Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI PENDISTRIBUSIAN BERKAS PERKARA DARI

REGISTRASI HINGGA PENETAPAN HARI SIDANG DI PENGADILAN


AGAMA BANJARNEGARA KELAS 1A

PAPER
Disusun untuk memenuhi tugas penyusunan paper pada program Diklat I PPC
Terpadu Peradilan Agama Angkatan III

Oleh :

AHMAD FARHAN SUBHI


NIP : 199110142017121004
(Peserta Program Diklat I PPC Terpadu
Peradilan Agama Angkatan III)

PUSDIKLAT TEKNIS PERADILAN


BADAN LITBANG DIKLAT HUKUM DAN PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Peradilan Agama sebagai salah satu Pelaksana Kekuasaan Kehakiman harus mampu
memberikan pelayanan hukum yang tersistematis kepada masyarakat pencari keadilan secara
cepat, sederhana dan biaya ringan.1 Adapun sistem pelayanan menurut arti kata adalah satu
kesatuan faktor yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan umum,2 maka
sistem pelayanan hukum dapat diartikan sebagai sistem pelayanan umum terkait dengan
masalah hukum yang bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) telah memberikan ketentuan mengenai
sistem pelayanan perkara khususnya di lingkungan peradilan agama, sebagaimana dituangkan
di dalam Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II),
seperti ketentuan mengenai teknis adminstrasi perkara yang antara lain mencakup penerimaan
perkara, pendaftaran (registrasi), pencatatan perkara, pendistribusian berkas perkara, dan lain
sebagainya, dan juga ketentuan mengenai teknis peradilan.3
Buku II telah mengatur mengenai teknis administrasi perkara yang diantaranya adalah
terkait pendistribusian berkas perkara dari mulai registrasi, pencatatan, hingga penetapan hari
sidang, hal mana pendistribusian berkas perkara tersebut melalui beberapa tahapan
perpindahan berkas perkara atau yang dalam istilah lainnya disebut “dari meja ke meja”, serta
dalam perjalanan pendistribusian berkas perkara tersebut menggunakan instrumen-instrumen,
yakni berupa formulir-formulir yang merupakan produk dari setiap tahapan yang dilalui oleh
berkas perkara.
Seluruh instansi peradilan agama di dalam melakukan pendistribusian berkas perkara
dari mulai pendaftaran atau registrasi hingga penetapan hari sidang mengacu kepada
ketentuan Buku II tersebut, termasuk Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas 1A (PA
Banjarnegara). Namun, dalam hal ini terdapat perbedaan penerapan di PA Banjarnegara, hal
mana pendistribusian berkas perkara tidak secara keseluruhan melalui tahapan perpindahan
berkas dan juga tidak secara keseluruhan pula menggunakan instrumen yang terdiri dari
beberapa macam formulir sebagaimana ketentuan dalam Buku II.

1
Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas I A, Laporan Tahunan Tahun 2017, Desember 2017, hal. 6.
2
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 889.
3
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2014, (Jakarta : Mahkamah
Agung RI, 2014), hal. xix-xxii.
1
BAB II
PERMASALAHAN

