Anda di halaman 1dari 32

Bed Side Teaching

ASTIGMATISME

Syiti Tania Hasnan 1840312217


Dwitri Ramadhana Dirizky 1840312220
Novia Nadhira 1840312223
Ramadhoni Mardi 1840312231

Preseptor :
dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya
berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim)
yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-
jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.1

Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea
dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan
atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini
bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau
operasi.2.3

Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan


menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan
menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial keratotomy.

1.2 Batasan masalah

Bed Side Teaching ini membahas definisi, epidemiologi, anatomi dan fisiologi,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, manifestasi klinis, tatalaksana,
komplikasi dan prognosis pada astigmatisme.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan BST ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai definisi,


epidemiologi, anatomi dan fisiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis
banding, manifestasi klinis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis pada astigmatisme.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Refraksi Mata

Refraksi Mata adalah: perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta mata,
dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti mata dalam
keadaan tidak berakomodasi.5,6,7

Gambar 1. Anatomi mata

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas :
- Kornea
- Humour aquous
- Lensa
- Vitreus humour
- Panjangnya bola mata.5,6,7

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah macula lutea.5

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak berakomodasi atau istirahat melihat jauh.
5,6,7

Dikenal beberapa istilah di dalam bidang refraksi, seperti pungtum Proksimum


merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.Pungtum
remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak di depan mata. 5,6,7
2.2 Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat
difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak
yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliari.Akomodasi, daya pembiasan lensa
bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin
dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi
diatur oleh reflex akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
pada waktu konvergensi atau melihat dekat.5

Mekanisme Akomodasi ada 2 teori: 5,6

1. Teori Helmholzt : Jika mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliare, digerakkan
kedepan bawah, sehingga zonulla zinii jadi kendor, lensa menjadi lebih cembung,
karena elastisitasnya sendiri. Banyak yang mengikuti teori ini.

2. Teori Tschering : Jika mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliaris digerakkan
kebelakang atas sehingga zonula zinii menjadi tegang, juga bagian perifer lensa menjadi
tegang sedang bagian tengahnya didorong ke senteral dan menjadi cembung.

2.3 Fisiologi Refraksi

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk


difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan
yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi
ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium
dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas
yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya
mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak
lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin
besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas
cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur
yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan
kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung
berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea
jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak
pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.6

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus


diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan
mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak
kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu
mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang
terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang
lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh,
karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata.
Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber
cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa
yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses
akomodasi.7

2.4 Definisi

Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang menyebabkan penglihatan menjadi


kabur karena bentuk kornea atau lensa yang tidak teratur.4 Astigmatisme adalah suatu
kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi
dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3

2.5 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar
55 juta jiwa.3,4
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi
berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara.
Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.

2.6 Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:8

a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus.
c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
d. Trauma pada kornea
e. Tumor

2.7 Klasifikasi

Dikenal 5 macam Astigmatisma :

1. Astigmatisma miopikus simpleks.


2. Astigmatisma miopikus kompositus.
3. Astigmatisma hipermetropikus simpleks.
4. Astigmatisma hipermetropikus kompositus.
5. Astigmatisma mikstus.7,8,9

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler

Pada jenis ini didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang
memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini,
jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan
yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:

i. Astigmatisme With the Rule


Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.


Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan
titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan
Y memiliki angka yang sama.

Gambar 2.Astigmatisme Miopia Simpleks


2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.

Gambar 3. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B


berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 4. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A


berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
Gambar 5. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B


berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi
sama - sama + atau -.

Gambar 6. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus


rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan
pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
2.8 Patogenesis dan Patofisiologi

Astigmatisma adalah kondisi pada mata dimana berkas cahaya dari sebuah benda
tidak terfokus pada satu titik, karena adanya perbedaan-perbedaan pada kelengkungan
kornea ataupun lensa pada meridian-meridian yang berbeda. Namun penyebab umum
astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea, meskipun lensa kristalina juga dapat
berperan. Kornea pada mata normal melengkung seperti bola basket, dengan sudut dan
kebulatan yang sama di semua areanya. Namun mata dengan astigmatisma memiliki
kornea yang lebih melengkung lagi seperti bola football Amerika, dengan beberapa area
lebih curam atau lebih bulat dibandingkan yang lainnya. Hal ini dapat menyebabkan
bayangan yang muncul menjadi kabur dan melebar.17

a. Astigmatisma Reguler

Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur


dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis
meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.8
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan
satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling
tegak lurus/ 90o satu sama lain.8
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada
yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke
kornea. Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.
Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut
dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan
refraksi antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan
direpresentasikan dalam dioptri (D).8
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.8
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris
tidak memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90o. Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya
berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris
tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk
umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan
bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa
sferis dan lensa silindris.
b. Astigmatisma Irreguler

Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan


unequal pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan
konsekuensi dari perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea,
ulkus, pannus, keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul
posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain).8
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan
dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia. Semua mata memiliki
setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler
dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.8

Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian


yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.9
2.9 Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatismus menyebabkan gejala-gejala sebagai


berikut : 1, 2,10

- Sakit kepala pada bagian frontal.


- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
2.10 Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis adalah salah satu komponen awal dalam menentukan kelainan refraksi.
Anamnesis secara spesifik mengenai persepsi pasien terhadap mata dan penglihatannya
penting untuk mengidentifikasi masalah dan meningkatkan rasa percaya pasien
terhadap pemeriksa. Anamnesis mencakup beberapa hal seperti :5
a. Keluhan utama terkait penglihatan pasien
b. Perjalanan penyakit yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Riwayat penyakit pasien secara sistemik mencakup penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit refraksi atau ocular pada keluarga pasien
e. Penggunaan obat obatan yang diresepkan maupun tidak diresepkan,
penggunaan supplemen tubuh seperti vitamin, mineral maupun obat obatan
herbal, riwayat alergi, pengobatan alternative
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan 3
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai SnellenChart atau dengan
chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan mata 6 meter. Tajam penglihatan
diperiksa satu per satu, dengan mata kanan terlebih dahulu kemudian mata kiri. Tajam
penglihatan adalah jarak kemampuan melihat seseorang, yang dinilai sebelum dan
sesudah koreksi dengan cara menilai kemampuan melihat optotyp atau menghitung jari
atau gerakan tangan. Tajam penglihatan dinyatakan dengan rasio pembilang dan
penyebut, dimana pembilang merupakan jarak mata dengan kartu Snellen dan penyebut
merupakan jarak dimana satu huruf tertentu dapat dilihat mata normal. Sebagai contoh,
visus 6/6 berarti pada jarak 6 meter dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat
pada jarak 6 meter dan visus 6/10 berarti pada jarak 6 meter hanya dapat melihat huruf
yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 10 meter. Visus 1/60 hanya dapat menghitung
jari pada jarak 1 meter, visus 1/300 hanya dapat melihat gerakan tangan pemeriksa pada
jarak 1 meter, dan visus 1/∞ hanya dapat membedakan gelap dan terang saja.
Cara pengukuran tajam penglihatan:
- Pemeriksaan dilakukan dengan monokuler (satu mata) dimulai dengan mata kanan.
- Penderita/pasien diperintahkan untuk melihat obyek pada kartu Snellen dari yang
terbesar sampai dengan yang terkecil sesuai batas kemampuannya dengan jarak
antara pasien dan kartu Snellen 5-6 meter tergantung pada kartu Snellen yang
dipakai.
- Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan visus 6/60) maka
dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak
1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.
- Bila tidak dapat melihat jari dari jarak 1 meter maka dilakukan dengan carahand
movement dengan visus 1/300. Pasien harus dapat menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
- Bila dengan hand movement tidak dapat juga, dilakukan dengan cara penyinaran
dengan pen light pada mata pasien, dikenal dengan istilah Light Perception.
- Light Perception dinyatakan dengan visus 1/∞ proyeksi baik, bila pasien masih
dapat menentukan datangnya arah sinar dari berbagai arah (6 arah)
- Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar maka visusnya 1/∞
proyeksi buruk.
- Pasien dinyatakan buta total (visus 0) kalau pasien tidak dapat menentukan ada atau
tidak ada sinar (No Light Perception)
- Visus pasien adalah baris terkecil yang dapat dilihat dengan benar semuanya tetapi
baris dibawahnya tidak bisa terbaca. Contoh: visus 6/18.
- Apabila pasien bisa melihat huruf pada baris tersebut tetapi ada yang salah,
dinyatakan dengan f, contoh dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu
kesalahan, maka visus 6/18 f1. Jika jumlah kesalahan ½ atau kebih maka visusnya
menjadi visus di baris di atasnya.
Gambar7. Berbagai macam chart untuk pemeriksaan visus

