Anda di halaman 1dari 7

Nama Peserta : dr.

M Hidayat
Nama Wahana : RSU Cut Meutia Aceh Utara
Topik : Fraktur terbuka 1/3 proksimal femur sinistra grade 3B
Tanggal (kasus) : 12 September 2019
Nama Pasien : Tn. M No. RM :128526
Tanggalpresentasi : - Pendamping: dr.Basli, Sp.S
Tempatpresentasi : -
Obyekpresentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauanpustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang laki-laki, 27 tahun datang dengan keluhan tungkai kiri sulit digerakkan yang
dialami sejak ± 15menit sebelum masuk RS akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai
motor, disambar oleh pengendara motor yang lain kemudian terjatuh dengan paha kanan
membentur tanah.
Riwayat pingsan (-), mual (-), muntah (-)
Tujuan: : Mengetahui Gejala Fraktur Terbuka sekaligus Penanganan awalnya di Instalasi Gawat
Darurat
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Tn. M No. Registrasi: 128526


Nama klinik IGD RSU Cut Meutia Aceh Utara
Data utamauntukbahandiskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis: Tungkai kiri tidak bisa digerakkan yang dialami ± 15 menit
sebelum masuk RS akibat kecelakaan lalu lintas. Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 80/50, Nadi : 50x/menit, Pernapasan: 34x/Menit, Suhu: 36.8 C
2. Riwayat pengobatan : (-)
3. Riwayat keluarga : (-)
4. Riwayat pekerjaan & kebiasaan: Karyawan
5. Lain-lain: (-)
Daftar Pustaka:
a. Solomon, L, Warwick D.L, Nayagam. Femoral shaft fractures. In: Apley’s system of
orthopedic and fractures. 8th editions. 2008. p695-9
b. Koval, Kenneth J, Zuckerman, Joseph D. Femoral shaft. In: Handbook of fractures. 3rd
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p349-53.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Fraktur TerbukaFemur
2. Penanganan awal Pasien dengan Fraktur Terbuka Femur

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. Subyektif:
Tungkai kiri tidak bisa digerakkan yang dialami akibat kecelakaan lalu lintas.
2. Obyektif:
Dari hasil Primary Survey diperoleh :
A : Paten
B : P = 34x/min, tipe torakoabdominal, simetris
C : TD= 80/50mmHg, N = 50x/min regular, kuat angkat.
D : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor kiri Ø2,5 mm,kanan Ø2,5 mm, refleks
cahaya+/+
E : Suhu = 36.80 C (aksiler)
Dari secondary Survey didapatkan :
Regio femur sinistra
I : Deformitas (+), edema (+), luka (+ )ukuran diameter ± 10 cm, kotor,
perdarahan akif (+)
P : Nyeri tekan (+)
ROM : Gerakan aktif dan pasif pada hip joint dan knee joint tidak dapat dinilai
karena nyeri
NVD : Sensibilitasbaik, a. tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba, CRT < 2”
3. Assesment:
PenangananAwal pada pasien ini adalah:
 O2 3-5 liter per menit
 IVFD RL cor 2 fls, dilanjutkan 20 gtt/i
 Imobilisasi dengan spalk
 Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/iv
 Inj. ATS IM
 Kaltrofen supp
 Foto Femur Sinistra AP/Lateral
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total ataupun parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Fraktur diafisis
femur dapat terjadi pada semua umur, biasanya akibat trauma hebat misalnya kecelakaan lalu
lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian, kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan pejalan kaki versus kendaraan, jatuh, dan luka tembak adalah salah satu penyebab
paling umum.
Femur dilindungi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga
dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur untuk bergeser (deforming force).
Fraktur femur yang diikuti oleh perdarahan massif yang selalu dipikirkan sebagai penyebab
syok.
4. Plan:
Diagnosis:
Untuk Menegakkan Diagnosis pada pasien ini diperlukan pemeriksaan
tambahanyaitu:
Foto Rontgen Femur Sinistra proyeksi AP-Lateral.
Pada Pasien ini telah dilakukan pemeriksaan foto rontgen femur AP/Lateral Sinistra
didapat fraktur 1/3 ptoksimal femur dextra.
5. Pengobatan:
Penanganan pada pasien fraktur 4 R :
1. Recognize : mengetahui lokasi dan tipe fraktur yang terjadi.
2. Reduction : mengembalikan allignment fraktur ke posisi normal dengan pemasangan
spalk.
3. Retention : imobilisasi yang bertujuan untuk mempercepat penyembuhan jaringan
lunak.
4. Rehabilitation : mempercepat pengembalian fungsi melalui gerakan aktif dan pasif.
5. Mencegah komplikasi.