Buku II telah mengatur bahwa pendistribusian berkas perkara dari mulai registrasi
hingga penetapan hari sidang melalui beberapa tahapan perpindahan berkas perkara dari meja
ke meja yang dimulai dari meja II, kemudian meja panitera, kemudian meja ketua pengadilan,
dan kemudian meja ketua majelis, serta menggunakan beberapa instrumen formulir, yakni
formulir Penunjukan Majelis Hakim (PMH), Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan
Jurusita Pengganti, Penetapan Hari Sidang (PHS) dan instrumen-instrumen yang diperlukan.
Praktiknya di PA Banjarnegara, dari mulai registrasi hingga PHS tidak ada perpindahan
berkas perkara, dan barulah setelah PHS berkas perkara didistribusikan dari meja pendaftaran
langsung ke meja Panitera Pengganti, dan instrumen formulir yang digunakan hanyalah 1
(satu) buah instrumen formulir, yakni instrumen perkara.
Berdasarkan hal tersebut di atas, secara faktual terdapat permasalahan, yakni ketidak
sesuaian antara ketentuan buku II dengan praktiknya di PA Banjarnegara terkait
pendistribusian berkas perkara dari mulai registrasi hingga penetapan hari sidang, sehingga
permasalahan tersebut melatar belakangi penulis untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk
paper yang berjudul : “Implementasi Pendistribusian Berkas Perkara dari Registrasi
Hingga Penetapan Hari Sidang di Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas 1A”.
Mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni
suatu penelitian yang menggunakan jenis dan analisa data yang bersifat naratif, dalam bentuk
pernyataan-pernyataan yang menggunakan penalaran,4 dan penulis menggunakan pendekatan
analitis (analytical approach), yakni analisis terhadap bahan hukum dengan cara mengetahui
makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-
undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik-praktik dan
keputusan-keputusan hukum.5
Permasalahan di atas penulis rinci dalam sebuah pertanyaan, antara lain :
1. Bagaimanakah ketentuan pendistribusian berkas perkara menurut buku II?
2. Bagaimanakah implementasi pendistribusian berkas perkara di PA Banjarnegara?
3. Apakah faktor yang melatar belakangi implementasi pendistribusian berkas perkara
tersebut?

4
H. Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: t.p, 2010), hlm. 26.
5
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. III, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2007), hlm. 306.
2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Pendistribusian Berkas Perkara Pada Buku II
Pendistribusian berkas perkara, yang dalam hal ini adalah sejak registrasi perkara
sampai kepada Majelis/Hakim guna pembuatan penetapan hari sidang, melalui beberapa
tahapan sebagaimana tertuang dalam Buku II Edisi Revisi tahun 2014 (Buku II) yang
dipadukan dengan Buku Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama (Buku Pola
Bindalmin) serta penjelasan dari beberapa literatur buku, dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Petugas Meja II mencatat perkara dalam Buku Register Induk Gugatan / Permohonan
sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM;6
2. Petugas Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan / permohonan yang telah
terdaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat / Pemohon;7
3. Petugas Meja II memasukkan surat gugatan/permohonan tersebut dalam map berkas
perkara yang telah dilengkapi dengan formulir: Penunjukan Majelis Hakim (PMH),
Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan Jurusita Pengganti, Penetapan Hari Sidang
(PHS) dan instrumen-instrumen yang diperlukan.8 Pada tahap ini disebut sebagai
“penyiapan berkas perkara”,9 yakni berkas perkara disatukan dalam satu map berkas
perkara dengan disertai 4 (empat) buah instrumen formulir atau dapat pula berjumlah
lebih sebagaimana yang telah disebutkan di atas (selanjutnya disebut “berkas perkara”);
4. Petugas Meja II menyerahkan berkas perkara kepada Panitera melalui Wakil Panitera
untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah,10 namun
untuk saat ini di beberapa pengadilan sudah tidak ada lagi jabatan wakil panitera, maka
berkas langsung diserahkan ke panitera;
5. Berkas perkara sebagaimana terdapat pada tahapan-tahapan di atas harus sudah diterima
oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah dalam waktu paling lambat 2 (dua)
hari kerja;11 Dalam hal ini berarti maksimal dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja berkas

