Anda di halaman 1dari 94

Corporate Tax Planning 2018

TAX PLANNING
untuk

PERUSAHAAN
“The only way to get your windows cleaned these days is
to give the man cash and not ask if he is reporting it to the revenue.”
( Sir Lawrence Airey British Tax Official, 1926 - )

1|Page
Corporate Tax Planning 2018

KATA PEMBUKA

Perencanaan pajak ibarat naik mobil di Jakarta, dari Ciputat mau ke Senen, atau
Gambir, tanpa lewat three-in-one atau nomor plat seri ganjil genap. Jika kita belum tahu
betul gang-gang tikus kota Jakarta maka kita akan sampai di tujuan selama 4 atau 5 jam.
Jangan bicara tax planning jika kita belum kenal aturan-aturan dalam SE, KMK, PER, PP,
dsb.
Modul ini dibuat khusus untuk mahasiswa Magister Akuntansi & PPAK Universitas
Indonesia saja dan S1 UI Depok. Cuma ada beberapa buku yang menerbitkan buku Tax
Planning dan Penulis ingin menambah satu lagi saja supaya jadi rame. Tax Planning untuk
Perusahaan ini dibuat agar sekiranya alumni Maksi UI dapat mempraktekan ilmu tax
planning-nya didalam mengelola keuangan perusahaan secara effektif dan effisien.
Pajak bukan hal yang utama didalam pertimbangan investasi dalam perusahaan,
tapi tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak sangat memainkan peranan didalam setiap
managerial decision dan sekaligus managerial action. Oleh sebab itu, sangat perlu
dipahami kiranya bahwa perpajakan itu penting dan sangat mempengaruhi cash flow
dalam setiap keputusan management. Semoga Modul ini dapat memberi manfaat bagi
mahasiswa UI, sehingga nantinya diharapkan akan lahir banyak jawara-jawara di republik
ini dari UI Salemba dan Depok.

Jakarta, 24 Nopember 2017

Indrayagus Slamet

2|Page
Corporate Tax Planning 2018
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan
A. Tujuan Perusahaan
B. Pengertian tax planning, tax avoidance dan tax evasion
C. Tax planning dan tax avoidance menurut perpajakan indonesia
D. Tekhnik-tekhnik dilakukannya tax planning
E. Strategi dan aspek lain dalam melakukan Tax Planning

Bab II Tax planning PPh Badan secara Umum


1. Pemilihan bentuk badan usaha
2. Pilihan metode penyusutan
3. Konsep Metode Gross Up
4. Pengertian Biaya Tunjangan dan Biaya Ditanggung Perusahaan
5. Konsep biaya natura dan kenikmatan
a. Perumahan dinas, mess, dan mess transit karyawan
b. Keperluan pemegang saham
c. Pengeluaran pengeluaran kenikmatan di daerah
terpencil
d. Pemilihan kendaraan perusahaan
e. Biaya kendaraan antar jemput
6. Perolehan Asset melalui bantuan Perusahaan Pembiayaan
a. Perbedaan Sewa biasa atau capital lease atau beli
b. Keputusan beli atau capital lease
7. Pemilihan kendaraan
8. Pembukuan perusahaan yang dikenakan PPh final dan non final
9. Pengurangan pph pasal 25
10. Pemberian Saham kepada karyawan atau uang saja

Bab III Tax planning atas Revaluasi Aktiva Tetap

Bab IV Tax planning atas pinjaman


A. Pinjaman antar related party (hubungan istimewa)
B. Pinjaman dari Bank Independen
C. Pinjaman kepada Karyawan dan Direksi
D. Penjualan murah kepada karyawan
E. Pinjaman dengan bunga rendah kepada karyawan
F. Pembebanan biaya bunga pinjaman untuk investasi dalam bentuk
Deposito

Bab V Tax planning atas MERGER

Bab VI Tax planning PPN


A. Pemilihan Perhitungan PPN untuk pengusaha kecil
B. Penanganan Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan
C. Restitusi PPN atau Kompensasi

Bab VII Pengantar International Tax Planning

3|Page
Corporate Tax Planning 2018

BAB I PENDAHULUAN

A. Tujuan Perusahaan (Business Purpose)


Berdirinya suatu perusahaan pasti memiliki tujuan. Tujuan didirikannya suatu
perusahaan secara umum adalah menciptakan laba. Sebagaimana dikatakan oleh David
Besanko, David Dranov, Mark Shenly, dan Scott Schaefer1 dalam bukunya Economic of
Strategy (2004:3) :” This is understandable, since profit is the fundamental motive for
bussiness activity, and, in the past few years at least, has proven to be rather elusive”.
Maksud kalimat tersebut adalah bahwa tujuan utama didirikannya perusahaan adalah
memperoleh profit (laba usaha).
Hal senada dikatakan juga oleh Michael R. Baye dalam bukunya Managerial
economics and Business Strategy (2003:5), yang mengatakan bahwa “ The Overall goal of
firms is to maximize profit or the firm’s value”2 yang dalam bahasa sederhananya adalah
bahwa tujuan keseluruhan atau tujuan akhir dari perusahaan adalah memaksimalkan profit
yang nantinya akan membentuk nilai perusanaan.

B. Tax Planning, Tax Avoidance dan Tax Evasion


Beberapa penulis buku perpajakan Indonesia yang diantaranya adalah Erly Suandy
dan Muhamad Zain memberikan beberapa pengertian tentang tax planning, tax avoidance,
dan tax evasion. Pengertian Tax Planning menurut Crumbley D Larry, Friedman Jack P.,
dan Anders Susan sebagaimana dikutip oleh Erly Suandy, adalah bahwa : “ Tax planning is
the systematic analyses of deferring tax options aimed at the minimization of tax liability in
current and future tax periods.”3
Definisi tax planning menurut Muhammad Zain adalah bahwa tax planning adalah
“suatu proses yang mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tersebut, untuk kemudian diolah sedemikian rupa sehingga
ditemukan suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat
teoritis tersebut.”4 Dari beberapa pendapat tersebut, penulis berpendapat bahwa tax
planning adalah usaha-usaha untuk meminimalkan pembayaran pajak dengan
memanfaatkan aturan-atuan yang ada. Untuk melihat hubungan konsep antara tax
planning dengan tax avoidance, Erly Suandy mengatakan bahwa tax avoidance adalah
rekayasa tax affairs yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan5.

Dalam konteks tax avoidance, Choong Kwai Fatt menulis bahwa : The Director
General would clamp down the tax avoidance scheme if he or she is of the opinion that the
scheme has no commercial substance and is complicated with arbitrary steps inserted to
take advantage of fiscal benefit.”6 Menurut pemahaman Penulis atas kalimat-kalimat
tersebut, definisi tax avoidance yang diberikan oleh Choong Kwai Fatt ini sama artinya
dengan tax planning sepanjang tax avoidance tersebut nyatanya memang tidak

1 David Besanko, et.al. Economic of Strategy, (New York, John Wiley & Son. Inc, 2004), hal. 3
2 Michael R. Baye. Managerial economics and Business Strategy, (New York, Mc Graw Hill, 2003), hal.5
3 Erly Suandy. Perencanaan Pajak. (Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2003), hal 7.
4 Mohammad Zain. Manajemen Perpajakan. (Jakarta, penerbit Salemba Empat, 2005), hal.54.
5 Erly Suandy. Ibid, hal 8.
6 Choong Kwai Fatt. Ibid, hal. 41

4|Page
Corporate Tax Planning 2018
bertentangan dengan undang-undang dan masih merupakan genuine structure, bukan
artificial structure (transaksi yang dibuat-buat), dan memiliki economic substance 7.
Menurut Carlos A Silvani dalam artikelnya “Improving Tax Compliance”
mendefinisikan tax avoidance sebagai : “ The behavior of those taxpayers who take
advantage of legal loopholes in order to underreport their taxes”8. Maksudnya adalah
bahwa wajib pajak mencari kelemahan undang-undang (dan peraturan dibawahnya) agar
melaporkan pajaknya sebisa mungkin menjadi rendah. Sehubungan dengan tax evasion,
menurut Michael J. Mc Intyre dalam tax glossary mendefinisikan Tax Evasion sebagai
berikut:
“The reduction of tax by illegal means, usually involving fraudulent nondisclosure or
willful deceit.”9
Maksudnya adalah bahwa tax evasion adalah suatu tindakan melawan hukum, melalui
penipuan dan kesengajaan. Dalam bahasa sederhananya adalah bahwa perbedaan tax
avoidance dengan tax evasion terdapat pada tindakannya, apakah masih sesuai dengan
aturan hukum atau melawan hukum. Tax Avoidance tidak melawan hukum tapi sudah
diluar maksud dari undang-undang (outside the scope of particular tax legislation ),
sedangkan Tax Evasion adalah tindakan yang sudah melawan hukum dengan secara
sengaja menyembunyikan fakta atau mengabaikan hutang pajaknya. Menurut bahasa
penulis,maksudnya adalah bahwa wajib pajak akan memilih cara yang paling memberikan
banyak penghematan pajak tanpa melawan hukum, dan hal yang paling mendasar dari tax
avoidance adalah ‘motive’ atau niatnya. Mengenai tax evasion, selanjutnya Vanistendael
memberikan pengertian tersebut yaitu:
“ An offence against the tax law that is punishable by criminal sanctions. It consists of
clear violations of the tax law, such as fabricating false accounts or other false
documents, keeping parallel accounts, not reporting income, or smuglingg or
dissimulating goods or assets.” 10
Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa tax evasion adalah perbuatan melawan hukum
dengan cara melakukan penipuan dokumen, penyembunyian fakta, atau menghilangkan
barang bukti, yang dapat dikenakan sanksi pidana, bukan sanksi administrasi.

C. Tax Planning dan Tax Avoidance menurut Perpajakan Indonesia

Tax Planning dan Tax Avoidance menurut perpajakan Indonesia masih belum bisa
dibedakan, karena aturan untuk membedakan tax planning dengan tax avoidance belum
ada. Menurut penulis, hal yang dilarang dalam UU perpajakan adalah hal-hal yang diatur
dalam Pasal 38 dan 39 UU KUP.

7 Dalam tulisannya, Choong Kwai Fatt sering menuliskan kata-kata “commercially justifiable” yang menurut penulis
artinya “memiliki substansi ekonomi dan berhubungan langsung dengan usaha”, sehingga apabila ada transaksi
yang tidak commercially justifiable, maka tindakan tax avoidance itu akan digolongkan kedalam Section 140 of The Income
Tax Act of Malaysia. Section 140 ini adalah pasal yang mengatur khusus tentang General Anti Avoidance Rule
(GAAR), suatu pasal untuk menangkal tax avoidance dimana tax payer menciptakan suatu transaksi yang tujuan
utamanya adalah semata-mata untuk menghindari pajak tanpa memiliki substansi ekonomi. Hal ini akan dibahas
dalam Bab IV penulisan ini.
8 Richard M. Bird & Milka Casanegra De Jantscher (editor). Improving Tax Administration in Developing Countries. (

IMF, 1992), hal. 290


9 Michael J. Mc Intyre & Brian J Arnold. International Tax Primer.( Den Haag, Kluwer Law International, 2000), hal.

1167
10 Diambil dari artikel Frans Vanistendael dalam buku Greame S. Cooper.ed. Ibid., hal. 131

5|Page
Corporate Tax Planning 2018
Inti dari pasal 38 dan 39 UU KUP adalah tax evasion, bukan tax avoidance. Artinya,
UU PPh Indonesia dan ketentuan pajak dibawahnya tidak memberikan definisi Tax
Planning, Tax Mitigation, Acceptable and Unacceptable Tax Avoidance, Aggressive Tax
Avoidance atau Tax Evasion. Oleh sebab itulah penulis dapat mengatakan bahwa Tax
avoidance ada dua jenis, yaitu acceptable tax avoidance dan unacceptable tax avoidance
dan awal dari perbedaan itu timbul dari motivasi atau Good Faith wajib pajak. Pengertian
Tax Planning, Tax Mitigation, Acceptable and Unacceptable Tax Avoidance, Aggressive Tax
Avoidance dan Tax Evasion terletak pada karakteristiknya. Jika structure yang dilakukan
wajib pajak memenuhi kedua ciri dibawah ini, maka dapat digolongkan menjadi Tax
Planning, Tax Mitigation, dan Acceptable Tax Avoidance. Karakteristik tersebut adalah :
1. Transaksinya memiliki Bona fide purposes (Comercial Business purpose)
2. Masih ‘within the letter of the law’ dan sesuai dengan intention of
Parliament
Sebaliknya, transaksi akan disebut sebagai Unacceptable Tax Avoidance atau Aggressive
Tax Avoidance bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak memiliki tujuan usaha yang baik (No bonafide Business Purposes)
2. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari pajak
3. Adanya transaksi yang direkayasa sedemikian kompleks dalam rangka
menciptakan biaya atau kerugian dan transaksi tersebut tidak akan
dilakukan jika tujuannya bukan untuk menghindari pajak
Sehubungan dengan Tax Evasion, hal ini merupakan Fraud yang meliputi transaksi fiktif,
penipuan, pemalsuan dokumen, penyembunyian fakta, keeping parallel accounts, not
reporting income, atau smuglingg, atau menghancurkan barang bukti dan berakibat pada
sanksi pidana.
Pada umumnya sudah banyak negara-negara lain yang penulis teliti, sudah memiliki
definisi Tax Planning, Unacceptable Tax Avoidance, dan Tax Evasion di dalam undang-
undang PPh negara-negara lain tersebut. Di Indonesia tidak ada. Karena tidak ada definisi-
definisi tersebut, maka sejauh ini seluruh wajib pajak berkesimpulan bahwa tax avoidance,
baik yang acceptable maupun yang unacceptable adalah legal.
Berarti, Scheme yang dilakukan wajib pajak berupa transaksi yang direkayasa
sedemikian kompleks, tanpa substansi ekonomi, dalam rangka menciptakan biaya atau
kerugian adalah legal. Semoga negara kita tercinta ini cepat-cepat memiliki apa yang
namanya General Anti Avoidance Rule (GAAR)11 dalam UU Pajak Penghasilannya, agar
apabila wajib pajak melakukan tax avoidance seperti peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi
di negara-negara lain bisa teratasi dengan tuntas. Amin

11
Dalam bahasa sederhananya adalah bahwa GAAR adalah suatu pasal anti penghindaran pajak dalam UU PPh
yang sifatnya umum, untuk menangkal praktek tax avoidance, bukan tax planning. Oleh sebab itu perlu adanya
ketentuan yang membedakan mana tax avoidance dan mana yang tax palnning. Perbedaan General Anti Avoidance Rule
(GAAR) dengan Specific Anti Avoidance Rule (SAAR), menurut Graeme S Cooper adalah bahwa GAAR dibentuk
untuk menangkal praktek tax avoidance yang mencakup hal-hal yang bersifat umum, sedangkan SAAR juga
digunakan untuk menangkal praktek tax avoidance tapi untuk hal-hal yang bersifat khusus atau tertentu saja.
Menurut penulis, GAAR tetap diperlukan karena didalam pembentukan suatu undang-undang dan ketentuan
dibawahnya tetap saja ada celah-elah yang terlewatkan sehingga membuka peluang bagi wajib pajak utnuk
melakukan tax avoidance yang tidak diatur dalam SAAR.

6|Page
Corporate Tax Planning 2018

BAB II MANAGERIAL TAX PLANNING

1. Pemilihan Bentuk Usaha


Apabila kita mau mendirikan bentuk usaha, maka aspek pajak bukanlah hal utama
yang jadi bahan pertimbangan, tapi walau bagaimanapun aspek pajak harus dilirik juga.
Ada baiknya jika kita memahami dulu tarif PPh Orang Pribadi dan PPh Badan.

Wajib Tarif Pajak Contoh


Pajak
Orang 5% x Rp 50.000.000 DPP=Rp 600 juta maka:
Pribadi 15% x Rp 200.000.000 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
25% x Rp 250.000.000 15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
30% x Rp (sisanya) 25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000
Jumlah Rp 125.000.000

WP Badan LAYER 1: Misal:


(Sales BKP/JKP dibawahRp Sales Rp 4 milliar dan Laba bersih sebelum
4,8 milliar): PPh (DPP) = Rp 500 juta, maka PPh:
-------------------------------
PPh=Laba Bersih x 12,5% PPh = Rp 12,5% x RP 500 juta

Note:
WP Badan juga bukan
PP-46.

WP Badan LAYER 2 : Misal:


(Sales BKP/JKP antara Rp Sales Rp 30 milliar dan Laba bersih sebelum
4,8 milliar< x < Rp 50 PPh (DPP) = Rp 3 milliar, maka:
milliar):
DPP-1= 4,8 M/30 M x Rp 3 M = Rp 480 jt
(Ada 2 Lapisan) DPP-2= Rp 3 M – Rp 480 jt = Rp 2.520 jt
-----------------------------------------------------

PPh-1 = 12,5% x Rp 480 juta = Rp 60 juta


PPh-2 = 25% x Rp 2.520 juta = Rp 630 juta
Jumlah Rp 690 juta

WP Badan LAYER 3: Misal:


(Sales BKP/JKP > Rp 50 Sales Rp 300 milliar dan Laba bersih sebelum
milliar) PPh (DPP) = Rp 30 milliar, maka:
------------------------------
PPh = 25% x DPP PPh = 25% x Rp 30 M = Rp 7.5 milliar

7|Page
Corporate Tax Planning 2018

Berikut adalah berbagai bentuk usaha yang akan didirikan.

Sebagai WP Orang pribadi (Tidak Dibentuk Badan Usaha)

Dikurangi Taxable Income


Penghasilan Neto PTKP Tarif Umum

Income After
Tax (IAT)

PPh terhutang atas Penghasilan neto usaha, baik dengan Norma Perhitugan atau dengan
Pembukuan, akan dikurangi dulu dengan PTKP. Jadi, insentif yang diperoleh dari WP OP
adalah pengurang PTKP. Sayangnya, pada level tertinggi, tarif PPh WP OP adalah 30%,
sedangkan WP Badan adalah 12,5% s/d 25%, tergantung omzet badannya. Menjadi WP
OP dalam hal usaha yang sedang-sedang saja, untuk memelihara hidup, maka akan
menjadi posisi favorite, tapi ketika penghasilan sudah berada di posisi Rp 250 juta, maka
ada baiknya jika diubah menjadi Badan Usaha.

Sebagai Perseroan Terbatas


Jika ingin mendirikan Perseroan Terbatas maka kita harus memangil persero lainnya agar
lebih dari satu orang. Misalkan Tn. A memiliki 99% saham dan sisanya Tn. B.

Alur Perhitungan PPh Badan atas PT

Taxable Income
Penghasilan Neto Tarif Umum

Income After
Tax (IAT)

IAT ini akan dikenai PPh Pasal Final atas Dividennya, yaitu 10% PPh Final jika pemegang
sahamnya adalah wp op. Jika wp badan maka PPh Pasal 23, jika kepemilikannya masih
dibawah 25% dari modal disetor. Keunggulan membentuk PT adalah lebih bermartabat,
lebih bergensi, lebih tinggi namanya dibanding bentuk lain. Namun harus diingat juga
tujuan pembentukannyar, apakah untuk profit motive atau edukasi murni, sosial,
keagamaan, atau apa. Apakah kita harus membentuk PT jika usaha kita adalah mengurus
anak-akan yatim dan Panti Jompo ? Typikal model PT ini ada beberapa keunggulan:

8|Page
Corporate Tax Planning 2018
1. Gaji yang dibayarkan kepada pesero merupakan penghasilan yang terhutang PPh
Pasal 21 dan dapat/boleh mengurangi penghasilan bruto
2. Dividen yang dibagikan merupakan objek PPh (kecuali penyertaan saham 25%
keatas).
3. Pinjaman dari dan kepada Pemegang Saham tanpa bunga dapat dikenakan PP-94
tahun 2010 tentang pengenaan bunga pinjaman secara deemed, sehingga
terhutang PPh pasal 23 atas deemed interest kalau utang tanpa bunga.
4. Owners (pemegang saham) dan Perusahaan adalah terpisah, walaupun pemegang
saham dan direksi kebanyakan berasal dari keluarga dekat atau orang-orang dekat.

Sebagai Commanditer Venootschap (CV), Firma, Persekutuan,


CV adalah badan hukum yang derajatnya dibawah PT dan biasanya masih berskala kecil.
Jika usaha semakin menanjak, maka secara prestise, secara hokum dalam hal pembagian
keuntungan, perolehan sumber dan penggunaan dana, maka harus diganti menjadi bentuk
PT. Perdagagan barang atau jasa kecil dan menegah seperti pedagang eceran, distributor
kecil, kantor Konsultan, pengacara, biasanya masih menggunakan model ini. Typikal model
ini ada beberapa keunikan:
1. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik modal merupakan penghasilan yang bebas
pajak (bukan objek PPh) dan tidak boleh mengurangi penghasilan bruto
2. Dividen yang dibagikan kepada pendirinya merupakan bukan objek PPh,
sehingga atas dividend, gaji dan prive yang diterima pemilik modal sudah bebas
pajak didalam menghitung PPh di SPT Tahunan sebagai wp op.
3. Pinjaman dari dan kepada Pemegang Saham tanpa bunga tidak dapat
dikenakan PP-94 tahun 2010 tentang pengenaan bunga pinjaman secara
deemed, sehingga bebas PPh pasal 23 atas deemed interest.
4. Dividen yang diterima dari Perseroan Terbatas kepada CV, Firma, Kongsi,
Persekutuan tersebut terhutang pajak (berapapun jumlah penyertaannya) dan
harus diperhitungkan lagi didalam pengisian SPT Tahunan Badan-badan itu.

Sebagai YAYASAN
Menurut PER - 44/PJ./2009, untuk memperoleh penghasilan neto, yayasan diperkenankan
mengurangkan :
a. biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau
pemberian jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
biaya yang berhubungan langsung dengan operasional penyelenggaraan yayasan
b. penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
c. subsidi/bea siswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu ataupun biaya
pendidikan siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi
yang sejenis yang tidak bergerak di bidang pendidikan, biaya pelayanan kesehatan
pasien yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis
yang tidak bergerak di bidang pelayanan kesehatan.

Yayasan perlakuannya sama dengan PT atau WP badan lainnya, namum ada beberapa hal
yang sangat prinsip didalam bentuk yayasan:
1. Pembagian keuntungan atau laba setelah pajak tidak terhutang pajak lagi (bebas).

9|Page
Corporate Tax Planning 2018
2. Pembayaran gaji kepada pihak management yang sekaligus merupakan pendiri
yayasan diakui secara pajak (tax deductible) dan menjadi objek PPh pasal 21
3. Dividen yang diterima dari Perseroan Terbatas atas penyertaan yayasan tersebut
terhutang pajak (berapapun jumlah penyertaannya) dan harus diperhitungkan lagi
didalam pengisian SPT Tahunan Badan yayasan.
4. Adanya cadangan dana pembangunan atas laba bersih usaha yang dapat dijadikan
pengurang peredaran bruto usaha, dengan syarat:
a. Cadangan dana itu dicatat dengan benar sehingga dapat dilihat asal sumber
dana dari tahun apa
b. Harus dipakai dalam waktu paling lama 4 tahun
c. Aset Tetap dari dana cadangan tidak boleh disusutkan
d. Harus melampirkan seluruh pembentukan dana itu sebagai lampiran SPT
Tahunan Badan yayasan
e. Apabila dana tidak terpakai maka ditahun ke 5 harus diakui sebagai penghasilan
luar usaha.

Alur Perhitungan PPh secara umum


Dikurangi Taxable Income
Penghasilan Bruto Biaya Fiskal Tarif Umum

Gaji Management yang


Merangkap pemilik modal Income After
Tax (IAT)

Tidak Diperkenankan
Diperkenankan

CV, Firma, Kongsi, PT Dividen


Dan Persekutuan,

BENTUK USAHA JOINT OPERATION/KSO

1. JOINT OPERATION/KSO UNTUK USAHA CONSTRUCTION SERVICE

PENGERTIAN Joint Operation (JO) dalam kaitannya dengan perpajakan di Indonesia tercantum
dalam Surat Dirjen Pajak No. S-123/PJ.42/1989. Ditegaskan dalam surat tersebut bahwa JO adalah
merupakan bentuk kerja sama operasi, yaitu perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung
untuk menyelesaikan suatu proyek. Penggabungan bersifat sementara hingga proyek selesai.

