, mendiskusikan, menelaah dan

terbanyak yg ditentukan melalui voting memertimbangkan kembali pendapat-pendapat


utk mengambil keputusan tnp sampai diperoleh suatu keputusan yg memaksa
memertimbangkan argumentasi. semua pihak.
Peny. Permasalahan Pertanahan
Pada umumnya, metode-metode
penyelesaian sengketa internasional Penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi
publik digolongkan dalam dua kategori: langsung dari ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB yang
berbunyi:
1. penyelesaian damai, yaitu apabila
‘All Members shall refrain in their international relations from the
para pihak telah dapat menyepakati threat or use of force against the territorial integrity or political
untuk menemukan suatu solusi yang independence of any state, or in any other manner inconsistent
bersahabat. with the Purposes of the United Nations’.
Means: ‘Semua Anggota harus menahan diri dalam hubungan
2. penyelesaian secara paksa atau
internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekuatan
dengan kekerasan, yaitu apabila solusi
terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara
yang dipakai atau dikenakan adalah manapun, atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan
melalui kekerasan karena jalur damai Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa’.
tidak berhasil.
Ketentuan Pasal 2 ayat (4) ini melarang Oleh karena, itu hukum internasional telah menyediakan
negara anggota menggunakan kekerasan
berbagai cara penyelesaian sengketa internasional secara
dalam hubungannya satu sama lain.
damai demi terpeliharanya perdamaian dan keamanan
Dengan demikian, pelarangan
serta terciptanya hubungan antar bangsa yang serasi.
penggunaan kekerasan dan penyelesaian
sengketa secara damai telah merupakan
norma-norma imperatif dalam hubungan - Metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional
antar bangsa. secara damai atau bersahabat memiliki metode
penyelesaian sengketa internasional sama seperti
penyelesaian sengketa dlm lingkup nasional.
STUDI KASUS PERMASALAHAN
PERTANAHAN RANAH LOKAL (1)
Kasus tentang Pengakuan atas Tanah Adat/Tanah
Ulayat. 

◦ Seperti sengketa tanah hak ulayat masyarakat persekutuan hukum adat di Kabupaten Nabire

berawal dari tuntutan masyarakat terhadap salah satu bagian dari tanah-tanah yang telah
dilakukan pelepasan hak atas tanahnya pada tahun 1966.

Di mana bahwa di atas tanah tersebut telah dibangun Bandar Udara Nabire.

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa berdasarkan Surat Keputusan bersama dari
Kepala Kampung Oyehe bersama seluruh rakyat nabire, tertanggal 6 Mei 1966 No. 001/
KPTS/5/1966 tentang penyerahan 3 (tiga) bidang tanah kepada Pemerintah dengan sukarela
tanpa menuntut ganti kerugian, disebutkan bahwa :
- Untuk kepentingan Proyek Pembangunan Nabire dalam arti luas, maka menyerahkan dengan
sukarela tanpa menuntut ganti kerugian kepada Pemerintah sejumlah 3 (tiga) bidang tanah
berturutan terletak sebagai berikut:

1. 5 (lima) kilometer lebar terhitung dari sungai Oyehe melebar ke Timur Kejurusan Napan-Weinami
dan membujur panjang kedaratan sampai dikaki Gunung Tinggi ± 150 (seratus lima puluh) kilometer.

2. 5 (lima) kilometer lebar terhitung dari sungai Nabire melebar ke Barat kejurusan Kampung
Hamuku dan membujur panjang ke daratan sampai di Kaki Gunung Tinggi ± 150 (seratus lima puluh)
kilometer.

3. Tanah-tanah yang dihimpit oleh sungai Oyehe dan Sungai Nabire ( tanah yang terletak di antara
sungai Oyehe dan Sungai Nabire), terhitung dari pantai membujur panjang kedaratan sampai di kaki
Gunung Tinggi ± 150 (seratus lima puluh) kilometer.
◦ Surat pelepasan hak atas tanah tersebut telah disepakati oleh Kepala Adat Suku Wate pada waktu
itu adalah Christian Waray bersama dengan 14 suku yang berada dibawah Suku besar Wate.
Tanah-tanah yang telah melalui proses pelepasan hak atas tanah tersebut saat ini telah menjadi
ibukota Kabupaten Nabire, dimana diatas tanah-tanah tersebut telah berdiri berbagai macam hak
atas tanah dengan sertifikat tanah sebagai alat bukti yang sah dan memiliki kepastian hukum.