6
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia,
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hal. 3.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Sarmin Syukur, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, Cet. I, (Surabaya: Jaudar Press, 2017),
hal. 186.
10
Ibid, hal. 3-4.
11
Ibid, hal. 4.
3
perkara sudah harus pindah meja, yakni dari meja II ke meja panitera, lalu setelah itu ke
meja ketua pengadilan agama;
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan, ketua
pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah menetapkan majelis hakim,12 hal mana dalam hal
ini menggunakan formulir PMH yang telah disiapkan sebelumnya di dalam berkas
perkara oleh Meja II;
7. Poin 5 dan poin 6 ini dapat dipahami bahwa selambat-lambatnya pada hari kedua setelah
surat-surat gugatan/ permohonan diterima di bagian kepaniteraan, panitera harus sudah
menyerahkan kepada ketua pengadilan agama, yang selanjutnya ketua mencatat dalam
buku ekspedisi yang ada padanya dan mempelajarinya. Kemudian ketua menyampaikan
berkas perkara tersebut kepada panitera dengan disertai Penetapan Majelis Hakim (PMH)
yang sudah dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak gugatan/ permohonan
didaftarkan.13 PMH ditandatangani oleh ketua pengadilan dan dibubuhi stempel
pengadilan. Jika ketua berhalangan dapat digantikan oleh wakil ketua. Jika wakil ketua
berhalangan dapat digantikan oleh hakim senior yang ada di pengadilan agama
bersangkutan.14 Selanjutnya penitera menyerahkan berkas perkara yang diterimanya dari
ketua pengadilan kepada Majelis/Hakim yang ditunjuk dalam PMH15;
8. Panitera menunjuk Panitera Pengganti (PP) untuk membantu majelis hakim dalam
menangani perkara, bersamaan dengan penunjukan Jurusita/ Jurusita Pengganti
(JS/JSP),16 hal mana dalam hal ini menggunakan formulir Penunjukan PP dan JS/JSP
yang telah disiapkan sebelumnya di dalam berkas perkara oleh Meja II. Adapun tahap ini
dilakukan oleh panitera sebelum panitera menyerahkan berkas perkara yang diterimanya
dari Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Agama kepada Majelis/Hakim yang bersangkutan,
karena setelah Majelis/Hakim menerima berkas perkara dari Ketua/Wakil Ketua, maka
Ketua Majelis/Hakim harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS)17;

12
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hal. 25.
13
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan
Al-Hikmah, 2000), hal. 25.
14
Ibid, hal. 25.
15
Sarmin Syukur, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, hal. 187.
16
Ibid, hal. 26.
17
Abdul Manan dan Ahmad Kamil, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, Cet. III, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007), hal. 24.
4
9. Ketua majelis setelah mempelajari berkas dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja harus sudah menetapkan hari sidang,18 Adapun berdasarkan PMH, ketua majelis
menentukan hari sidang melalui surat PHS selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah
berkas perkara diterima dari Ketua Pengadilan Agama.19
Berkenaan dengan tahapan tersebut di atas, dapat difahami bahwa sirkulasi
pendistribusian yang dilalui oleh berkas perkara dari mulai registrasi hingga PHS antara lain :
1) Berkas perkara dari Meja II berpidah ke meja Panitera;
2) Lalu dari meja Panitera berpindah ke meja Ketua Pengadilan;
3) Selanjutnya dari meja Ketua Pengadilan kembali berpindah ke meja Panitera, dan
4) Kemudian dari meja Panitera berpindah ke meja Ketua Majelis.

B. Implementasi Pendistribusian Berkas Perkara di PA Banjarnegara


Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) penulis20, implementasi pendistribusian
berkas perkara dari mulai registrasi sampai diteruskan kepada ketua majelis hakim guna
pembuatan PHS di PA Banjarnegara secara praktik berbeda dengan apa yang telah digariskan
oleh Buku II maupun Buku Pola Bindalmin, namun hakikatnya telah memenuhi substansi dari
fungsi perpindahan berkas perkara dan penggunaan beberapa instrumen formulir, hal mana
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perkara baru diterima petugas meja pendaftaran yang merupakan bagian dari meja
pelayanan PTSP, terdiri dari 6 (enam) sampai 7 (tujuh) buah copy surat gugatan/
permohonan disertai fotokopi KTP dan/atau Buku Nikah yang telah dilegalisir;
2. Meja pendaftaran membuat map berkas perkara yang berisi surat gugatan/ permohonan
disertai fotokopi KTP dan/atau Buku Nikah yang telah dilegalisir, kemudian
menyerahkan 1 (satu) rangkap copy surat gugatan/ permohonan kepada petugas pencatat
register (Meja II) untuk dilakukan pencatatan pada buku register induk perkara gugatan/
permohonan;

18
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hal. 26.
19
Sarmin Syukur, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, hal. 187.
20
Penulis melakukan observasi melalui wawancara dengan Bapak M. Hudan Wicaksono, A.Md. selaku
Petugas Meja Pendaftaran sekaligus pelaku pendistribusian berkas perkara ini, pada tanggal 10 Oktober 2018
dan 15 November 2018.

5
3. Petugas Meja II mencatat di dalam Buku Register Induk Gugatan / Permohonan sesuai
dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM dan menginput data perkara tersebut
ke dalam aplikasi Sistem Informasi dan Penelusuran Perkara (SIPP);
4. Bersamaan dengan proses pencatatan register, meja pendaftaran membantu mencetak
surat PMH, penunjukan PP dan JS/JSP, dan 1 (satu) buah instrumen, yakni Instrumen
Perkara Pengadilan Agama Banjarnegara (instrumen perkara) yang memuat checklist
uraian seluruh tahapan administrasi perkara, dengan mencantumkan tanggal yang sama
antara satu dengan lainnya, yakni sesuai tanggal pendaftaran yang penanggalan tersebut
terdokumentasikan di dalam instrumen perkara, hal mana pencetakan semua dokumen
tersebut berdasarkan data yang telah tersedia secara otomatis dan tersusun secara
sistematis dalam Aplikasi Pendukung SIPP (APS) milik PA Banjarnegara;
5. Petugas meja pendaftaran pada hari yang sama mendistribusikan surat-surat yang telah
dicetak tersebut beserta instrumen perkara yang berlampirkan surat gugatan/permohonan,
ke pejabat yang bersangkutan untuk ditanda tangani, yakni PMH ditanda tangani oleh
Ketua Pengadilan, dan penunjukan PP serta JS/JSP ditanda tangani oleh Panitera, disertai
pemberian paraf di kolom validasi pada instrumen perkara sebagai tanda telah selesainya
proses pembuatan surat-surat tersebut, hal mana pendistribusian ini hanya berupa surat-
surat dan instrumen perkara saja tanpa menyertakan map berkas perkara;
6. Petugas meja pendaftaran mengambil surat PHS yang telah dicetak (berdasarkan data
pada APS SIPP) dan ditandatangani oleh ketua majelis, pada hari ditandatanganinya PHS
tersebut (umumnya pada hari yang sama, namun dalam hal ini disesuaikan dengan
kehendak ketua majelis) seraya memberikan tanggal dan paraf pada instrumen perkara;
7. Meja II mengumpulkan surat gugatan/permohonan, legalisir KTP dan buku nikah, surat
PMH, penunjukan PP, penunjukan JS/JSP, PHS, dan instrumen perkara menjadi satu, lalu
memasukkannya ke dalam map berkas perkara;
8. Meja II memindahkan/ menyerahkan map berkas perkara tersebut kepada PP yang
bersangkutan guna penyelenggaraan persidangan;
Difahami bahwa di PA Banjarnegara tidak ada sirkulasi pendistribusian dari mulai
registrasi hingga PHS yang dilalui oleh berkas perkara, karena berkas perkara tidak berpidah