10 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
1.1. Administrative JO (ber-NPWP sendiri dan terpisah)

Tipe JO ini sering juga disebut sebagai Kerja Sama Operasi (KSO) di mana kontrak dengan pihak
pemberi kerja atau Project Owner ditandatangani atas nama JO. Dalam hal ini JO dianggap seolah-
olah merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggungjawab
pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan pada masing-masing anggota JO.
Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja,
biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan
proyek didasarkan pada porsi pekerjaan (scope of works) masing-masing yang disepakati dalam
sebuah Joint Operation Agreement.

Project
Owner

JO

PT PT
A B

1.2. Non-Administrative JO (Sebagai Perwakilan Kontrak)


JO dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi sering disebut sebagai
Konsorsium di mana kontrak dengan pihak Project Owner di buat langsung atas nama masing-
masing perusahaan anggota. Dalam hal ini JO hanya bersifat sebagai alat koordinasi. Tanggung
jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada masing-masing anggota.

11 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

Project
Owner

Joint Operation
PT PT
A B

1.3. Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas JO Konstruksi (PPh Final)

Dalam surat-surat penegasan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak dinyatakan bahwa JO bukan
merupakan Subyek PPh Badan sehingga tidak diwajibkan menyampaikan SPT PPh Badan.

1.4. Aspek PPh - Administrative JO

Meskipun bukan merupakan Subyek PPh Badan, JO wajib memiliki NPWP yang semata-mata
diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban PPN dan Withholding Tax (kewajiban memotong
PPh pasal 21, pasal 23, pasal 26, pasal 4 ayat 2 dan pasal 15). Kewajiban PPh Badan tetap
dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan (perusahaan) yang menjadi
anggota JO tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang diterimanya.

1.4.1. JO tidak boleh dipotong PPh Final oleh Project Owner (tapi a.n Anggota JO)
Projek owner harus memotong PPh final atas nama masing-masing anggota JO atas pengajuan dari
JO/KSO pada saat pembayaran uang muka dan termin atas tahapan penyelesaian pekerjaan
konstruksi. Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 2009, atas penghasilan yang diperoleh dari usaha
jasa konstruksi seluruhnya telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final dengan tarif:
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi kecil
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha

12 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

1.4.2. Apabila Terlanjur Memotong PPh Final atas JO


Agar masing-masing anggota JO dapat memanfaatkan bukti potong PPh Final sebagai bukti
pelunasan pajak terutang, dengan menganalogikan perlakuan pada Surat Edaran Dirjen Pajak
No.SE-44/PJ./1994 yang mengatur mekanisme pemecahan bukti potong PPh pasal 23, maka:

1). Dalam hal Project Owner belum melakukan pembayaran dan / atau pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2), maka JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti potong kepada Project Owner
yang selanjutnya akan membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO.qq. perusahaan
anggota berdasarkan porsi masing-masing yang telah disepakati sebelumnya.

2). Dalam hal Project Owner terlanjur memotong PPh pasal 4 ayat(2) atas nama JO, maka JO dapat
mengajukan permohonan pemecahan bukti potong PPh pasal 4 ayat (2) kepada pihak Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di mana JO terdaftar sebagai Wajib Pajak untuk kemudian dilakukan
pemindahbukuan ke masing-masing anggota JO.

1.4.3. JO wajib pembukuan terpisah

Selanjutnya Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-214/PJ./2001 (belum dicabut hingga saat ini) mengatur
bahwa pada saat menyampaikan SPT PPh pasal 21, JO harus melampirkan Laporan Keuangan atas
kegiatan JO. Dengan pemahaman di mana Laporan Keuangan merupakan hasil akhir dari suatu
proses pembukuan maka dapat diambil kesimpulan bahwa Administrative JO wajib
menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan JO diatur dalam PSAK 12 yang memberikan pilihan
penggunaan metode proportionate consolidation atau metode equity.

1.4.4. Perlakuan PPN

Berdasarkan pasal 1 angka 13 UU PPN juncto pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 143 Tahun
2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2002 diatur bahwa
dalam rangka pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bentuk Kerjasama Operasi termasuk

13 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
dalam kategori Bentuk Badan Lainnya sehingga JO harus PKP. Penyerahan Anggota JO kepada JO
dianggap penyerahan kena pajak.

1.5. Aspek PPh Non-Administrative JO Jasa Konstruksi

Perlakuan Bukti Potong PPh dan PPN

Non-Administrative JO tidak wajib memiliki NPWP dan tidak wajib menyelenggarakan pembukuan.
Ada 1 (satu) Leader (perwakilan utama dari 2 atau lebih anggota) dalam suatu project. Atas termin
pembayaran jasa konstruksi, Project Owner memotong PPh finalnya dan memungut PPN
atas nama masing-masing anggota JO dan kewajiban PPN-nya menjadi tanggungjawab
masing-masing anggota,

BENTUK USAHA JO/KSO UNTUK USAHA NON FINAL

2. Apabila JO/KSO memiliki NPWP tersendiri dan ada Akte Notaris Pembentukan
JO/KSO

2.1. Permohonan JO/KSO kpd Pemilik Project untuk memecah Bukti Potong
Menurut S - 956/PJ.53/2005, S - 77/PJ.312/1998 dan beberapa surat penegasan lainnya (JO final
dan non final), JO/KSO sebagai administratif harus memecah bukti potong PPh Non Final menjadi
atas nama anggota-anggotanya. Pembukuan JO/KSO terpisah dari para anggota dan Rugi-Laba
JO/KSO dihitung tersendiri. Atas Laba Bersih sebelum pajak ini (profit to be split) akan dibagikan
kepada anggota JO sesuai saham/porsinya masing-masing yang dicatat sebagai “Other Income”.
PPh Non Final dari JO/KSO merupakan pengurang PPh terhutang di SPT Badan masing-masing
anggota JO/KSO.

2.2. Profit To Be Split bukan Objek PPN

Masih merujuk pada KEP-214/PJ./2001 (belum dicabut hingga saat ini) bahwa Administrative JO
yang ber-NPWP wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah agar dapat
diketahui secara jelas profit to be split untuk masing-masing anggota JO/KSO. Penegasan agar
pembukuan JO/KSO diaudit oleh Kantor Akuntan Publik masih simpang siur. Atas Profit to be split
ini tidak terhutang PPN sebagaimana merujuk pada KEP - 525/PJ./2001 pasal 5.

3. Apabila JO/KSO tidak memiliki NPWP tersendiri (Non Administratif)


Leader JO/KSO jenis Non Adinistratif ini menerima bukti potong PPh Non Final atas namanya sendiri
dan setelah itu ia memberikan bagian hak lain, yaitu anggota JO/KSO. Leader wajib memotong

14 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
PPh Non Final dan juga PPN atas bagian yang dibayarkan ke anggota JO/KSO tersebut .
Hal ini me-refer kepada surat penegasan S-541/PJ.53/2004, S-631/PJ.53/2001, S-1020/PJ.53/2005
dan surat penegasan lainnya yang cukup banyak.

Contoh KSO non administrative (tidak punya NPWP terpisah) – NON FINAL:
Dalam banyak kasus KSO non final, dimana satu leader (atas namanya sendiri) mengurus urusan
proyek tertentu seperti kerjasama pengadaan peralatan kesehatan di rumah sakit, jasa
kepelabuhanan antar jenis JKP di pelabuhan, penerimaan penjualan gula antara petani dan
perusahaan gula, pendapatan jasa selluler, pendapatan jasa EO gabungan antar 2 perusahaan, etc,
Leader menerima penghasilan dan memungut PPN Keluaran. Pada saat membagikan share ke pihak
partner, ia memotong PPh non final dan Pihak partner memungut PPN yang menjadi PPN Masukan
bagi Leader.

Contoh KSO/JO - administrative (ada NPWP terpisah) – NON FINAL:


Misalkan saja, karena perlunya badan khusus dalam jangka waktu yang sudah diperjanjikan, PT A
(memiliki pelabuhan/jetty) dan PT B (memiliki peralatan untuk angkat barang/angkut) bergabung
dalam pelayanan kepelabuhanan dan membentuk JO AB (NPWP khusus terpisah). JO AB membuat
pembukuan khusus untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang uang keluar masuknya
sehingga profit to be split dapat diukur secara jelas.
Pada saat menerima penghasilan, JO memungut PPN keluaran dan atas belanja BKP/JKP JO
dikenakan PPN Masukan. SPT PPN atas nama JO AB. Oleh pengguna jasa kepelabuhanan, JO
dipotong Pasal 23 namun atas nama PT A dan PT B (atas permohonan JO AB kepada pengguna
jasa, sesuai SE-44). Pada saat JO AB membagikan share dari profit to be split ke PT A dan PT B,
ia tidak memungut PPN. PT. A dan PT.B mencatat sebagai Other Income dan memiliki kredit PPh
Pasal 23 sebagai pengurang PPh Badan.

15 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB III TAX PLANNING ON DEDUCTIBLE EXPENSES

1. Pilihan Metode Penyusutan

Dalam memilih metode penyusutan, kita harus mempertimbangkan Time Value of


Money. Biasanya dihitung dengan dasar Bunga Pinjaman rata-rata. Sekarang misalkan
bunga pinjaman adalah 20% dan perusahaan sedang menimbang-nimbang, metode mana
yang dipilih. Berikut ulasannya.

PT Sun Shing Sue memiliki aktiva berupa mesin dengan harga perolehan Rp 500.000.000,-
dan diperoleh pada awal Januari 2007. Termasuk kelompok II.
Jika menggunakan Metode Garis Lurus
Penyusutan selam 8 tahun Jumlah Present Value Nilai Sekarang
Penyusutan 2007 62.500.000 0.8333 52.081.250
Penyusutan 2008 62.500.000 0.6944 43.400.000
Penyusutan 2009 62.500.000 0.5787 36.168.750
Penyusutan 2010 62.500.000 0.4823 30.143.750
Penyusutan 2011 62.500.000 0.4019 25.118.750
Penyusutan 2012 62.500.000 0.3349 20.931.250
Penyusutan 2013 62.500.000 0.2791 17.443.750
Penyusutan 2014 62.500.000 0.2326 14.537.500
Jumlah 500.000.000 239.825.000

Jika menggunakan metode SaldoMenurun


Penyusutan selam 8 Nilai Buku Penyusutan Present Nilai
tahun Value Sekarang
Penyusutan 2007 500.000.000 125.000.000 0.8333 104.162.500
Penyusutan 2008 375.000.000 93.750.000 0.6944 65.100.000
Penyusutan 2009 281.125.000 70.312.500 0.5787 40.689.843
Penyusutan 2010 210.812.500 52.703.125 0.4823 25.418.717
Penyusutan 2011 158.109.375 39.527.343 0.4019 15.886.039
Penyusutan 2012 118.582.032 29.645.508 0.3349 9.928.280
Penyusutan 2013 88.936.524 22.234.131 0.2791 6.205.545
Penyusutan 2014 66.702.393 66.702.393 0.2326 15.514.976
Jumlah 500.000.000 282.905.900

Berdasarkan hitungan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa yang paling besar NPV-nya,
maka itulah yang dipilih. Metode saldo menurun adalah yang paling besar, yaitu Rp
282.905.900,- dibanding dengan metode Garis Lurus, yaitu Rp 239.825.000,- . Oleh sebab
itu, pilihan jatuh pada Metode saldo menurun.

16 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

2. Kompensasi Karyawan

2.1. Perbedaan PPh Ditanggung Perusahaan & Tunjangan PPh

PPh pasal 21 ditanggung perusahaan maksudnya adalah bahwa pada saat


dilakukan pembayaran gaji dan pemotongan pajak atas gaji (Pasal 21), maka seluruh Pasal
21 tersebut dibayarkan oleh perusahaan sehingga karyawan secara cash flow tidak
dipotong pajak. Misalkan Tn. Amin punya gaji bruto rutin Rp 8 juta dan PPh 21 Rp
500.000,- maka jika PPh 21 ditanggung perusahaan maka Mas Agus membawa pulang
gajinya sebesar Rp 8 juta utuh. Beban PPh 21 tidak boleh jadi biaya fiskal bagi perusahaan.

WARNING 1 :
Apabila pemberi kerja adalah bukan Wajib Pajak selain pemerintah atau Wajib Pajak yang
pengenaan pajaknya berdasarkan PPh Final atau berdasarkan norma penghitungan khusus
(demeed profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung perusahaan seperti ini
harus ditambahkan ke dalam penghasilan gaji dari pegawai yang bersangkutan sebagai
tunjangan pajak, dan penghitungan pajaknya dihitung ulang.

WARNING 2 :
Terdapat kondisi perpajakan yang sudah jelas, bahwa Perusahaan tertentu harus
memasukan kedalam objek pasal 21 berupa Pemberian natura & kenikmatan lainnya yang
diberikan oleh perusahaan tertentu tersebut, yaitu perusahaan yang dikenakan PPh Final
seperti SPBU, Pelayaran, Industri Rokok, Persewan parkiran dan Ruangan, dll dan
Perusahaan yang dikenakan ketentuan Deemed Profit seperti Perusahaan Perwakilan
Dagang Asing, Perusahaan Pengeboran, Pelayaran dan Penerbangan Dalam Negeri, dan
Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri.

Pertanyaan :
Kalau begitu ceritanya, bentuk manakah yang paling menguntungkan bagi
perusahaan, Cash or In- Kind Benefit ?
Jawab :
Kedua-duanya sama-sama memberikan kewajiban PPh pasal 21 sama besar jika
perusahaan-perusahaan tersebut menanggung pajaknya, karena sama-sama menjadi
objek PPh pasal 21 dan tidak pengaruh kepada PPh Badan yang sudah ”fixed”. Kecuali
PPh pasal 21 dibayar sendiri oleh pegawai dengan cara dipotong gajinya.

2.2. Tunjangan PPh


Tunjangan PPh pasal 21 merupakan biaya yang diperkenankan di PPh Badan dan
sekaligus keringanan bagi karyawan. Jika PPh pasal 21 terhutang Rp 50.000,- dan yang
dtunjang perusahaan adalah Rp 40.000,- maka yang benar-benar dipotong dari gaji
pegawai hanyalah Rp 10.000,-. Berikut adalah contoh perhitungan tunjangan pajak PPh
pasal 21. Misalkan Tn. Amin punya gaji bruto rutin Rp 8 juta dan PPh 21 Rp 500.000,-
maka jika PPh 21 ditunjang perusahaan maka Mas Agus membawa pulang gajinya sebesar
Rp 8 juta utuh dan beban PPh 21 boleh jadi biaya fiskal bagi perusahaan.

17 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Perbandingan tax effect dari kedua options :
Untuk perusahaan yang tidak final, tunjangan PPh atau PPh ditanggung perusahaan akan
memberikan dampak total pajak yang berbeda. Lakukanlah simulasi perhitungan masing-
masing kasus dan bandingkan kedua hasilnya mana yang paling kecil pajaknya. Jika
perusahaannya final maka akan menghasilkan beban PPh yang sama, karena tidak ada
pilihan.

2.3. Pemberian Perjalanan Dinas dalam bentuk Lumpsum dan


Reimbursement

Misalkan bahwa PT Asoy membayar biaya perjalanan dinas dengan total Rp 600
juta yang rinciannya seperti berikut : Biaya ticket dan akomodasi yang dapat dibuktikan Rp
500 juta dan uang sakunya Rp 100 juta. Uang saku jika tidak masuk dalam gaji si
karyawan maka dianggap sebagai sumbangan.

2.4. Pemberian Uang Makan atau Makan Bersama dikantor

Misalkan bahwa PT Asoy membayar biaya konsumsi dengan total Rp 1 milliar


dalam tahun 2016 sehubungan dengan biaya 3 kali makan dalam satu hari, yaitu makan
sarapan, makan siang, dan makan sore untuk seluruh karyawan di kantor. Jika demikian
maka beban konsumsi adalah deductible expense. Jika hanya sebagian karyawan yang
mendapat makan (bukan uang makan) atau makannya diluar kantor maka dianggap natura
dan kenikmatan.

2.5. Pemberian Bonus atas Sukses Laba Tahun Lalu

Pemberian Bonus atas sukses laba tahun lalu biasanya melalui RUPS . Menurut SE -
11/PJ.42/1992 tentang pembagian bonus, gratifikasi, jasa produksi dan tantiem yang
dihitung berdasarkan laba setelah pajak tahun lalu, ditegaskan bahwa :
1. Pembayaran bonus, gratifikasi, jasa produksi dan tantiem kepada karyawan atau
pengurus yang tidak berhak mendapatkan pembagian laba atau dividen, sesuai
dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh adalah biaya perusahaan dan dibebankan
dalam tahun dibayarkannya bonus, gratifikasi, jasa produksi dan tantiem tersebut.
Apabila untuk penghitungan besarnya pembayaran bonus, gratifikasi, jasa produksi
dan tantiem kepada karyawan atau pengurus tersebut diatas dipakai dasar laba
setelah pajak pada tahun yang lalu, maka hal tersebut tidak menghilangkan sifat
bonus, gratifikasi, jasa produksi dan tantiem tersebut sebagai biaya perusahaan,
yaitu tetap menjadi biaya fiskal.
2. Bonus, gratifikasi, jasa produksi dan tantiem yang dibayarkan kepada pemegang
saham berdasarkan dan dibebankan kepada laba setelah pajak tahun yang lalu,
tidak diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai Pasal 9 ayat
(1) huruf a UU PPh. Disamping itu atas bonus, gratifikasi, jasa produksi dan
tantiem yang dibayarkan kepada pemegang saham tersebut diperlakukan sebagai
dividen dan atas pembayarannya harus dipotong pajak sesuai dengan Pasal 23 UU
PPh.

18 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

2.6. Biaya Pengobatan Gratis, Tunjangan Kesehatan, dan Reimbursement

Misalkan PT LBC mengadakan kerjasama dalam melayani karyawan yang sakit


kepada salah satu rumah sakit. Katakan terdapat pembayaran pengobatan untuk karyawan
dan direksi sejumlah Rp 600.000.000,- . Bagaimana perlakuan pajaknya jika perusahaan
melakukan pembayaran langsung ke rumah sakit, dan cara reimbursement ?

Metode Effect
Pengobatan Gratis (merupakan PPh Badan bertabah dan bukan Objek
Kenikmatan) Pasal 21 karena natura kenikmatan

Reimbursement & Tunjangan Semua biaya boleh menjadi pengurang


Pengobatan asalkan ditambahkan kedalam gajinya
karyawan

2.7. Perumahan Dinas Direksi dan Expatriate

Banyak perusahaan yang memberikan rumah dinas kepada direksi, karyawan,


ataupun expatriate. Selama masih menjabat, maka rumah tersebut tetap dapat ditempati
bersama keluarga mereka. Pada akhir masa kerja, mereka diminta untuk menyerahkan
kembali rumah tersebut kepada perusahaan, sehingga terdapat perbedaan antara rumah
dinas dengan dibelikan rumah dan Tunjangan perumahan

Menurut UU PPh pasal 9 dijelaskan bahwa pemberian kenikmatan adalah


undeductible sehingga akan menimbulkan tambahan beban pajak PPh Badan
sebesar 25% x seluruh biaya rumah dinas, baik yang diberikan kepada direksi
ataupun karyawan. Biaya rumah dinas yang tidak diperkenankan termasuk
PBB, Listrik, Air, telepon, Tukan Kebun, si Embo/Bibi, penyusutan rumah dinas,
dan biaya lainnya yang terkait dengan rumah dinas tersebut.

2.8. Fasilitas Apapun untuk pemegang saham

Bagaimana jika yang diberikan rumah dinas tersebut adalah pemegang saham ?
Menurut penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf g menjelaskan bahwa pengertian dividen adalah
” pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan”. Oleh sebab itu, pengeluaran rumah dinas untuk keperluan
pemegang saham masuk dalam pengertian dividen dan merupakan undeductible expense,
sekaligus menjadi objek PPh Pasal 4(2) final 10%

2.9. Biaya yang Berhubungan dengan Expatriate


Hampir sama dengan perumahan dinas perusahaan, biaya-biaya yang berhubungan
dengan expatriate juga merupakan biaya yang diperkenankan asalkan ditambahkan
kedalam gaji atau fee mereka sehingga menjadi objek Pasal 21/26. Jika dibayar langsung
oleh perusahaan tanpa menambahkan gaji/fee mereka maka dianggap kenikmatan.

19 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

2.10. Penerapan Metode Gross Up

Sebagai tambahan agar lebih mantap, berikut penulis berikan beberapa contoh kasus agar
kita dapat memilih keputusan yang tepat.

Kasus 1
PT Kalong membayar bunga pinjaman Rp 2.000.000.000,- kepada Kampret
Ltd (Australia). Kampret, Ltd tidak mau dipotong PPh pasal 26 sebesar 20%
dari 2 milliar, atau sejumlah Rp 400.000.000,- sehingga PPh pasal 26 ini
dibayarkan sendiri oleh PT Kalong. Pada saat pengisian SPT Badan, biaya PPh
pasal 26 tersebut dikoreksi sehingga ada tambahan biaya PPh Badan sebesar
25% x Rp 400.000.000,- Bagaimana supaya biaya PPh pasal 26 dapat
dibiayakan secara fiscal ?
Jawab:
Kita dapat memakai rumus Gross-Up yaitu:
Biaya gross-up = Pembayaran/(100%-tarif PPh)
Biaya gross-up = Rp 2.000.000.000,- / (100%-20%)
Biaya gross-up = Rp 2.000.000.000,- / 80%
Biaya gross-up = Rp 2.500.000.000,-
Sehingga pembayaran bunga harus dicatat Rp 2,5 milliar, bukan Rp 2 milliar.
Kontrak pinjaman harus menyebutkan DPP sudah termasuk pajak.

2.11. Membangun Kantor atau Pabrik atau Renovasi Gedung


PT Usaha Baru sedang berpikir untuk memberikan pekerjaan perbaikan gedung kepada
pihak lain. Jika secara borongan, itu diberikan kepada CV. Megah Konstruksi dengan
kontrak Rp 600.000.000,00. Jika diberikan kepada Mandor WP OP, ia mempergunakan
tenaga pekerja dengan membayarkan upah 40% material 50% dan sisanya upah mandor.

Pilihan pertama
Menggunakan CV Megah Konstruksi dan terutang PPh Pasal 4(2) = 2% x Rp 600 jt wajib
dipotong oleh PT Usaha Baru dan PPN = 10%. Seluruh bukti belanja ada di perusahaan
kontraktor, PT Usaha Baru hanya punya kontrak kerja dan Invoice PPN..

Pilihan kedua
Masuk dalam kategori kegiatan membangun Sendiri, terhutang PPN KMS = 2%.
Pembayaran upah kepada buruh = Pasal 21 tanpa PPN. Bukti pengeluaran ada di
perusahaan.

2.12. Keperluan Pemegang Saham

Bagaimana jika keperluan pemegang saham dan anggota sanak-saudaranya


dibebankan ke perusahaan ? Menurut penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf g UU PPh
menjelaskan bahwa pengertian dividen adalah ” pengeluaran perusahaan untuk keperluan

20 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan”. Oleh sebab itu,
pengeluaran apapun untuk keperluan pemegang saham masuk dalam pengertian dividen
dan merupakan undeductible expense, sekaligus menjadi objek PPh Pasal 23 (kecuali yang
Tax Free Dividen)

2.13. Pengeluaran Kenikmatan di Daerah Terpencil (KMK-466/KMK.04/2000 )

Untuk dapat digolongkan kedalam kriteria Daerah terpencil maka WP harus


meminta surat pengesahan dari KaKanwil DJP setempat. Daerah tertentu adalah daerah
terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak
dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan
sulit dijangkau oleh transportasi umum, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang
tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang
cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut
yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki
cadangan mineral.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah sarana dan fasilitas di lokasi bekerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi pegawai dan keluarganya;
d. pengangkutan bagi pegawai dan keluarganya;
e. olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating dan
pacuan kuda;
sepanjang fasilitas dan sarana tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakannya sendiri.