Luas Tanah Adat seluas 583.929 m² terlebih dahulu.

Lalu, harus dikurangi dengan tanah milik MAF (Mission Aviation of Fellowship) seluas 11.811 m² dan
tanah milik AMA (American Mission of Aviation) seluas 5.093 m².

Sehingga, luas Tanah Adat yang dituntut oleh masyarakat adat dan harus dibayarkan oleh Bandara
Udara Nabire sebagai bentuk kompensasi adalah seluas 571.525 m² dengan harga yang disepakati
sebesar Rp. 27.000,- (dua puluh tujuh ribu rupiah) per meter persegi atau sebesar Rp. 15.431.175.000,
- (lima belas milyar empat ratus tiga puluh satu seratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
Pada saat proses pembangunan Bandar Udara Nabire yang
dimulai pada tahun 1948-1966, dimana pada saat itu *. Dari sinilah, bermula persinggungan hak
pembukaan lahan Bandara dilakukan, dengan
tanah adat/ulayat.
mempekerjakan warga masyarakat Adat, pihak pemerintah
Hal ini dikuatkan dengan Keputusan Badan
Belanda tidak membayar upah para pekerja tersebut
Musyawarah Adat Suku Wate Nomor : Kep.01/
(orang tua mereka).
BMASW/IX/2005 tentang Pembentukan
Shg pihak Bandara Udara perlu membayar kepada mereka
Lembaga Kesaksian Perintis Lapangan Bandar
sebagai bentuk kompensasi atas upah yang belum
Udara Nabire yang berisi:
dibayarkan pada waktu itu.
Bukti penggarap, penggusur, pekerja
Kemudian dalam proses pembangunan Bandara Udara, dilokasi Bandar Udara Nabire pada tahun
mengakibatkan warga penggarap yaitu termasuk
1948-1966 serta saksi-saksi yang
didalamnya penebang, penggusur, pemukim yang berada
merupakan para tetua adat / orang tua
di lokasi pembangunan Bandar Udara Nabire harus keluar
yang masih ada dan hidup mengetahui
dari lokasi tersebut sehingga perlu adanya ganti kerugian
dengan pasti para penggarap, penebang,
atas hilangnya mata pencaharian sehari-hari.
penggusur dan pekerja.
Penyelesaian sengketa tanah hak ulayat di setiap wilayah atau daerah harus mengacu
pada Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5
Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum
Adat dengan mengacu UU No. 22 Tahun 1999 yang terakhir direvisi dengan UU No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 2 ayat (2) PMNA / KBPN No. 5 Tahun 1999 :

“Hak Ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :


a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan
ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,
b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan
hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan
c. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah
ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. “
Berdasarkan Pasal 5 PMNA/KBPN No.5 Tahun
1999, Keberadaan hak ulayat ditentukan oleh
Berdasarkan Pasal 5 PMNA/KBPN No.5 Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan
Tahun 1999, Keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat yang bersangkutan,
pakar hukum adat, LSM (Lembaga Swadaya
ditentukan oleh Pemerintah Daerah
Masyarakat) dan instansi terkait dengan sumber
dengan mengikutsertakan masyarakat daya alam. Kemudian dituangkan dalam peta
hukum adat yang bersangkutan, pakar dasar, jika batasnya dapat ditentukan sesuai tata
cara pendaftaran tanah, kemudian digambar
hukum adat, LSM (Lembaga Swadaya
peta dasar pendaftaran tanah dan dicatat dalam
Masyarakat) dan instansi terkait dengan daftar tanah.
sumber daya alam. Kemudian dituangkan
dalam peta dasar, jika batasnya dapat
ditentukan sesuai tata cara pendaftaran
tanah, kemudian digambar peta dasar
pendaftaran tanah dan dicatat dalam
daftar tanah.
Ketentuan tersebut diatas, ditujukan untuk memenuhi kepastian hukum bagi para
pemegang hak atas tanah. Namun harus dipahami, bahwa perolehan tersebut harus
dengan itikad baik tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak-pihak tertentu, sehingga
benar-benar ada kesepatan para pihak serta terpenuhi syarat formal, yaitu dilakukan
sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku.