dari meja pendaftaran, melainkan yang berpindah dari meja ke meja hanyalah instrumen
perkara, sehingga di hari yang sama dengan saat registrasi, dokumen PMH, Penunjukan PP &
JS/JSP, dan PHS sudah dapat diterbitkan. Adapun setelah PHS terbit barulah berkas perkara
berpindah dari meja pendaftaran ke meja panitera pengganti;
6
C. Faktor yang Melatar Belakangi Implementasi Pendistribusian Berkas Perkara di PA
Banjarnegara
Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) penulis21, terdapat beberapa faktor yang
melatar belakangi perbedaan antara ketentuan dalam buku II dengan praktiknya di PA
Banjarnegara terkait pendistribusian berkas perkara dari mulai register hingga PHS, antara
lain faktor adanya semangat berinovasi dan berimprovisasi dari seluruh aparatur PA
Banjarnegara guna mewujudkan kinerja yang lebih cepat, efektif, dan efisien. Berdasarkan
semangat ini, tahapan-tahapan yang tertuang dalam buku II dimodifikasi sesuai dengan situasi
dan kondisi PA Banjarnegara saat ini tanpa sedikitpun menghilangkan substansi fungsi dari
setiap tahapan tersebut, yakni fungsi pemeriksaan dan penelaahan berkas perkara, serta fungsi
penetapan dan otentifikasi dokumen dari masing-masing meja pejabat pengadilan.
Banyaknya jumlah perkara di PA Banjarnegara yang berkisar antara 5 (lima) sampai 10
(sepuluh) perkara rutin masuk setiap harinya, maka aparatur PA Banjarnegara melakukan
sebuah inovasi untuk menyederhanakan proses pendistribusian perkara tersebut, dari mulai
sirkulasi perpindahan berkas perkara yang berjumlah 4 (empat) lokasi meja pejabat
pengadilan yang berbeda disederhanakan menjadi tidak ada perpindahan berkas perkara,
melainkan instrumen perkara yang berjalan untuk menjemput produk dokumen dari tiap-tiap
meja, sehingga di hari yang sama dengan saat registrasi, dokumen PMH, Penunjukan PP &
JS/JSP, dan PHS sudah dapat diterbitkan. Selain itu pula, inovasi penyederhanaan proses
pendistribusian perkara tersebut berupa penggunaan 4 (empat) buah instrumen formulir atau
lebih yang disederhanakan menjadi 1 (satu) buah instrumen saja, yakni instrumen perkara.
Inovasi penyederhanaan proses pendistribusian perkara sebagaimana disebutkan di atas
dirasa perlu dan harus, karena apabila tetap menerapkan buku II secara tekstual, maka proses
pendistribusian perkara tersebut akan menjadi sangat lamban, mengingat banyaknya tahapan
yang tidak lagi relevan dengan banyaknya berkas perkara yang masuk, selain itu proses
menjadi tidak efektif dikarenakan akan terjadi penumpukan berkas perkara di setiap
tahapannya, serta menjadi tidak efisien kerena akan memakan waktu dan tenaga yang lebih
banyak untuk menyelesaikan tahapan-tahapan sebagaimana yang telah ditentukan di dalam
Buku II tersebut.