2. Pemeriksaan pin hole5

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan
pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi
baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.3,5

3. Uji refraksi

a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif

Teknik pemeriksaan refraksi subjektif tergantung kepada respon pasien dalam


menentukan koreksi refraksi.
1) Pemeriksaan trial and error3
Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai berikut :
-Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart.
-Pada mata dipasang trial frame.
-Satu mata ditutup dengan okluder.
-Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
-Dipasang trial lens, tergantung dari jarak berapa pasien mulai tidak bisa membaca
Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari kejernihan pasien melihat tulisan
Snellen chart (lensa +/-)
-Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubahlensa sampai huruf
pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa negatif (-) pilih lensa yang negatif
terkecil yang dapat melihathuruf pada jarak 5/5, dan jika lensa positif, maka di pilih
positif yang terbesar yang bisa melihat huruf pada jarak 5/5.
2)Astigmatisme Dial technique12
Astigmatisme dial teknik adalah tes menggunakan chart yang terdiri dari
garis yang telah disusun yang dapat menentukan axis astigmatisma. Gambaran
cahaya seperti pensil yang terlihat pada mata astigmatisma adalah conoid of
sturm. Teknik ini sejalan dengan prinsip meridian bahwa mata astigmatisma
seperti garis tajam yang sesuai dengan coronoid of strum.

Gambar 8. Gambaran mata pada pemeriksaan astimatisma dial technique

Pada gambar A terlihat gambaran mata astigmatisma hypermetropia dan


bagaimana gambaran astigmat dial yang terlihat pada mata. Garis vertical
padaastigmat dial merupakan garis tergelap dan tertajam karena garis coronoid
of Sturm vertikal lebih dekat ke retina daripada garis coronoid of Sturm
horizontal. Akomodasi dapat membuat kedua garis tampak jelas sehingga
dilakukan fogging. Diletakkan lensa plus sferis sehingga memberikan efek
astigmatisma myopia (Gambar B).
Akomodasi mata dilakukan fogging menyebabkan gambaran kabur pada garis
dan mata tidak berakomodasi sehingga dapat diketahui bahwa garis
horizontal terletak di dekat retina karena garis tersebut yang menjadi terhitam
dan tertajam . Setelah mengetahui posisi prinsip meridian pada mata
astigmatisma. Coronoid of Sturm dapat kolaps karena menggerakkan garis
anterior mundur ke posterior dengan penambahan lensa slinder minus pada axis
vertical pada garis anterior. Pada gambar C garis vertical telah berpindah ke
horizontal dengam menambah lensa minus silinder pada axis 90°. Gambaran
garis kan tampak sama hitam tetapi tidak dalam focus yang sempurna karena
pengguan fogging sehingga sapat dilakukan pemeriksaan menggunakan chart
ketajaman penglihatan dengan lensa plus sferis disingkarkan dan dilakukan tes
hingga didapatkan ketajam penglihatan yang sempurna.

Gambar 9. Kipas Astigmat

b. Pemeriksaan refraksi Objektif


1)Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

Gambar 10. Autorefraktometer


2)Retinoskopi

Retinoskopi adalah salah satu pemeriksaan objektif dalam menentukan kelainan


refraksi pada mata. Retinoskopi dapat digunakan untuk melihat kelainan refraksi
terutama pda anak-anak, bayi atau orang dewasa yang tidak kooperatif.
Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem
Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya perak
mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welh-Allyn).
Meskipun berbagi merek streak retinoscope berbeda dalam desain, alat-alat tersebut
bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya melewati lapisan air mata pasien,
kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreous dan retina. Hal ini kemudian tercermin
pada koroid dan epitel pigmen retina sebagai refleks merah linear yang kembali
melalui retina sensorik, vitreous, lensa, aqueous, kornea, dan air mata, melalui udara
antara pasien dan pemeriksa, dan ke kepala dari retinoskop, melalui lubang di cermin,
yang akhirnya keluar melalui belakang retinoskop ke mata retinoscopist.
Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (myopia lebih besar
daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar
kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan
(dikenal sebagai pergerakan berlawanan/ against motion). Jika titik jauh tidak berada
diantara pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan
ayunan (dikenal dengan gerakan searah/ with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil
pasien dan tidak bergerak – karena mata emetrop atau karena sebelumnya telah
dipasang koreksi lensa yang sesuai – kondisi ini dikenal dengan netralisasi.10