2.14. Biaya kenikmatan berupa penjualan murah atau kredit murah oleh
perusahaan kepada karyawannya (SE-16/PJ.43/1999)
Philosophy
Pemberian fasilitas berupa harga jual barang yang lebih murah atau tingkat suku bunga
pinjaman yang lebih rendah oleh perusahaan kepada karyawannya adalah merupakan
bentuk kenikmatan .

Penjualan Lebih Murah


Jika penjualan barang kepada karyawannya lebih murah dari harga pasar atau lebih
rendah dari harga pokok, maka selisih harga pokok barang tersebut dengan harga jual
khusus adalah merupakan koreksi fiskal terhadap Harga Pokok Penjualannya karena tidak
boleh dibiayakan.
Contoh :
Penjualan modil kepada karyawan atau direksi sejumlah Rp 200 juta, sedangkan
harga belinya Rp 250 juta, maka terdapat koreksi positif atas HPP sejumlah Rp 50
juta (Rp 250 juta – Rp 200 juta)

21 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Pinjaman dengan Bunga Rendah
Jika pemberian pinjaman kepada karyawannya dengan tingkat suku bunga yang
lebih rendah dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar, maka tingkat suku bunga
pinjaman yang dibayarkan untuk dana tersebut dengan bunga yang dibebankan kepada
karyawan, merupakan koreksi fiskal bagi perusahaan yang memberikan pinjaman karena
tidak boleh dibiayakan.
Contoh :
Karyawan atau direksi diberikan kredit murah oleh perusahaan dengan bunga 10%
atas pinjaman Rp 100 juta, padahal dana pinjaman tersebut diperoleh dari Bank
BCA dengan bunga 15%, maka terdapat koreksi positif atas bunga pinjaman bank,
yaitu 5% x Rp 100 juta = Rp 5 juta.

2.15. Pemilihan Kendaraan perusahaan

Apabila perusahaan memang membeli kendaraan untuk kegiatan usaha dalam


bentuk Truck, Pick-up, Minibus, tracktor, dan Buldozer maka didalam konsep perpajakan
tidak menjadi masalah. Sudah jelas bahwa pembelian tersebut akan disusutkan seluruhnya
sesuai dengan golongan yang disediakan. Masalah timbul jika perusahaan membeli
kendaraan dalam bentuk sedan, kijang, jeep, Van, dan sejenisnya digunakan untuk usaha
dan juga dibawa pulang. Menurut KEP-220/PJ./2002, penyusutan kendaraan dalam bentuk
sedan, kijang, jeep, Van, sepeda motor dan sejenisnya akan disusutkan hanya 50% saja.

WARNING:
Pembelian kendaraan yang digunakan untuk usaha dan sekaligus dibawa pulang
oleh direksi atau karyawan dalam bentuk sedan, kijang, jeep, Van, sepeda motor,
dan sejenisnya, hanya disusutkan 50% saja. Begitu juga dengan seluruh biaya-
biaya yang berhubungan dengan sedan, kijang, jeep, Van, sepeda motor, dan
sejenisnya tersebut seperti bahan bakar, Pajak kendaraan, Parkir, Perbaikan
kendaraan, dsb.

2.16. Biaya Kendaraan Antar Jemput

Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau
yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai,
dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok II, dan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan dalam tahun pajak yang
bersangkutan (KEP-220/PJ./2002).

2.17. Sewa Biasa atau Capital Lease atau Pinjamn dari Bank

Sekarang kita dihadapkan pilihan, apakah menyewa biasa dengan maksud untuk
tidak memiliki barangnya, atau SGU dengan hak opsi. Perlakuan biaya atas perolehan
aktiva tatap yang berasal dari Capital Lease menurut fiscal berbeda dari akuntansi

22 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
komersial. Perlakuan perpajakannya menurut KMK-1169/KMK/1992 bisa dilihat pada table
dibawah ini .

Capital Lease (SGU dengan Hak Opsi )


LESSOR (FINANCING COMPANY) LESSEE (USER)
- Penghasilannya dari bunga - Biaya cicilan pokok dan
cicilan bunga merupakan biaya
- Aktiva sewaan tidak boleh fiscal sehingga dilakukan
disusutkan koreksi negatif
- Dapat membentuk dana - Aktiva sewaan tidak boleh
cadangan disusutkan sehingga
- Angsuran pasal 25 berdasarkan dilakukan koreksi positif
laporan keuangan triwulan
disetahunkan
- Pembayaran SGU tidak
dikenakan PPN

Sedangkan pada Operating Lease atau sewa biasa, seluruh pembayaran sewa
adalah biaya fiscal bagi penyewa dan penghasilan bagi pemilik asset. Pemilik asset berhak
melakukan penyusutan atas aktiva sewan tersebut sedagkan penyewa tidak. Transaksi
sewa ini terhutang PPN. Syarat diakuinya sebagai Financial/ Capital Lease :
o Jumlah pembayaran SGU selama masa leasing ditambah dengan Nilai
Residu harus menutupi Cost plus profit dari Lessor
o Minimal jangka waktu leasing :
Kelompok I ----------------- 2 tahun
Kelompok II dan III -------- 3 tahun
Kelompok Bangunan ------ 7 tahun
o Memuat Option Right didalam perjanjian

2.17. A. Pelunasan Capital Lease yang dipercepat (sebelum jatuh tempo)

Pelunasan Capital Lease sebelum jatuh tempo (dipercepat) menurut ketentuan


perpajakan dapat disebabkan karena Force Major, Default, atau sebab ekonomi. Yang
penting untuk diketahui OLEH wajib pajak dalam kasus ini adalah effect dari early
extinguisment tersebut yaitu :

PERUBAHAN DARI FINANCE LEASE MENJADI OPERATING LEASE :

TRANSACTION RELATED PARTY INDEPENDENT PARTY


Force Major Tetap Finance Lease Tetap Finance Lease
Default Menjadi Operating Lease Tetap Finance Lease
Economic causes Menjadi Operating Lease Tetap Finance Lease

KONSEKWENSI KARENA PERUBAHAN UMUR CONTRACT :

TRANSACTION RELATED PARTY INDEPENDENT PARTY


Force Major Pembetulan SPT atas Pembetulan SPT

23 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
kerugian tapi tetap Finance karena penyesuaian
Lease biaya (hutang) dan
penghasilan (piutang)
tapi tetap Finance
Lease

Default Pembetulan SPT untuk : Pembetulan SPT


a. Mengakui karena penyesuaian
penghasilan dari biaya (hutang) dan
sewa biasa sejak penghasilan (piutang)
awal tapi tetap Finance
b. Melakukan Lease
Penyusutan
c. Wajib memungut PPN
sejak awal lease
d. Wajib dipotong PPh
pasal 23 oleh Lessee
Economic causes Pembetulan SPT untuk : Pembetulan SPT
a. Mengakui karena penyesuaian
penghasilan dari biaya (hutang) dan
sewa biasa sejak penghasilan (piutang)
awal tapi tetap Finance
b. Melakukan Lease
Penyusutan
c. Wajib memungut PPN
d. Wajib dipotong PPh
pasal 23 oleh Lessee

2.18. Keputusan Beli atau Capital Lease

Sekarang kita lihat contoh berikut ini. PT Aduhay ingin memperoleh kendaraan
Truck dengan harga pasar jika dibeli secara cash adalah Rp 500.000.000,-. Dibeli cash atau
Financial Leasing saja (melalui Perusahaan Finance) ? Dengan asumsi bunga pinjaman
bank 20% dan masa cicilan 4 tahun yang dibayar setiap akhir tahun, maka perhitungan
sederhana dibawah ini adalah analisanya.

Jika dengan Finance Lease


Pembayaran Jumlah Present Nilai
Value Sekarang
Down Payment 2007 (20%) 100.000.000 1 100.000.000
Cicilan 2007 180.000.000 0.8333 149.994.000
Cicilan 2008 180.000.000 0.6944 124.992.000
Cicilan 2009 180.000.000 0.5787 104.166.000
Cicilan 2010 180.000.000 0.4823 86.814.000
Jumlah 820.000.000 595.966.000

24 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Seluruh pembayaran Lease baik pokok dan bunganya ini adalah deductible expense
(koreksi negatif), sehingga tax saving PPh Badan dari pembayaran tersebut adalah Rp
595.966.000 x 25% namun demikian penyusutan selama 8 tahun akan dikoreksi fiskal
positif.

Jika Beli Cash atau Utang dari Bank


Perhitungan penyusutan adalah sbb:

Penyusutan selam 8 tahun Jumlah Present Value Nilai Sekarang


Penyusutan 2007 62.500.000 0.8333 52.081.250
Penyusutan 2008 62.500.000 0.6944 43.400.000
Penyusutan 2009 62.500.000 0.5787 36.168.750
Penyusutan 2010 62.500.000 0.4823 30.143.750
Penyusutan 2011 62.500.000 0.4019 25.118.750
Penyusutan 2012 62.500.000 0.3349 20.931.250
Penyusutan 2013 62.500.000 0.2791 17.443.750
Penyusutan 2014 62.500.000 0.2326 14.537.500
Jumlah 500.000.000 239.825.000

Jika beli cash atau hutang dari Bank maka Seluruh penyusutan ini adalah deductible
expense, sehingga tax saving PPh Badan dari biaya ini adalah Rp 239.825.000 x 25%. Jika
kita bandingkan tax effect dari kedua keputusan ini, maka pilihan cicilan dengan Leasing
adalah yang terbaik.

WARNING:
Apakah beli cash atau melalui Finance lease ? Keputusan yang terbaik adalah
dengan cara Finance Lease, sebab ada corporate tax saving yang lebih besar
dibanding jika perusahaan membeli secara cash. Namun tergantung kebijakan
management apakah mau utang ?

2.19. Sewa Biasa atau Finance Lease

Keputusan antara sewa biasa dan finance lease tergantung dari niat perusahaan.
Jika perusahaan berniat untuk memiliki sesuatu asset, maka harus melalui finance lease.
Sebaliknya, jika hanya ingin menggunakan saja dan tidak ingin memiliki, maka sewa biasa
saja.

2.20. Pembukuan Perusahaan yang dikenakan PPh Final dan Non Final

Menurut Peraturan Pemerintah No-94 Tahun 2010, Perusahaan harus membukukan


pengasilan yang dikenakan PPh Final dan Non Final serta biaya-biaya yang berhubungan
dengan penghasilan tersebut secara terpisah sehingga bisa diketahui laba bersih dari PPh
Final dan Non Final.

25 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Jika WP tidak dapat memisahkan biaya-biaya tersebut, maka harus dilakukan SPLIT OF
COST sebanding dengan peredaran usaha masing-masing dibagi dengan Total peredaran
usaha Final dan non final. Contohnya sebagai berikut.

PT ABC memiliki dua sumber penghasilan yaitu penghasilan sewa ruangan dan penghasilan
sewa alat-alat pesta. Data keuangan wp adalah sbb :

Penghasilan Jasa management Rp 800.000.000 Tidak Final


Penghasilan sewa ruangan 200.000.000 Final
Total Penghasilan 1.000.000.000
Biaya-biaya bersama 450.000.000
Laba neto 550.000.000

Karena biaya bersama tersebut tidak dapat dipisahakan oleh wp maka dilakukan split biaya
yaitu :
- Biaya Final = 200 jt/1.000 jt x Rp 450 juta = Rp 90 juta
- Biaya Non Final = 800 jt/1.000 jt x Rp 450 juta = Rp 360 juta

Sehingga penghasilan kena pajak atas sewa alat yang harus dibayar di SPT Tahunan PPh
Badannya adalah Rp 800 juta – 360 juta = Rp 440 juta. Sewa ruangan sudah final
sehingga tidak dihitung lagi PPh pada akhir tahun.

Seharusnya, jika WP dapat memisahkan biaya final dan non final, maka kira-kira
perhitungannya akan menjadi sebagai berikut:

Pos Rugi Laba Komersial Koreksi Fiskal (SPT)


Pendapatan Jasa Management 800.000.000 0 800.000.000
Penghasilan Sewa Gedung 200.000.000 200.000.000 0

Jumlah Pendapatan 1.000.000.0 800.000.000


Biaya Administrasi & Umum: 00
 Gaji Tenaga Ahli
 Gaji Staff Gedung 100.000.000 100.000.000
 Kebersihan Gedung 20.000.000 20.000.000 0
(disewakan) 5.000.000 5.000.000 0
 LAT Gedung (disewakan) 7.000.000 7.000.000 0
 LAT Kantor 15.000.000 15.000.000
 PBB Kantor 2.000.000 2.000.000
 PBB Gedung (disewakan) 1.000.000 1.000.000 0
 Sewa gedung (kantor cabang) 50.000.000 50.000.000
 Biaya Fiskal Lainnya 250.000.000 250.000.000

Jumlah Biaya Operasional 450.000.000 417.000.000


Laba Bersih 550.000.000 383.000.000

Masalahnya adalah apakah dibuat pembukuan terpisah atau digabung saja ? Jawabanya,
harus dilihat dulu pengalaman tahun-tahun lalu. Lebih besar mana PPh terhutangnya ?

26 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
apakah digabung atau dipisah saja. Dari contoh diatas, kita dapat menghitung pajaknya
dengan melihat Laba Fiskalnya, yaitu:

Kondisi Laba Bersih


Pembukuan Terpisah 383.000.000
Pembukuan Gabung 440.000.000

Dalam kasus ini, jika pembukuan terpisah maka akan menghasilkan PPh terhutan lebih
kecil dibanding dengan pembukuan yang digabung.

2.21. Pembebanan Biaya Bunga Pinjaman untuk Investasi dalam Bentuk


Deposito

Beban bunga pinjaman tidak seluruhnya dapat dibiayakan jika perusahaan


menggunakan sebagian pinjamannya untuk penggunaan investasi atau pencadangan dana
yang atas penghasilannya dikenakan PPh Final (SE-46/PJ.4/1995). Wajib pajak harus
menghitung rata-rata pinjaman dan rata-rata deposito atau investasi lainnya yang
dikenakan PPh final atau yang tidak berhubungan dengan usaha.

Bunga Fiskal = Rata-rata Pinjaman – Rata-rata Deposito X Bunga Pinjaman


Rata-rata Pinjaman

Berdasarkan PP.138 / tahun 2000, bahwa bunga pinjaman yang pinjaman pokoknya baik
dari bank atau non bank harus dikoreksi fiskal jika pinjaman tersebut digunakan untuk :
o Deposito (PPh Final) dan Obligasi di Bursa Effek (PPh Final)
o Investasi saham 25 % atau lebih pada perusahaan lain (Bukan Objek)
Contoh:
PT Merem Melek meminjam dana dari beberapa Bank (Non Bank juga okeh) dengan total
pinjaman Rp 2 milliar yang pencairannya sesuai kebutuhan perusahaan. Bunga pinjaman
dari beberapa Bank tersebut berbeda-beda dan total bunganya menjadi Rp 500.000.000,-
Management mendepositokan pinjaman tersebut dan ditarik sesuai dengan kebutuhan
modal kerja. Mutasi deposito dapat dilihat sbb:
Saldo Deposito:
Jan-Juni Rp 300 juta x 6 bln =
Rp 1.800
Juli- Agustus Rp 500 juta x2 bln =Rp 1.000
Sept- Oktober Rp 400 juta x 2 bln =
Rp 800
Nop-Desember Rp 600 juta x 2 bln =
Rp 1.200
Jumlah Rp 4.800
Rata-rata Deposito sebulan Rp 400 juta

Akumulasi Pinjaman:
Jan- Agustus (cair Januari Rp 1 milliar) Rp 1.000 x 8 bln = Rp 8.000
September (cair September Rp 200 juta) Rp 1.200 x 1 bln = Rp 1.200
Oktober-Desember (cair Okt Rp 800 juta) Rp 2.000 x 3 bln = Rp 6.000
Jumlah Rp15.200
Rata-rata Pinjaman sebulan Rp 1.266 juta
Misalkan total bunga pinjaman = Rp 500 juta, maka bunga fiskal adalah sebagai beriut.

27 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

Bunga Fiskal = Rata-rata Pinjaman – Rata-rata Deposito X Bunga Pinjaman


Rata-rata Pinjaman

Bunga Fiskal = Rp 1.266 – Rp 400 x Rp 500 juta


Rp 1.266
Bunga Fiskal = Rp 342 juta............... sehingga akan terjadi koreksi positif Rp 158 juta.

Jadi terlihat bahwa deposito ini akan mengurangi Beban bunga pinjaman dilihat dari
kacamata fiskal. Menurut akuntansi komersial, oke-oke saja, tetap berjumlah Rp
500.000.000,- .

TIPS :
Agar bunga pinjaman tidak dikoreksi fiscal, perusahaan harus menyimpan semetara
dana Pinjamannya kedalam bentuk Giro

2.22. Permohonan Pengurangan PPh pasal 25 (KEP - 537/PJ./2000) dan SKB

Menurut PP-94 tahun 2010 Pasal 21 disebutkan:


(1) Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan
terutang Pajak Penghasilan karena:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal; atau
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak
Penghasilan yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

(2) Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat
mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut
kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang
menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, harus
disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan
perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat
permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan,
permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

28 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi
dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus
dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut
oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Note:
Menurut pasal 21 diatas, jika ada perusahaan yang sduah dikenakan PPh final seperti
misalnya jasa konstruksi sedangkan ia ada impor mesin atau material yang terhutang Pasa
22, maka ia dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) karena ia sudah dikenakan
PPh final.

29 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB IV REVALUASI AKTIVA TETAP

Dasar Hukum: PMK-79/PMK/2009 dan SE-56/PJ/2009

Siapa yang boleh melakukan Revaluasi ?


(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang selanjutnya
disebut Perusahaan, dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya
penilaian kembali.
(2) Wajib Pajak itu tidak termasuk Wajib Pajak yang memperoleh izin
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.

Aset mana yang bisa di- Revaluasi ?


(1) Aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, yang dimiliki dan
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.
(2) Penilaian kembali dapat meliputi seluruh asset atau tanpa tanah.

Berapa kali Revaluasi dilakukan dalam setahun ?


Penilaian kembali dapat dilakukan paling banyak 5 tahun sekali.

Siapa yang me-Revaluasi ?


(1) Penilaian kembali dilakukan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang
diakui/memperoleh izin Pemerintah.
(2) Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai yang diakui oleh Pemerintah ternyata kemudian tidak
mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak akan
menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang bersangkutan.

Bagaimana menghitung PPh Finalnya ?


(1) Atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula tanpa
dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun
sebelumnya, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh
persen).

Apakah PPh Final tersebut dapat diangsur dan bagaimana caranya ?


(1) Wajib Pajak yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi
sekaligus Pajak Penghasilan yang terutang dapat mengajukan permohonan
pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan
(2) Dalam hal besarnya Pajak Penghasilan yang terutang lebih dari Rp.
2.000.000.000.000,- (dua triliun rupiah), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran lebih
dari 1 (satu) tahun hingga paling lama 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal
Pajak.

30 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Bagaimana Penyusutannya jika tidak diizinkan untuk Revaluasi ?
Penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang tidak memperoleh persetujuan penilaian
kembali, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula
sebelum dilakukannya penilaian kembali.

Bagaimana Penyusutannya setelah Revaluasi ?


Penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang memperoleh persetujuan penilaian
kembali, menggunakan dasar penyusutan fiskal yang baru, umur baru, dan nilai yang baru,
walaupun asetnya lama.

Bagaimana jika terjadi pengalian harta yang belum habis masa manfaat setelah
di Revaluasi ?
(1) Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan aktiva tetap perusahaan yang telah
memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum 5 tahun sejak revaluasi, maka
atas pengalihan tersebut dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebesar 15% dari selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula
tanpa dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya.

(2) Dikecualikan dari ketentuan itu dalam hal:


a. Pengalihan aktiva tetap perusahaan yang bersifat force majeur berdasarkan
keputusan atau kebijakan Pemerintah atau keputusan Pengadilan; atau
b. Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan
penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan;
atau
c. Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami
kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.

Perihal Tambahan :
(1) Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku
komersial semula setelah dikurangi dengan PPh harus dibukukan dalam neraca
komersial pada perkiraan modal dengan nama "Selisih Lebih Penilaian Kembali
Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal ............."
(2) Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal
tersebut, bukan merupakan Objek Pajak
(3) Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih
lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan
tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek
Pajak, hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

31 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB V TAX PLANNING ATAS PINJAMAN PERUSAHAAN

1. Bunga Pinjaman dan Dividen

Menurut pendapat John J. wild, Subramanyam, dan Robert Hasley, dijelaskan


bahwa maksud dari bunga pinjaman adalah:
“Bunga (interest) merupakan kompensasi atas penggunaan uang. Bunga
merupakan kelebihan kas yang dibayar atau ditagih atas jumlah uang (pokok)
yang dipinjam atau dipinjamkan. Bungan ditentukan olehberbagai faktor, dan
faktor yang terpenting adalah resiko kredit (utang tak dapat dibayar) dari
peminjam. Beban bunga ditentukan oleh tingkat bunga, pokok pinjman, dan
jangka waktu”12.

Menurut Ross dalam Corporate Finance, dia membedakan pengertian antara Hutang
dengan Modal antara lain sbb: “ From a financial point of view, the main differences
between debt and equity are the following :
1. Debt is not an ownership interest in the firm. Creditors do not usually have
voting Power.The device used by creditors to protect themselves is the loan
contract (that is, the indenture)
2. The corporation’s payment of interest on debt is considered a cost of doing
business and is fully tax-deductible. Thus interest expense is paid out to
creditors before the corporate tax liability is computed. Dividends on
common and prefererred stock are paid to shareholders after the tax liability
has been determined. Dividends are considered a return to shareholders on
theircontributed capital. Because interest expense can be usedto reduce
taxes, the government (that is, the IRS) is providing a direct tax subsidy on
the use of debt when compared to equity.
3. Unpaid debt is a liability of the firm. If it is not paid, the creditors can legally
claim the asset of the the firm. This action may result in liquidation and
bankruptey. Thus one of the cost of issuing debt is the possibility of financial
failure, which does not arise when equty is issued”13.

2. DANA DARI UTANG ATAU MODAL SAHAM BARU ?

Didalam menjalankan atau melebarkan sayapnya, perusahaan memerlukan modal


atau dana tambahan. Pertanyaannya, dari manakah dana itu, pinjaman atau modal saham
baru ? Mari kita analisa bersama berikut ini.

Jika perusahaan meminjam dana dari bank atau Pihak lainnya sejumlah Rp
20.000.000.000,- dengan bunga 15% p.a maka bunga setahun adalah Rp 3.000.000.000,-
dengan demikian, taxable income akan berkurang karena adanya bunga bank ini.

12 Wild. J, John, Subramanyam, Hasley.Robert, 2005, Financial Statement Analysis :Analisa Laporan Keuangan,
Edisi 8, Buku I, Jakarta: Penerbit Salemba Empat Analisis Laporan Keuangan
13 Ross, Weaterfield, Jaffe, 2005, Corporate Finance, 7th Edition, New York, Mc Graw Hill

32 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Jika dananya dari penerbitan saham baru, maka PPh terhutang tidak berubah karena
dividen bukan sebagai biaya fiskal. Dari sisi perusahaan, pinjaman adalah lebih baik dari
setoran modal tambahan. Dari sisi Penyetoran saham baru oleh pemegang saham, dividen
yang diterima adalah:
1. WP OP terhutang PPh final 10%
2. WP Badan berbentuk PT tergantung penyertaan saham apakah dibawah 25% atau
lebih
3. WP Badan selain berbentuk PT terhutang PPh umum dan ada kredit PPh 23 di akhir
tahun.

Note:
Di sisi perusahaan yang menerima hutang, ada ketentuan DER=4:1. Sudah selayaknya
dipertimbangkan apakah utang atau modal.