21
Penulis melakukan observasi melalui wawancara dengan Bapak M. Hudan Wicaksono, A.Md. selaku
Petugas Meja Pendaftaran sekaligus pelaku pendistribusian berkas perkara ini, pada tanggal 10 Oktober 2018
dan 15 November 2018.

7
Faktor lain yang melatar belakangi adalah adanya upaya memaksimalkan pemanfaatan
teknologi informasi atau yang sering disebut dengan istilah IT. Pemanfaatan teknologi
informasi ini sejalan dengan amanah dalam Buku II, yakni : “dalam rangka memaksimalkan
pelaksanaan Pola Bindalmin, perlu didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi”.22
PA Banjarnegara merupakan salah satu garda terdepan dalam mempelopori
pemanfaatan dan bahkan pengembangan teknologi informasi di wilayah peradilan, hal mana
terbukti selain memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi dan Penelusuran Perkara (SIPP) dan
Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama (SIADPA), PA Banjarnegara juga
menciptakan dan mengembangkan aplikasi penunjang SIPP dan SIADPA, yakni aplikasi
pendukung SIPP PA Banjarnegara (APS). APS adalah sebuah aplikasi pendukung aplikasi
SIPP berbais website yang diciptakan oleh PA Banjarnegara guna untuk memudahkan kinerja
aparatur PA Banjarnegara sehingga proses pengelolaan perkara menjadi lebih cepat,
terkontrol, efektif, dan efisien, hal mana data base APS ini didapat dari database SIPP dan
SIADPA yang secara sistematis terintegrasi satu sama lain.
Faktor lainnya adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang ada di PA
Banjarnegara, hal mana jika mengacu kepada Buku II, untuk mendistribusikan 1 (satu) berkas
perkara dari meja satu ke meja yang lain saja memerlukan banyak tenaga pegawai dan
tentunya waktu yang cukup lama pula, sedangkan SDM untuk melaksanakan proses tersebut
tidaklah memadai, maka proses pendistribusian perkara ini menjadi sangat perlu untuk
disederhanakan (sebagaimana telah diuraikan sebelumnya di atas), sehingga SDM yang
diperlukan tidak banyak, dan dalam praktiknya cukup membutuhkan 1 (satu) orang petugas
meja pendaftaran saja untuk menyelesaikan proses pendistribusian perkara tersebut. Di
samping itu, dikarenakan kurangnya SDM di PA Banjarnegara ini, maka pemanfaatan
teknologi informasi menjadi sangat penting, karena dapat memudahkan proses pendistribusian
perkara dan menjadikannya lebih cepat dan efisien, selain itu, pemanfaatan teknologi
informasi ini juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam menanggulangi kurangnya SDM
di PA Banjarnegara,23 khususnya SDM untuk menyelesaikan proses pendistribusian perkara
tersebut.

22
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hal. 53.
23
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua PA Banjarnegara, Bpk. Drs. H. Malik Ibrahim, SH, MH., dalam
forum diskusi Tutor, Mentor, dan Mentee PPC Angkatan III PA Banjarnegara, yang diselenggarakan di ruang
rapat PA Banjarnegara pada tanggal 11 Oktober 2018.
8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirkulasi pendistribusian yang dilalui oleh berkas perkara dari mulai registrasi hingga
PHS sebagaimana ketentuan dalam Buku II, antara lain:
1. Berkas perkara dari Meja II berpidah ke meja Panitera untuk dilakukan pemeriksaan, lalu
dari meja Panitera berpindah ke meja Ketua Pengadilan, hal ini dalam jangka waktu paling
lambat 2 (dua) hari terhitung sejak registrasi;
2. Ketua Pengadilan menyampaikan/ memindahkan berkas perkara ke meja panitera dengan
disertai PMH yang sudah dibuat menggunakan formulir PMH dalam waktu 10 hari sejak
registrasi, lalu berkas perkara di meja Panitera ini digunakan Panitera untuk menunjuk PP
dan JS/JSP menggunakan formulir penunjukan PP dan JS/JSP;
3. Berkas perkara dari meja Panitera berpindah ke meja Ketua Majelis untuk pembuatan PHS
menggunakan formulir PHS.
Implementasi di PA Banjarnegara, tidak ada sirkulasi pendistribusian yang dilalui oleh
berkas perkara dari mulai registrasi hingga PHS, karena berkas perkara tidak berpidah dari
meja pendaftaran, melainkan yang berpindah dari meja ke meja hanyalah satu-satunya
instrumen, yakni instrumen perkara. Adapun setelah PHS terbit barulah berkas perkara
berpindah dari meja pendaftaran ke meja panitera pengganti.
Beberapa faktor yang melatar belakangi praktik pendistribusian berkas perkara di PA
banjarnegara seperti di atas adalah :
1. Adanya semangat berinovasi guna mewujudkan kinerja yang lebih cepat, efektif, dan
efisien, sehingga tahapan pendistribusian berkas perkara sebagaimana dalam buku II
dimodifikasi (disederhanakan) sesuai dengan situasi dan kondisi tanpa sedikitpun
menghilangkan substansi fungsi dari setiap tahapan tersebut;
2. Adanya upaya untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, yakni melalui
SIPP, SIADPA, dan APS milik PA Banjarnegara; dan
3. Kurangnya SDM di PA Banjarnegara, sehingga proses pendistribusian perkara dalam Buku
II ini menjadi sangat perlu untuk disederhanakan, serta pemanfaatan teknologi informasi
juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam menanggulangi kurangnya SDM untuk
menyelesaikan proses pendistribusian perkara tersebut.