Mengacu pada pasal 2 ayat (2) PMNA / KBPN No. 5 Tahun 1999, eksistensi
masyarakat hukum adat di Kabupaten Nabire sudah kabur, hal ini disebabkan oleh :
1. Sistem Pemerintahan Adat sudah tidak ada lagi.
2. Susunan dan struktur masyarakat hukum adat sudah tidak jelas.
3. Batas wilayah tertentu tidak jelas.
4. Hubungan langsung antara masyarakat hukum adat dengan tanah
wilayahnya sudah tidak nyata.

* Faktor-faktor di atas adalah sbg penyebab sengketa hak tnh atas ulayat terjadi di
Nabire.
Dalam penyelesaian sengketa hak ulayat di Kabupaten Nabire, dilakukan dengan cara
musyawarah mufakat, antara masyarakat adat Suku besar Wate dan Suku Yeresiam
dengan pihak Bandara Udara Nabire, dan pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Nabire bertindak selaku mediator / penengah untuk menyelesaikan sengketa pertanahan
ini.

- Penyelesaian sengketa pertanahan ini dilakukan melalui cara non litigasi atau ADR
(Alternatif Dispute Resolution), sebenarnya merupakan model penyelesaian yang cocok
dengan karakter dan cara hidup masyarakat yang bersifat kekeluargaan.
◦ Dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan yang cenderung
bersifat konfrontatif, lebih memperhitungkan menang dan kalah, lebih memperhitungkan aspek
yang bersifat materealistik dan mengabaikan unsur sosial dalam masyarakat yang bersifat
kekeluargaan dan gotong royong.
Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa luas tanah
adat yang akan diberikan kompensasi adalah seluas 571.525 m²
dengan harga yang disepakati sebesar Rp. 27.000,- (dua puluh tujuh
ribu rupiah) per meter persegi atau sebesar Rp. 15.431.175.000,- (lima
belas milyar empat ratus tiga puluh satu juta seratus tujuh puluh lima

ribu rupiah) dgn sistem pembayaran bertahap.

Kondisi sosial budaya dan pengakuan terhadap kearifan tradisional


yang berusaha untuk memelihara tanah adat/tanah ulayat yang hidup
dan berkembang di masyarakat sering diabaikan dalam perencanaan
pengelolaan dan pemanfaatan tanah.
Padahal Pasal 2 ayat (4) UUPA menegaskan bahwa:
“Hak menguasai dari negara dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada.”
◦ Maksudnya, diakui bahwa masih banyak masyarakat hukum adat di negeri ini.

Namun tanah-tanah adat mereka tidak diakui keberadaannya oleh negara.

Akibatnya, masyarakat hukum adat menjadi terasing dari tanah mereka sendiri.
Oleh karenanya, perlu ada upaya revitalisasi (menghidupkan sistem hukum adat tsb
lalu dirundingkan dan diberi pengesahan olh negara trhdp UU agar dpt diperhatikan
oleh negara)

Sehingga mereka tidak tergusur dari tanah nenek-moyang mereka hanya karena
klaim negara untuk menjadikan semuanya sebagai tanah negara yang perlu diatur
menurut kehendak penguasa. 
Kondisi tersebut disebabkan pula karena belum jelasnya pengaturan masyarakat hukum adat dalam
teks undang-undang, padahal kedudukan masyarakat hukum adat di Indonesia telah ada jauh
sebelum hukum positif nasional terbentuk bahkan hingga saat ini masyarakat hukum adat tersebut
masih diakui eksistensinya ditengah-tengah masyarakat bukan dalam konteks pemerintah dan
nasional.

Masalah seperti ini, bisa diselesaikan apabila pihak pemerintah dalam mengatur undang-
undang dengan masyarakat adat dipertemukan dengan cara:
1. Konsiliasi, usaha utk memertemukan keinginan pihak-pihak yg berselisih shg tercapai
persetujuan bersama.
2. Integrasi, mendiskusikan, menelaah dan memertimbangkan kembali pendapat-
pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yg memaksa semua pihak.
3. Musyawarah Mufakat, karena masyarakat adat memiliki karakter yg kekeluargaan
dan mementingkan sikap gotong royong.