Berdasarkan prinsip tersebut mana penanganan fraktur yaitu :


1. Konservatif
a. Traksi kulit, dalam kasus fraktur diafisis femur, traksi kulit dan bebat digunakan di
lapangan dalam situasi yang darurat untuk memberikan kenyamanan bagi pasien dan
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
b. Skeletal traksi, jarang digunakan dalam praktik modern dan biasanya hanya untuk
perawatan sementara atau pengobatan pada anak-anak. Sebuah pin ditempatkan di
femur distal atau tibia proksimal, setelah itu traksi ditempatkan melawan berat badan
pasien sendiri. Skeletal traksi biasanya dikombinasikan dengan salah satu dari banyak
system bebat. Tujuan utama adalah untuk mendapatkan kembali panjang dari kaki
sesuai anatomi. Jika cedera lutut dikaitkan dengan patah tulang, pin harus ditempatkan
dalam femur distal untuk menghindari cedera lebih lanjut. Dalam kasus lainnya, tibia
proksimal adalah lokasi pilihan. Jumlah traksi yang dibutuhkan bervariasi dengan
situasi pasien yang unik.
c. Fiksasi internal, masih menjadi pilihan perawatan untuk cedera tertutup dan kadang
juga terbuka karena tingkat union yang lebih tinggi, komplikasi yang lebih sedikit,
morbiditas lebih rendah, lebih cepat untuk berjalan, waktu perawatan lebih pendek,
dan kontrol alignment tulang yang lebih baik. Namun, dalam beberapa situasi, seperti
ketika peralatan tidak tersedia atau pasien tidak dapat menjalani operasi dalam waktu
dekat, traksi skeletal untuk sementara dapat menjadi pilihan yang bisadi
pertimbangkan.
d. Cast bracing, digunakan sebagai pengobatan selama bertahun-tahun, dan merupakan
pilihan yang tersedia dalam ortopedi modern. Penggunaan cast brace biasanya
dilakukan setelah beberapa jangka waktu traksi. Keuntungannya adalah untuk
mobilitas lebih awal. Brace casting membantu mengurangi beban pada fraktur,
meskipun hanya 10-20%, dan membantu untuk mencegah deformitas. Hanya ada
indikasi relatif saat ini; termasuk fraktur sepertiga distal atau patah tulang kominutif
pada pasien yang tidak dapat dibedah langsung dan sebagai tambahan dukungan untuk
fiksasi internal nonrigid.
e. Spica casting, tidak sering digunakan pada orang dewasa atau remaja dan merupakan
pengobatan pilihan pada anak-anak muda dengan fraktur tertutup batang femur tanpa
komplikasi. Hal ini biasanya dilakukan segera setelah penurunan anak usia 0-2 tahun
dan baik langsung atau setelah 2-3 minggu traksi skeletal pada anak usia 2-10 tahun
jika mereka beratnya kurang dari 3 kg.
Spica casting juga membantu mencegah infeksi, kehilangan darah, dan pembentukan
jaringan parut. Di sisi lain, stabilitas kurang dibandingkan banyak perawatan operasi,
dan perawatan pasien yang berkepanjangan, terutama jika traksi digunakan
sebelumnya, dan mobilitas menjadi terbatas. Kehilangan waktu untuk bekerja pada
usia produktif dapat menyebabkan beban keuangan.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada:
 Fraktur terbuka
 Kegagalan dalam terapi konservatif
 Fraktur tidak stabil
 Adanya nonunion
Metode pengobatan operatif:
 Pemasangan plate dan screw
 Nail intrameduler
 Pemasangan fiksasi eksterna (hanya pada fraktur terbuka).
Prinsip penanganan pada fraktur terbuka
1. Menutup luka dan pemasangan bidai
- menggunakan kasa steril
- bidai melewati dua sendi
2. Pemberian profilaksis dan ATS atau tetagam
- Kombinasi benzl penicillin + cloxacillin
- Dapat ditambahkan antibiotik lain jika kotaminasi berat seperti
metronidazole 4-5 hari
- ATS 1500 IU ( jika pernah mendapatkan vaksin sebelumnya)
- Tetagam ( jika belum pernah mendapatkan vaksin sebelumnya)
3. Debridement segera
- Buang semua jaringan mati dan benda asing sampai benar-benar
bersih untuk mencegah infeksi dan irigasi dengan larutan fisiologis
- Tanda jaringan mati : capacity to bleed, contractility , colour (
merah segar ), consistency ( kenyal)
- Pemberian antibiotik sistemik
4. Wound clossure (sutured)
- Penutupan luka hanya untuk sementara dan pada luka yang kurang
atau tidak terkontaminasi lalu segera rencanakan operasi.
5. Stabilisasi fraktur
- Pada fraktur terbuka grade I dan II dengan luka kecil dan fraktur
stabil dapat menggunakan nail, plat, widely split plaster.
- Pada fraktur terbuka grade III stabilisasi dengan external fiksasi.
6. Peawatan setelah open fracture
- Elevasi anggota gerak yang mengalami fraktur
- Evaluasi sirkulasi sekitar wilayah fraktur
- Lanjutkan pemberian antibiotik
Pendidikan:
Dilakukan kepada pasien dan keluarganya agar membantu proses penyembuhan dan tetap
tenang. Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
Dijelaskan adanya indikasi rawat inap dan konsultasi dengan spesialis Bedah untuk
penanganan lebih lanjut.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Anda mungkin juga menyukai