Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of
reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada
perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dan sebagainya sedemikian berat sehingga perilaku
penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat
dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang
gila.1
Efek samping obat anti-psikotik sangat penting untuk kita ketahui, mengingat
penggunaan obat ini kemungkinan diberikan dalam jangka panjang. Efek samping dapat
berupa :
 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolonergik/parasimpatolitik : mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meningkat, gangguan irama jantung).
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor,
bradikinesia, rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorrhea, gynecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
 Sindrom neuroleptik maligna.
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti-psikotik.2 Karakteristik dari SNM adalah
hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom, dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan
mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio, pulmo, dan ginjal.3
Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan anti-psikotik,
khususnya neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT (Randomized Control Trial) didapatkan
insiden SNM mencapai 0,12% pada pasien dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian
retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14%.2 Sedangkan di Amerika SNM
dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien.4 Meskipun neuroleptik (haloperidol,
fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM, semua obat anti-psikotik, tipikal maupun

1
atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine
(Copazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), dan risperidone (Risperdal).
Selain itu obat-obat neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM
juga, obat-obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), dan
lithium.5
Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena
komplikasi dari keadaan ini adalah kematian.5 Kematian yang disebabkan oleh SNM
mencapai 21%.4

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaiamana konsep kegawatdaruratan Psikiatri Sindroma Neuroleptik Maligna ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindroma Neuroleptik Maligna
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaiamana konsep kegawatdaruratan Psikiatri Sindroma
Neuroleptik Maligna
2. Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Sindroma Neuroleptik Maligna

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
DSM V mendefinisikan sebagai gangguan rigiditas obat berat, peningkatan
temperatur, dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia,
perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma, mustisme, tekanan darah
meningkat atau tidak stabil, peningkatan creatine phophokinase (CPK) yang berkaitan
dengan penggunaan pengobatan neuroleptik.
Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya dipakai
untuk terapi kondisi psikiatri dan non-psikiatri, seperti skizofrenia, gangguan afek mayor
(gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena demensia, nausea,
disfungsi usus, dan penyakit Parkinsosn.
Sindrom ini menyebabkan disfungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom adalah
sistem saraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas tubuh yang tidak dikendalikan secara
sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah, pencernaan, berkeringat, suhu tubuh, dan
kesadaran juga berpengaruh.

2.2 Etiologi
1. Semua kelas anti-psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi
rendah, neuroleptik potensi tinggi, dan anti-psikotik atipikal. SNM sering pada pasien
dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine.
2. Penggunaan dosis tinggi anti-psikotik (terutama neuroleptik potensi tinggi), anti-
psikotik aksi cepat dengan dosis dinaikkan dan penggunaan anti-psikotik injeksi long
acting.
3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptik yang tidak
konsisten dan penggunaan obat psikotik lainnya, terutama lithium dan juga terapi
kejang listrik.

2.3 Faktor Risiko


1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM adalah
kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan, dan malnutrisi.
2. Faktor genetik. Terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM dapat
terjadi pada kembar identik.

3
3. Pasien dengan riwayat episode SNM sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko
rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan
penggunaan anti-psikotik. Apabila pasien diberikan anti-psikotik dalam 2 minggu
episod SNM, 63% akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya
30%.
4. Sindrom otak organik, gangguan mnetal dan skizofrenia, penggunaan lithium,
riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur.
5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik
dinaikkan dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi.

2.4 Patofisiologi
Sesuai dengan istilahnya, SNM berkaitan dengan pemberian pengobatan neuroleptik.
Mekanisme pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa
defisiensi dopamin atau blokade dopamin yang menyebabkan SNM. Pengurangan aktivitas
dopamin di area otak (hipothalamus, sistem nigrostriatal, traktus kortikolimbik) dapat
menerangkan terjadinya gejala klinis SNM.4
Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan set
point sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan ketidak stabilan otonom.2 Di
sistem nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kotikolimbik dapat
menyebabkan perubahan kesadaran.4 Perubahan status mental disebabkan karena blokade
reseptor dopamin di sistem nigrostriatal dan mesokortikal.8