3. Pinjaman antar Related Party tanpa Bunga

PP-94/2010 tentang Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham kepada


Perseroan Terbatas (PT) menyatakan bahwa pinjaman perusahaan tanpa bunga dari
pemegang sahamnya dapat dianggap wajar dan tidak dianggap ada bunga apabila
memenuhi syarat kumulatif sebagai berikut :

a. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi


pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
b. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman
kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya.
c. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.
d. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan
untuk kelangsungan usahanya.
Apabila salah satu dari ke-empat unsur diatas tidak terpenuhi maka atas pinjaman
tersebut dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar.

Deemed Interest akan dikenakan jika tidak memenuhi salah satu syarat diatas. Ada pesan
dari Pak Hakim untuk DJP bahwa jika mengenakan deemed interest expense maka harus
muncul koreksi negative pada PL perusahaan.

4. Point Penting dalam Pinjaman Antar Related Party


Ada tiga kemungkinan dimana perusahaan dalam satu group atau perusahaan
bersaudara saling memberi pinjaman.
1. Pinjaman antar perusahaan bersaudara yang dikenakan bunga yang sudah
arm’s length.
2. Pinjaman antar perusahaan bersaudara yang dikenakan bunga dibawah atau
diatas arm’s length
3. Pinjaman antar perusahaan bersaudara yang tidak dikenakan bunga

Menurut ketentuan perpajakan Indonesia, atas kuasa Pasal 18 ayat 3 UU PPh yang
berbunyi:

33 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
”Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan
menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen,
metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.”

Dalam kasus ini DJP, atas kuasa pasal 18 ayat (3) tersebut, diberi hak untuk menentukan
kembali penghasilan dan biaya fiskal berdasarkan kondisi arm’s length price. Sehingga jika
terjadi pinjaman antar related party yang bunganya terlalu tinggi atau terlalu rendah dari
arm’ s length harus disesuaikan ke harga pasar wajar seolah-olah tidak terjadi hubungan
istimewa. Kalau tidak ada bunga dalam perjanjiannya, maka tetap harus dikenakan bunga
sesuai rate pasar yang berlaku. Dalam kasus hutang piutang tanpa bunga ini Prof. Dr.
Mansury juga membenarkan hal tersebut14.

Contoh 1 (Bunga dibawah Arm’s length)


PT Mujur Mulu (anak perusahaan) meminjam uang dari PT Wong Sugih Tbk (induk)
sejumlah Rp 20 milliar dengan bunga 5% pa. Jika bunga pasar menunjukan 15% p.a,
Bagaimana menurut perpajakan ?
Atas kuasa pasal 18 ayat (3) UU PPh, maka bunga pinjaman harus dikoreksi positif
(penghasilan bunga bertambah) sebesar 10% dan pihak lawan, PT Wong Sugih Tbk, harus
melakukan penyesuaian penghasilan sehingga menjadi 15%.

Contoh 2 (Bunga diatas Arm’s length)


PT Mujur Mulu (anak perusahaan) meminjam uang dari PT Wong Sugih Tbk (induk)
sejumlah Rp 20 milliar dengan bunga 20% pa. Jika bunga pasar menunjukan 15% p.a,
Bagaimana menurut perpajakan ?
Atas kuasa pasal 18 ayat (3) UU PPh, maka bunga pinjaman harus dikoreksi negatif
(penghasilan bunga dikurangi) sebesar 5% sehingga menjadi 15% dan selisih koreksi
tersebut dianggap sebagai dividend. Penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh tentang
pengertian Dividen menyatakan sebagai berikut:

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara


terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh
modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang
melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga
yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai
dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan”.

14 Prof. R. Mansury. Ph.D dalam bukunya Perpajakan atas Penghasilan dari Transaksi-Transaksi Khusus, penerbit YP4,
Jakarta, 2003, halaman 29, bahwa pinjaman tanpa bunga harus dikenakan bunga karena jika perusahaan yang
memerlukan dana pinjaman melakukan pinjaman kepada pihak independen atau Bank independen, maka pihak luar
tersebut pasti mengenakan bunga dengan tingkat wajar yang berlaku dipasar.

34 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Contoh 3 (Bunga 0% atau Tanpa Bunga)
PT Mujur Mulu (anak perusahaan) meminjam uang dari PT Wong Sugih Tbk (induk)
sejumlah Rp 20 milliar tanpa bunga. Jika bunga pasar menunjukan 15% p.a, Bagaimana
menurut perpajakan ?
Kita merujuk pada PP-94/2010 tentang Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, yang
menyatakan bahwa pinjaman perusahaan tanpa bunga dari pemegang sahamnya dapat
dianggap wajar apabila memenuhi syarat kumulatif sebagai berikut :

a. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi


pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
b. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman
kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya.
c. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.
d. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan
untuk kelangsungan usahanya.
Apabila salah satu dari ke-empat unsur diatas tidak terpenuhi maka atas pinjaman
tersebut dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar.

Sehingga kita harus melihat kondisi pemegang saham yang memberi pijaman itu. Jika dana
yang dipinjamkan kepada anak diperoleh dari pinjaman juga, maka harus dikenakan bunga
sesuai bunga pasar. Dengan kata lain, jika salah satu saja tidak dipehuhi, maka dianggap
PT Mujur Mulu membayar bunga sesuai bunga pasar kepada PT Wong Sugih, walaupun
kenyataannya tidak ada pembayaran bunga dan tidak ada kas keluar15.

Contoh 4 (Loan from Individual)


PT ABC mendapat pinjaman tanpa bunga sejumlah Rp 20 milliar dari Mas Slamet,
pengusaha sekaligus shareholder PT ABC. Tingkat bunga pinjaman dipasar adalah 15% pa.
Mas Slamet tidak menyelenggarakan pembukuan. Dana pinjaman bukan milik sendiri.
Bagaimana perlakuan pajaknya ?
Karena memenuhi persyaratan dalam PP-94/2011, maka pinjaman tanpa bunga dikenakan,
terhutang Pasal 23 bagi perusahaan dan kredit PPh 23 bagi pemegang saham WP OP.

Note :
Tarif PPh wp orang pribadi 30%, maka terdapat selisih 5%.

5. Pinjaman Dari Bank Independen

Bunga Pinjaman dari pihak non related party sudah dianggap wajar. Hal ini diatur
dalam pasal 10 UU PPh. Pasal 10 ayat (1) UU PPh yang berbunyi:
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)

15Permasalahan timbul sejak kasus Banding atas kasus-kasus ini selalu dimenangkan oleh wajib pajak sehingga
dalam praktek dilapangan pemeriksa pajak sudah mulai enggan melakukan koreksi ini. Dilemapun melanda
pemeriksa pajak. Kata petinggi DJP yang tak mau disebut namanya, pemeriksa harus tetap berpegang teguh pada
peraturan yang ada, walaupun hasil koreksi nantinya akan dikalahkan oleh Hakim Pengadilan Pajak.

35 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.

Maksud dari pasal ini adalah bahwa dalam transaksi jual beli, termasuk bunga pinjaman
antar pihak yang independen, maka nilai yang dipakai adalah nilai yang sesungguhmya
dikeluarkan, yang artinya adalah nilai kesepakatan dari kedua belah pihak (deal price).

Jika Pinjaman di Depositokan


Pinjaman perusahaan mungkin digunakan untuk usaha dan juga sebagian
didepositokan. Hal ini diatur dalam SE-46/PJ./1995 bahwa bunga pinjaman tidak
seluruhnya dibiayakan jika terdapat Deposito didalam tahun berjalan sebagaimana
dijelaskan sbb:
“Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau
tabungan lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal dari
pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi Wajib Pajak dapat
memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau dibayar
atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima atau diperoleh
yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak
ditambahkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena telah dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%. Sehubungan dengan hal-hal tersebut , dengan ini
diberikan penegasan sebagai berikut
a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga
yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya.
b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman
yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya.
Menyimpang dari ketentuan tersebut pada butir 4, bunga yang dibayarkan atau terutang atas
pinjaman Wajib Pajak dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1994, dalam hal :
a. dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas jasanya
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final,
b. adanya keharusan bagi Wajib Pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada
suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan
tersebut : misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito
atau tabungan di Bank Pemerintah,
c. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari
tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.

Diberikan contoh dalam Surat Edaran tersebut:


Pada tahun 1995 PT A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum sebesar Rp
200.000.000,00 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah diambil pada bulan
Pebruari sebesar Rp 125.000.000,00, pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp 25.000.000,00 dan

36 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
sisanya Rp 50.000.000,00 diambil pada bulan Agustus. Disamping itu Wajib Pajak mempunyai
dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian sebagai berikut:
bulan Pebruari s/d Maret sebesar Rp. 25.000.000,00
bulan April s/d Agustus sebesar Rp. 46.000.000,00
bulan September s/d Desember sebesar Rp. 50.000.000,00
Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai berikut:

Rata-rata pinjaman Pinjaman Jangka Waktu


Bulan Jan Rp 0 1 bulan = Rp 0
bulan Peb s/d Mar Rp 125.000.000,00 4 bulan = Rp 500.000.000,00
bulan Juni s/d Juli Rp 150.000.000,00 2 bulan = Rp 300.000.000,00
bulan Agust s/d Des Rp 200.000.000,00 5 bulan = Rp 1.000.000.000,00
Jumlah Rp 1.800.000.000,00
Rata-rata pinjaman perbulan Rp 1.800.000.000,00 : 12 = Rp 150.000.000,00

Rata-Rata Deposito Pinjaman Jangka Waktu


bulan Jan Rp 0 1 bulan = Rp 0
bulan Pebruari s/d Mar Rp 25.000.000,00 2 bulan = Rp 50.000.000,00
bulan April s/d Agust Rp 46.000.000,00 5 bulan = Rp 230.000.000,00
bulan Sept s/d Des Rp 50.000.000,00 4 bulan = Rp 200.000.000,00
Jumlah Rp 480.000.000,00

Rata-rata deposito perbulan = Rp 480.000.000,00 : 12 = Rp 40.000.000,00 maka Bunga yang dapat


dibebankan sebagai biaya = 20% x (Rp 150.000.000,00 - Rp 40.000.000,00) = Rp 22.000.000,00

Jika penerima bunga pinjaman adalah pihak-pihak selain Bank, maka si pembayar wajib
memotong PPh pasal 23 sebesar 15% dari pembayaran bruto. Lain halnya dengan
pembayaran bunga kepada pihak luar negeri (wajib pajak luar negeri). Bunga adalah
penghasilan yang berasal dari modal yang diperoleh orang pribadi atau badan dari
simpanannya di bank, dari deposito, dari obligasi, dari penjualan angsuran.16 Bunga ini
dipotong dinegara sumber dimana bunga tersebut dibayar dengan tarif sesuai tax treaty.
Jika tidak ada treaty, maka berlaku pasal 26 ayat 1 UU PPh yang berbunyi :
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang”.

Pinjaman kepada Karyawan dengan Bunga Rendah


Jika pemberian pinjaman kepada karyawannya dengan tingkat suku bunga yang lebih
rendah dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar, maka tingkat suku bunga pinjaman
yang dibayarkan untuk dana tersebut dengan bunga yang dibebankan kepada karyawan,
merupakan koreksi fiskal bagi perusahaan yang memberikan pinjaman karena tidak boleh
dibiayakan. Sehingga dalam kasus PT Mantep, biaya bunga pinjaman Bank dikoreksi 10%
karena merupakan kenikmatan yang diberikan kepada karyawannya.
Contoh

16 Rahmanto Surachmat, 2001, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; Sebuah Pengantar, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

37 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
PT Mantap Coy meminjam uang dari Bank Naga (independent party) sejumlah Rp
200.000.000,00 dan dipinjamkan lagi kepada karyawan seluruhnya. Bunga pinjaman Bank
15% pa dan bunga pinjaman karyawan adalah 5% saja. Bagaimana menurut perpajakan ?
Didalam SE-16/PJ.43/1999) dijelaskan bahwa Pemberian fasilitas berupa harga jual barang
yang lebih murah atau tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah oleh perusahaan
kepada karyawannya adalah merupakan bentuk kenikmatan. Dalam kasus PT Mantep,
biaya bunga pinjaman Bank dikoreksi 10% karena merupakan kenikmatan yang diberikan
kepada karyawannya.

Penjualan Barang dengan Harga Murah kepada Karyawan


Jika penjualan barang kepada karyawannya lebih murah dari harga pasar atau lebih rendah
dari harga pokok, maka selisih harga pokok barang tersebut dengan harga jual khusus ke
karyawan itu merupakan koreksi fiskal terhadap Harga Pokok Penjualannya karena tidak
boleh dibiayakan.
Contoh 1:
Penjualan mobil kepada karyawan atau direksi sejumlah Rp 100 juta, sedangkan
harga belinya Rp 250 juta, maka terdapat koreksi positif atas HPP sejumlah Rp 150
juta (Rp 250 juta – Rp 100 juta)

Penggunaan Dana Pinjaman untuk Business & Non Business


Sesuai dengan Pasal 6 UU PPh, bahwa biaya-biaya dapat dikurangkan jika mempunyai
hubungan dengan usaha. Yang tidak boleh dikurangkan adalah :
1. Biaya yang berhubungan dengan Penghasilan yang dikenakan PPh Final
2. Biaya yang berhubungan dengan Penghasilan yang bukan Objek PPh.
3. Biaya yang berhubungan dengan Natura dan kenikmatan
4. Biaya Dividen atau constructive dividend.
5. Biaya SKPKB baik PPh maupun PPN dan STP

Ikhtisar Penggunaan Dana Pinjaman Bank

1. JIKA DANA PINJAMAN DIBELIKAN SAHAM 25% KEATAS


Pembelian saham perusahaan lain sebanyak 25% lebih maka beban bunganya
dikapitalisasi ke harga saham (penjelasan Pasal 6 UU PPh).

2. JIKA DANA PINJAMAN DIGUNAKAN UNTUK MEMBANGUN GEDUNG


Pembangunan gedung yang dananya dari pinjaman bank atau pihak lainnya harus
dikapitalisasi ke harga gedung (S - 46/PJ.31/1995)

3. JIKA DANA PINJAMAN DIPINJAMKAN LAGI TANPA BUNGA (ONWARD


LOAN)
Berdasarkan konsep mendapatkan –menagih-memelihara penghasilan (3M), ada 2
perlakuan atas onward loan ini :
1. Atas beban bunga yang dibayar dikoreksi fiskal di pihak yang membayar
bunga, jika tidak ada pengakuan penghasilan bunga pinjaman (Deemed
Interest Income) dari pihak lawan.
2. Atas beban bunga yang dibayar tidak dikoreksi fiskal asalkan ada pengakuan
penghasilan bunga pinjaman (Deemed Interest Income) sebesar bunga

38 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
pinjaman yang sama di pihak yang membayar bunga, walaupun tidak ada lalu-
lintas uang yang masuk.

4. JIKA DANA PINJAMAN dari PEMEGANG SAHAM DIPINJAMKAN LAGI


TANPA BUNGA (ONWARD LOAN) KE SUBSIDIARY
Berdasarkan Pasal 12 PP-94 tahun 2010, dijelaskan bahwa jika memenuhi 4 syarat
dibawah ini maka jangan dikenakan deemed interest expenses dipihak perusahaan
penerima pinjaman (harus berbentuk PT, bukan CV, firma, kongsi, yayasan, dan
WPOP):
1. Modal sudah disetor penuh
2. Si perusahaan penerima sedang dalam kesulitan keuangan
3. Pemegang saham tidak sedang rugi
4. Dana pemegang saham yang dipinjamkan itu adalah milik sendiri,
bukan dari pinjaman.

Note for reader:


Pemegang saham disini bisa langsung bisa tidak langsung, Sahamnya bisa 25%
lebih bisa juga kurang.

5. JIKA DANA PINJAMAN DITANAMKAN DI DEPOSITO DAN URUSAN PPH


FINAL MAKA BUNGA PINJAMAN DIKOREKSI FISKAL

Contoh:
PT Mujur Mulu Tbk meminjam uang dari Bank BNI sejumlah Rp 20 milliar dengan bunga
15% pa. Dana tersebut digunakan untuk :
1. Modal kerja Rp 4 milliar
2. Renovasi Pabrik (in progress) di Cakung senilai Rp 10 milliar.
3. Pembelian saham PT Anu-Anu Rp 5 milliar (30% kepemilikan)
4. Dipinjamkan lagi ke PT Anu-Anu sisanya. PT Anu-Anu adalah anak PT Mujur Mulu.
Bagaimana perlakuan pajaknya ?
Kasus pinjaman ini menimbulkan deductible dan undeductible expenses. Kita hitung ratio
penggunaan dana secara proporsional, maka akan terlihat sbb :
 Renovasi ( Rp 10 milliar / 20 Milliar) 50%
 Working Capital (Rp 4 Milliar / Rp 20 milliar) 20%
 Pembelian Saham (Rp 5 Milliar/ Rp 20 Milliar) 25%
 Dipinjamkan ke PT Anu-Anu 5%
Perhitungan Bunga masing-masing:
1. Renovasi menggunakan dana pinjaman 50%, maka sesuai dengan PP-94 Tahun
2010 bahwa bunga pinjaman dalam masa construction in progress harus
dikapitalisasi ke harga bangunan.
2. Working Capital sebesar 20% pinjaman, maka bunga pinjaman Bank dapat
dibiayakan seluruhnya.
3. Pembelian Saham dari 25% dana pinjaman, maka sesuai dengan penjelasan pasal 6
UU PPh bahwa bunga pinjaman untuk perolehan saham yang penghasilannya
(dividen) bukan objek pajak harus dikapitalisir ke harga saham tersebut.

39 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
4. Dipinjamkan ke PT Anu-Anu sebesar 5% maka harus ada pengakuan pendapatan
bunga bagi PT Mujur, karena menurut Pasal 12 PP-94 tahun 2010 bahwa dana
pinjaman antar related party harus milik sendiri, sehingga jika dananya dari
pinjaman maka harus dikenakan bunga tersirat (deemed interest) sebesar bunga
pinjaman bank tersebut, yaitu 15%.

PMK-169/PMK.010/2015 tentang Debt to Equity Ratio

Dalam ketentuan ini ikhtisarnya adalah sbb:


(1) Besarnya perbandingan antara utang dan modal =4:1.
(2) Dikecualikan dari ketentuan perbandingan antara utang dan modal adalah:
a. Wajib Pajak bank;
b. Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
c. Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
d. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan
gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat
kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau
mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang
dan modal; dan
e. Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final; dan
f. Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

(3) Pinjaman tanpa bunga dianggap sebagai modal


(4) Perhitungan diambil dari saldo rata-rata per bulan
(5) Modal termasuk didalamnya Laba Ditahan
(6) Utang adalah utang apapun yang berbunga
(7) Aturan DER ini terikat juga pada Gain/Loss on Forex, Guarantee Fee, dan Biaya
adminsitrasi provisi pinjaman terkait.

Contoh#1:
PT ABH (pabrikan) memiliki utang Rp 100 miliar dan modal (termasuk plus laba ditahan)
adalah sebesar Rp 2 milliar. Berapa porsi utang yang boleh dibungakan menurut PPh
Badan ?

Loan = 4 x Rp 2 milliar = Rp 8 milliar


Total Hutang Rp 100 milliar
Utang yang Bunganya dikoreksi Rp 92 milliar

Contoh#2:
PT ABH (pabrikan) memiliki utang Rp 100 miliar dari Parent co. (Hongkong) dan modal
(termasuk plus laba ditahan) adalah sebesar Rp 2 milliar. Berapa porsi utang yang boleh
dibungakan menurut PPh Badan PT ABH ?

Loan = 4 x Rp 2 milliar = Rp 8 milliar


Total Hutang Rp 100 milliar

40 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Utang yang Bunganya dikoreksi Rp 92 milliar

Sehinga beban bunga fiskal hanya diakui Rp 8 milliar x % bunga pinjaman, sisa bunga
yang dibayar dianggap sebagai dividen terselubung. Pasal 26 tetap terhutang seluruhnya.

Contoh#3:
PT ABH (pabrikan) memiliki utang Rp 100 miliar dari Parent co. (Hongkong) dan modal
(termasuk plus laba ditahan) adalah sebesar minus Rp 2 milliar. Berapa porsi utang yang
boleh dibungakan menurut PPh Badan PT ABH ?

Jawab:
1. Semua beban bunga tidak boleh menjadi Beban Fiskal karena Equity minus
2. Semua beban turunannya berupa beban administrasi Bank dikoreksi fiskal
seluruhnya
3. Loss/Gain on forex yang timbul atas pinjaman dari induk dikoreksi fiskal seluruhnya

41 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB VI MERGER, PELEBURAN & PEMEKARAN USAHA DENGAN


PENGGUNAAN NILAI BUKU

ATURAN LAMA – PMK No.43/PMK.03/2008 dan PER - 28/PJ./2008

(1) Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku.
(2) Merger meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
(3) Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan
yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa
kerugian yang lebih kecil.

A + B = A ---- (B diliquidasi)

(4) Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.

A + B = C ---- (A & B diliquidasi)

(5) Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku
adalah:
a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum
perdana (Initial Public Offering); atau
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil
pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

(6) Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi
atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan
usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang
lama.

A = A+B+C

Syarat Merger dan Pemekaran usaha


a. mengajukan permohonan kepada DJP dengan melampirkan alasan dan tujuan
melakukan merger dan pemekaran usaha;
b. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

42 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Memenuhi persyaratan business purpose test apabila :
a. tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha
yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk
penghindaran pajak;
b. kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai
dengan tanggal efektif merger;
c. kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib
dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5
(lima) tahun setelah tanggal efektif merger;
d. kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap
berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;
e. kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha
wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran
usaha; dan
f. harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger
atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima
harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran
usaha.

Loss Carry Over yang Dilarang


Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan
diri/Wajib Pajak yang dilebur.

Proses Penggabungan usaha

(1) Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut
sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau
pihak-pihak yang mengalihkan.

(2) Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang
tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan.

(3) Apabila Merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka
jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak yang
menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib
dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.

(4) Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan
oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya Merger atau
pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau
pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

(5) Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang akan menjual sahamnya di
bursa efek, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah

43 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
memperoleh persetujuan dari DJP untuk melakukan pemekaran usaha dengan
menggunakan nilai buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada
Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam rangka penawaran umum
perdana (Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi
efektif.

(6) Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan maka nilai pengalihan harta atas
pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali
berdasarkan nilai pasar.

(7) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun Direktur Jenderal Pajak melalui
penelitian atau pemeriksaan menemukan bukti bahwa merger atau pemekaran usaha
tidak memenuhi persyaratan ketentuan, nilai pengalihan harta dalam rangka merger
atau pemekaran usaha berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai
pasar.

ATURAN BARU – PMK NO.52/PMK.010/2017 (per April 2017)

A. Pemilihan Nilai Pasar atau Nilai Buku


(1) Wajib Pajak menggunakan nilai pasar atas pengalihan harta dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.

(2) Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, setelah
mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

(3) Penggabungan usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:


a. penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta dan
kewajiban kepada salah satu Wajib Pajak badan yang tidak mempunyai sisa
kerugian fiskal atau mempunyai sisa kerugian fiskal yang lebih kecil dan
membubarkan Wajib Pajak badan yang mengalihkan harta dan kewajiban
tersebut; atau
b. penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan
di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya
terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban
badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri kepada
Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan
membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar
negeri yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut.

(4) Peleburan usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu:


a. peleburan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru di
Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada Wajib Pajak

44 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
badan baru serta membubarkan Wajib Pajak badan yang melebur tersebut;
atau
b. peleburan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar
negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas
saham, dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan
mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada badan usaha baru serta
membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar
negeri dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melebur tersebut.

(5) Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu pemisahan satu Wajib
Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak
badan dalam negeri atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melakukan likuidasi usaha yang lama.

(6) Wajib Pajak yang dapat melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai
buku yaitu:
a. Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran
umum perdana (Initial Public Offering);
b. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil
pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering);
atau
c. Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah dalam
rangka menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

B. Kewajiban pihak BUT Bank sebagai pihak yang mengalihkan

Pengambilalihan usaha yang dapat menggunakan nilai buku dari suatu BUT Bank yaitu
penggabungan dari Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang menjalankan kegiatan di bidang
usaha bank dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham,
dengan cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban Bentuk Usaha Tetap
kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan
membubarkan Bentuk Usaha Tetap tersebut.

Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun terhitung
sejak tanggal efektif pengalihan harta harus membubarkan kegiatan usaha dengan
memperoleh surat keputusan pencabutan izin usaha bank yang dikeluarkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan.

C. Business Purpose Test


(1) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan atau menerima pengalihan harta dalam
rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dengan
menggunakan nilai buku wajib memenuhi syarat sebagai berikut:

45 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
a. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 6
(enam) bulan setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran,
atau pengambilalihan usaha dilakukan, dengan melampirkan alasan dan
tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha;
b. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test); dan
c. memperoleh surat keterangan fiskal dari Direktur Jenderal Pajak untuk tiap
Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang terkait.

(2) Persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) terpenuhi apabila:


a. tujuan utama dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha yaitu untuk menciptakan sinergi usaha yang kuat dan
memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran
pajak;
b. kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung
sampai dengan tanggal efektif dari penggabungan, peleburan,
pemekaran, atau pengambilalihan usaha;
c. kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan usaha terjadi, wajib dilanjutkan oleh Wajib
Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah
tanggal efektif penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha;
d. kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha tetap
berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; dan
e. harta berupa aktiva tetap yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima
harta yang berasal dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang
menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan kecuali
pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi
perusahaan.

(3) Harta yang dapat diajukan permohonan untuk menggunakan nilai buku merupakan
harta yang telah dialihkan pada tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha.
(4) Nilai buku sebagaimana dimaksud merupakan nilai buku pada tanggal efektif
penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.

D. Forbidden Loss Carry Over from offshore and onshore

(1) Wajib Pajak yang menerima harta dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak badan, Bentuk Usaha Tetap,
atau badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang
mengalihkan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha.

46 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

(2) Wajib Pajak dalam negeri yang menerima harta dalam rangka penggabungan usaha
atau peleburan usaha tidak dapat membebankan pajak dan/atau pungutan lain yang terutang
di luar negeri dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri
yang mengalihkan harta.

E. Pasal 25 tidak Boleh Berkurang setelah Merger, Akuisisi, Konsolidasi

(1) Dalam hal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dilakukan dalam
tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang
menerima harta setelah penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha tidak lebih
kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang
terkait sebelum penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha.

(2) Dalam hal pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak setelah pemekaran usaha tidak lebih
kecil dari angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak yang terkait sebelum
pemekaran usaha.

(3) Ketentuan jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 diatas berlaku sampai
dengan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan untuk tahun pajak
atau bagian tahun pajak dilakukannya penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha.

(4) Dalam hal Wajib Pajak setelah melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
atau pengambilalihan usaha mengalami peningkatan usaha sehingga angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 seharusnya meningkat, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
dihitung kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(5) Pelunasan Pajak Penghasilan tahun pajak berjalan melalui pembayaran, pemotongan
dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebelum dilakukannya penggabungan, peleburan,
pemekaran, atau pengambilalihan usaha dari Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap yang mengalihkan harta, dapat dipindahbukukan menjadi pelunasan Pajak
Penghasilan tahun berjalan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.

F. WP Wanprestasi

(1) Dalam hal setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk
menggunakan nilai buku diketahui bahwa Wajib Pajak:
a. tidak memenuhi ketentuan persyaratan tujuan bisnis (business purpose test)
b. melakukan pemindahtanganan harta, tetapi tidak mengajukan permohonan
pemindahtanganan harta dalam jangka waktu 2 tahun
d. tidak mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan
dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) atau
pernyataan pendaftaran tersebut belum menjadi efektif ;

47 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
e. memperoleh penolakan perpanjangan jangka waktu penawaran umum
perdana (Initial Public Offering) ;
f. tidak membubarkan Bentuk Usaha Tetap dalam 2 tahun, dan/atau
g. memperoleh penolakan perpanjangan jangka waktu pembubaran BUT

maka nilai pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar
pada saat pengalihan harta pada tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau
pengambilalihan usaha.

G. Beralihnya Hutang & Kewajiban Pajak

Terhadap hak dan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dalam
rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha untuk masa pajak, bagian
tahun pajak, dan/atau tahun pajak sebelum dilakukannya:
a. penggabungan usaha ;
b. peleburan usaha ; atau
c. pembubaran Bentuk Usaha Tetap,
beralih kepada Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan usaha.

==============

48 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB VII TAX PLANNING PPN

1. Menyelamatkan PPN Masukan yang tidak Dapat Dikreditkan

Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk :


a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya
berupa Faktur Pajak Tidak Lengkap;
f. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan (SSP salah isi);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,
yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

WARNING:
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum diperiksa.

Didalam PP-94/2010 dijelaskan bahwa PPN Masukan yang tidak bisa dibiayakan adalah PPN
yang tidak berhubungan dengan usaha atau PPN Masukan yang belum dibayar oleh
Penjual atau Pembeli.

Pajak Masukan yang berasal dari pengeluran-pengaluaran perusahaan yang tidak


dapat dikreditkan menurut UU PPN dapat dibiayakan sepanjang wajib pajak dapat
membuktikan bahwa PPN Masukan tersebut sudah dibayar dan PPN tersebut berasal dari
pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan usaha.
Dengan kata lain, PPN Masukan yang UNDEDUCTIBLE adalah PPN yang berasal dari
biaya-biaya yang undeductible. Mengenai PPN atas pembelian aktiva tetap untuk usaha,
PPN dan PPnBM atas perolehan aktiva tatap tersebut harus dikapitalisasi dan disusutkan
sesuai dengan masa manfaatnya, jika tidak mau dikreditkan di SPT PPN.

49 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Contoh 1:
PT Kuncir Mas membeli mobil Ford Everest untuk para direksinya, boleh dibawa pulang
asalkan jangan dimiliki. Bolehkah PPN masukan dikreditkan ? Bolehkan PPN Masukan
dibiayakan di rugi laba ?

Contoh 2:
PT Kuncir Mas membayar biaya jasa studi kelayakan produk pada saat perusahaan belum
berproduksi. Bolehkah PPN masukan atas biaya itu dikreditkan ? Bolehkan PPN Masukan
dibiayakan di rugi laba ?

Contoh 3:
PT Kuncir Mas membeli rumah dinas dan peristirahatan baru di daerah Puncak, Bogor, dari
perusahaan jasa konstruksi. Bolehkah PPN masukan atas biaya itu dikreditkan ? Bolehkan
PPN Masukan dibiayakan di rugi laba ?

Contoh 4:
PT Kuncir Mas membayar rekening PLN dan tagihan Telkom atas pabrik yang ada di
Cikarang. Bolehkah rekening listrik itu dikreditkan di SPT PPN ?

Contoh 5:
PT Kuncir Mas menerima Faktur Pajak atas pembelian bahan baku pabrik 4 bulan lalu.
Bolehkah PPN masukan atas pembelian itu dikreditkan ? Bolehkan PPN Masukan dibiayakan
di rugi laba ?

2. MEMILIH MENJADI PKP atau TIDAK ?

Sejak awal 2013, PKP batasannya adalah Rp 4,8 milliar. WP boleh memilih apakah ia boleh
jadi PKP atau tidak. Pertimbangan apa untuk mendasari mana yang lebih menguntungkan
ia PKP atau tidak ? ada beberapa pertimbangan. Satu, apakah ia sering bertransaksi
dengan Pemungut PPN ? dua, apakah PM selalu lebih besar dari PK ? jika ya, maka lebih
baik PKP. Tiga, apakah siap dengan pembukuan yang rapih dan administrasi faktur pajak
yang baik jika diperiksa ?

3. MANAGEMENT RESTITUSI PPN

Apabila terjadi Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran maka timbul restitusi
atau kompensasi. Restitusi maksudnya adalah kelebihan PPN yang dicairkan dalam bentuk
kas. Kompensasi maksudnya adalah pembayaran PPN dimuka, yang akan digunakan untuk
mengurangi pajak keluaran di masa berikutnya.

Penanganan atau management Restitusi PPN ataupun tidak restitusi, perusahaan harus
melakukan hal-hal sebagai berikut untuk urusan PPN:

Tax Review PPN #1:


Dalam rangka pengajuan restitusi PPN atau kompensasi, sebelum dilakukan pemeriksaan
pajak sebaiknya semua Faktur Pajak baik PK meupun PM di telaah dulu kebenaran formal

50 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
dan material. Kebenaran formal adalah kebenaran dalam pengisian faktur pajak, baik PPN
Keluaran maupun PPN masukan. Salah mengisi FP akan terhutang STP=2% x DPP.
Kebenaran material adalah kebenaran bahwa perusahaan memang benar-benar ada beli
BKP/JKP dan berhubungan dengan usaha. Perusahaan harus siap membuktikannya dengan
dokumen pendukung pembelian seperti kontrak, invoice, FP masukan, PO, surat kirim
barang, buku persediaan, buku gudang, bukti pembayaran supplier, dsb.

Tax Review PPN #2:


Dalam rangka pengajuan restitusi PPN atau kompensasi, sebelum dilakukan pemeriksaan
pajak sebaiknya PPN Masukan seluruhnya dikonfirmasi dulu ke pihak lawan, apakah sudah
dilaporkan dalam penjualannya di SPT PPN (sebagai PPN Keluaran). PPN Masukan yang
tidak ada/dilaporkan oleh pihak lawan akan mengakibatkan sanksi 100% bagi perusahaan
pembeli/pembayar.

Tax Review PPN #3:


Jika dalam pemeriksaan pajak PPN Masukan dikonfirmasi ke KPP Lawan dan dijawab ”tidak
ada” maka siapkan uji arus uang dan uji arus utang dan buktikan kepada pemeriksa pajak
bahwa pembelian BKP/JKP benar-benar ada, terjadi, dan berhubungan dengan usaha.
Perusahaan harus siap membuktikannya dengan dokumen pendukung pembelian seperti
kontrak, invoice, FP masukan, PO, surat kirim barang, buku persediaan, buku gudang,
bukti pembayaran supplier, dsb.

Tax Review PPN #4:


Lakukan equalisasi antara Laporan Keuangan dengan SPT Masa PPN. Lakukan equalisasi
PK atas seluruh pendapatan usaha, pendapatan luar usaha dari jual BKP/JKP, Down
Payment Pendapatan usaha (diterima dimuka), penjualan aktiva tetap yang berhubungan
dengan usaha, sumbangan produk Cuma-Cuma, penyerahan antar puat cabang (jika tidak
pemusatan) dan PPN membangun sendiri.
Lakukan equalisasi PM dengan seluruh pembelian BKP/JKP, impor inventory atau aktiva
tetap, Beban JKP/Royalty dari luar negeri, dan Down Payment beban dibayar dimuka
adalah objek FP Masukan. Pastikan semuanya sudah benar.

Tax Review PPN #5:


Sering terjadi dalam praktek adanya perbedaan waktu antara penyerahan dengan
pembuatan FP keluaran. Agar dipastikan pembuatan FP sudah tepat waktu, yaitu pada saat
penyerahan. Pembuatan FP lewat 3 bulan dianggap tidak bikin FP sehingga terhutang
PPN=10% dan STP=2%x DPP.

Tax Review PPN #6:


Maksimalkan FP Masukan yang berhubungan dengan usaha jangan sampai tertinggal
pengkreditannya. Pastikan bahwa PM berhubungan langsung dengan usaha, yaitu PM-PM
dari proses Produksi, manajemen, distribusi, pemasaran, dan aftar sales service. Mintalah
kepada supplier PM-PM yang sudah dibayar atas perolehan BKP/JKP. PM yang ditemukan
pada saat pemeriksaan tidak dapat dikreditkan. Pastikan juga PM atas JKPLN dan Royalty
ke LN yang berhubungan dengan Pasal 26.

51 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB VIII PERSIAPAN DALAM PEMERIKSAAN PAJAK

Perusahaan sudah seharusnya memiliki pengawasan yang baik dalam menguji kebenaran
pos-pos laporan keuangan. Jika memang sudah dilakukan dengan baik, maka kesalahan
dalam laporan keuangan akan dapat diminimalisir. Dibawah ini adalah beberapa teknik
pemeriksaan pajak yang dilakukan secara umum oleh pemeriksa pajak.

A. Mengantisipasi Pengujian Penjualan dan Other Income

Sebagaimana yang disarankan dalam SE-65/PJ/2013 mengenai penggunaan pendekatan


tidak langsung dalam mencari jumlah pendapatan usaha, berikut adalah arus uang dan
arus piutang dalam mendapatkan penjualan atau pendapatan lainnya.

Rumus Arus Uang pada Rekening Bank:


Saldo Awal Bank + Penerimaan – Pengeluaran = Saldo Akhir Bank

Misalkan PT A menurut rekening bank terdapat data sbb:


Saldo Awal Bank + Penerimaan – Pengeluaran = Saldo Akhir Bank
Rp 10 M + Rp 400 M – Rp 380 M = Rp 30 M

Rumus Arus Piutang:


Piutang awal + Penjualan + UM Pendapatan Awal – Pelunasan Piutang – UM Pendapatan
Akhir = Piutang Akhir

Note:
Piutang awal maupun akhir biasanya sudah termasuk PPN Keluaran,
karena jurnal pada saat penjualan adalah:
Piutang Rp 1.100 (misal)
Sales Rp 1.000
PPN Keluaran Rp 100

Misalkan PT A memiliki data sbb:


Piutang awal Rp 20 M
Penjualan di SPT Rp 300 M
UM Pendapatan Awal Rp 10 M
Pelunasan Piutang (Rp 290 M)
UM Pendapatan Akhir (Rp 2 M)
Piutang Akhir (ada PPN didalamnya) Rp 38 M

Diketahui ada uang masuk di Bank Rp 400 M


Pelunasan menurut arus Piutang Rp 290 M
Selisih Rp 110 M

Apabila perusahaan tidak bisa menjelaskan asal-usul uang masuk maka penjualan yang
seharusnya adalah :

52 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Piutang awal Rp 20 M (110%)
Penjualan Rp xxx M
UM Pendapatan Awal Rp 10 M (110%)
Pelunasan Piutang (Rp 400 M) -------- Data awalnya Rp 290 M
UM Pendapatan Akhir (Rp 2 M) (110%)
Piutang Akhir (ada PPN didalamnya) Rp 38 M (110%)
Maka :
Penjualan = Rp 38 M + Rp 400 M + Rp 2 M – Rp 20 M – Rp 10 M
Penjualan = Rp 410 M
Note: PPN Keluaran yang ada didalam Rp 410 M ini asumsinya adalah tidak ada Export dan
PPN yang benar-benar diminta dari pembeli BKP/JKP, sehingga dapat dipastikan bahwa
nilai Penjualan Rp 410 M adalah 110% termasuk PPN. Lain hal jika ada penjualan export,
dan ada PPN Keluaran lainnya seperti pemberian cuma-cuma, other income BKP/JKP,
Penjualan Asset tetap Pasal 16D UU PPN, penyerahan antar cabang, etc.

Sehingga dalam kasus PT A:


Penjualan tanpa PPN = Rp 372 M (rumus=Sales/110%)
Terhadap PT A diatas, selisihnya yang belum dilaporkan adalah:
Penjualan Rp 372 M
Penjualan cfm SPT Badan Rp 300 M
Selisih Rp 72 M

Note: Koreksi sejumlah Rp 72 M ini mungkin saja bukan penjualan melainkan other income BKP/JKP
atau penghasilan apapun lainnya, akan menjadi Objek PPh Badan 25% dan PPN Keluaran 10%
sepanjang PT A tidak bisa menjelaskannya.

Dengan demikian, sebagai bagian dari tax management, perusahaan harus bisa
menjelaskan asal-usul uang masuk atas penerimaan non penghasilan.

Uang masuk yang ada di Bank Rp 400 M


Pelunasan menurut arus Piutang Rp 290 M
Selisih Rp 110 M
Alasan selisih uang masuk tersebut (penerimaan non penghasilan) adalah:
1. Transfer antar Bank
2. Penghasilan bunga jasa giro dan Deposito (PPh final)
3. Pencairan uang pinjaman dari Bank atau Affiliasi/Pemegang Saham
4. Setoran masuk modal tambahan (harus ada Akte Penambahan Modal)
5. PPN Keluaran yang benar-benar dipungut
6. Penggantian Biaya

Menurut SE-65/PJ/2013, rumus mencari peredaran usaha adalah:

Penerimaan Tunai Rp xxx


Penerimaan Non Penghasilan (Rp xxx)
Penerimaan Non Tunai: Bukti Potong PPh/SSP Rp xxx
Akrual: Piutang (Akhir-Awal) + UM Penjualan (Awal-Akhir) Rp xxx
Peredaran Bruto Usaha (ada PPN didalamnya) Rp xxx

53 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
PPN Keluaran terhutang pada:
a. Peredaran Usaha
b. Other Income (BKP atau JKP)
c. Penjualan Aktiva Tetap yang berhubungan dengan usaha
d. Sumbangan inventory dan Pemakaian Sendiri
e. Pendapatan Diterima Dimuka tahun ini
f. Penyerahan tahun ini yang difakturkan di tahun depan

Contoh Kasus 1:
Misalkan PT B memiliki data sbb:
Piutang awal Rp 40 M
Penjualan (Export 20%) Rp 500 M
UM Pendapatan Awal Rp 30 M
UM Pendapatan Akhir (Rp 20 M)
Piutang Akhir Rp 25 M
Diketahui total uang masuk di Bank Rp 700 M
Penjelasan asal-usul uang masuk atas penerimaan non penghasilan:
1. Transfer antar Bank Rp 20 M
2. Penjualan asset tetap Rp 10 M
3. Ph. bunga jasa giro dan Deposito (PPh final) Rp 5M
4. Uang pinjaman dari Bank dan Pemegang Saham Rp 55 M
5. PPN Keluaran yang benar-benar dipungut Rp 30 M
Jumlah Rp 120 M
Pertanyaan:
1. Berapakah peredaran usaha yang seharusnya ?
2. Berapakah PPN Keluaran yang seharusnya ?

B. Equalisasi antara Sales & Other Income dengan Bukti Potong PPh

Saat terhutangnya Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26, dan Pasal 4(2)
Menurut PP-94 tahun 2010 pasal 15, saat terhutangnya Pasal 21 adalah saat pembayaran
atau saat dibukukan sebagai beban, mana yang lebih dulu. Saat terutangnya Pasal 23,
Pasal 4(2), atau Pasal 26 adalah:
1. saat pembayaran atau saat jatuh tempo (bunga dan sewa),
2. saat disediakan untuk dibayarkan (dividen).
3. saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (royalty dan
jasa),

Saat Pemotongan PPh atas Bunga dan Sewa (Tanah Bangunan atau sewa
lainnya)
Yang dimaksud dengan “saat jatuh tempo pembayaran” adalah saat kewajiban untuk
melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.
Contoh pemotongan atas bunga pinjaman:

54 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Pada bulan Oktober 2016 PT A memberikan pinjaman kepada PT B sebesar
Rp1.000.000.000,00 dengan tingkat bunga sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun. Jatuh
tempo pembayaran bunga setiap tanggal l April dan 1 Oktober (semesteran).
Pada 1 April 2017, PT B membayar bunga sebesar Rp50.000.000,00 kepada PT A untuk
periode Okt 2016 s/d Maret 2017. Atas bunga pinjaman ini, PT A telah mengakui separuh
penghasilan di tahun 2016 yaitu sebesar Rp25.000.000,00 (bunga selama 3 bulan=Oktober
s.d Desember 2016 sedangkan 3 bulan di 2017 adalah Januari s/d Maret 2017).
Sesuai ketentuan, PT B melakukan pemotongan Pasal 23 pada saat jatuh tempo
pembayaran pada tanggal 1 April 2017 sebesar Rp7.500.000,00 (yaitu 15% x
Rp50.000.000,00) dan kepada PT A diberikan bukti pemotongannya. Atas pemotongan
tersebut, dapat dikreditkan sepenuhnya oleh PT A pada tahun 2017 walaupun ia hanya
mengakui penghasilan bunga di 2017 sejumlah Rp 25 juta saja.

Saat Pemotongan PPh atas Dividen


Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan” untuk Dividen:
a. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang
dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau
ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.
b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).
Dengan perkataan lain, dapat dilakukan pemotongan pajak setelah para pemegang saham
“yang berhak” sudah diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Saat Pemotongan PPh atas Royalty & Jasa


Yaitu saat yang ditentukan dalam kontrak, atau perjanjian, atau faktur (atas royalty atau
service income di pihak lawan transaksi). Jika sudah diterbitkan faktur dari pihak lawan
transaksi maka sudah wajib dibukukan sebagai beban di pihak si pembayar dan saat itu
sudah terhutang pasal 23. Bukti Potong PPh terkait pada hal-hal sbb:
a. Sales jika JKP (objek Pasal 23 dan Pasal 4(2))
b. Other Income (BKP atau JKP)
c. Pendapatan Diterima Dimuka

C. Pengujian HPP & Beban

Sebelum melakukan pengujian atas aspek penerapan ketentuan perpajakan atas pos-pos
laporan keuangan, Pengujian HPP dan Beban Administrasi Umum biasanya dilakukan
dengan cara sbb:

No. Pos Pengujian Teknik Pengujian


1. Transaksi Hubungan Istimewa: Tax Auditor melakukan telaah atas kontrak
supplier utama, supplier perjanjian Related Party atas pembelian import

55 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Related Party, technical dan lokal, technical fee, royalty fee, bunga
assistance from Related Party, pinjaman, etc, sehingga yakin atas hal-hal sbb:
Royalty to related party, 1. Apakah beban tersebut sudah memenuhi
sumber dana related party, dan “benefit test” ?
penggunaan dana related party 2. Apakah hutang-piutang related party
sudah terpenuhi aspek pajaknya?
3. Apakah nilainya sudah wajar?
4. Apakah pajaknya sudah dibayar dengan
benar ?
5. Apakah hasil equalisasi antara Pasal
23/26/PPN masukan/PPN JKPLN dengan
pos di Laporan Keuangan sudah sama
atau ada selisih ?

2. Equalisasi PPN Masukan Ada PPN Masukan yang berasal dari Impor,
dengan Pembelian BKP di COGS pembelian aktiva, pembelian inventory, PM tahun
lalu, PPN JKPLN, dan Uang Muka Biaya. PM yang
berasal dari pembelian aktiva, UM Biaya, JKPLN
dan PM tahun lalu agar disingkirkan dulu dalam
equalisasi pembelian BKP tahun yang diaudit. PM
tahun X yang dikreditkan di tahun (X+1) agar
ditambahkan kedalam equalisasi tahun X.