Banyak permasalahan seperti ini, hanya saja kurangnya kepedulian, sikap mementingkan
hak-hak individu dan berapriori pada negara yg pd nyatanya permasalahan yg diutamakan
tdk kunjung selesai.
STUDI KASUS PERMASALAHAN
PERTANAHAN RANAH LOKAL (2)
o Kabupaten Siak yang merupakan daerah
pengembangan usaha melalui investasi dalam
berbagai bidang. Seperti adanya peluang investasi -sawit pada tahun 2009 luasnya sebesar 418.300 Ha
di bidang pertambangan, pada area industri di (Hektar), dan perkebunan karet dengan luas 14.766
Pelabuhan Tanjung Buton serta di bidang Ha, serta perkebunan kelapa 3.326 Ha, sagu 6.182
perkebunan yang berdampak positif dalam Ha, dan pinang 1.303 Ha, Kopi 370 Ha6.
perkembangan ekonomi di Kabupaten Siak. Salah
- Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan
satu daerah pengahasilan minyak yakni
penghasilan per bulannya sebanyak 257.850
Kecamatan Minas dan Kecamatan Sungai Apit. Di
ton Crude Palm Oil (CPO)7. Namun dalam
bidang perkebunan Kabupaten Siak sangat
berpotensi dalam pengembangan komoditi
pengembangan usaha perkebunan sawit ini

perkebunan, yakni kelapa sawit, karet, kelapa , menimbulkan sengketa lahan antara investor
sagu, pinang, dan kopi. Area perkebunan kelapa- selaku pemegang izin HGU (Hak Guna Usaha)
dengan masyarakat setempat.
o Kasus di Kabupaten Siak antara investor dengan masyarakat yaitu PT
Maridan Sejati Surya Plantation (MSSP) dengan masyarakat di Kecamatan
Kerinci Kanan, lahan yang menjadi sengketa seluas 2794 Ha (Hektar).
Masyarakat mengklaim bahwa itu merupakan lahan tersebut adalah lahan
mereka, sementara itu perusahan memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dalam
penggunaan lahan tersebut.Terjadinya sengketa lahan Hak Guna Usaha
tersebut disebabkan masyarakat Kerinci Kanan merasa dirugikan dan tidak
mendapatkan ganti rugi atas tanah yang dimilikinya dari pihak perusahaan.