Gambar 11. Gerakan refleks retina. Perhatikan gerakan lintasan dari wajah dan dari retina
dalam gerakan searah versus gerakan berlawanan1
Refleks retinoskopi bergerak memiliki tiga karateristik utama yaitu10

1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada jauh dari
titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika titik fokus didekati. Dengan kata lain
kesalahan-kesalahan refraktif besar memiliki refleks pergerakan yang lambat,
sedangkan kesalahan-kesalahan kecil memiliki refleks yang cepat
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus, menjadi lebih
cerah ketika netralitas didekati. Refleks berlawanan (against reflexes) biasanya
redup daripada refleks searah (with reflexes).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas dengan
mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil pada titik fokus itu
sendiri.

Pada saat pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang sesuai (dengan lensa
lepas atau phoropter), refleks retinoskopik bisa menjadi netral. Dengan kata lain,
pada saat pemeriksa mengarahkan titik jauh pasien kelubang intip, seluruh pupil
pasien teriluminasi dan refleks tidak akan bergerak. Kekuatan dari lensa koreksi
yang menetralisir refleks menunjukkan suatu ukuran kesalahan dari refraksi pada
pasien.10

Pencarian Aksis Silinder


Sebelum retinoskop digunakan untuk mengukur kekuatan dalam setiap median
utama, aksis meridian harus ditentukan. Karakteristik dari lintasan refleks dapat
membantu dalam penentuan aksis.14

1. Break.Break terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan salah satu meridian.
Orientasi refleks dalam pupil tidak sama dengan lintasan yang kita proyeksikan,
garis tersebut putus atau patah. Break hilang (yakni garis terlihat berlanjut)
ketika lintasan diputar ke dalam aksis yang tepat. Silinder koreksi harus
ditempatkan pada aksis ini.

2. Width. Width dari lintasan berbeda-beda ketika dia berputar sekitar aksis yang
tepat. Lebar terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar dengan aksis
Gambar 12. Width/ lebar atau ketebalan, refleks retina. Kita tentukan lokasi aksis
di tempat dimana refleks paling tipis14

3. Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasan berada pada aksis yang
tepat (ini merupakan temuan subtil, yang hanya berguna pada silinder-silinder
kecil).
4. Skew. Skew (gerakan oblik dari lintasan refleks) dapat digunakan untuk
menempatkan aksis pada silinder-silinder kecil. Jika lintasan di luar aksis, maka
akan bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil. Refleks dan
lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus pada orientasi
lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian utama.

Gambar 13. Skew/ Gerakan miring.Tanda panah menunjukkan bahwa gerakan


refleks dan berpotongan tidak parallel. Refleks dan berpotongan tidak
bergerak dengan arah yang sama tetapi miring bila lintasan tidak tersejajarkan
pada aksis14

Ketika lintasan disejajarkan pada aksis yang tepat, lengan bisa


direndahkan (instrument Copeland) atau ditinggikan (instrument Welch-Allyn)
untuk mendekati lintasan, yang memungkinkan dibaca dari sudut yang lebih
mudah dari alat lensa coba (trial lens).14
Aksis ini dapat dipertegas melalui teknik yang dikenal sebagai
straddling’, yang dilakukan dengan menempatkan perkiraan koreksi silindris.
Lintasan retinoskop diputar 45o dari aksis dalam dua arah dan jika aksis tepat,
lebar refleks akan sama dalam kedua posisi aksis. Jika aksis tidak tepat, lebarnya
akan tidak sama dalam 2 posisi. Aksis dari koreksi silindris harus digerakkan
ke depan refleks yang lebih sempit dan straddling dilaksanakan sekali lagi
hingga lebar sama.14
Penentuan Kekuatan Silinder

Begitu 2 meridian diidentifikasikan, kita dapat mengikuti teknik sferis


yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan menggunakanya pada setiap aksis
yang berputar secara terpisah.14
Dengan 2 sferis : menetralisasi satu aksis dengan satu lensa sferis. Jika aksis
90o dinetralisasikan dengan +1.50 sferis dan aksis 180o dinetralisasikan dengan
+2.25 sferis, retinoskopi kasar +1.50 +0.75 x 180. Jarak kerja pemeriksa harus
dikurangi dari sferis untuk memperoleh perbaikan refraktif.14
Dengan sebuah sferis dan silinder : menetralisasikan 1 aksis dengan
sebuah lensa sferis. Untuk melanjutkan pekerjaan dengan menggunakan refleks
dengan (with reflexes), menetralisasikan aksis lensa plus terlebih
dahulu.Kemudian dengan pemasangan lensa sferis ini, netralisasikan aksis 90o
melalui penambahan lensa silindris plus pada orientasi yang sesuai. Hasil
retinoskopi dapat dibaca secara langsung dari alat lensa coba.14