2.5 Gambaran Klinis


Sindrom neuroleptik maligna merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak tergantung
pada kadar awal obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis utnggal
neuroleptik (phenotiazine, thioxantene, atau neuroleptik atipikal), biasanya berkembang
dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian
besar berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan
dosis (biasanya karena peningkatan). (Hal dan Chopman, 2006). SNM dapat menunjukkan
gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat.8
Gejala disregulasin otonom mencakup demam, diaphoresis, takipnea, takikardi, dan
tekanan darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia,
tremor pada waktu tidur, distonia, dan diskinesia. Tremor dan aktivits motorik berlebihan

4
dapat mencerminkan agistasi psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkontinensia, dan
delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat kesadaran.2
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Rigiditas dan hipertensipada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis.
Kerusakan oto dan nekrosis ini dapat menyebabkan :
1. Peningkatan kadar creatin kinase (CK) darah mencapai 2.000-15.000 U/L. Penngkatan
kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM.4
2. Peningkatan aminotransferase (aspartate aminotransferase/AST, alanine
aminotransferase/ALT, dan lactate dehydrogenase/LDH).2
3. Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15.000-30.000 x 103/mm3),
trombositosis dan dehidrasi. Proses serebrospinal dapat meningkat. Konsentrasi serum
besi dapat menurun.2
2.7 Diagnosis9
Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu kriteria
berasal dari DSM V. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas otot, dengan
satu atau lebih tanda-tanda penting, seperti ketidak stabilan otonom, perubahan sensorik,
peningkatan kadar CK, dan myoglobinuria.
Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis banding pada
pasien demam dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis SNM ditegakkan, semua
kemungkinan penyebab kenaikan suhu harus disingkirkan dan demam harus disertai gejala
klinis lain, seperti rigiditas otot, perubahan status mental, dan ketidak stabilan otonom.
Kriteria diagnosis menurut DSM V (Diagnostic and Statistical of Mental Disorders)
Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2
Kriteria A
1. Rigiditas otot
2. Demam

Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme

5
7. Takikardi
8. Tekanan darah meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot
Kriteria C
Tidak ada penyebab lain (misal : encephalitis virus)
Kriteria D
Tidak ada gangguan mental
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari demam
harus disingkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan unutk membedakan SNM dengan
encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi. SNM harus dibedakan dari sindrom
yang disebabkan oleh pengobatan lain, seperti sindrom seroronin dan hipertermi maligna.

2.8 Diagnosis Banding


1. Heat stroke
Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hiepertermi dan hipotensi.
2. Letal kataton
Letal kataton terjadi pada orang skizofrenia atau episode manik. Neuroleptik dapat
memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dengan letal kataton
sulit, meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat pasien tidak
meminum neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan agitasi pada prodromal
sedangkan SNM dimulai dengan rigiditas.
3. Sindrom serotonin
Sindrom serotonin sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan menggali
riwayat pengobatan dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak adanya
rigiditas berat.
2.9 Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif2
Penatalaksanaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti-psikotik
dan terapi suportif. Pada sebagian kasus, gejala akan mereda dalam 1-2 minggu.
SNM yang dipercepat dengan depot injeksi anti-psikotik long action dapat bertahan
selama sebulan.
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan
memlihara fungsi organ, yaitu :

6
 Manajemen jalan nafas : intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri.
 Manajemen sirkulasi : monitoring janutng, resusitasi cairan, hemodinamik.
 Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik.
 Screening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thoraks, analisis
cairan serebrospinal, kultur urin dan darah.8
2. Terapi Farmakologik4
Terapi farmakologik masih dalam peerdebatan. Agonis dopamin seperti
bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati SNM
berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi
rigiditas otot, metabolisme, dan peningkatan panas. Beberapa ahli melaporkan
bahwa agonis dopamin, clantralene, maupun kombinasi keduanya dapat mengurangi
mortalitas atau memperpendek durasi sakit. Peneliti lain melaporkan tidak ada
manfaat dan setelah diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan
gejala karena pemakaian obat-obat tersebut.
Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa
kasus. Penelitian Francis et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam penanganan
SNM dengan mengurangi durasi menjadi 2-3 hari.