o Perkara ini diupayakan penyelesaiannya


melalui proses mediasi melalui pertemuan dengan bantuan mediatornya
pihak Kantor Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Siak dan Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten Siak dalam hal pencapaian kesepakatan
(win-win solution) atau muasyawarah mufakat. karena sama mestinya seperti hal pada kasus
sebelumnya, bahwa masyarakat ulayat memiliki sifat kekeluargaan saat menyelesaikan
permasalahan.
CONTOH STUDI KASUS RANAH
LOKAL (3)
Di nagari Tiku V Jorong ditemukan adanya sengketa antara investor yaitu PT. Mutiara Agam
dengan masyarakat. Sengketa ini dipicu oleh tidak ditepatinya janji/kesepakatan yang
dibuat antara pihak investor dengan masyarakat.
Pada tahun 1983 investor (dalam hal ini PT.Mutiara Agam) memohon izin menggunakan
tanah ulayat seluas 2.000 dari tanah seluas 10.000 Ha tersebut untuk pembukaan kebun
kelapa sawit. Permohonan tersebut dimusyawarahkan dalam forum ninik mamak,
Penghulu Pemegang hak tanah ulayat Nagari Tiku V Jorong. Dari musyawarah tersebut
disepakati bahwa pihak investor boleh memanfaatkan tanah seluas 2.000 Ha ditambah
cadangan 8.000 Ha untuk keperluan pembukaan kebun kelapa sawit (belakangan
disepakati tanah cadangan tersebut hanya seluas 6625 ha)
dan sebagai pengganti penggunaan tanah tersebut, pihak
3. Membangun kebun plasma seluas 3.000 Ha
investor berkewajiban untuk memberikan kompensasi
(1500 KK) untuk masyarakat Nagari;
berupa ganti rugi, pembagian hasil dan membangun kebun
4. Untuk tanah cadangan ± 8.000 Ha, apabila
plasma untuk rakyat yang dituangkan dalam sebuah
dipakai akan dimusyawarahkan kembali;
perjanjian, sebagai berikut :
Seiring perjalanan waaktu PT Mutiara
1. Pihak investor akan memberikan ganti rugi menurut Agamberkembang sangat pesat, tapi janji-janji
belum juga direalisasikan, diantaranya :
sepanjang adat yang pantas. Adat diisi, Limbago dituang; 1. Pembangunan kebun plasma/PIR seluas 3000
ha
2. Kompensasi tanah ulayat yang digunakan
2. Apabila usaha kebun yang direncanakan berhasil, akan
sebagai ”adat diisi limbago dituang” (uang adat)
diberikan sebagian hasilnya untuk pembangunan nagari; belum juga dibayarkan.
o Tahun 2003 masyarakat Nagari Tiku V Jorong
o Namun demikian, masyarakat tetap pada
mulailah mengajukan tuntutan ke pengadilan
prinsipnya bahwa sebelum PT.Mutiara
Negeri Lubuk Basung atas nama masyarakat
Agam membayar janjinya, masyarakat
Nagari Tiku V Jorong yang dimenangkan oleh
Nagari Tiku V Jorong akan tetap menuntut
Masyarakat Nagari Tiku V Jorong dimana PT
hak-hak mereka sebagai anak nagari yang
Mutiara Agam harus membayar ganti rugi tanah
kekayaan nagari mereka telah
dan sewa lahan sebesar Rp. 11.200.000.000,-
dimanfaatkan oleh orang luar untuk
(sebelas milyar dua ratus juta rupiah). PT Mutiara
keperluan bisnisnya. Dengan demikian
Agam melakukan banding ke Pengadilan Tinggi
menurut masyarakat Nagari Tiku V Jorong,
Padang dan keputusannya adalah NO, maka untuk
PT. Mutiara Agam telah ingkar janji
kedua kalinya kedua belah pihak mengajukan
terhadap masyarakat Nagari Tiku V Jorong.
kasasi ke Mahkamah Agung dengan putusan
menolak Kasasi Pertama PT Mutiara Agam dan
menolak Kasasi II AM Bandaro atas nama
msyarakat Nagari Tiku V Jorong.
o Tanah ulayat ini pada awalnya diserahkan oleh ninik
mamak kepada pemerintah daerah dengan harapan
Pada waktu penyerahan tanah ulayat dan
agar pemerintah daerah bisa mendatangkan investor ke
pemberian HGU ternyata ninik mamak tidak
nagari sehingga dapat menunjang perekonomian nagari.
dilibatkan. Batas HGU yang diserahkan itupun
Pada umumnya penyerahan tanah ulayat dilakukan
tidak jelas, sehingga terkesan pengusaha
secara lisan kepada Bupati dengan tujuan agar Pemda
mengolah lahan lebih luas dari HGU. Masyarakat
mencarikan “Bapak Angkat” (investor) yang akan
dijanjikan akan diberikan plasma tetapi ketentuan
mengolah tanah ulayat mereka. Perjanjian dibuat tertulis
mengenai plasma ini tidak jelas. Perjanjian ini
setelah dilakukan pertemuan antara ninik mamak
bahkan cenderung lebih menguntungkan pihak
dengan investor yang difaslitasi oleh Pemda. Pertemuan
investor.
antara para pihak itu guna membahas lokasi tanah, luas
tanah yang akan diserahkan, besarnya siliah jariah dan
peruntukan tanah yang akan diserahkan kepada investor,
termasuk syarat yang diajukan oleh ninik mamak.
o Selain mungkir janji tersebut, dalam
o Permasalahan timbul ketika pihak investor tidak
kenyataannya pelaksanaan usaha kebun
memenuhi perjanjian yang telah disepakati dengan
pihak ninik mamak, diantaranya tidak membuatkan sawit, investor juga melanggar ketentuan
kebun plasma sesuai dengan perjanjian awal. Bagi HGU diantaranya membangun luas
masyarakat, perkebunan sawit yang dibangun di
perkebunan sawit melebihi ketentuan HGU
atas tanah ulayat mereka bukan dalam arti menjual
yang diberikan, menanam sawit di daerah
tanah kepada investor. Pembayaran yang
diberikan kepada ninik mamak dianggap sebagai aliran sungai sehingga tidak ada jarak
uang adat sesuai dengan mekanisme “adat diisi antara pohon sawit dengan pinggir sungai.
limbago dituang”, sedangkan kebun plasma Disamping itu pada saat pengolahan tanah
merupakan kompensasi lain.
ulayat yang sudah diberikan HGU, ternyata
ditemukan persawahan dan bekas tanah
diolah. Seharusnya untuk pemberian HGU
hanya dibolehkan untuk tanah yang belum
diolah.
o Ninik Mamak beserta anggota kaumnya
memprotes ketujuh buah perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang ada di wilayah mereka. Telah o Kedua, pada umumnya perusahaan perkebunan