Penyimpangan Refleks Retinoskopi


Dengan astigmatisma irregular, hampir beberapa tipe penyimpangan
dapat terlihat dalam refleks. Penyimpanan sferis cenderung menambah
kecerahan pada bagian tengah atau perifer pupil, yang tergantung pada apakah
penyimpangan positif atau negatif.14
Ketika titik netralitas didekati, satu bagian refleks dapat miopia,
sedangkan yang lainnya hiperopia sehubungan dengan posisi retinoskopi. Ini
akan menghasilkan apa yang disebut refleks scissors.14
Ada kalanya astigmatisma irregular yang menyolok atau opasitas optik
menghasilkan bayangan yang samar, terganggu yang dapat mengurangi
ketetapan hasil retinoskopik. Dalam kasus-kasus ini dengan
mempertimbangkan bagian tengah dari refleks cahaya menghasilkan perkiraan
terbaik.14
- Keratometri
adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.

1) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular,
“ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak
terbentuk sempurna.11,12
2) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.11,12

2.11 Diagnosis Banding

1. Miopia

2. Hipermetropia

3. Katarak

4. Age Related Macular Degeneration (ARMD)

2.12 Tatalaksana

1. Terapi Non Operatif

Terapi non operatif pada pasien astigmatisme mencakup kacamata dan lensa kontak
a. Kacamata
Kacamata adalah tatalaksana yang paling mudah dan aman dalam koreksi kelainan
refraksi termasuk astigmatisme, karena itu peresepan kacamata harus
dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum lensa kontak atau terapi operatif.
Kacamata denga lensa silindris berbeda dengan lensa sferis dimana lensa sferis
memiliki kurvatura dan daya refraksi hanya pada satu meridian. Berbeda dengan
lensa sferis, lensa silindris memfokuskan sinar cahaya ke garis fokus, bukan ke titik
tertentu. Garis meridian tegak lurus terhadap (90odari) garis meridian dengan
kelengkungan disebut sebagai axis silinder. Kekuatan meridian maksimum selalu
berjarak 90o dari axis. Artinya, jika axis 45o, maka kekuatan meridian
maksimumnya 135o.10

Kebanyakan dari penderita astigmatisme juga memiliki miopia atau hipermetropia


dan membutuhkan koreksi pada lebih dari satu meridian. Lensa sferosilindris
dapat membiaskan cahaya pada dua meridian dan dapat memberikan koreksi
berbagai minus atau plus pada astigmatisme dengan miopia atau hipermetropia.10
Panduan berikut mungkin bisa membantu dalam meresepkan lensa silindris untuk
koreksi astigmatisme:

• Untuk anak-anak, berikan koreksi astigmatik penuh pada sumbu yang benar.
• Untuk orang dewasa, coba koreksi penuh pada awalnya. Berikan pasien
percobaan berjalan-jalan dengan trial frames sebelum meresepkan, jika
memungkinkan. Informasikan kepada pasien tentang kebutuhan adaptasi. Untuk
mengurangi distorsi, gunakan lensa minus silindris (juga lensa silindris yang tersedia
hanya lensa minus silindris) dan meminimalkan jarak vertex.
• Jika perlu, kurangi distorsi dengan memutar sumbu silinder ke arah 180 ° atau
90 ° (atau ke arah sumbu lama) dan/atau kurangi kekuatan silinder. Sesuaikan mata
untuk menjaga kesetaraan sferis, namun tetap lakukan cek subjektif akhir untuk
mendapatkan hasil visual yang paling memuaskan.
• Jika distorsi tidak berkurang secara adekuat, pertimbangkan lensa kontak atau
koreksi iseikonik.17
b. Lensa kontak
Sebelum menentukan lensa kontak, riwayat okular harus dievaluasi termasuk
pemakaian lensa kontak sebelumnya dan pemeriksaan mata harus dilakukan secara
komprehensif. Pasien juga harus diberikan edukasi bahwa pemakaian soft lens yang
salah berkaitan dengan berbagai penyakit mata.10
Lensa kontak untuk astigmatisme yaitu soft toric dan RGP (Rigid Gas
Permeable). Keduanya dapat menetralisasi astigmatisme pada permukaan kornea
sehingga meridional anisekonia yang dihasilkan dua kekuatan yang berbeda dapat
dihindari. Meridional anisekonia adalah pembesaran gambar retina yang tidak sama
di berbagai meridian.Soft lens digunakan pada kelainan sferis dan astigmatisme
regular, sedangkan hard lens dapat digunakan pada kelainan sferis,astigmatisme
regular, dan beberapa kasus astigmatisme irregular.
2. Terapi Operatif
Terapi operatif pada astigmatisme terdiri dari laser in situ keratomileusis (LASIK) dan
photorefractive keratotomy (PRK). Saat ini prosedur LASIK lebih banyak dilakukan
karena kurang menyebabkan nyeri dan rehabilitasi visual lebih cepat. Meskipun begitu,
PRK masih menjadi opsi pada kasus tertentu, seperti mata dengan kornea yang tipis atau
pupil yang besar dan kornea yang terlalu datar atau curam.16, 17