9
B. Saran
Penulis telah menguraikan permasalahan terkait implementasi pendistribusian berkas
perkara dari registrasi hingga penetapan hari sidang di PA Banjarnegara, dan berdasarkan hal
tersebut penulis menyampaikan beberapa saran atau ide antara lain :
1. Inovasi dan improvisasi yang dilakukan oleh aparatur PA Banjarnegara ini hendaknya
menjadi acuan dan percontohan bagi pengadilan lainnya, baik sesama pengadilan agama
maupun pengadilan negeri, pengadilan TUN, dan pengadilan militer, baik tingkat pertama
maupun tingkat banding, karena dengan adanya inovasi dan improvisasi tersebut, maka
kinerja aparatur pengadilan (khususnya di bidang keperkaraan) menjadi lebih cepat,
efektif, dan efisien;
2. Kaitannya dengan konteks saat ini, kiranya Mahkamah Agung RI dapat melakukan revisi
terhadap Buku II, seperti menyederhanakan prosedur administrasi perkara yang notabene
masih dikerjakan secara manual dengan waktu yang lama, dan bila perlu menggantinya
dengan fungsi teknologi yang lebih cepat, praktis, dan akurat;
3. Kurangnya SDM mungkin telah dirasakan oleh hampir seluruh pengadilan, tidak hanya PA
Banjarnegara saja, maka terkait hal tersebut, selain diharapkannya langkah Mahkamah
Agung RI dalam mempercepat proses penambahan pegawai melalui mekanisme
rekrutmen, juga diharapkan kesadaran dari masing-masing aparatur pengadilan untuk
selalu berinovasi dan berimprovisasi guna mengatasi kurangnya SDM tersebut, hal mana
inovasi dan improvisasi tersebut harus didukung dan ditunjang dari segi tenaga maupun
finansial oleh pimpinan pengadilan setempat atau pimpinan tingkat banding dan bahkan
pimpinan tingkat pusat.

10
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan dan Ahmad Kamil, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan
Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama, Cet. III, Jakarta : Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung
Republik Indonesia, 2007.
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. III, Malang:
Bayumedia Publishing, 2007.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta:
Yayasan Al-Hikmah, 2000.
Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas I A, Laporan Tahunan Tahun 2017, Desember 2017.
Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Sopyan, H. Yayan, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: t.p, 2010.
Syukur, Sarmin, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, Cet. I, Surabaya: Jaudar Press,
2017.
Tim Revisi Buku II Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi
Revisi 2014, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2014.
Materi arahan yang disampaikan oleh Ketua PA Banjarnegara, Bpk. Drs. H. Malik Ibrahim,
SH, MH., dalam forum diskusi Tutor, Mentor, dan Mentee PPC Angkatan III PA
Banjarnegara, yang diselenggarakan di ruang rapat PA Banjarnegara pada tanggal 11
Oktober 2018.
Wawancara penulis dengan Bapak M. Hudan Wicaksono, A.Md. selaku Petugas Meja
Pendaftaran sekaligus pelaku pendistribusian berkas perkara ini, pada tanggal 10 Oktober
2018 dan 15 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai