PENDAHULUAN
1
atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine
(Copazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), dan risperidone (Risperdal).
Selain itu obat-obat neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM
juga, obat-obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), dan
lithium.5
Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena
komplikasi dari keadaan ini adalah kematian.5 Kematian yang disebabkan oleh SNM
mencapai 21%.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
DSM V mendefinisikan sebagai gangguan rigiditas obat berat, peningkatan
temperatur, dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia,
perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma, mustisme, tekanan darah
meningkat atau tidak stabil, peningkatan creatine phophokinase (CPK) yang berkaitan
dengan penggunaan pengobatan neuroleptik.
Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya dipakai
untuk terapi kondisi psikiatri dan non-psikiatri, seperti skizofrenia, gangguan afek mayor
(gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena demensia, nausea,
disfungsi usus, dan penyakit Parkinsosn.
Sindrom ini menyebabkan disfungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom adalah
sistem saraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas tubuh yang tidak dikendalikan secara
sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah, pencernaan, berkeringat, suhu tubuh, dan
kesadaran juga berpengaruh.
2.2 Etiologi
1. Semua kelas anti-psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi
rendah, neuroleptik potensi tinggi, dan anti-psikotik atipikal. SNM sering pada pasien
dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine.
2. Penggunaan dosis tinggi anti-psikotik (terutama neuroleptik potensi tinggi), anti-
psikotik aksi cepat dengan dosis dinaikkan dan penggunaan anti-psikotik injeksi long
acting.
3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptik yang tidak
konsisten dan penggunaan obat psikotik lainnya, terutama lithium dan juga terapi
kejang listrik.
3
3. Pasien dengan riwayat episode SNM sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko
rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan
penggunaan anti-psikotik. Apabila pasien diberikan anti-psikotik dalam 2 minggu
episod SNM, 63% akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya
30%.
4. Sindrom otak organik, gangguan mnetal dan skizofrenia, penggunaan lithium,
riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur.
5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik
dinaikkan dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi.
2.4 Patofisiologi
Sesuai dengan istilahnya, SNM berkaitan dengan pemberian pengobatan neuroleptik.
Mekanisme pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa
defisiensi dopamin atau blokade dopamin yang menyebabkan SNM. Pengurangan aktivitas
dopamin di area otak (hipothalamus, sistem nigrostriatal, traktus kortikolimbik) dapat
menerangkan terjadinya gejala klinis SNM.4
Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan set
point sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan ketidak stabilan otonom.2 Di
sistem nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kotikolimbik dapat
menyebabkan perubahan kesadaran.4 Perubahan status mental disebabkan karena blokade
reseptor dopamin di sistem nigrostriatal dan mesokortikal.8
4
dapat mencerminkan agistasi psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkontinensia, dan
delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat kesadaran.2
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Rigiditas dan hipertensipada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis.
Kerusakan oto dan nekrosis ini dapat menyebabkan :
1. Peningkatan kadar creatin kinase (CK) darah mencapai 2.000-15.000 U/L. Penngkatan
kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM.4
2. Peningkatan aminotransferase (aspartate aminotransferase/AST, alanine
aminotransferase/ALT, dan lactate dehydrogenase/LDH).2
3. Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15.000-30.000 x 103/mm3),
trombositosis dan dehidrasi. Proses serebrospinal dapat meningkat. Konsentrasi serum
besi dapat menurun.2
2.7 Diagnosis9
Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu kriteria
berasal dari DSM V. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas otot, dengan
satu atau lebih tanda-tanda penting, seperti ketidak stabilan otonom, perubahan sensorik,
peningkatan kadar CK, dan myoglobinuria.
Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis banding pada
pasien demam dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis SNM ditegakkan, semua
kemungkinan penyebab kenaikan suhu harus disingkirkan dan demam harus disertai gejala
klinis lain, seperti rigiditas otot, perubahan status mental, dan ketidak stabilan otonom.
Kriteria diagnosis menurut DSM V (Diagnostic and Statistical of Mental Disorders)
Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2
Kriteria A
1. Rigiditas otot
2. Demam
Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme
5
7. Takikardi
8. Tekanan darah meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot
Kriteria C
Tidak ada penyebab lain (misal : encephalitis virus)
Kriteria D
Tidak ada gangguan mental
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari demam
harus disingkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan unutk membedakan SNM dengan
encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi. SNM harus dibedakan dari sindrom
yang disebabkan oleh pengobatan lain, seperti sindrom seroronin dan hipertermi maligna.
6
Manajemen jalan nafas : intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri.
Manajemen sirkulasi : monitoring janutng, resusitasi cairan, hemodinamik.
Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik.