puluhan kali aksi-aksi dilakukan untuk telah membangun kebun plasma, tapi dalam hal

menyatakan tuntutan dan mereka juga telah ini Ninik Mamak menuntut perusahaan untuk

melakukan penekanan yang kesemuanya menyerahkan kebun plasma yang telah dibangun

diarahkan kepada perusahaan-perusahaan oleh perusahaan inti dan telah berproduksi.

perkebunan. Aksi tersebut pada dasarnya Bahkan mereka telah menulis surat kepada

dilakukan untuk memperjuangkan dua hal; direktur perusahaan untuk mentransfer kebun
plasma. Selain itu mereka juga mendemonstrasi
o pertama, mereka menuntut kebun plasma
Bupati Kabupaten Pasaman dan DPRD setempat
kelapa sawit kepada perusahaan-perusahaan.
untuk menyampaikan tuntutannya.
o Alasan mereka menuntut kebun plasma adalah
o Ninik Mamak beserta anggota kaumnya
bahwa tanah yang mereka berikan untuk
juga menuntut siliah jariah yang belum
pembangunan kebun kelapa sawit oleh para
dibayarkan, sedangkan perusahaan
investor adalah tanah ulayat milik mereka yang
telah mengolah tanah ulayat mereka
tidak mereka jual kepada para investor tersbut.
yang dipinjamkan kepada investor
Pembayaran yang dilakukan oleh investor kepada
karena di atas tanah tersebut terdapat
Ninik Mamak setempat adalah pembayaran untuk
tanah garapan mereka. Siliah Jariah
uang adat sebagai uang baangku mamak (uang
disini dimaksudkan sebagai
sebagai tanda pendatang diterima sebagai anak
kompensasi untuk mendapatkan hak
nagari) yang dalam hal ini itulah yang disebut
pakai atas tanah garapan mereka.
sebagai adat diisi limbago dituang.
o Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman tidak berpihak o Dalam menyelesaikan
kepada kepentingan komunitas anak nagari dan hanya
permasalahan ini, masyarakat
mementingkan kepentingannya sendiri. Ini dibuktikan dengan
Nagari Kinali telah menempuh
kenyataan bahwa Pemerintah Daerah sendiri berkeberatan
berbagai cara mulai dari
untuk mendorong perusahaan mengabulkan permintaan
penyelesaian di luar pengadilan
masyarakat Kinali terhadap perkebunan plasma kelapa sawit
dengan alasan tidak adanya perjanjian tertulis bahwa dan bahkan ada sebagian dari ninik

perusahaan bersangkutan berjanji memberikan perkebunan mamak setempat yang membawa


plasma kepada mereka. Sehingga terkesan bahwa Pemerintah kasus mereka ke Pengadilan
Daerah Kabupaten Pasaman lebih berpihak kepada Negeri Padang.
perusahaan.
o Penyelesaian di luar pengadilan ditempuh terlebih dahulu dengan bernegosiasi dengan pihak
investor dengan cara mendatangi perusahaan, mengirim surat dan mengadukan persoalan
mereka kepada pejabat-pejabat setempat. Upaya tersebut tidak jarang juga diikuti dengan
cara pengerahan massa dengan berdemonstrasi baik ke kantor perusahaan maupun ke kantor
DPRD Kabupaten Pasaman Barat dan DPRD Propinsi Sumatera Barat.
THANKIES FOR YOUR ATTENTION

Anda mungkin juga menyukai