2.10 Komplikasi8
Komplikasi dari sindrom neuroleptik maligna banyak. Komplikasi yang paling umum
adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus-menerus dan akhirnya terjadi
kerusakan otot.
Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, udem pulmo,
sindrom distress respirasi, sepsis, disaminated intavascular coagulation, seizure, infark
miokardial.
Menghindari anti-psikoik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak
terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti-psikotik karena menderita
gangguan psikiatri berat atau persisten, kemungkinan relaps tinggi jika anti-psikotik
dihentikan.
2.11 Prognosis2
1. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot
yang menjadi rhabdomiolisis.

7
2. Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi
berhubungan dengan jeda waktu antara SNM dan dimulainya kembali pengobatan
anti-psikotik.
2.12 Pencegahan6
Pencegahan merupakan bagian penting dalam mengatur kondisi heterogen ini. Dosis
terendah neuroleptik dianjurkan, dengan memonitor onset efek samping ekstrapiramidal.
Deteksi awal dan memberikan terapi untuk mengeliminasi efek samping ekstrapiramidal,
terutama rigiditas otot dapat mencegah perkembangan lebih lanjut SNM dan komplikasinya.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan
diagnosis keperawatan. Proses pengkajian meliputi : pengumpulan data secara sistematis,
ferifikasi data, orgnisasi data, interpretasi data, pendokumentasian data.

1. IDENTITAS KLIEN
Identitas ditulis lengkap seperti nama, usia, dalam tahun, Jenis kelamin (L untuk
Laki-laki dan P untuk perempuan dengan mencoret salah satu), Nomor Rekam Medik,
dan diagnosa medisnya. Hal ini bisa dilihat pada rekam medik.

2. KEADAAN WAKTU DATANG:


Pada pasien Sindroma Neuroleptik Maligna biasanya datang dengan gangguan
kesadaran dan dengan sikap tubuh yang tegap tampak kaku.

3. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN


1) Keluhan Utama
Keluhan utama pasien dengan sindroma neuroleptik maligna mengeluh
mengalami kekakuan otot serta gangguan kesadaran.
2) Riwayat Penyakit :
Berisi daftar penyakit fisik dan psikologis dari pasien. Baik berupa penyakit
yang dialami maupun pengobatan yang pernah dilakukan.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keperawatan keluarga biasanya berisi daftar penyakit yang dimiliki
oleh keluarga nya. Bisa berupa penyakit psikosis, hipertensi,-stroke, diabetes melitus
maupun penyakit keturunan.

4. ANAMNESA STATUS MENTAL


1) APPEARANCE (Penampilan)
 Postur
Lihat pada keadaan pasien pada saat datang apakah bungkuk, tegak atau lain-lain
 Kerapian
Perhatikan keadaan rambut pasien, rambut terlihat kusut atau berhias tidak sesuai
serta apakah personal hygiene kurang ataukah keadannya rapi
 Cara Berpakaian
Dilihat dari keadaan pasien dalam cara menggunakan aksessoris sesuai tau tidak
kotor atau tidak
 Tanda penggunan obat atau alcohol
Adakah Kemerahan pada wajah atau tidak, Pupil dilatasi/ midriasis , serta adakah
riwayat penggunaan alkohol dan NAPZA atau tidak

9
 Selalu bawa senjata
lihat apakah dia bawa senjata atau tidk.

2) BEHAVIOUR (perilaku)
 Motorik : apakah agresif,gelisah, mondar-mandir, pasif
 Pergerakan abnormal: apakah ada tremor, dyskinesia, ataksia
 Respon pada situasi tertentu: apakah mencederai diri sendiri, ketakutan,
kooperatif.
3) KOGNITIF
 Orientasi pasien
Mengecek keadaan pasien dalam berorientasi pada orang, waktu, serta tempat
meliputi baik tidaknya
 Interaksi selama wawancara
Melihat respon pasien kooperatif atau tidak dalam berkomunikasi atau
mungkin bermusuhan, agresif secara lisan, curiga, tidak ada kontak mata,
defensif, serta mudah tersinggung.
 Memory
Untuk mengecek memory pasien baik atau tidak
 Kemampuan membuat keputusan
Bagaimana pasien bisa mengmbil keputusan atau tidak
4) SPEECH (pembicaraan)
 Kecepatan dinilai dari cara berbicara cepat, lambat, sedang, atau tidak bisa di
Sela
 Nada pembicaraan marah, keras, diam, berbisik atau sedang
 Kualitas pembicaraan baik berupa membentak, menggerutu, membisu, pasif,
bahkan komunikatif
5) THOUGHT (pola pikir)
 Proses pikir
Non realistik, Autistik , Dereistik , Asosiasi longgar
 Isi Pikir :
Paranoid , Waham, Pikiran bunuh diri ,Pikiran tentang pembunuhan , Pikiran
rendah diri
6) AFFECT
Cek kondisi apakah Cemas , Murung, Labil
7) MOOD (Suasana Hati)
Marah, Depresi , Cemas/ketakutan
8) PERSEPTIONS (Persepsi)
 Halusinasi .............., Mengikuti halusinasi / Menolak Halusinasi
 Ilusi: Depersonalisasi, derealisasi, gangguan somtosensorik pada reaksi
konversi