Screening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thoraks, analisis
cairan serebrospinal, kultur urin dan darah.8
2. Terapi Farmakologik4
Terapi farmakologik masih dalam peerdebatan. Agonis dopamin seperti
bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati SNM
berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi
rigiditas otot, metabolisme, dan peningkatan panas. Beberapa ahli melaporkan
bahwa agonis dopamin, clantralene, maupun kombinasi keduanya dapat mengurangi
mortalitas atau memperpendek durasi sakit. Peneliti lain melaporkan tidak ada
manfaat dan setelah diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan
gejala karena pemakaian obat-obat tersebut.
Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa
kasus. Penelitian Francis et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam penanganan
SNM dengan mengurangi durasi menjadi 2-3 hari.
2.10 Komplikasi8
Komplikasi dari sindrom neuroleptik maligna banyak. Komplikasi yang paling umum
adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus-menerus dan akhirnya terjadi
kerusakan otot.
Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, udem pulmo,
sindrom distress respirasi, sepsis, disaminated intavascular coagulation, seizure, infark
miokardial.
Menghindari anti-psikoik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak
terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti-psikotik karena menderita
gangguan psikiatri berat atau persisten, kemungkinan relaps tinggi jika anti-psikotik
dihentikan.
2.11 Prognosis2
1. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot
yang menjadi rhabdomiolisis.
7
2. Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi
berhubungan dengan jeda waktu antara SNM dan dimulainya kembali pengobatan
anti-psikotik.
2.12 Pencegahan6
Pencegahan merupakan bagian penting dalam mengatur kondisi heterogen ini. Dosis
terendah neuroleptik dianjurkan, dengan memonitor onset efek samping ekstrapiramidal.
Deteksi awal dan memberikan terapi untuk mengeliminasi efek samping ekstrapiramidal,
terutama rigiditas otot dapat mencegah perkembangan lebih lanjut SNM dan komplikasinya.
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan
diagnosis keperawatan. Proses pengkajian meliputi : pengumpulan data secara sistematis,
ferifikasi data, orgnisasi data, interpretasi data, pendokumentasian data.
1. IDENTITAS KLIEN
Identitas ditulis lengkap seperti nama, usia, dalam tahun, Jenis kelamin (L untuk
Laki-laki dan P untuk perempuan dengan mencoret salah satu), Nomor Rekam Medik,
dan diagnosa medisnya. Hal ini bisa dilihat pada rekam medik.
9
Selalu bawa senjata
lihat apakah dia bawa senjata atau tidk.
2) BEHAVIOUR (perilaku)
Motorik : apakah agresif,gelisah, mondar-mandir, pasif
Pergerakan abnormal: apakah ada tremor, dyskinesia, ataksia
Respon pada situasi tertentu: apakah mencederai diri sendiri, ketakutan,
kooperatif.
3) KOGNITIF
Orientasi pasien
Mengecek keadaan pasien dalam berorientasi pada orang, waktu, serta tempat
meliputi baik tidaknya
Interaksi selama wawancara
Melihat respon pasien kooperatif atau tidak dalam berkomunikasi atau
mungkin bermusuhan, agresif secara lisan, curiga, tidak ada kontak mata,
defensif, serta mudah tersinggung.
Memory
Untuk mengecek memory pasien baik atau tidak
Kemampuan membuat keputusan
Bagaimana pasien bisa mengmbil keputusan atau tidak
4) SPEECH (pembicaraan)
Kecepatan dinilai dari cara berbicara cepat, lambat, sedang, atau tidak bisa di
Sela
Nada pembicaraan marah, keras, diam, berbisik atau sedang
Kualitas pembicaraan baik berupa membentak, menggerutu, membisu, pasif,
bahkan komunikatif
5) THOUGHT (pola pikir)
Proses pikir
Non realistik, Autistik , Dereistik , Asosiasi longgar
Isi Pikir :
Paranoid , Waham, Pikiran bunuh diri ,Pikiran tentang pembunuhan , Pikiran
rendah diri
6) AFFECT
Cek kondisi apakah Cemas , Murung, Labil
7) MOOD (Suasana Hati)
Marah, Depresi , Cemas/ketakutan
8) PERSEPTIONS (Persepsi)
Halusinasi .............., Mengikuti halusinasi / Menolak Halusinasi
Ilusi: Depersonalisasi, derealisasi, gangguan somtosensorik pada reaksi
konversi
10
5.PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2) Tanda-tanda vital: Meliputi tensi, suhu, nadi, respirasi.
3) Pemeriksaan fisik
a) Status generalis
Keadaan umum : -
Kesadaran : -
TD :-
Nadi :-
Pernapasan:-
Suhu :-
Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek
kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek kornea
(+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
THT : rhinorea (-), otorhea (-)
Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah, jejas atau benjolan di leher (-)
Thoraks : Cor :
11
tambahan : wheezing (-), ronki (+) Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing(-),ronki(+)
Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrik (-)
Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
b) Status psikiatrikus
Tingkah Laku : wajar, pasien sadar
Perasaan Hati : Baik
Orientasi : Baik
Kecerdasan : Tidak dapat dinilai
Daya Ingat : Tidak dapat dinilai
c) Status Neurologis
a. Sikap Tubuh : Lurus dan simetris
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada
d) Nervus Kranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Lubang hidung
Kanan Kiri
Daya Pembau N N
Daya Penglihatan N N
Pengenalan Warna N N
Lapang pandang N N
Ptosis - -
12
Gerak Mata Ke Atas + +
Reflek Cahaya + +
Langsung
Reflek Cahaya + +
Konsesuil
Reflek Akomodasi + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
Mengigit N N
Membuka Mulut N N
Sensibilitas Muka N N
13
Reflek Kornea + +
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
Kedipan Mata N N
Lipatan Nasolabial N N
Sudut Mulut N N
Mengerutkan Dahi N N
Mengerutkan Alis N N
Menutup Mata N N
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Mendengar Suara N N
Berbisik
14
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX Keterangan
(GLOSSOFARINGEUS)
Reflek Muntah N
Sengau -
Tersedak -
N. X (VAGUS) keterangan
Bersuara N
Menelan N
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala N
Sikap Bahu N
Mengangkat Bahu N
15
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah N
Artikulasi N
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah N
Fasikulasi lidah -
*N = Normal
e) Fungsi Motorik
Kanan Kiri
Gerakan B/B B/B
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus EU/EU EU/EU
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock + -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
16
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
f) Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Rasa nyeri Normal Normal
Rasa raba Normal Normal
Rasa suhu Normal Normal
Propioseptif
Rasa gerak dan sikap Normal Normal
Rasa getar Normal Normal
Diskriminatif
Rasa gramestesia Normal Normal
Rasa barognosia Normal Normal
Rasa topognosia Normal Normal
g) Pemeriksaan Rangsang
Meningeal
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Pemeriksaan Brudzinski :
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
17
Fungsi Vegetatif : BAK lancar menggunakan selang kateter.
3.3 INTERVENSI
Perencanaan tindakan keprawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi
perawat dalam melakukan intervensi yg tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keprawatan pada diagnose :
Intervensi Rasional
Berikan Berikan aktivitas ringan yang Klien dapat meningkatkan kemampuan
dapat dikerjakan klien. yang dimilikinya walaupun terbatas.
Libatkan klien dalam pengaturan jadwal Membantu pemenuhan kebutuhan.
harian dan memilih aktivitas yang
diinginkan.
Kolaborasi pemberian obat Dopamino- Anti kolinergik dapat menghambat
antikolinergik dan Pramipexole aktivitas di ganglia basal sehingga
aktivitas kolinergik yang berlebihan dapat
dihambat. Pramipexole digunakan untuk
mengurangi gejala dari Parkinson seperti
tremor, kekakuan dan gerak yang lambat
18
1) 2 ) Hipertermi berhubungan dengan akral hangat atau panas,takikardia,dan nafas cepat
Kriteria Hasil :
Rencana keperawatan
INTERVENSI RASIONAL
Observasi keadaan umum pasien Mengetahui perkembangan keadaan umum
dari pasien
3.4 IMPLEMENTASI
19
3.5 EVALUASI
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dengan adanya pembahasan tentang makalah saya yang singkat ini mudah-mudahan
dapat bermanfaat bagi saya pribadi dan pihak yang membaca nya. Yang baik datangnya dari
Allah Swt, dan yang buruk datangnya dari saya. Dan saya sadar bahwa makalah saya ini jauh
dari kata sempurna ,masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi saya harapkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W.F. 2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University. Page
180.
2. Sholevar, DP., 2002. Neuroleptic Malignant Syndrome. http://www.emedicine.com
3. Khan, N.A. 2011. Atypical Neuroleptic Malignant Syndrome : Reversible
Encephalopathy. http://www.docstoc.com/docs/79675578/Programme-P2T-10 (19-
12-2011)
4. Khaldarov, V. 2000. Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant
Syndrome. Hospital Physician.
5. Benzer, Theodore. 2005. Neuroleptic Malignant Syndrome.
http://www.emedicine.com
6. Kaplan H., Sadock B. 2005. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Pp : 532-67.
7. Hal, RCW., Chopman, M. 2006. Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly :
Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment.
Clinical Geriatry Vol 14 No.5. John Hopkins Medicine.
8. Bottoni, T. 2002. Neuroleptic Malignant Syndrome : A Brief Review.
http://www.turner-white.com
9. Nicholson, D., Chiu, W. 2004. Neuroleptic Malignant Syndrome. Geriatric August
2004 Vol 59 No.8.
10. Maslim, R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Pp : 5-9.
22