PENDAHULUAN
irreversibel dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu
berasal. Sel-sel tesebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran darah.
Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada
(abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah
perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan
dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti
infiltrasi sel neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan
jaringan lain oleh. Pada tahun 2006 perkiraan jumlah kasus baru leukemia mieloid
keganasan, tidak dapat diobati, mulai dari yang progresif cepat hingga progresif
lambat. Berdasarkan hal tersebut, leukemia mieloid dibagi menjadi akut dan
kronis. 2
1
Insiden leukemia mieloid akut (AML) adalah + 3,7 per 100.000 orang per
tahun, dan kejadian yang disesuaikan menurut umur lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita (4.6 versus 3.0). Insiden AML meningkat sesuai umur,
yaitu 1,9 pada individu <65 tahun dan 18,6 pada mereka yang berusia >65.
Sebuah peningkatan yang signifikan pada insiden AML telah terjadi selama 10
tahun terakhir. Etiologinya meliputi hereditas, radiasi dan paparan pekerjaan serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
seri mieloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara
2
cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum
tahun 1960 pengobatan LMA terutam bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun
yang lalu pengobatan penyakit ini berkembang secara cepat dan dewasa ini
pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik,
kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi
suportif yang lebih baik seperti antibiotik generasi baru dan transfusi komponen
B. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun
demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya
menjadi faktor prediposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa
radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari
orang-orang yang selamat bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek
leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun
pengeboman. Faktor lain yang diketahui sebagai predisposisi untuk LMA adalah
3
hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7.
Selain itu pada beberapa pasien sindrom genetik seperti sindrom bloom dan
anemia Fanconi juga diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi
Faktor lain yang dapat memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan
kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah
multipel, kanker payudara, kanker ovarium, dan kanker testis. Jenis terapi yang
paling sering memicu timbulnya LMA adalah golongan alkylating agent dan
topoisomerase II inhibitor. 3
C. EPIDEMIOLOGI
Acute myeloid leukaemia (AML), yaitu leukemia yang terjadi pada seri
lain). Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh
kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada
anak (15%). 3
D. KLASIFIKASI
4
Klasifikasi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termasuk
Perbedaan utama antara klasifikasi WHO dan FAB terletak pada diagnosis AML,
pada pada FAB 30% MDS. WHO mengklasifikasikan AML dengan 20-30% blast
dapat mendapatkan terapi untuk MDS (seperti desitabin atau 5-azacitidin), dimana
5
E. PATOGENESIS
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast
lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termausk infeksi oportunis dari flora
normal bakteri yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang
terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem
6
Gambar. Hematopoiesis
dengan AML, jenis kelainan kromosom sering memiliki makna prognostik. Pada
diferensiasi myeloid. Klinis tanda dan gejala hasil AML dari kenyataan bahwa,
mengganggu perkembangan sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Hal ini
proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat
Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang berat
7
rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunitis dari for a normal yang ada di
dalama tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga punya
lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan system saraf pusat serta merusak
Myeloblast
Myeloblast terkadang lebih kecil dan mirip dengan ukuran sel myeloid matang.
Promyelocyte
Promyelocyte berbentuk bulat atau oval, ukuran sel sedikit lebih besar dari
dari 3 : 1 hingga 5 : 1. Inti berbentuk bulat atau oval dan memiliki kromatin halus
Monoblast
berbentuk bulat atau oval dan terdapat kromatin halus dan nukleoli. Gambar 2(d)
Promonocyte
8
Promonocyte mempunyai ukuran 15 sampai 20 μm dengan rasio nukleus
dengan sitoplasma berada diantara monoblast dan monocyte. Inti berbetuk seperti
F. MANIFESTASI KLINIK
leukemia. 2
anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi
merupakan gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah,
mudah lebam) terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan nyeri tulang,
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan
telah disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau
perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali
pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini pling sering dijumpai pada
kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan
9
daerah peri rektl, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100
aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukositosis sangat bervariasi,
G. PEMERIKSAAN FISIK
dapat terjadi pada monositik AML disertai leukositosis atau trobositopenia yang
parah. Perdarahan retinal ditemukan pada 15% pasien. Infiltrasi leukemik blast
pada gingival, kulit, jaringan lunak atau meningen saat diagnosis merupakan
H. HEMATOLOGI
terlepas dari temuan hematologi, splenomegali atau durasi dari gejala. Anemia
10
menurunkan jumlah retikulosit dan sel darah merah (SDM) yang beredar pada
timbulnya anemia. 2
pasien didapatkan hitung leukosit < 5000/ SL dan >100.000/ SL. Kurang dari 5%
tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi,
nukleus tajam, kromatinnya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang
menandakan sel immature. Granula rod-shaped abnormal disebu auer rods tidak
selalu ada, namun jika ada hamper selalu merupakan mieloid yang diturunkan.
Gambar: Morfologi sel AML. A. Populasi sel myeloblas dengan kromatin imatur,
11
sitoplasma prominen yang didominasi granula. D. Pewarnaan peroksidase
menunjukkan warna biru gelap yang merupakan karakteristik granula pada AML.2
abnormal platelet dapat diobservasi, termasuk besar dan bentuk yang aneh dengan
adesi (menempel) secara normal antara yang satu dengan yang lain. 2
I. DIAGNOSIS BANDING
leukemia akut dan anemia aplastik. Apabila ditemukan “Auer body” maka
Apabila tidak ditemukan Auer body maka harus dikerjakan reaksi peroksidase
ptechiae. Tentu adanya riwayat penyakit jantung, splenomegali yang lebih besar
dan tidak adanya kelainan pada gusi dapat membedakan kedua keadaan ini.7,8
J. PENATALAKSANAAN
12
Perbaiki keadaan umum yaitu : anemia diberikan tranfusi darah dengan
PCR (Packed red cell) atau darah lengkap. Trombositopeni yang mengancam
diatasi dengan transfusi konsetrat trombosit. Apa bila ada infeksi diberikan
antibiotika yang adekuat. Terapi spesifik seperti terapi leukemia pada umumnya
1-5. Dilanjutkan dengan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam/hari 1-7. Untuk pasien usia
di atas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3 hari dan Ara C 5
dan hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir minggu ketiga. Apabila
tidak terjadi remisi atau remisi hanya bersifat parsiil maka terapi harus diganti
Apabila terjadi remisi lengkap (klinis dan hematologis) maka dimulai tahap
konsolidasi. Pada tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm 2 hari 1-2 dan Ara C
Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan
sebagai obat kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien.3
13
14
II. LIMFADENOPATI
A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI
• Generalisata, yaitu limfadenopati pada dua atau lebih regio anatomi yang
berbeda.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer,
sekitar 3/4 penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya
C. ETIOLOGI
servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang
15
umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium
keganasan.11
D. DIAGNOSIS
Anamnesis
meningkat seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode
neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening
servikal, inguinal, dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati
• Pajanan
Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak dengan penderita
anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan
metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit.
16
Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak
meningkat pada kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker
Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat
Pemeriksaan Fisik
17
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfadenopati
karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan
disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati
yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan
1cm, tetapi beberapa literatur menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari
0,5cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal yang
abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213 penderita dewasa, tidak ada
ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38%
penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah
catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). 7 Tidak ada
ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan
ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
18
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
leher. 13
a. Laboratorium :
19
(LDH), asam urat, kadar kalsium dan fosfat, untuk melihat tanda
keganasan.
- Serologi (toxoplasma, EBV, CMV, HIV,dll)
- Tes mantoux jika dicurigai adanya infeksi tuberculosis.
b. Rontgen Thoraks
Foto rontgen dilakukan apabila dicurigai adanya kelainan di paru seperti
e. Biopsi
Fine Needle Aspiration (FNA) dilakukan untuk menentukan histologi
kelenjar limfe. Pemeriksaan ini cukup akurat karena memiliki angka sensitifitas
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB.
Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan
20
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan
Apabila penyebab dari limfadenopati colli ini adalah akibat dari metastasis
DAFTAR PUSTAKA
hill, 2008.
3. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata
K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen
21
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,
2006.
4. ES Jaffe et al: World Health Organization Classification of Tumours.
Pathologists.
7. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-
2005
8. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Penerbit
Physician; 2002:66:2103-10.
12. Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am
22