10
5.PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2) Tanda-tanda vital: Meliputi tensi, suhu, nadi, respirasi.
3) Pemeriksaan fisik
a) Status generalis
 Keadaan umum : -
 Kesadaran : -
 TD :-
 Nadi :-
 Pernapasan:-
 Suhu :-
 Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
 Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek
kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek kornea
(+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
 THT : rhinorea (-), otorhea (-)
 Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
 Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah, jejas atau benjolan di leher (-)

 Thoraks : Cor :

1) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


2) Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5
linea midclavikula sinistra,
3) Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra


Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula sinistra
4) Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo

Depan Dextra Sinistra

I:Simetris, retraksi dinding dada (-) I:Simetris, retraksi dinding dada


Pal :vocal fremitus kanan = kiri (-)
Pal :vocal fremitus kanan = kiri
Per: sonor
Per: Sonor
Aus: suara dasar vesikuler, suara

11
tambahan : wheezing (-), ronki (+) Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing(-),ronki(+)

Belakang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

 Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrik (-)
 Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
b) Status psikiatrikus
 Tingkah Laku : wajar, pasien sadar
 Perasaan Hati : Baik
 Orientasi : Baik
 Kecerdasan : Tidak dapat dinilai
 Daya Ingat : Tidak dapat dinilai
c) Status Neurologis
a. Sikap Tubuh : Lurus dan simetris
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada

d) Nervus Kranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Lubang hidung
Kanan Kiri

Daya Pembau N N

N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri

Daya Penglihatan N N

Pengenalan Warna N N

Lapang pandang N N

N.III Mata Kanan Mata Kiri


(OKULOMOTORIS)

Ptosis - -

12
Gerak Mata Ke Atas + +

Gerak Mata Ke Bawah + +

Gerak Mata Ke Media + +

Ukuran Pupil 3mm 3mm

Bentuk Pupil Isokor Isokor

Reflek Cahaya + +
Langsung

Reflek Cahaya + +
Konsesuil

Reflek Akomodasi + +

Strabismus Divergen - -

Diplopia - -

N.IV Mata Kanan Mata Kiri


(TROKHLEARIS)

Gerak Mata Lateral + +


Bawah

Strabismus Konvergen - -

Diplopia - -

N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri

Mengigit N N

Membuka Mulut N N

Sensibilitas Muka N N

13
Reflek Kornea + +

N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bebas ke segala Bebas ke segala arah


arah

Starbismus Konvergen - -

Diplopia - -

N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri

Kedipan Mata N N

Lipatan Nasolabial N N

Sudut Mulut N N

Mengerutkan Dahi N N

Mengerutkan Alis N N

Menutup Mata N N

Meringis Simetris Simetris

Tik Fasial - -

Lakrimasi - -

Daya Kecap 2/3 Depan N N

N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri

Mendengar Suara N N
Berbisik

Mendengar Detik Arloji N N

14
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.IX Keterangan
(GLOSSOFARINGEUS)

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang N

Reflek Muntah N

Sengau -

Tersedak -

N. X (VAGUS) keterangan

Arkus faring Simetris

Bersuara N

Menelan N

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala N

Sikap Bahu N

Mengangkat Bahu N

Trofi Otot Bahu N

15
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah N

Artikulasi N

Tremor lidah -

Menjulurkan lidah N

Trofi otot lidah -

Fasikulasi lidah -

*N = Normal

e) Fungsi Motorik
Kanan Kiri
Gerakan B/B B/B
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus EU/EU EU/EU

Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal

Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock + -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

16
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -

f) Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Rasa nyeri Normal Normal
Rasa raba Normal Normal
Rasa suhu Normal Normal
Propioseptif
Rasa gerak dan sikap Normal Normal
Rasa getar Normal Normal
Diskriminatif
Rasa gramestesia Normal Normal
Rasa barognosia Normal Normal
Rasa topognosia Normal Normal

g) Pemeriksaan Rangsang
Meningeal
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Pemeriksaan Brudzinski :
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -

h) Pemeriksaan Vegetatif dan Fungsi Luhur


Fungsi Luhur : afasia tidak ada dan memori buruk

17
Fungsi Vegetatif : BAK lancar menggunakan selang kateter.

3.2 DIAAGNOSA KEPERAWATAN


1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rigiditas
2) Hipertermi berhubungan dengan akral hangat atau panas,takikardia,dan nafas cepat

3.3 INTERVENSI
Perencanaan tindakan keprawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi
perawat dalam melakukan intervensi yg tepat.

Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keprawatan pada diagnose :

1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rigiditas


Tujuan : tidak terjadi gangguan mobilisasi.
Kriteria hasil :
1. Aktivitas berjalan normal (dapat memegang benda, memakai pakaian sendiri,
dapat berjalan sendiri)
2. Tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan.

Intervensi Rasional
Berikan Berikan aktivitas ringan yang Klien dapat meningkatkan kemampuan
dapat dikerjakan klien. yang dimilikinya walaupun terbatas.
Libatkan klien dalam pengaturan jadwal Membantu pemenuhan kebutuhan.
harian dan memilih aktivitas yang
diinginkan.
Kolaborasi pemberian obat Dopamino- Anti kolinergik dapat menghambat
antikolinergik dan Pramipexole aktivitas di ganglia basal sehingga
aktivitas kolinergik yang berlebihan dapat
dihambat. Pramipexole digunakan untuk
mengurangi gejala dari Parkinson seperti
tremor, kekakuan dan gerak yang lambat

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Membantu pencapaian mobilisasi yang


optimal.

Anjurkan keluarga untuk turut Tetap ada perawatan untuk mencapai


membantu program latihan di rumah. mobilisasi optimal saat di rumah.

Pantau TTV Mengetahui tanda-tanda tremor misalnya


takikardi

Evaluasi kekuatan otot klien Mengetahui tingkat keparahan tremor

18
1) 2 ) Hipertermi berhubungan dengan akral hangat atau panas,takikardia,dan nafas cepat

Tujuan : Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah hipertermi


teratasi

Kriteria Hasil :

- Menunjukkan penurunan suhu tubuh


- Akral pasien tidak teraba hangat/panas
- Pasien tampak tidak lemas
- Mukosa bibir lembab

Rencana keperawatan

INTERVENSI RASIONAL
Observasi keadaan umum pasien Mengetahui perkembangan keadaan umum
dari pasien

Observasi tanda-tanda vital Mengetahui perubahan tanda-tanda vital


pasien
Anjurkan pasien untuk banyak minum Mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu
panas
Anjurkan pasien untuk banyak istirahat Meminimalisir produksi panas yang
diproduksi oleh tubuh

Anjurkan pasien untuk memakai pakaian Membantu mempermudah penguapan


yang tipis panas

Beri kompres hangat di beberapa bagian Mempercepat dalam penurunan produksi


panas
Beri Health Education ke pasien dan Meningkatkan pengetahuan dan
keluarganya mengenai pengertian, pemahaman dari pasien dan keluarganya
penanganan, dan terapi yang diberikan
tentang penyakitnya
Kolaborasi/delegatif dalam pemberian obat Membantu dalam penurunan panas
sesuai indikasi, contohnya: paracetamol

3.4 IMPLEMENTASI

Merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan melaksanaan


berbagi strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah diberikan. Proses
implementasi meliputi :

1. Mengkaji kembali pasien


2. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan
3. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
4. Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan
5. Mendokumentasikan tindakan keperawatan (Kozier,2011)

19
3.5 EVALUASI

Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya


dalam perencanaan,membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas
proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,perencanaan dan pelaksanaan. (
Mubarak,dkk.,2011)

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yangdikeluhkan secara subjektif oleh keluargaa


setelah diberikan implementasi keperawatan .
O: Keadan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan
yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

DSM V mendefinisikan sebagai gangguan rigiditas obat berat, peningkatan


temperatur, dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia,
perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma, mustisme, tekanan darah
meningkat atau tidak stabil, peningkatan creatine phophokinase (CPK) yang berkaitan dengan
penggunaan pengobatan neuroleptik. Sindrom ini menyebabkan disfungsi sistem saraf
otonom. Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas
tubuh yang tidak dikendalikan secara sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah,
pencernaan, berkeringat, suhu tubuh, dan kesadaran juga berpengaruh.

4.2 Saran

Dengan adanya pembahasan tentang makalah saya yang singkat ini mudah-mudahan
dapat bermanfaat bagi saya pribadi dan pihak yang membaca nya. Yang baik datangnya dari
Allah Swt, dan yang buruk datangnya dari saya. Dan saya sadar bahwa makalah saya ini jauh
dari kata sempurna ,masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi saya harapkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.F. 2008. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University. Page
180.
2. Sholevar, DP., 2002. Neuroleptic Malignant Syndrome. http://www.emedicine.com
3. Khan, N.A. 2011. Atypical Neuroleptic Malignant Syndrome : Reversible
Encephalopathy. http://www.docstoc.com/docs/79675578/Programme-P2T-10 (19-
12-2011)
4. Khaldarov, V. 2000. Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant
Syndrome. Hospital Physician.
5. Benzer, Theodore. 2005. Neuroleptic Malignant Syndrome.
http://www.emedicine.com
6. Kaplan H., Sadock B. 2005. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Pp : 532-67.
7. Hal, RCW., Chopman, M. 2006. Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly :
Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment.
Clinical Geriatry Vol 14 No.5. John Hopkins Medicine.
8. Bottoni, T. 2002. Neuroleptic Malignant Syndrome : A Brief Review.
http://www.turner-white.com
9. Nicholson, D., Chiu, W. 2004. Neuroleptic Malignant Syndrome. Geriatric August
2004 Vol 59 No.8.
10. Maslim, R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG. Pp : 5-9.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iii Askep Part 1-1
    Bab Iii Askep Part 1-1
    Dokumen22 halaman
    Bab Iii Askep Part 1-1
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen29 halaman
    Bab 1
    NofiindaNofiI
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 & 2
    Bab 1 & 2
    Dokumen26 halaman
    Bab 1 & 2
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen28 halaman
    Bab 1
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-3
    Bab 1-3
    Dokumen79 halaman
    Bab 1-3
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 2 3 Fix
    Bab 1 2 3 Fix
    Dokumen22 halaman
    Bab 1 2 3 Fix
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen27 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Nur Wilia Septiarini
    Belum ada peringkat
  • Isi-1
    Isi-1
    Dokumen14 halaman
    Isi-1
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Bab Iv
    Bab Iii Bab Iv
    Dokumen23 halaman
    Bab Iii Bab Iv
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-3
    Bab 1-3
    Dokumen79 halaman
    Bab 1-3
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen28 halaman
    Bab 1
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen17 halaman
    Bab 3
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Isi 3
    Isi 3
    Dokumen11 halaman
    Isi 3
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen16 halaman
    Bab I
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Analisis Data
    Analisis Data
    Dokumen28 halaman
    Analisis Data
    Murni Nur Hafiani
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen28 halaman
    Bab 1
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen17 halaman
    Bab 3
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen16 halaman
    Bab I
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bismillah Komunitas 2
    Bismillah Komunitas 2
    Dokumen63 halaman
    Bismillah Komunitas 2
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • .
    .
    Dokumen27 halaman
    .
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen16 halaman
    Bab I
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-2
    Bab 1-2
    Dokumen15 halaman
    Bab 1-2
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • .
    .
    Dokumen27 halaman
    .
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • 3.bab I, Ii, Iii PDF
    3.bab I, Ii, Iii PDF
    Dokumen102 halaman
    3.bab I, Ii, Iii PDF
    Sri Sukasih
    Belum ada peringkat
  • Bab 1-2
    Bab 1-2
    Dokumen15 halaman
    Bab 1-2
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii, Iv
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Dokumen46 halaman
    Bab I, Ii, Iii, Iv
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat
  • Isi 7
    Isi 7
    Dokumen40 halaman
    Isi 7
    Imarotul Baroroh
    Belum ada peringkat