2.13 Komplikasi

Astigmatisme yang tidak ditatalaksana pada orang dewasa dapat menyebabkan


ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat, dan terkadang sakit kepala. Pada anak-
anak, terapi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya ambliopia.18

2.14 Prognosis

Tingkat astigmatisme yang tinggi pada bayi dan balita sering terjadi, namun pada
kebanyakan kasus, kornea merata dan astigmatisme semakin berkurang pada masa kanak-
kanak. Bagaimanapun, penting untuk mendeteksi kondisi astigmatisme tinggi yang
menetap untuk menentukan koreksi dan mengurangi risiko ambliopia.19
Pada pasien dewasa dengan astigmatisme regular, tingkat astigmatisme biasanya stabil
dan ketajaman visual dapat dicapai dengan koreksi refraksi. Astigmatisme iregular sering
disebabkan keratokonus.19 Keratokonus sering pada awalnya mengenai satu mata dan
mengenai mata lainnya setelah beberapa tahun. Akibatnya, mata yang terkena pertama
cenderung mengalami distorsi kornea yang lebih berat. Memprediksi tingkat perkembangan
pasien secara individual sulit dilakukan. Beberapa pasien mengalami periode bolak-balik,
progresifitas cepat dan stabilisasi. Satu studi besar pada pasien keratokonus, > 20% pasien
memerlukan transplantasi kornea rata-rata 8,8 tahun setelah
diagnosis.20
DAFTAR PUSTAKA

1. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,

Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.

2. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell

Publishing, 2003; 20-26.

3. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &

Asbury‟s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ke tiga.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

5. Wijaya N. IlmuPenyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta : Abaditegal. 1993.

6. Riordan P. Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam : Vaugan dan Asbury

Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC.2009.

7. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam: Advances

in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 – 190.

8. Sidharta, Ilyas. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman: 81 –

83.

9. Kaimbo,W..Astigmatism-Definition,Classification, Diagnosis,And Non Surgical

Treatment. Department of Opthalmologi University of Kinshasa. DR Kongo. Available

from:www.intechopen.com

10. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th

Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.

11. Anonym. 2011. Clinical Optics. American Academy of Ophthalmology: Singapore. P.121-

129
13. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.

Optom Vis Sci 86(6): 634-639.

14. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on

Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010;

24(6):325-330
15. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,

Thieme, p. 127-136, 2000.

16. Kaimbo DKW. (2012). Astigmatism-definition, etiology, classification, diagnosis and

non-surgical treatment. In:Astigmatism-optics, physiology and management. Goggin M

(Ed). Croatia:InTech. Pp 59-73.

17. American Academy of Ophtalmology. (2014). Clinical Optics. Section 3. Italy: American

Academy of Ophtalmology. Pp 93-236.

18. Levin LA, Nilsson SFE, Wu SM, Hoeve JV. (2011). Adler‟s physiology of the eye. 11 th

ed. China: Elsevier Inc. P 79.

19. Read SA, Collins MJ, Carney LG. (2007). A review of astigmatism and its possible

genesis. Clin Exp Optom 90:5-19.

20. Epocrates. (2017). Astigmatism prognosis. Available at:

https://online.epocrates.com/diseases/76251/Astigmatism/Prognosis. Cited 17 Sep 2018.

Anda mungkin juga menyukai