Selisihnya Pembelian dari Supplier Non PKP. Tax


Auditor melakukan:
1) minta NPWP
2) uji arus utang dan dokumen sumber

3. Equalisasi PPN Masukan Selisihnya JKP dari Supplier Non PKP:


dengan Pembebanan JKP di 1) minta NPWP
COGS dan OPEX 2) uji arus utang, kontrak, dan dokumen sumber

4. Equalisasi SPT Masa Objek Selisihnya biaya yang dikoreksi Fiskal, kecuali WP
Pasal 21 atas Beban Upah, Gaji bisa memberikan bukti pendukung yang kuat
dan kompensasi karyawan bahwa selisih itu memang benar-benar objek
lainnya, beban komisi WPOP, pasal 21 yang belum dilaporkan.
beban kebersihan WPOP, Koreksi tetap dilakukan pada:
beban Keamanan WPOP, beban 1) Beban Estimasi Pasca Kerja PSAK sekian
Maintenance WPOP, dan beban 2) Beban Estimasi Bonus/THR/etc
Lainnya ke WPOP 3) Beban Natura Kenikmatan apapun
namanya

5. Equalisasi SPT Masa Objek Selisihnya Koreksi Fiskal, kecuali WP bisa


Pasal 22 atas Import, Industri memberikan bukti pendukung yang cocok
Khusus, ATPM, Farmasi, Batu dengan hasil:
Bara, dan objek Pasal 22 1) Uji arus utang
lainnya (misalnya sebagai 2) Uji Equalisasi PPN Masukan

56 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
WAPU) 3) NPWP suppliers

6. Equalisasi SPT Masa Objek Selisihnya Koreksi Fiskal, kecuali WP bisa


Pasal 23/4(2) atas Beban memberikan bukti pendukung yang cocok
Royalty, Bunga Pinjaman, sewa dengan hasil:
tanah/bangunan, dan beban 1) Uji arus utang/uang
JKP lainnya pada COGS dan 2) Uji Equalisasi PPN Masukan
OPEX 3) NPWP suppliers
4) Kontrak

7. Equalisasi SPT Masa Objek Selisihnya koreksi fiskal, kecuali WP bisa


Pasal 26 atas Beban Royalty, memberikan bukti pendukung bahwa:
Bunga Pinjaman, sewa, dan 1) Cocok dengan uji arus utang/uang
beban JKP lainnya pada COGS 2) PPN JKPLN sudah dibayar
dan OPEX ke luar negeri 3) Ada kontraknya
4) Ada SSP Pasal 26

8. Penelaahan Biaya Lainnya Pengujian dokumen sumber, namun atas jumlah


yang material saja dan yang berhubungan
dengan usaha.

Contoh Kasus 2:
Misalkan PT BMG adalah pabrikan sparepart mobil (bukan di kawasan berikat/bebas). Ia
memiliki data sbb:
PM di SPT PPN-B1 (impor BKP) Rp 8 M
PM di SPT PPN-B1 (impor JKP) Rp 6 M
PM di SPT PPN-B2 (DN) Rp 30 M
PM di SPT PPN-B3 (Uncreditable VAT in) Rp 1 M
SPT Masa Pasal 23/26 - PPh 26 JKPLN Rp 8 M
Pertanyaan:
1. Berapakah jumlah pembelian bahan baku impor ?
2. Berapakah jumlah pembelian bahan baku dalam negeri ?
3. Berapakah jumlah beban JKPLN di rugi laba ?
4. Berapakah jumlah pembelian natura kenikmatan ?

Contoh Kasus 3:
Misalkan PT AMG adalah Distributor besar baja. Ia memiliki data sbb:
Pasal 22 dari Pabrikan Baja Rp 1,2 M (0,3%)
PM di SPT PPN-B2 (DN – murni pembelian DN) Rp 36 M
HPP Rp 420 M
Persediaan Awal Rp 40 M
Persediaan Akhir Rp 30 M

Pertanyaan: Berapakah jumlah pembelian inventory ?

57 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

DAFTAR KOREKSI FISKAL BEBAN

FORBI
JENIS BIAYA KOMERSIAL OKEH DASAR HUKUM
DDEN
BIAYA SUMBER DAYA MANUSIA
1 Biaya tunjangan PPh V PER-50 th. 2006
2 Biaya PPh ditanggung perusahaan V PP-138 th.2000
3 Biaya Provisi bonus karyawan V Pasal 9 (1) UU
PPh
4 Iuran Jamsostek (JKK/JKM/ Pelayanan V PP-14 th.2006
Kesehatan) ditanggung perusahaan
5 Iuran JHT dibayar perusahaan (tapi bukan V PER-15 th. 2006
objek Pasal 21)
6 Iuran Pensiun kepada dana pensiun yang V Pasal 9 (1) UU
belum disahkan Menteri Keuangan PPh
7 Premi Jamsostek/BPJS ditanggung V Pasal 6 (1) UU
perusahaan PPh
8 Premi Asuransi Jiwa karyawan ditanggung V Pasal 9 (1) UU
perusahaan PPh
9 Premi Asuransi jiwa shareholder dan V Pasal 9 (1) UU
keluarga ditanggung perusahaan PPh
10 Biaya penebusan pengobatan V Pasal 6 (1) UU
(Reimbursement) dimana karyawan PPh
bayarin dulu
11 Biaya Pengobatan dibayar perusahaan V Pasal 9 (1) UU
(berobat gratis) PPh
12 Biaya gaji yang dibayarkan kepada V Pasal 9 (1) UU
anggota persekutuan, firma atau CV yang PPh
modalnya tidak terbagi atas saham
13 Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk V Pasal 9 (1) UU
kepentingan pemegang saham, sekutu, PPh
anggota
14 Biaya penggantian atau imbalan pekerjaan V Pasal 9 (1) UU
dalam bentuk natura dan kenikmatan PPh
(kecuali di daerah tertentu)
15 Biaya makan minum di tempat kerja V Pasal 9 (1) UU
pegawai restoran, pesawat, dan kapal laut PPh
16 Biaya makan minum di tempat kerja V PER-50 th. 2006
kepada seluruh karyawan, bukan sebagian
17 Biaya tunjangan makan minum berupa V Pasal 6 (1) UU
uang PPh
18 Biaya antar jemput karyawan V KMK-466 /
KMK/2000
19 Biaya Mobil antar jemput karyawan, V KMK-466 /
termasuk penyusutan dan biaya KMK/2000
turunannya

58 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
20 Pakaian pegawai hotel/penyiar TV V KEP – 213 /
PJ./2001
21 Biaya pakaian seragam satpam, pegawai V KEP – 213 /
Pemadam kebakaran, proyek, dan awak PJ./2001
kapal/pesawat
22 Biaya pakaian seragam pabrik, bank, hotel V KEP – 213 /
dan Depnaker tidak mensyaratkan itu. PJ./2001
23 Biaya Cuti ditanggung perusahaan dan V Pasal 6 (1) UU
tidak masuk ke gaji karyawan PPh
24 Biaya Beasiswa dengan kontrak, baik V KEP-545 / PJ
berhubungan dengan kerjaan atau tidak /2000
25 Biaya imbalan Fee yang melebihi V Pasal 9 (1) UU
kewajaran yang dibayarkan kepada PPh
pemegang saham/pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sehubungan dengan
pekerjaan dan perusahaan
26 Perjalanan Dinas secara lump sum dan V S-260/PJ/1998
dimasukan ke gaji
27 Perjalanan Dinas secara lump sum dan V S-260/PJ/1998
tidak dimasukan ke gaji
28 Biaya Bonus dan apapun bentuknya yang V Pasal 9 (1) UU
dibebankan pada Retained Earning PPh
29 Sumbangan ke karyawan dalam bentuk V Pasal 6 (1) UU
uang dan masuk ke gaji PPh
30 Beban cadangan bonus V Pasal 9 (1) UU
PPh
BIAYA PAJAK DAN RETRIBUSI
31 Biaya STP PPh & PPN (pokok dan bunga) V Pasal 9 (1) UU
PPh
32 Biaya SKPKB (pokok dan bunga) V Pasal 9 (1) UU
PPh
33 Biaya PPh Final ditanggung perusahaan, V Pasal 9 (1) UU
termasuk Uang Tebusan Tax Amnesty dan PPh
PPh revaluasi AT
34 Biaya Pasal 21 ditanggung perusahaan V Pasal 9 (1) UU
PPh
35 Biaya Pasal 22 ditanggung perusahaan V Pasal 9 (1) UU
PPh
36 Biaya Pasal 23 ditanggung perusahaan V Pasal 9 (1) UU
PPh
37 Biaya Pasal 25 dibayar perusahaan V Pasal 9 (1) UU
(termasuk Fiskal Luar negeri/ FLN) PPh
38 Biaya Pasal 26 ditanggung perusahaan V PP-138 th.2000
39 Biaya PBB atas Income-Producing Asset V Pasal 6 (1) UU
PPh
40 Biaya PBB atas Non Income-Producing V Pasal 9 (1) UU
Asset PPh

59 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
41 Biaya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) V Pasal 9 (1) UU
Non Income-Producing Vehicle PPh
42 Biaya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) V KEP-220 / PJ /
atas Sedan (50% diakui) 2004
43 Biaya-biaya yang berhubungan dengan V KEP-220 / PJ /
sedan (50% diakui) apapun namanya 2004
44 Biaya Retribusi daerah V Pasal 6 (1) UU
PPh
45 Biaya sanksi administrasi PBB V Pasal 9 (1) UU
PPh
46 Biaya sanksi administrasi Pajak Pemda V Pasal 6 (1) UU
PPh

BIAYA PENYUSUTAN
48 Penyusutan sedan dibawa pulang (50% V KEP-220 / PJ /
diakui) termasuk beban turunan sedan 2004
49 Penyusutan non sedan dibawa pulang V S – 154 / PJ.42
(50% diakui) termasuk beban turunan /2003
sedan
50 Penyusutan Bangunan Bukan u/ usaha V Pasal 9 (1) UU
PPh
51 Penyusutan asset lainnya bukan u/ usaha V Pasal 9 (1) UU
PPh
52 Penyusutan Bangunan disewakan yang V PP-138 th.2000
penghasilannya dikenakan PPh Final
53 Penyusutan asset yang berasal dari V KMK-1169 /
Financial Lease KMK.01 /1991
54 Pembayaran cicilan pokok dan bunga V KMK-1169 /
untuk Financial Leasing KMK.01 /1991

DANA CADANGAN
55 Pembentukan atau pemupukan dana V PMK-
cadangan perusahaan umum 81/PMK.03/2009
56 Pembentukan atau pemupukan dana V PMK-
cadangan Industri Perbankan 81/PMK.03/2009
57 Pembentukan atau pemupukan dana V PMK-
cadangan Perusahaan Asuransi 81/PMK.03/2009
58 Pembentukan atau pemupukan dana V PMK-
cadangan SGU dengan hak opsi dan 81/PMK.03/2009
perusahaan lainnya

BIAYA LAINNYA
59 Gaji yang dibayarkan kepada anggota V Pasal 4 ayat 3
persekutuan, firma atau CV yang huruf i dan pasal
modalnya tidak terbagi atas saham 9 ayat 1 huruf j
UU PPh
60 Harta yang dihibahkan, bantuan atau V Pasal 4 ayat 3

60 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
sumbangan kepada Related party dan ada huruf d dan pasal
hubungan usaha 9 ayat 1 huruf e
UU PPh
61 Harta yang dihibahkan, bantuan atau V Pasal 4 ayat 3
sumbangan kepada Independent party dan huruf d dan pasal
tidak ada hubungan usaha 9 ayat 1 huruf e
UU PPh
62 Sumbangan Tsunami dan GNOTA V SE-33 / PJ.421
/1996 dan KMK-
609/KMK/2004
63 Penghasilan yang ditangguhkan V KEP-184/PJ.2002
pengakuannya
64 Biaya yang ditangguhkan pengakuannya V KEP-184 / PJ.
/2002
65 Jumlah yang melebihi kewajaran yang V Pasal 9 ayat1
dibayarkan kepada pemegang huruf f dan pasal
saham/pihak yang mempunyai hubungan 18 ayat 4 UU PPh
istimewa sehubungan dengan pekerjaan
66 Biaya reparasi, penyusutan, dan biaya- V S – 154 / PJ.42
biaya lainnya yang berhubungan dengan /2003
kendaraan yang dibawa pulang dan
dikuasai oleh pegawai (50% saja)
67 Biaya Research & Development di Luar V Pasal 9 (1) UU
Indonesia PPh
68 PPN Masukan yang Fakturnya tidak V PP-94 th.2010
lengkap, cacat, & tidak benar tapi sudah
dibayar dan berasal dari biaya yang
berhubungan langsung dengan usaha
69 Biaya-Biaya yang Penghasilan dikenakan V PP-94 th.2010
PPh final
70 Biaya-biaya yang Penghasilan bukan objek V PP-94 th.2010
PPh
71 Pembukuan yang terpisah atas Income V PP-94 th.2010
dan Beban PPh final, Non final, dan tax-
exempted income
72 Beban Bunga Pinjaman yang melebihi V PMK-
rasio DER=4:1 169/PMK.03/2016

BIAYA ENTERTAINMENT ( SE–27/PJ.22/1986 )


Biaya entertainment dapat dibebankan sebagai biaya fiscal jika benar-benar
dikeluarkan dan berhubungan dengan usaha. Wajib pajak harus membuat daftar berisi
rincian yang dilampirkan di SPT Tahunannya. Rinciannya adalah sebagai berikut :

61 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
DAFTAR NOMINATIF ENTERTAINMENT (Sebagai lampiran SPT Tahunan)

No Tgl Jenis Nama Alamat Juml Nama Jaba Nama Jenis Tujuan
Entert. Tempat (Rp) Relasi tan Perus Usaha

Pembukuan beban ini dilakukan setiap ada transaksi selama satu tahun penuh dan bukti
pengeluaran harus disimpan.

BIAYA PROMOSI PERUSAHAAN


(PMK-01/PMK.03/2010 dan SE -09/PJ/2010 mulai berlaku 01 Januari 2009)

Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung
maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
akumulasi dari jumlah :
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media
lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Tidak termasuk Biaya Promosi adalah :
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah
dikenai pajak bersifat final.
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk
yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data
penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis
biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang
dipotong dengan format atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak
lain sebagaimana ditetapkan dalam lampiran. Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran
saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Dalam hal ketentuan ini tidak
dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

62 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1) untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;
2) dikeluarkan secara wajar; dan
3) menurut adat kebiasaan pedagang yang baik.
Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar Nominatif perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan
mencantumkan Nama Kegiatan dan Lokasinya;
2) Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship,
kolom Keterangan harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau
perjanjian sponsorship secara lengkap, termasuk nomor dan tanggal
kontrak;
3) Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship
dan kegiatan promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak
dan/atau perjanjian, maka Wajib Pajak harus mencantumkan
informasi kontrak dan/atau perjanjian secara lengkap dalam kolom
Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.

Lampiran I

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR : 02/PMK.03/2010

TENTANG : BIAYA PROMOSI YANG


DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN
BRUTO

DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI


(LAMPIRAN WAJIB ADA DI SPT BADAN)

Nama Wajib Pajak :

NPWP :

Alamat :

Tahun Pajak :

Pemotongan
Data Penerima
PPh

No Nama NPWP Alamat Tanggal Bentuk Jumlah Keterangan Jumlah Nomor


dan (Rp) PPh Bukti
Jenis Potong
Biaya

63 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
.........................., ....................

Nama Wajib Pajak

DIVIDEN TERSELUBUNG
Menurut Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, bahwa yang termasuk definisi Dividen adalah:
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak
langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi
jumlah modal yang disetor;
3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa
penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari
kapitalisasi agio saham;
4) pembagian laba dalam bentuk saham;
5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang
diterima atau diperoleh pemegang saham karena
pembelian kembali saham-saham oleh perseroan
yang bersangkutan;
7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari
modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang
lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan
modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba,
termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-
tanda laba tersebut;
9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi
pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya
perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung,
misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan
memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran.
Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan
tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang
diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan
yang bersangkutan.

64 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
CADANGAN KERUGIAN PIUTANG (PMK-207/PMK.010/2015)

Perusahaan tidak diperbolehkan membentuk dana cadangan kerugian piutang tak tertagih
kecuali piutang yang benar-benar tak tertagih yang harus memenuhi 3 syarat berikut :
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut (salah satu saja, tidak
semuanya):
1. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara;
2. terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang /
pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
atau
4. adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Tambahan info:
(1) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada DJP
harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak,
alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih.
(2) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan cara
melampirkan:
a. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
b. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;
c. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan
khusus; atau
d. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan
piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.
(3) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

PEMBENTUKAN DANA CADANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN


(PMK- 81/PMK.03/2009)
Besarnya dana cadangan usaha Perbankan, asuransi, Financing company, BPR, usaha
Madani, koperasi simpan pinjam, etc diatur khusus pada PK tersebut. Hal yang patut untuk
disimak adalah kata-kata:

(1) Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.

65 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
(2) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak
dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.

66 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

WARNING:
Mengapa pembukuan yang sudah beropini “Unqualified Opinion” by the
Big 5 CPA Firms masing tetap saja “dobrak” kena SKPKB ratusan milliar
jika diperiksa oleh DJP ?
Jawabannya: Ada yang salah pada:
1. Deductible & Undeductible Expenses
2. Kewajiban Withholding Tax dan Pemungutan PPN Keluaran
3. Equalisasi Lapkeu dengan WHT & VAT in-VAT out
4. Pengkreditan VAT in (plus hasil konfirmasi “tidak ada”)
5. Penerapan PPN pada kawasan berikat/bebas/terintegrasi
6. Pembukuan Final Income/Non Final/Tax Free Income
7. Utang Piutang Related Party
8. Penerapan Tax Treaty & Treaty Shopping
9. Penerapan Debt to Equity Ratio (DER)
10. Substance over Form
11. Transfer Pricing issue
12. Controlled Foreign Corporation (CFC) rules

67 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB VIII SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat Tagihan Pajak (STP)


Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar-sanksi 2%
sebulan;
Contoh: Pasal 25 tahun berjalan yang ada kurang bayar atau tidak dibayar.

b. Berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai


akibat salah tulis dan / atau salah hitung - sanksi 2% sebulan;

Contoh: SPT Badan ada salah jumlah sehingga ada kurang bayar Pasal 29
atau SPT PPN ada kesalahan jumlah sehingga ada kurang bayar PPN

c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan / atau bunga;
Contoh: sanksi yang Rp 1.000.000- SPT Badan, atau SPT Badan ada salah
jumlah sehingga ada kurang bayar Pasal 29 plus denda 2% sebulan.

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak


membuat Faktur Pajak, atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktunya
(max 3 bulan): sanksi 2 % dari DPP;

e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi
Faktur Pajak secara lengkap maka: sanksi 2 % dari DPP, kecuali data:
 Identitas pembeli, untuk Non PE
 Identitas pembeli serta nama dan tandatangan, dalam hal penyerahan
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran (PE)

f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak: sanksi 2% sebulan.

g. Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan: sanksi bunga 2% plus pokok PPN.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar: sanksi 2 % sebulan (s/d terbit SKPKB) untuk all taxes;
SPT Badan 2015 dan terbit SKPKB tgl. 01 Nop 2017 maka sanksinya = 12 bulan (2016)
+ 10 bulan (Jan s/d Okt 2017) = 22 bulan.

b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan juga: sanksi 50% PPh OP/Badan, 100% PPh Potput, dan 100% PPN

68 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak


Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen)
sanksi 100% ;
Contoh: SPT PPN LB Rp 2 milliar menjadi KB Rp 1 milliar, maka hitungannya adalah:
Pokok PPN KB Rp 1M
PPN LB dikembalikan Rp 2M
Sanksi 100% Rp 2M
Sanski 2% sebulan Rp …. (2% x KB yang Rp 1 M max 24 bulan)

d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang: sanksi 50% PPh
OP/Badan, 100% PPh Potput, dan 100% PPN

e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan: sanksi 2% sebulan dan Pokok
Pajak ditagih semuanya sejak memperoleh penghasilan, bukan sejak memperoleh
NPWP/PKP.
Contoh: sudah punya penghasilan melebihi PTKP sejak 2013 namun baru ketahuan
sekarang, maka dihitung pajaknya sejak 2013, bukan sejak punya NPWP sekarang
ini. Pokok pajak + Sanksi = 2% sebulan max 24 bulan.

Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


DJP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam
rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan: sanksi 100% dari pajak
yang kurang bayar, kecuali data tersebut dikemukakan sendiri oleh WP sebelum dilakukan
pemeriksaan SKPKBT. Apabila dikemudian hari ada data baru lagi setelah diterbitkannya
SKPKBT, DJP masih bisa membuat SKPKBT kedua, lanjutan SKPKBT yang pertama.

Data Baru dan Data Semula Belum Terungkap


Istilah ini penting karena berhubungan dengan kepastian hukum SKPKBT. Yang dimaksud
dengan "data baru" adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan
untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak belum
diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu
pemeriksaan.

69 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

PERMOHONAN PEMBETULAN, PEMBATALAN & PENGHAPUSAN


BAB X
SANKSI PERPAJAKAN

Permohonan Pembetulan Pasal 16 KUP


Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan
pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Untuk memberikan kepastian hukum, permohonan
pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diputuskan dalam batas waktu paling
lama 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima.
Catatan Penting
Pasal 16 ini berlaku untuk kejadian apabila ada kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Ruang Lingkup pembetulan yang diatur pada ayat ini terbatas pada kesalahan
atau kekeliruan sebagai akibat dari:
a. kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor
Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau
Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b. kesalahan hitung, antara lain kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau
pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
c. kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan
penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan
penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan
penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam
pengkreditan pajak.
Jika masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak dapat
mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan. Artinya bahwa
permohonan ini bisa dibuat berkali-kali.

Permohonan Pembetulan Pasal 36 KUP


Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

70 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Permohonan ini hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali, kecuali
permohonan pembatalan hasil pemeriksaan pajak tanpa penyampaian SPHP dan closing,
hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali saja.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. Apabila
jangka waktu itu telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

Catatan Penting
1. Pasal 36 ini berlaku apabila terjadi persengketaan substansi temuan audit atau
Transaksi keuangan perusahaan, bukan untuk kejadian kesalahan tulis, kesalahan
hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Pasal 36 ini dapat menampung keluhan wajib pajak yang mau mengajukan
keberatan tapi sudah lewat waktu.

71 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

BAB XI KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN KEMBALI


1.

Keberatan
Apa syarat-syarat Keberatan?
Ada 5 syarat, yaitu 1) memakai bahasa Indonesia 2)belum 3 bulan terlampaui sejak SKPKB
dikirim (bukan tanggal terbit SKPKB) 3) satu surat untuk satu produk SKP 4) menuliskan
berapa jumlah yang benar menurut WP beserta alasannya 5) Membayar pajak sesuai
perhitungan WP.
Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan oleh Dirjen Pajak.
Jika keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Akan tetapi, apabila wajib pajak mengajukan banding maka sanksi administrasi berupa
denda sebesar 50% tidak dikenakan.

Catatan: Apabila WP sudah mengajukan keberatan dan sedang diproses, maka WP


sudah tidak bisa lagi mengajukan permohonan Pasal 36 dan proses penagihan
pajak ditunda sampai terbit SK Keberatan.

Kapan paling lama SK Keberatan harus diterbitkan ?


Paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan
atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu 12 bulan telah lewat dan Dirjen Pajak
tidak menerbitkan suatu keputusan maka keberatan tersebut dianggap dikabulkan.
Apa yang diajukan Kebaratan ? Seluruh produk pemeriksaan, kecuali STP.

Beban Pembuktian
Keberatan atas SKP yang diterbitkan oleh DJP maka wajib pajak harus membuktikan
ketidakbenaran surat ketetapan pajak tersebut dalam proses keberatannya. Sebaliknya,
dalam proses Banding, DJP harus membuktikan bahwa wajib pajak melakukan
ketidakbenaran itu.

Penundaan Otomatis atas Penagihan SKP


SKPKB tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak
diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.

Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak
mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan

72 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan
penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi
utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen).
Contoh:
Untuk tahun pajak 2014, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT
A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian
SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas
koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam
hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19,
tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000.00-
Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00 sehingga totalnya Rp 550 juta + Rp 275 juta.

SURAT KEPUTUSAN KEBERATAN


Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan oleh Dirjen Pajak.
Jika keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Catatan:
1. Apabila wajib pajak mengajukan banding maka sanksi administrasi berupa
denda sebesar 50% tidak dikenakan.
2. Apabila WP sudah mengajukan keberatan dan sedang diproses, maka WP
sudah tidak bisa lagi mengajukan permohonan Pasal 36.

Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu
12 bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak menerbitkan suatu keputusan maka keberatan
tersebut dianggap dikabulkan.

BANDING & PENGADILAN PAJAK


Peraturan perundang-undangan perpajakan adalah semua peraturan di bidang perpajakan
bisa diajukan banding. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan
kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.

73 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat
diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Pasal 23 UU KUP menjelaskan tentang Gugatan:

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:


a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (Keberatan) dan Pasal 26
(Banding); atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.
Contoh Gugatan:
1. Penagihan dengan surat paksa yang salah sita barang atau salah orang.
2. Taxmen menerbitkan SKPKB langsung tanpa pemeriksaan dulu.
3. Taxmen menerbitkan STP atas pajak objek PPh Potput untuk tahun fiskal yang
sudah lewat.

Syarat-Syarat Banding
Syarat-syarat Banding adalah mengajukan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak, Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterima Keputusan yang dibanding, dan jangka waktu itu tidak mengikat apabila jangka
waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding,
Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding, Banding diajukan dengan
disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang
dibanding, dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding, dan tidak perlu membayar pajak
yang disbanding. Banding yang telah dicabut atas permohonan wajib pajak dan sudah ada
penetapan atau putusan pencabutan tidak dapat diajukan Banding kembali.

Gugatan ke Pengadilan Pajak


Yang menjadi objek gugatan adalah:
a. Pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau
pengumuman lelang
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan hasil keberatan atau banding; atau
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Gugatan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak/pengadilan pajak. Gugatan
diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.

74 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Penundaan Penagihan Otomatis Jatuh Tempo SKPKB
Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang diajukan
banding tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding. Penangguhan Jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19
tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.
Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib
Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada
ayat ini.

Contoh:
Untuk tahun pajak 2014, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A.
Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian
SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas
koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak
dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak
diputuskan besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00.
Dalam hal Banding kalah, baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 (bukan SKPKB/STP) maupun sanksi
administrasi berupa denda 50% Keberatan tidak dikenakan. Namun, setelah banding,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda, yaitu sebesar=100%x
(Rp450.000.000,00 - Rp200.000.000.00)=Rp250.000.000,00 sehingga totalnya Rp 250 juta
x 2 = Rp 500 juta.

Saksi Ahli
Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau
ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa;
b. Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah
bercerai;
c. Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
d Orang sakit ingatan.
Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban
merahasiakan dimaksud ditiadakan.

Pemeriksaan dengan Acara Cepat


Pemeriksanaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:
a. Sengketa Pajak yang permohonan Banding atau Gugatannya tidak
memenuhi persyaratan formal.

75 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat
gugatan diterima.
c. tidak dipenuhinya salah satu syarat data dalam surat putusan atau
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak;
d. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan
wewenang Pengadilan Pajak,misalkan sengketa pengakuan asset milik pihak
III.
Selain hal tersebut maka dilakukan dengan Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Alat Bukti
Alat bukti dapat berupa:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan para saksi;
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pen getahuan Hakim

Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari:


a. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum,
yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu
dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
b. akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang
peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
c. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang
berwenang;
d. surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang
ada kaitannya dengan banding atau Gugatan.

Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa:


a. menolak;
b. mengabulkan sebagaian atau seluruhnya;
c. menambah Pajak yang harus dibayar;
d. tidak dapat diterima;
e. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau
f. membatalkan.

Peninjauan Kembali
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan
atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Permohonan peninjauan
kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan
peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Alasan Peninjauan Kembali


Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut:

76 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang
apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan
putusan yang berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut,
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya; atau
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan adanya kebohongan


dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap.

Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan bukti tertulis susulan


paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan
tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang.

Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud


dalam huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak putusan dikirim.

Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan


ketentuan:
a. dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali
diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal
Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
b. dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali
diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal
Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.

Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan, banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, dan selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana
dimaksud dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN dan SKPLB yang telah dibayar menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak maka kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya surat
keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali.

77 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
b. Untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak
sampai dengan diterbitkannya surat keputusan keberatan, putusan banding,
atau putusan peninjauan kembali
Imbalan bunga juga diberikan atas surat keputusan pembetulan, surat keputusan
pengurangan ketetapan pajak, surat keputusan pembatalan ketetapan pajak yang
dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c. untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
Imbalan bunga juga diberikan atas pembayaran lebih yang terkait dengan sanksi
administrasi berupa denda berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat dari diterbitkannya
surat keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali yang
mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan wajib pajak.

Studi Kasus
1. Tahun 2015 diterbitkan STP untuk pasal 23 atas sewa kendaraan oleh fiscus
2. Tahun 2014 diterbitkan SKPKB langsung tanpa pembahasan akhir tapi dilakukan
pemeriksaan.
3. Diketahui ada hitungan STP yang salah atau penerapan sanksinya salah.
4. Ada juru sita yang menyegel mobil perusahaan yang belakangan diketahui itu
bukan asset perusahaan tapi milik pribadi direksi.
5. Ada juru sita yang menyegel asset pribadi pemegang saham yang belakangan
diketahui bahwa asset perusahaan masih tersedia banyak.
6. Ada tindakan penagihan padahal SKPKB sedang dalam proses keberatan.
7. Terbit SKPKB hasil pemeriksaan dimana perusahaan tidak setuju sebagian. Selain
SKPKB, ada juga STP atas penyerahan yang belum dilaporkan dan dianggap tidak
bikin faktur pajak (2% x DPP) dan perusahaan tidak setuju.

Pertanyaan:
Sehubungan dengan permohonan WP atas kuasa pasal 16, Pasal 36, pasal 23 (gugatan),
pasal 25 (keberatan) dan pasal 26 (Banding) UU KUP, jelaskan langkah Saudara dalam
menyelesaikan kasus nomor 1 s/d 7, pasal mana yang Saudara ajukan ?

78 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

KASUS-KASUS PRA UTS

KASUS-KASUS WP OP
1. WPOP pedagang dengan omzet dibawah Rp 4,8 milliar di beberapa tempat usaha
2. WPOP pedagang dengan omzet di atas Rp 4,8 milliar
3. WPOP sebagai pekerja kantoran saja dan dan Istri kerja dari satu perusahaan
4. WPOP pekerjaan bebas dengan omzet dibawah Rp 4,8 milliar
5. WPOP pekerjaan bebas, juga sebagai pegawai tidak tetap di suatu perusahaan, dan
Istri kerja dari satu perusahaan plus anak punya penghasilan
6. WPOP pedagang dengan omzet dibawah Rp 4,8 milliar dan ada penghasilan final
dan penghasilan yang bebas PPh
7. Hutang atau Modal dari pemegang saham WPOP

KASUS PEMILIHAN BENTUK PERUSAHAAN dan PENGALIHAN SAHAM


Kasus 1:
Sebuah usaha diperkirakan akan memberikan net return 10% dari pendapatan kotornya.
Pendirinya adalah 3 orang bersaudara, si A/B/C. Ketiga orang tersebut juga digaji dari
perusahaan. Jelaskan aspek perpajakannya jika bentuk usaha tersebut adalah WP OP,
Persekutuan/CV, Perseroan Terbatas, dan Koperasi.
Jawab:
a. Kalau WPOP ada PTKP dan PP-46 yang 1% untuk pengusaha kecil yang
omzetnya dibawah Rp 4,8 milliar.
b. Kalau CV/Firma/Kongsi.....seluruh gaji dan dividen kepada pemilik modal sudah
bebas PPh, tidak ada lagi hitungan pajak-pajak apapaun
c. Kalau bentuk PT, maka dividen kena final 10% untuk WPOP dan atas gaji
terhutang pasal 21, sama dengan koperasi (SHU final 10%).

Kasus 2:
Melanjuti kasus nomor 1, dengan asumsi bahwa bentuk usahanya adalah PT, misalkan si C
menyetor modal bukan uang tapi berupa 1.000 m2 tanah dan 200 m2 Bangunan diatasnya
dengan nilai pasar seluruhnya Rp 5 milliar. NB tanah Rp 500 juta dan NB Bangunan Rp 1
milliar. Saham PT diterbitkan untuk si C dengan nilai buku Rp 4 milliar saja.
Jawab:
Menyetor modal tidak kenak pajak jika dalam bentuk uang, jika dalam bentuk
barang maka terhutang pajak yaitu: Tanah/Bangunan kena PPh 5% final, jika
selain tanah/bangunan terhutang PPh umum dari nilai pasar diatas nilai
bukunya bagi pemilik asset yang dijadikan setoran modal. PT mencatat agio
saham Rp 1 milliar (Rp 5 M – Rp 4 M).

Kasus 3:
Sama dengan kasus diatas, tapi Saham PT AJE dimiliki oleh dua pemegang saham, ABC Ltd
(Hongkong) sejumlah Rp 5 milliar dan PT AJU sejumlah Rp 3 milliar. Saham PT AJE yang
dimiliki oleh ABC Ltd. dijual kepada PT Wong Sugih seharga Rp Rp 12 milliar. PT AJE
belum listing di BEJ. Jelaskan aspek perpajakanya bagi PT AJE. Nilai jualnya adalah Rp 50
milliar.

79 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Jawab: Penjualan saham PT Indonesia yang dijual oeh Parent di LN terhutang pasal
26=5% dari nilai jual sahamnya, dibayar oleh PT AJE Indonesia jika pembelinya
WPLN. Jika pembelinya WPDN Indonesia maka dipotong dari nilai beli, yaitu PT
Wong Sugih yang motong Pasal 26.
------------------------------------------------------------------------------

Kasus Funding- Pinjaman atau Modal Saham:


PT Garment Indo Keren sedang menimbang-nimbang untuk meminjam uang dari beberapa
pihak. Mas Nur Arifin sebagai Direktur Utama yang juga pemegang saham mau
memberikan uangnya kepada perusahaan. Jika bunga pinjaman adalah 15% dan sesuai
bunga pasar Bank pemerintah, mana yang paling baik bagi pihak Mas Nur Arifin, apakah
berbentuk pinjaman atau tambahan modal disetor saja ? asumsi dividen 15% juga.
Jawab: dari sisi Bang Nur, Enakan dalam bentuk Modal. Mengapa ?
Jika dari sisi perusahaan enakan pinjaman.
-------------------------------------------------
Kasus Beban Donasi:
PT Garment Indo keren berencana mau memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat
sekitar. Salah satunya adalah sumbangan jalan. Perusahaan akan menyumbang prasarana
jalan berupa aspal mulus dan beberapa jembatan yang layak pakai. Menurut saudara,
dalam bentuk uang (mentahnya) atau pisik jadi ?
Jawab: PP-93 TAHUN 2010 berlaku mulai tahun 2010 ada 4 syarat boleh jadi beban
fiskal.

Kasus Dividen terselubung :


PT X pemegang saham utamanya adalah Pak Sunarto. Anak beliau sedang sekul di Amrik,
perlu dana Rp 500 juta untuk pembayaran semesteran dan biaya hidup. Uang tersebut
diambil dari kas perusahaan dan dicatat oleh Akuntannya yang bernama si Slamet sebagai
Biaya keperluan rumah tangga kantor. Bagaimana menurut Anda ?
Jawab:
Penjelasan Pasal 4(1) huruf g UU PPh
------------------------------------------------------

KASUS – SEVERAL SOURCES OF MONEY


PT MCA Indoprima adalah sebuah pabrikan bahan kimia dan obat-obatan yang terletak di
kawasan industri Pulogadung yang mengalami pertumbuhan usaha yang baik. Omzet
tahun 2016 lalu mencapai naik 80% dari tahun lalu. Saham perusahaan dimiliki oleh pihak-
pihak sbb:
Nama Saham (Rp) %
PT Mentari Pagi (PMA) 50,000,000,000 91%
PT Fajar Mentari 4,500,000,000 8%
Tn. Arifin 500,000,000 1%
Jumlah 55,000,000,000 100%

Tahun 2013 ini, perusahaan berencana akan menambah mesin dan peralatan pabrik baru
dengan estimasi biaya Rp 60 milliar. Beberapa sumber dana berikut ini sudah siap
memberikan bantuannya kepada perusahaan. Mereka adalah:

80 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Nama Penjelasan
Bank BNI 46 cabang Ready kapan saja diperlukan. Bunga 14,5%, asalkan
Tangerang perusahaan dapat mempertahankan ratio-ratio
keuangan tertentu.
Kiss Dong Jung Co. Perusahan ini pemegang saham 99% PT Mentari Pagi.
Dia mau memberikan pinjaman dengan bunga 25%.
Pajak-pajak harus ditanggung oleh PT MCA. Bunga
pasar = 14,5%.
Tn. Arifin Pak Arifin (pemegang saham) adalah pengusaha yang
menggunakan pembukuan, mau memberikan dananya
dengan bunga 25% dan potongan pajak ditanggung
oleh Pak Arifin.
Rich Brother, Inc. Suatu badan yang berdomisili di BVI yang pemegang
sahamnya merupakan kenalan dekat Pak Arifin, mau
memberikan pinjaman dalam dollar yang jika
dirupiahkan sama dengan Rp 20 milliar, dengan bunga
15% (arms’ length). Pajak-pajak harus ditanggung
pemberi pinjaman.
PT Fajar Mentari Perusahaan adalah pemegang saham dan bergerak
dalam bidang Farmasi juga. PT mentari mau
memberikan dana tersebut dengan bunga 0%. Dana ini
berasal dari pinjaman Bank.
Arimarko Co. Perusahan ini merupakan residen Singapore yang
bergerak dibidang Asset Management yang team ahlinya
direkrut dari para profesional di Singapore. Saham
Arimarko dimiliki oleh Arifin = 80%, Marjono = 10%,
dan Handoko = 10% makanya dinamai Arimarko.
Perusahaan ini mau memberikan dana ke PT MCA tanpa
bunga dalam bentuk Convertible Bond (CB).
PT Mentari Pagi Mau memberikan dananya Rp 20 milliar sebagai
pinjaman. Bunga 15% (sesuai harga pasar). Pemegang
saham lama lagi pikir-pikir dulu.
PT KJM Mau memberikan dananya Rp 20 milliar sebagai
penyertaan saham sehingga sebagai Pemegang Saham
baru. Pemegang saham lama agak enggan juga dengan
perubahan komposisi saham yang baru ini. Diasumsikan
pemberian dividen sama dengan bunga pinjaman Bank,
yaitu 15%.

Bahaslah aspek pajak dari kedua belah pihak dan tentukan mana yang paling
menguntungkan PT MCA Indoprima !

KASUS – HYBRID FINANCIAL INSTRUMENT


PT Ashoymen adalah perusahaan yang berdomisili di KPP Bogor. Ia memiliki perusahaan
induk, Asoy men Ltd di Hongkong. Parent ini memberikan Loan dengan bunga 10% dari
Laba Bersih PT Ashoy dengan tenor 50 tahun dan bisa diperpanjang 50 tahun lagi. Bunga
tidak dibayar jika PT Ashoy sedang rugi. Pertanyaan:
1. Jelaskan sedikit tentang beberapa bentuk Hybrid Financial Instrument

81 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
2. Jika Saudara adalah sebagai Tax Planner, bagaimana Saudara menyiasati peraturan
perpajakan atas loan yang seperti ini ?
3. Tax incentive apa yang mungkin disediakan dalam kasus ini sehingga pinjaman ini
menjadi Tax Saving ?

KASUS MERGER
PT ABC adalah perusahaan sehat. PT ABH sedang rugi terus sudah 5 tahun. Mereka berdua
bersaudara. Meraka akan merger di tahun 2018. Perusahaan bertanya kepada anda:
1. Apa bedanya merger, peleburan, dan pemekaran ?
2. Apa bedanya akuisisi melalui pengambilalihan asset dan pengambilalihan saham ?
3. Bolehkan mereka merger atau lebur dengan Nilai Buku? jelaskan jawaban Saudara
4. Apa itu bonafide business purpose ?
5. Apa bedanya aturan lama dengan aturan baru di 2017 dalam urusan ini ?
6. Jelaskan hal-hal yang harus dilakukan WP sebelum dan sesudah penggabungan
usaha.

REVISITING TAX THEORY !


a. Perusahaan dengan PPh Final, Non Final, Tax-Exempted Income, dan aspek
pembukuannya
b. Beban kompensasi karyawan dan pemilihan Natura Kenikmatan
c. Beban Penyusutan (PPE) disertai contoh perhitungan atas PPE kenikmatan dan non
kenikmatan, dan Amortisasi atas HGU/HGB/Hak Pakai. Mana metode penyusutan
yang paling menguntungkan ?
d. Metode persediaan dan mana metode persediaan yang paling menguntungkan ?
e. Perlakuan Bunga Pinjaman, Related Party Loan, SE-46/PJ./1992 dan DER
f. Beban cadangan kerugian piutang
g. Beban Promosi dan Entertainment
h. Beban Sumbangan (inventories and money) dan CSR
i. Perlakuan Gain (loss) on Forex
j. Fasilitas PPh atas usaha-usaha khusus

KASUS KOMPENSASI KARYAWAN:


Sebuah perusahaan garment, PT ABC, pada tahun 2014 memperoleh laba bersih usaha
sejumlah Rp 20 milliar. Rincian PL tahun tersebut adalah sbb:
(in million)
Sales 100.000
COGS 40.000
GROSS PROFIT 60.000
SGE:
 Salary 12.000
 Others 28.000
Net Operating profit 20.000

Tahun 2015 ini perusahaan ingin memberikan kepada karyawannya Voucher Bensin Rp 5
milliar. Dengan asumsi Laba Rugi tahun 2015 adalah sama dengan 2014, Pertanyaan:

82 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
1. Diketahui bahwa direksi perusahaan sudah mendapatkan salary kotor pada tarif
25% sedangkan manager ke bawah masih 5%-15%. Jelaskan mana yang lebih baik
bagi perusahaan, apakah bentuk Voucher atau bentuk Uang saja (pajak-pajak
ditanggung perusahaan)
2. Analogy dengan pertanyaan 1, mana bentuk THR yang paling baik bagi perusahaan
jika pajak-pajak ditanggung karyawan.
3. Analogy dengan pertanyaan 1, bagaimana jika PT ABC adalah perusahaan Real
Estate atau Jasa Konstruksi ?

KASUS – PT LAYAR BERJAYA


Berikut adalah laporan keuangan perusahaan shipping DN tahun 2016.

Omzet PPh final (jasa pelayaran) Rp 200,000,000,000


Omzet PPh non final (jasa keagenan) Rp 40,000,000,000
Total omzet Rp 240,000,000,000
Biaya – biaya Admin/Umum (fiskal) Rp 100,000,000,000
Laba sebelum PPh Rp 140,000,000,000
Other Income (expense):
a. Gain on sale of vessel Rp 4,000,000,000
b. Loss on Forex Rp (10,000,000,000)
c. Interest on Loan expense Rp (40,000,000,000)

Bukti potong dari usaha Final (1.2%) Rp 2,400,000,000


Bukti potong dari usaha Keagenan (2%) Rp 900,000,000
PPN Keluaran Rp 5,000,000,000

Misalkan bahwa Anda adalah tax analyst. Pertanyaan:


1. Berapa Sales atas jasa pelayaran ?
2. Berapa Sales atas jasa Keagenan ?
3. Berapa interest on loan yang tax deductible ?
4. Berapa Loss on forex yang tax deductible ?

KASUS FOREX PT ABS


PT ABS usahanya adalah pabrikan semen. Ia memiliki penghasilan dari usaha jualan
semen, persewaan Gudang, dan dividen dari perusahaan lain dengan penyertaan 40%.
Terdapat selisih Gain/Loss on forex dari deposito Vallas, dari pinjaman vallas untuk urusan
pendanaan modal kerja dan pembuatan Gudang yang disewakan, dan selisih vallas dari
urusan export-impor. Abaikan aplikasi DER=4:1. Menurut saudara, bagaimana perlakuan
pajak atas:
a. Gain/Loss on forex dari masing-masing kasus ini.
b. Gain/Loss on forex jika pembukuan atas penghasilan dan beban atas PPh final, non
final, dan bebas PPh tidak bisa dipisahkan.

83 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
KASUS PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH – PASAL 22 DAN PPN
PT Teh Merem Melek (TMM) adalah industri pembuatan teh yang produknya dijual ke lokal
dan juga ekpor ke mancanegara, baik berupa daun teh segar dan teh jadi. Merek
produknya adalah “Teh Merem Melek”. Daun teh diperoleh dari kebun sendiri dan ada yang
dari pedagang pengumpul. Tahun 2013 lalu data pembelian dari pihak lain (bukan kebun
sendiri) ada sejumlah Rp 600 milliar. Pertanyaan:
a. Apakah ada pajak yang timbul dari pembelian sejumlah Rp 600 milliar ini ?
b. Jika ada pajaknya dan DPP pembelian ini hanya sebesar Rp 500 milliar, dan di 2015
di pemeriksa oleh DJP, bagaimana kisah selanjutnya ?
c. Bagaimana dengan seluruh PPN masukan atas perusahaan yang menjual BKP dan
Non BKP ?
(Kasus Real Pemeriksaan Pajak)
Jawab:
A dan B:
Pasal 22 Rugi Laba Selisih
Pembelian 500 M 600 M 100 M
Alasan Selisih :
Belum dipungut atau pembelian tidak ada bukti pendukung

C: Harus ada perhitungan kembali PPN Masukan pada bulan Jan s/d Maret tahun 2014.

KASUS EQUALISASI – BUKTI POTONG PPH 23 dan PPN


Terdapat kredit PPh Pasal 23 sejumlah Rp 1 Milliar untuk tahun 2014 bagi PT BB yang
bergerak dalam usaha jasa management pemasaran. Pada rugi laba perusahaan tahun
2014 tercatat omzet sejumlah Rp 480 milliar dengan PPN keluaran atas jasa itu Rp 51
milliar. Jelaskan apa yang Saudara pahami dari kasus ini ?
(Kasus Real Pemeriksaan Pajak)
Jawab:
Pasal 23 Rugi Laba Selisih
Penjualan 500 M 480 M 20 M

Penjualan - R/L 480 M 30 M


Penjualan - PPN 510 M

Alasan Selisih Pasal 23:


Omzet ada yang tidak/kurang dibukukan, atau Ada DP
Proyek. Buktikan dengan dokumen pendukung...

Alasan Selisih dengan PPN:


1) Ada DP masuk, atau
2) Ada ........
3) Ada ........
4) Ada ........
5) Ada ........

84 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

KASUS EQUALISASI – PASAL 22 (AUTOMOTIVE) & PPN


PT ABC dalam Laba Rugi tahun 2014 (SPT Badan) mencatat Sales Rp 600 milliar. Usaha
perusahaan adalah distributor besar kendaraan motor roda dua merek” CUHONMA” yang
artinya cucunya Honda dan Yamaha. Kendaraan dibeli dari Pabrikan PT Astro Auto
Indonesia.

Penyerahan PT ABC kepada 4 cabangnya di setiap ibukota propinsi totalnya Rp 200 milliar
dan penjualan keempat cabangnya adalah Rp 300 milliar. Masing-masing cabang sudah
PKP dan tidak pemusatan. Menurut SPT PPN induk terdapat PPN Keluaran sejumlah Rp 32
milliar (belum termasuk penyerahan kepada 4 cabangnya).

Terdapat kredit pasal 22 atas penyerahan otomotif sejumlah Rp 18 milliar. Pembelian


dicatat sebesar Rp 450 juta dari Pabrikan langsung. Diketahui bahwa terdapat PPN
Masukan atas pembelian ini yaitu Rp 35 milliar.
Pertanyaan:
a. Jika dilakukan equalisasi maka ada selisih. Jelaskan sebab-sebabnya mengapa
adanya selisih pada penjualan antara PPN Keluaran dan Rugi Laba. Jika Anda
tidak bisa menjelaskan selisihnya maka DJP akan membukukan Penjualan mana
yang paling besar.
b. Jelaskan sebab-sebabnya mengapa adanya selisih pada pembelian antara PPN
Masukan, Pasal 22, dan Rugi Laba. Jika Anda tidak bisa menjelaskan selisihnya
maka DJP akan membukukan Pembelian mana yang paling kecil.
c. Berapa penjualan seharusnya tahun 2014 ?
Jawab:
Penjualan - R/L 600 M 20 M

Penjualan – PPN 320 M


Penjualan – cab 300 M
Alasan Selisih dengan PPN:
1) Ada DP masuk, atau
2) Ada ........
3) Ada ........
4) Ada ........
5) Ada ........

Pembelian - R/L 450 M 20 M


Pembelian – Psl.22 400 M

Pembelian – R/L 450 M 100 M


Pembelian – PPN 350 M

Alasan Selisih dengan Pasal 22:


1) Ada Belum dipungut, atau
2) Ada pembelian tanpa bukti pendukung

85 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

Alasan Selisih dengan PPN Masukan:


1) Tidak dipungut PPN oleh PKP, atau
2) Ada pembelian tanpa bukti pendukung
3) Ada pembelian dari Non PKP (Supplier terlalu sibuk
lupa bikin FP)

Berapa penjualan seharusnya di 2014 ? tergantung alasan PPN kelurannya. Jika memang
hanya PPN atas penjualan saja (tidak ada alasan PK lainnya), maka artinya ada Penjualan
yang belum dilaporkan di SPT Badan sebesar Rp 20 milliar.

KASUS PENJUALAN TANAH – PPH FINAL


PT ABG sebagai usaha distributor mainan anak-anak di dalam Laba Rugi tahun 2014 (SPT
Badan) mencatat Sales Rp 55 M dan laba bersih usaha adalah 10%. Didalam biaya – biaya
usaha termasuk biaya-biaya urusan sbb:
1. Ada penghasilan sewa kantor sebagai other income yaitu lantai 3 yang tak terpakai.
Penghasilan sewanya sudah dikoreksi fiskal. Biaya langsung lantai 3 ini adalah
beban listrik/Air/telepon yang masuk dalam biaya administrasi dan umum
perusahaan.
2. Ada laba pengalihan/penjualan tanah & bangunan sejumlah Rp 3 milliar sebagai
other income. Penghasilan final ini sudah dikoreksi fiskal. Biaya langsung transaksi
ini adalah beban komisi penjualan Rp 1 milliar kepada Kolonel Sudjono (orang
Ciputat City) dan beban Notaris Rp 100 juta yang masuk dalam biaya administrasi
dan umum perusahaan.
3. Ada other income juga berupa penghasilan Dividen Rp 600 juta atas penyertaan
saham di PT Aura Fulus sebesar 26%. Atas dividen ini timbul biaya pengurusannya
sebesar Rp 50 juta dan dicatat pada biaya administrasi dan umum.

Jelaskan tindakan Anda atas biaya-biaya tersebut !


Jawab: PP-94 tahun 2010

KASUS – PT MEREM MELEK BARU BUKA USAHA


PT Merem Melek baru buka usaha 5 bulan lalu dan sampe sekarang belum ada penjualan.
Ia adalah pabrikan minuman ringan. Ia mengimpor mesin, beli tanah real estate, JKP atas
jasa konstruksi pembangunan gedung kantor, JKP notaris/akuntan publik, dan BKP dari
ATK. Semua PPN ini dikreditkan oleh perusahaan karena ingin kembali VAT in-nya.
Bagaimana menurut Anda ?

KASUS – PT LEBAK BULUS RESIDENCE


Perusahaan adalah pengembang perumahan. Tahun 2013 ini ada kebijakan untuk
memberikan mobil-mobil sedan dengan cara cicilan yang dibayarkan perusahaan begitu
juga perumahan kepada para direksinya, dicicil juga oleh perusahaan (PER-31/PJ/2012
Pasal 5 ayat 2).
Pertanyaan:
1. Mana yang lebih baik bagi perusahaan, apakah di bayarken cicilannya oleh
perusahaan atau cicilan tersebut ditambahken ke gaji pegawai yang menerima
sedan dan perumahan itu ?

86 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
2. Apabila ada kebijakan perusahaan yang mau menanggung Pajak-pajak yang timbul
atas cicilan itu, apakah sudah tepat ?
3. Apabila perusahaan ini tidak dikenakan PPh Final, bagaiamana cerita selanjutnya ?

KASUS – VOUCHER BENSIN FOR TOP LEVEL OF MANAGEMENT


PT Krakatau Maju Bersama adalah sebuah pabrikan jaket kulit kelas internasional.
Terdaftar di KPP Anu-Anu sejak jaman nyonya meneer. Tahun 2017 ini Pak Dirut sedang
mempertimbangkan adanya pemberian voucher bahan bakar untuk para direksi dan
seluruh karyawannya. Omzet perusahaan tahun 2016 lalu sudah Rp 400 milliar dengan
laba bersih komersial 10%. Proyeksi profit and loss tahun 2017 adalah sbb:

PROJECTION OF PROFIT & LOSS


For the year 2017

Accounts Rp Jumlah
Sales Rp 425.000
HPP (Upah buruh Rp 80 milliar) Rp 300.000
Laba Kotor Rp 125.000
Biaya Administrasi: Rp
Gaji dan Tunjangan lainnya Rp 30.000
Beban selain gaji Rp 50.000
Jumlah Biaya Adm/Umum Rp 80.000
Laba Bersih Usaha Rp 45.000
Taksiran PPh Badan Rp 11,250

Tahun 2017 ini akan dibagikan voucher bahan bakar kendaraan pribadi karyawan dengan
total beban Rp 3 milliar untuk jajaran top direksi dan 1 milliar untuk karyawan menegah
kebawah. Seluruh karyawan top rank memiliki gaji bruto pada layer tertinggi pasal 21
sedangkan Manager kebawah masih pada level 15%. Porsi Gaji pada bagian administrasi
dan umum yang sejumlah Rp 30 milliar adalah 40% atau kisaran Rp 12 milliar untuk top
level. Sisanya yang 18 milliar adalah gaji manager kebawah. Upah buruh pabrik masih
dikisaran 5%. Pajak-pajak ditanggung perusahaan.
Pertanyaan:
Saudara diminta untuk memberikan pandangan tentang bentuk yang paling baik di lihat
dari kacamata pajak atas tunjangan bensin ini, apakah Voucher semua, atau uang semua,
atau bagaimana ?

KASUS – RELATED PARTY TRANSACTION


PT AMN adalah anak perusahaan dari AMN Co. (Germany). PT AMN memiliki saham 90%
pada PT KLM. PT AMN mempunyai transaksi kepada affiliasi sebagai berikut:
a. PT AMN memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya
dengan nilai sisa buku sebesar Rp 140.000.000,00. Mobil tersebut dijual dengan
harga Rp 100.000.000,- kepada Tn. Sahro Margono (Pemegang Saham
minoritas). Harga pasarnya Rp 160.000.000,00. Jelasken aspek pajaknya.
b. Memperoleh pinjaman tanpa bunga Rp 20 milliar dari AMN Germany. Bunga
pasar 14%. Boleh dikembaliken kapan saja bila ada profit.

87 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
c. Membayar technical fee kepada AMN German Rp 1,2 milliar yang jumlah
wajarnya bila dilakukan kepada pihak independen akan sebesar Rp 800 juta.
d. PT AMN menjual Tanah & Bangunan seharga Rp 3 milliar kepada Anak
Perusahaan dimana nilai buku tanah & bangunan tersebut adalah Tanah Rp 2
Milliar dan Bangunan Rp 4 milliar. Harga pasar wajar adalah Rp 10 milliar.
e. PT AMN memiliki 5% saham PT ABA senilai Rp 2 milliar yang pada tahun 2017
ini dijual kepada Anak perusahaan seharga Rp 500 juta. Anak perusahaan
kemudian menjual lagi saham itu kepada pihak lain (independent party) seharga
Rp 5 milliar.
f. PT AMN memiliki Parent Co. yang bernama AMN Co. Germany. Saham PT AMN
dijual kepada BBC Co di Belanda (independent part).
g. PT AMN memiliki Parent Co. yang bernama AMN Co. Germany. Asumsikan induk
perusahaan ini bukan di Germany tapi berdomisili di BVI. AMN Co BVI ini
seluruh sahamnya dimiliki oleh Brick stone Co. di Hongkong. Saham AMN Co
BVI dijual kepada BBC Co di Belanda.
Bahaslah aspek perpajakannya oleh Saudara.

KASUS UTANG PIUTANG ANTAR RELATED PARTY


PT Bingung Selalu memperoleh kredit dari Bank Permata senilai Rp 200 milliar dengan
bunga 15%. Jelaskan perlakuan pajaknya jika:
a. Pinjaman itu 40%-nya diteruskan lagi ke anak perusahaan tanpa bunga, sisanya
untuk usaha perusahaan
b. Pinjaman itu 50%-nya dipakai untuk pemegang saham (orang pribadi)
c. Pinjaman itu 100% dipakai untuk membangun Pabrik
d. Pinjaman itu 20%-nya dipakai untuk membangun perumahan mess karyawan
e. Pinjaman itu semuanya didepositokan.
f. Bagaimana menyiasati agar bunga pinjaman yang dananya didepositokan bisa
dibiayakan secara pajak ?

KASUS – PT BINGUNG DIPERIKSA MULU (BDM)


PT BDM adalah pabrikan sparepart mobil. Ia selalu lebih bayar PPh Badannya sejak 5 tahun
terakhir. Perusahaan sudah diperiksa oleh pajak di tahun 2015 dan ditemukan fakta sbb:
1. Adanya uang masuk sejumlah Rp 600 milliar, besarnya Penjualan tercatat Rp 450
milliar dan pelunasan piutang menurut arus piutang adalah Rp 300 milliar. PPN
Keluaran ada Rp 48 milliar. Penjualan PT BDM semua local ke pedagang retail dan
juga distributor.
2. Adanya kredit PPN Masukan di SPT PPN 2015 dengan total Rp 34 milliar sedangkan
pembelian BKP di COGS adalah Rp 360 milliar. Tahun 2015 ternyata ia ada impor
mesin Rp 20 milliar dan PPN-nya sudah dikreditkan di SPT PPN 2015. Diketahui ada
kredit PM 2014 di Jan 2015 Rp 2 milliar dan kredit PM 2015 di Jan 2016 ada Rp 4
milliar.
3. Tahun 2015 perusahaan memiliki pinjaman Rp 200 milliar dari Bank HSBD
Singapore dan bunga sudah dibukukan Rp 30 milliar. Diketahui Modal disetor Rp 2
milliar dan Laba Ditahan minus (Rp 10 milliar).
4. Diketahui juga adanya rugi selisih kurs dari pinjaman tahun 2015 ini sejumlah Rp 15
milliar dan dari import Rp 5 milliar sehingga total loss on forex Rp 20 milliar.
5. Diketahui ada Beban Management Fee ke Parent co. di LN Rp 40 milliar namun
Beban management fee ini nilai pasarnya Rp 30 milliar. Pasal 26 baru dibayar Rp 4

88 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
milliar (abaiken P3B) dan data Lampiran B1-SPT PPN (bukan impor BKP-tapi JKP)
ada PM Rp 1 milliar.
Temuan pemeriksa pajak di-amin-ken oleh perusahaan karena PT BDM tidak paham
pemeriksa ngomong apa. Tugas Saudara:
1. Misalkan Saudara adalah pemeriksa pajak. Atas masing-masing kasus diatas,
jelaskan temuan apa yang Anda buat yang perlu klarifikasi dari PT BDM ini.
2. Misalkan Anda adalah sebagai tax manager, dipanggil untuk memberikan
tanggapan atas kasus tahun 2015 yang lewat ini masing-masing point dan saran-
saran agar di tahun 2016 kedepan tidak terjadi lagi koreksi fiskal yang sangat
dahsyat. Jelaskan…
3. Sebagai tax planner, jelaskan secara umum apa-apa saja yang bisa dilakukan untuk
mengurangi pajak yang selalu LB untuk SPT Badan

KASUS EQUALISASI – BUKTI POTONG PPH 23


Terdapat kredit PPh Pasal 23 sejumlah Rp 100 juta untuk tahun 2012 bagi PT BBB yang
bergerak dalam usaha jasa management pemasaran. Pada rugi laba perusahaan tahun
2012 tercatat omzet sejumlah Rp 4 milliar dengan PPN keluaran atas jasa itu Rp 420 juta.
Jelaskan apa yang Saudara perlu ketahui dan yang akan dilakukan selanjutnya. Bagaimana
ceritanya jika omzet yang dilaporken adalah Rp 6 milliar ?

KASUS EQUALISASI - PPN


Pada tahun 2012, PT CCC melaporken PPN keluaran sejumlah Rp 20 milliar sedangkan
Omzet usaha adalah Rp 18 milliar. Jelasken sebab-sebab terjadinya selisih DPP tersebut.

KASUS EQUALISASI – PASAL 21


Pada rugi laba perusahaan AAA tahun 2012, biaya gaji dan kompensasi karyawan adalah
Rp 18 milliar, Biaya perawatan dan perbaikan gedung (pelaku WP OP) Rp 100 juta, Biaya
Jasa professional seperti Notaris dan Konsultan Pajak (WP OP) adalah Rp 600 juta. Data
SPT pasal 21 masa Desember 2012 terdapat DPP sejumlah Rp 16 milliar. Jelaskan apa
yang Saudara perlu ketahui dari kasus ini.

KASUS PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH


PT Teh Merem Melek (TMM) adalah industri pembuatan teh yang produknya dijual ke lokal
dan juga ekpor ke mancanegara. Bahan teh ada yang dari kebun sendiri dan ada yang dari
pengumpul. Tahun 2013 lalu data pembelian dari pengumpul ada sejumlah Rp 60 milliar.
d. Apakah ada pajak yang timbul dari pembelian ini ? Bagaimana jika mereka tidak
punya NPWP ?
e. Apakah pembelian bahan pendukung tambahan (selain teh) untuk di campur di teh
yang belinya dari pengumpul non PKP non NPWP juga terhutang PPh ?
f. bagaimana ceritanya jika ada data pasal 22 Rp 150 juta atas pembelian dari
pedagang pengumpul untuk PT TMM ini ?

TUGAS KELOMPOK
Berikut adalah laba rugi tahu 2016 PT Kiss Dong Say yang berdomisili di KPP
Jakarta Anu-Anu. Ia adalah pabrikan Automotif berupa sepeda motor yang menjual
produknya local dan export. Pabriknya ada di kawasan Jababeka.

89 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
BALANCE SHEET
Untuk periode yang berakhir 31 Desember 2016

RUPIAH
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas dan Setara Kas 4.807.479.922
Piutang Usaha - Pihak ketiga 114.575.299.187
Piutang lain-lain – Hubungan Istimewa 12.139.877.364
Persediaan 11.429.569.179
Uang Muka Pajak 3.035.817.653
Beban Dibayar Dimuka 110.094.364.507
Total Aktiva Lancar 256.082.407.812
AKTIVA TIDAK LANCAR
INVESTASI (saham 60%) 210.000.000.000

AKTIVA TETAP (net) 10.416.412.800


JUMLAH 476.498.820.612

KEWAJIBAN DAN EKUITAS


KEWAJIBAN LANCAR
Hutang Bank 21.556.525.372
Hutang Pajak 721.265.345
Hutang lain-lain 607.260.900
Uang Muka Penjualan 2.371.114.366

Jumlah Kewajiban Lancar 25.256.165.983

Kewajiban Tidak Lancar


Hutang Hubungan Istimewa 440.826.197.489

EKUITAS
Modal Disetor 1.000.000.000
Saldo Laba Ditahan 9.416.457.140
Jumlah Ekuitas 10.416.457.140

JUMLAH 476.498.820.612

PROFIT & LOSS (For the year ended December 2016)

PENDAPATAN USAHA 163.500.000.000


BEBAN POKOK USAHA (Attachment A) 130.886.312.910
LABA KOTOR 32.613.687.090

BEBAN USAHA
Beban penjualan (Attachment B) 5.159.744.080

90 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Beban Administrasi dan Umum (Attachment C) 12.724.909.660
Jumlah beban usaha 17.884.653.740
LABA USAHA 14.729.033.350
PENDAPATAN LUAR USAHA
Pendapatan (Beban) Luar Usaha (Attachment D) (2.898.291.350)
LABA SEBELUM PAJAK 11.830.742.853
Pajak kini (5.457.685.713)

LABA TAHUN BERJALAN 6.373.057.140

Attachment A
Pada Harga Pokok penjualan terdapat :
Pemakaian material (Pembelian import = 30%) 92.173.944.988
Beban Royalty (MNA Ltd- Singapore) 2.500.000.000
Upah Tenaga Kerja 8.562.500.000
Biaya pengiriman (antar pulau via PT AKM Shipping) 3.527.004.528
Sewa Alat berat (PT Trakindo) 2.885.747.450
Beban penurunan nilai persediaan 2.458.000.000
Subkontraktor (PT Anu-Anu) 1.100.000.000
Penyusutan (Pabrik/Mesin/Peralatan/Truck/Rumdin) 2.230.000.000
Sumbangan produk (ada uang keamanan WPOP=50%) 600.000.000
Pemakaian Bahan Bakar solar (bayar SSP pasal 22) 1.697.173.972
Biaya konsumsi (Catering CV Enak) 697.173.972
Biaya Akomodasi Lapangan dan Lainnya 2.454.768.000
120.886.312.910
Attachment B
Beban promosi dan Pemasaran terdiri dari:
Beban Pemasaran & Promosi (pasang iklan dan banner) 3.798.769.672
Beban Entertainment (Ada Daftar Nominatif 20%) 1.245.000.000
Beban komisi penjualan (WP OP) 115.974.408
5.159.744.080
Attachment C
Beban Administrasi dan Umum terdiri dari:
Beban Gaji dan Tunjangan 8.400.000.000
Beban Penyusutan (ruko 10%/sedan 20%) 1.230.000.000
Beban Keamanan dan Kebersihan (WP OP) 67.500.000
Beban Kerugian Piutang tak tertagih 456.528.660
Beban Konsumsi Kantor (Catering Mbo Marni Demplon) 254.000.000
Beban Perawatan aktiva tetap (ruko 10%/Sedan 60%/
sisanya aktiva lainnya) 750.000.000
Beban Listrik/Air/Telepon (beban Ruko 20%) 100.500.000
Beban Management & Technical Fee (MNA Ltd.) 550.000.000
Beban Notaris (Income dari Sewa Ruko) 50.000.000
Beban Sewa kantor (cabang Surabaya) 196.409.000
Beban Perjalanan Dinas (ada ongkos pegawai=50%) 342.875.000
Beban Kepegawaian (Reimburse sakit=20%) 305.647.000

91 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
Beban Lainnya 21.450.000
12.724.909.660
Attachment D
Data penghasilan Luar usaha terdiri dari:
Pendapatan sewa Ruko 1.000.000.000
Pendapatan jasa giro 110.000.000
Pendapatan Dividen (saham 40% di PT ABG) 44.500.000.000
Pendapatan Outsouring (pengolahan) 2.000.000.000
Pendapatan cabang di negara X (PPh = 20%) 4.537.300.000
Kerugian penjualan asset tetap 3M (Jual Rp 1 milliar) (200.000.000)
Kerugian Selisih Kurs atas Pinjaman Dollar (11.310.000.000)
Beban Bunga pinjaman Bank (3.250.000.000)
Beban Bunga pinjaman ke Parent Co.LN (60.160.000.000)
Beban administrasi dan provisi bank (125.590.497)
(2.898.290.497)
Pertanyaan:
1. Pada neraca terdapat pos Investasi. Atas investasi pada perusahaan anak
ini (saham 60%), ternyata dananya dari pinjaman bank. Jelaskan aspek
pajak atas bunga pinjaman bank ini.
2. Diketahui berdasarkan fakta bahwa Pasal 22 adalah sejumlah Rp 783
juta atas penjualan. Menurut saudara, berapa penjualan yang
seharusnya ? bagaimana dengan PPN-nya ?
3. Misalkan ternyata diketahui bahwa PPN Keluaran ada sejumlah Rp 20
milliar, apa argument saudara atas selisih ini karena anda yakin bahwa
Sales sudah benar adanya.
4. Berdasarkan FS diatas, berapa seharusnya jumlah PPN Keluaran ?
5. Apa temuan Saudara pada pos aktiva lancar ?
6. Fakta diketahui bahwa didalam Aktiva Tetap ada penambahan Bangunan
di 2016 sejumlah Rp 30 milliar, apa temuan Anda ?
7. Jika ada “construction in progress” di neraca dan ternyata itu adalah
installasi mesin impor dengan fee sejumlah Rp 2 milliar, apa temuan
Anda ?
8. Apa temuan Saudara pada pos hutang ?
9. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 21 berdasarkan FS diatas
10. Berapa Pasal 22 impor berdasarkan FS diatas ?
11. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 23 atas jasa berdasarkan FS diatas
12. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 23 dan pasal 26 atas bunga
pinjaman berdasarkan FS diatas
13. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 4(2) berdasarkan FS diatas
14. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 26 atas JKLN & BKPTBLN
berdasarkan FS diatas
15. Apakah JKLN & BKPTBLN berdasarkan FS diatas juga terhutang PPN ?
jika terhutang, hitunglah PPN tersebut
16. Identifikasilah objek SPT Masa Pasal 15 berdasarkan FS diatas

92 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018
17. Apakah beban yang sudah dikoreksi fiskal pada PPh Badan tetap
terhutang PPh pemotongan/pemungutan ?
18. Berdasarkan FS diatas, identifikasilah mana kredit pajak (selain pasal 25)
dalam menghitung SPT Badan tahun 2016 ini
19. Data HPP adalah sebagaimana dibawah ini.
Pada Harga Pokok penjualan terdapat :
Pembelian & Pemakaian material (Pembelian import = 30%) 92.173.944.988
Beban Royalty (MNA Ltd- Singapore) 2.500.000.000
Upah Tenaga Kerja 8.562.500.000
Biaya pengiriman (antar pulau via PT AKM Shipping) 3.527.004.528
Sewa Alat berat (PT Trakindo) 2.885.747.450
Beban penurunan nilai persediaan 2.458.000.000
Subkontraktor (PT Anu-Anu) 1.100.000.000
Penyusutan (Pabrik/Mesin/Peralatan/Truck/Rumdin) 2.230.000.000
Sumbangan produk 600.000.000
Pemakaian Bahan Bakar solar (bayar SSP pasal 22) 1.697.173.972
Biaya konsumsi (Catering CV Enak) 697.173.972
Biaya Akomodasi Lapangan dan Lainnya 2.454.768.000
Jumlah HPP 120.886.312.910
Permasalahan:
PPN Masukan versi SPT Masa Jan-Des 2016 diketahui bahwa kredit PM di SPT Masa
Jan s/d Des atas perolehan BKP dan JKP adalah Rp 25 milliar. Lakukan analisis PM
dalam melakukan Equalisasi PPN Masukan untuk menguji HPP diatas. Jika Saudara
tidak bisa menjelaskan selisihnya, maka dalam tax audit biasanya akan dikoreksi
fiskal beban perolehan BKP/JKP tersebut.

93 | P a g e
Corporate Tax Planning 2018

About Author:
Indrayagus Slamet adalah Betawi Asli, lulusan D IV STAN dan Magister Akuntansi UI
tahun 2007. Menjadi pegawai pajak sejak 1995 sampai dengan 2010, dan karena merasa
lelah menjadi pejabat DJP yang selalu keliling-keliling Nusantara, maka ia memutuskan
untuk berganti profesi saja menjadi dosen di Magister Akuntansi UI sebagai dosen
Perpajakan. Beliau adalah penggemar ilmu International taxation dan pemegang Brevet C
dari IKPI.

Jaman dulu, April 2010, ia ditugaskan oleh DJP untuk mengikuti 65 th OECD Seminar on
International Taxation for Special Issues di Soul, South Korea. Pada bulan Maret 2015 ia
melanjutkan belajar transfer pricing ke Netherland, Belanda.

Sampai saat ini, DJP selalu mengundang beliau untuk memberikan IHT Analisa Laporan
Keuangan & P3B. Sekarang kesehariannya adalah menjadi dongsen di UI saja (Salemba
dan Depok), memberikan seminar Tax Treaty & Transfer pricing, dan membantu
perusahaan multinasional dalam menyiapkan dan membuat Transfer Pricing
Documentation. Ia sebagai pengasuh tanya-jawab perpajakan internasional pada majalah
perpajakan Indonesia Tax Review (ITR) dan telah menerbitkan buku “Tax Treaty for
beginner” yang sudah published.

94 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai