Anda di halaman 1dari 25

ETIKA PROFESI AKUNTAN DALAM

PARADIGMA PANCASILA

(Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Etika Bisnis untuk

Akuntan Profesional )

Oleh:

Rr Haniar Maryanti Putri (041814253016)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
PENDAHULUAN

Terungkapnya skandal Enron pada bulan Oktober 2001, yang akhirnya mengarah pada

kebangkrutan dari Perusahaan Enron, sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di

Houston, Texas , dan pembubaran de facto dari Arthur Andersen , yang merupakan salah satu dari

lima terbesar Kantor Akuntan Publik di dunia. Selain menjadi reorganisasi kebangkrutan terbesar

dalam sejarah Amerika pada waktu itu, Enron disebabkan sebagai kegagalan audit terbesar.

Setahun kemudian tepatnya 1 Juli 2002 harga saham Worldcom anjlok dari $64,5 menjadi $2 dan

akhirnya turun lagi menjadi kurang 1 sen yang mengakibatkan kebangkrutan perusahaan tersebut,

Pada masa-masa itu WorldCom menggunakan jasa KAP Arthur Andersen sebagai auditor

eksternal independen. Sedangkan Arthur Andersen sendiri terlilit skandal Enron tidak lama yang

lalu. Jadi bisa dibilang kredibilitas KAP Arthur Andersen sendiri mulai dipertanyakan.

Sarbanes-Oxley (Sarbanes-Oxley Act of 2002, Public Company Accounting Reform and

Investor Protection Act of 2002) atau kadang disingkat SOx atau Sarbox adalah hukum federal

Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002 sebagai tanggapan terhadap sejumlah skandal

akuntansi perusahaan besar yang termasuk di antaranya melibatkan Enron, Tyco International,

Adelphia, Peregrine Systems dan WorldCom. Skandal-skandal yang menyebabkan kerugian

bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang

terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham nasional. Akta yang

diberi nama berdasarkan dua sponsornya, Senator Paul Sarbanes (D-MD) and Representatif
Michael G. Oxley (R-OH), ini disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan

suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.

Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan

dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagi

perusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 judul atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari

tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntut

Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk

menaati hukum ini.

Sarbox menetapkan suatu lembaga semi pemerintah, Public Company Accounting

Oversight Board (PCAOB), yang bertugas mengawasi, mengatur, memeriksa, dan mendisiplinkan

kantor-kantor akuntan dalam peranan mereka sebagai auditor perusahaan publik. Sarbox juga

mengatur masalah-masalah seperti kebebasan auditor, tata kelola perusahaan, penilaian

pengendalian internal, serta pengungkapan laporan keuangan yang lebih dikembangkan.

Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan harus mengikuti kode etik sebagai

panduan dan aturan bagi seluruh anggota dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme

tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Setiap

profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat

yang dilayaninya. Demikian juga dengan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat

terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan

standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota

profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan

yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan tersebut bersumber dari Prinsip Etika
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, yang

kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan tahun 1998. Etika

profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi

nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam perkembangannya, profesi akuntan publik

melalui organisasi profesinya pada tahun 2007 tepatnya pada tanggal 24 Mei mendeklarasikan

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi akuntan publik yang independen dan

mandiri dengan berbadan hukum. Berdirinya Institut Akuntan Publik Indonesia adalah respons

terhadap dampak globalisasi. IAPI diharapkan dapat memenuhi seluruh persyaratan International

Federation of Accountans (IFAC) yang berhubungan dengan profesi dan etika akuntan publik,

sekaligus untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh IFAC sebagaimana tercantum dalam

Statement of Member Obligation (SMO).

Pada tahun 2008, IAPI melalui Dewan Standar Profesional Akuntan Publiknya

mengeluarkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang berlaku efektif 2010. Kode etik profesi

yang dikeluarkan oleh IAPI tersebut masih menerapkan beberapa prinsip etika profesi akuntan

yang dikeluarkan IAI tahun1998. Ada lima prinsip dasar yang harus dimiliki para akuntan publik

dalam menjalankan profesinya yakni, integritas, objektivitas, kompetensi dengan sikap cermat

dan kehatihatian profesional, kerahasiaan dan prilaku profesional lainnya (yang mewajibkan

akuntan mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan menghindari tindakan yang

mendikreditkan profesi). Di dalam kode etik tersebut juga terdapat aturan etika profesi yang berisi

ancaman dan pencegahan yang harus dilakukan akuntan terkait jasa yang ia berikan kepada

masyarakat.
Profesi akuntan dan khususnya para auditor sangatlah berarti. Berbagai peristiwa telah

memberi tatangan tetapi juga kesempatan dan pertumbuhan yang besar. Belum pernah permintaan

atas akuntan yang andal dan auditor dengan integritas tinggi menjadi sangat tinggi. Kantor

Akuntan Publik (KAP) dan auditor seharusnya bisa bersikap independen, dan jangan sampai

kehilangan objektivitasnya dalam mengaudi laporan keuangan dan mengevaluasi metode

akuntansi perusahaan yang diauditnya.juga menjungjung tinggi independensi, profesionalisme dan

tidak melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari profesi maupun masyarakat. Agar

fenomena mega skandal seperti Enron dan WorldCom dan kasus-kasus di Indonesia tidak terulang

kembali. Kejadian-kejadian tersebut telah memberikan lonceng peringatan kepada para akuntan,

maka diharapkan profesi ini akan menjadi lebih kuat dan dinilai lebih tinggi dari sebelumnya.

Permasalahan diatas menimbulkan beberapa pertanyaan: Apakah Kode etik yang ada di

Indonesia tidak representatif dengan paradigm Pancasila dan budaya masyarakat Indonesia?

Apakah hanya kode etik yang menjadi acuan Moral seorang auditor?

PEMBAHASAN

1.1 Tinjauan Literatur

A. Etika Akuntan

Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah

sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas

yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan

penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

B. Etika Profesi Akuntansi


Yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia

sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan

pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.

8 Prinsip Kode etik akuntan Indonesia memuat prinsip etika sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab profesi

Saat melaksanakan tanggung jawabnya harus profesional, bagi tiap - tiap anggota harus

senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang

dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat,

anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka serta

harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk

mengembangkan profesi akuntansi,

2. Kepentingan Publik

Bagi semua anggota wajib bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,

menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu

ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi

akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan

yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia

bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas

akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.

3. Integritas

Integritas merupakan element karakter yang mendasari lahirnya pengakuan profesional.

Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan

(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya serta mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus

mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh

dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak

disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau

peniadaan prinsip.

4. Obyektivitas

Bagi tiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan

dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya ialah tingkat kualitas yang

memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan

anggota bersikap adil, independen, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias,

serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.Anggota bekerja

dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam

berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta

konsultasi manajemen.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Bagi tiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi

dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan

ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau

pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

6. Kerahasiaan

Bagi tiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama

melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi

tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar

profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan

mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di

mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu

diungkapkan

7. Perilaku Profesional

Bagi Tiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan

menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi

tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai

perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,

staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis

Bagi tiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis

dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,

anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama

penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan

standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants (IFAC), badan pengatur, dan

pengaturan perundang-undangan yang relevan.

C. Paradigma Pancasila

Pancasila sebagai paradigm kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengembangkan kehidupan nasional. Pancasila

digunakan sebagai asumsi dasar yang bisa mengarahkan dan menggerakan kearah yang
dikehendaki oleh bangsa dan Negara sebagai consensus nasional (Noor Ms Bakry, 2010,

343).

Paradigma merupakan model dalam teori ilmu pengetahuan atau sebagai kerangka

berpikir ilmu pengetahuan, sehingga batasan mengenai pengertian “paradigm” dapat

dinyatakan yaitu sebagai keutuhan konseptual yang sarat dengan muatan ajaran, teori, dalil,

bahkan pandangan hidup, untuk dijadikan dasar dan arah pengembangan ilmu

pengetahuan. Paradigma dapat cenderung berfungsi sebagai ideology (Koento

Wibisono,Dirjen Dikti, 2002).

Dalam perubahan tata nilai ini, bangsa Indonesia harus dapat menyusun strategi

kebudayaan, yang menggunakan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri dalam

Pancasila, Sebagai kerrangka acuan untuk membina dan mengembangkan ilmu

pengetahuan, demi dan atas nama peningkatan harkat dan martabat manusia Indonesia.

(Noor Ms Bakry, 2010, 346).

Kelima asas dalam Pancasila dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan sebagai

pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Ini ditetapkan dalam Ketetapan MPR no.

II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.

A. Sila ketuhanan yang maha esa

1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan

kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut

kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

5. Menolak kepercayaan atheisme di Indonesia.

B. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama

manusia.

2. Saling mencintai sesama manusia.

3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7. Berani membela kebenaran dan keadilan.

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu

dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

C. Sila persatuan indonesia

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di

atas kepentingan pribadi atau golongan.

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.

4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal

Ika.

D. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil

musyawarah.

6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada

Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-

nilai kebenaran dan keadilan.

E. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan

suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain.


12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

D. Etika Akuntan dihubungkan dengan Ideologi Pancasila

Pancasila adalah 'philosophische grondslag' yang di atasnya kebebasan negara itu

dibangun (Asshiddiqie 2011). Penulisan ini memperkuat bahwa Pancasila dapat menjadi

pengabaian imperialisme etis yang saat ini berkuasa. Hal yang lebih penting untuk diingat

adalah bahwa Pancasila benar-benar menjelaskan hubungan antara spiritualitas dengan

etika. Ma'arif (2011, p. 59) menjelaskan bahwa semua nilai-nilai dasar yang terkandung

dalam Pancasila sangat jelas. Prinsip pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa"

memberikan dasar yang kuat untuk kehidupan beragama, baik tulus dan otentik. Prinsip

kedua Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia sangat dekat dengan etika akuntan,

keadilan memiliki konsekuensi mengenai kepentingan pemangku kepentingan tertentu

tanpa meniadakan kepentingan lainnya, bagian yang lebih penting dari prinsip kedua ini

adalah peradaban, yang berkaitan dengan kesatuan, jika prinsip ini dikombinasikan dengan

prinsip ke tiga, yaitu kesatuan Indonesia, maka peradaban masih harus mempromosikan

kepentingan bangsa secara keseluruhan.Jika dikaitkan dengan Lima sila, keputusan untuk

bergabung dengan badan-badan yang berkuasa, disamping kehilangan kemerdekaan, juga

mempersulit pemenuhan keadilan social. Dengan pelaksanaan Standar Akuntansi

Pemerintahan sesuai dengan PP no 71 tahun 2010, misnya, penyediaan layanan yang harus

diterapkan secara gratis atau dengan sedikit biaya untuk masyarakat, telah diliberalisasikan

atau dikomersialkan, Connolly & Hyndman (2006) menjelaskan bahwa hal itu juga harus

diingat, bahwa sector public tidak seperti sector swasta yang mempromosikan profitabilitas

dan posisi keuangan. Partisipasi IAI dengan badan-badan professional tidak selalu mampu
memberikan keaddilan social bagi rakyat Indonesia. (Unti Ludigdo dan Ari Kamayanti

,2012, Pancasila as Accountant Ethics Imperialism Liberator).

Mengutip istilah Bung Karno, “mengambil apinya pancasila, bukan abunya.” Kalau

Pancasila sebagai dasar Negara, maka akuntan harus menjadi jiwa dan pedoman dari semua

semua kebijakan yang berakar dari nilai Pancasila dalam menjalankan profesinya. Ketika

profesi akuntan mampu mewujudkan nilai-nilai pancasila dalam tugas profesinya, sehingga

akuntan-akuntan ini akan disebut sebagai “ akuntan pancasilais”, yaitu akuntan yang

memiliki jiwa yang tangguh (kokoh) selayaknya “batu karang yang teguh” dalam

mempertahankan dan menjaga sikap independen, integritas dan objektivitas, serta

tanggungjawab etika yang bersandar pada nilai spritualitas bangsa.(Aprianto Kuddy,

2012).

Langkah berikutnya adalah menginternalisasikan Pancasila itu agar tidak hanya

menjadi retorika saja yaitu melalui jalur pendidikan. (Unti Ludigdo dan Ari Kamayanti

,2012, Pancasila as Accountant Ethics Imperialism Liberator).

1.2 Metodelogi

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini merujuk pada tesis yang disusun oleh

Martono anggusti dengan mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh filsuf

Inggeris Jeremy Bentham (1748-1832) , dan selanjutnya Utilitarisme diperhalus dan diperkukuh

lagi oleh fisuf Inggeris besar, John Stuart Mill (1806–1873), dalam bukunya Utilitarianism (1864).

Dalam ekonomi, etika utilitarianisme juga relevan dalam konsep efisiensi ekonomi. Prinsip

efisiensi menekankan agar dengan menggunakan sumber daya (input) sekecil mungkin dapat

dihasilkan produk (output) sebesar mungkin. Satu pokok yang perlu dicatat adalah bahwa baik
etika utilitarianisme maupun analisis keuntungan dan kerugian pada dasarnya menyangkut

kalkulasi manfaat. Hanya saja, apa yang dikenal dalam etika utilitarianisme sebagai manfaat

(utility), dalam bisnis diterjemahkan sebagai keuntungan. Maka, prinsip maksimalisasi manfaat

ditransfer menjadi maksimalisasi keuntungan. Sasaran akhir yang hendak dicapai adalah the

greatest net benefits atau the lowest net costs.

Persoalan pokok menyangkut pertanyaan tujuan keuntungan untuk siapa? Jawabannya

adalah bagi sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan, yang berarti juga bagi

keuntungan dan kepentingan perusahaan tersebut. Yang juga perlu mendapat perhatian adalah

bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek finansial, melainkan juga

aspek-aspek moral: hak dan kepentingan masyarakat, kepuasan masyarakat, dan sebagainya,

karena itu benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.

Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut

teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan . Perbuatan

yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak

pantas disebut baik. Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan

manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest

number). Artinya, bahwa hal yang benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang

baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada

semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan

paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti manfaat)

sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil

perbuatan .
Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan

dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pada

konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat

paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat,

maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian

daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang

menentukan seluruh kualitas moralnya . Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : “An action is right

from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by that act is greater

than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have performed in its

place.” (Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total

utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan

oleh tindakan lain yang dilakukan).

Dengan dasar teori diatas bahwa keterlibatan sosial sebagai wujud tanggung-jawab sosial

perusahaan yang diwajibkan dengan UU No.40/2007 tentang Perusahaan Terbatas, akan

menimbulkan minat, manfaat dan perhatian yang bermacam ragam, yang pada akhirnya akan

mengalihkan, bahkan mengacaukan perhatian para pimpinan perusahaan. Perhatian yang terbagi-

bagi dan membingungkan itu pada akhirnya merugikan perusahaan karena akan menurunkan

kinerja keseluruhan dari perusahaan tersebut. Apakah Ideologi Pancasila telah memenuhi etika

utilitarianisme maupun kebijaksanaan dan kegiatan bisnis yang sama-sama bersifat teleologis.

Artinya, keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasarkan baik buruknya suatu keputusan

(keputusan etis untuk utiliarisme dan keputusan bisnis untuk kebijaksanaan bisnis) pada tujuan

atau akibat atau hasil yang akan diperoleh.


1.3 Diskusi : Relevansi Pancasila, dan Etika Akuntan di Indonesia

PRINSIP ETIKA

Delapan Prinsip Etika:

1.Tanggung Jawab profesi

Saat melaksanakan tanggung jawabnya harus profesional, bagi tiap - tiap anggota harus senantiasa

menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat, anggota mempunyai

tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka serta harus selalu

bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi

akuntansi,

2.Kepentingan Publik

Bagi semua anggota wajib bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati

kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu

profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang

penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,

pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya

bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi

bisnis secara tertib.

3. Integritas

Integritas merupakan element karakter yang mendasari lahirnya pengakuan profesional. Integritas

merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya serta mengharuskan seorang anggota untuk,

antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas

dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak

menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4. Obyektivitas

Bagi tiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam

pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya ialah tingkat kualitas yang memberikan

nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,

independen, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan

kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang

berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam

praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Bagi tiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan

ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan

profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja

memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

6. Kerahasiaan

Bagi tiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan

jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa

persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk

mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan

luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan

7.Perilaku Profesional

Bagi Tiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan

menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku

yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung

jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan

masyarakat umum.

8. Standar Teknis

Bagi tiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan

standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota

mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan

tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional

yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Internasional Federation of Accountants (IFAC), badan pengatur, dan pengaturan perundang-

undangan yang relevan.

BUTIR-BUTIR PANCASILA

Tiga Puluh Enam Butir Pancasila sbb:

A. Sila ketuhanan yang maha esa

1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.


2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut

kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya.

4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

5. Menolak kepercayaan atheisme di Indonesia.

B. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama

manusia.

2. Saling mencintai sesama manusia.

3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

7. Berani membela kebenaran dan keadilan.

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu

dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

B. Sila persatuan Indonesia

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas

kepentingan pribadi atau golongan.

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.


3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.

4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

E. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

/ perwakilan

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.

6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan

Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran

dan keadilan.

F. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana

kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.


6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain.

12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Pada sila Ketuhanan yang maha Esa yang terperinci pada butir pertama “ Percaya dan takwa

kepada Tuhan Yang maha Esa….” Sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa insan-insan

Indonesia haruslah berkeyakinan atas adanya Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan ini harus

dihadirkan dalam setiap relung jiwa seluruh Bangsa Indonesia sebagai sumber nilai dan sumber

motivasi dalam merealisasikan misi kemanusiaannya, mengikat komitmen kebangsaannya,

membangun kekuatan kepemimpinan kolektifnya, serta akhirnya mengukir prestasi untuk

mencapai kesejahteraannya. Tuhan adalah yang Pertama dan Yang Utama bagi setiap pribadi

Bangsa Indonesia, sementara ketuhanan adalah sifat yang melekat dalam diri insan Indonesia

untuk merealisasikan visi kehidupannya.

Kemudian dipejelas lagi pada sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab butir satu “Mengakui

persamaan derajad, persamaan hak dan persamaan kewajiban…..”, butir lima “Menjunjung tinggi

nilai kemanusiaan”, butir tujuh “Berani membela kebenaran dan keadilan”. Ketiga butir diatas tadi

mengulas masalah moral dalam hal mana prinsip etika akuntansi yang pertama yaitu

tanggungjawab profesi “Saat melaksanakan tanggung jawabnya harus profesional, bagi tiap - tiap

anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua

kegiatan yang dilakukannya.” Sehingga implementasinya padapoint 2 (dua) prinsip etika yaitu
kepentingan publik bagi semua anggota wajib bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,

menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Terkait

dengan ini Prinsip Kedua (01) Etika Profesi IAI mendefinisikan kepentingan publik sebagai

“kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani oleh akuntan secara keseluruhan.”

Disebutkan pula bahwa “tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi

kebutuhan klien individual atau pemberi kerja (06)”, sehingga kepentingan publik menjadi titik

berat perhatian akuntan.

Sehingga penghormatan terhadap kepercayaan public tersebut adalah bukti pelaksanaan

prinsip etika dan butir pancasila terkait dengan moral yang berdasar pada integritas sebagai prinsip

etika nomer 3 (tiga) dalam Kode Etika Akuntansi, sehingga diharapkan bagi anggota dalam

menguji keputusan yang diambilnya serta mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,

bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Sila ke tiga butir cara pandang kebangsaan, akuntan Indonesia harus meletakkan peran

strategisnya dalam upaya memperkokoh persatuan Indonesia, karena sistem ekonomi dan berbagai

praktik bisnis dominan saat ini berpotensi meruntuhkan bangunan persatuan dan kebangsaan ini.

Dalam situasi demikian loyalitas akuntan pada bangsanya akan mengalahkan birahi materi yang

ditawarkan oleh kaum kolonialis bisnis dan liberalis ekonomi. Dalam kerangka ini pula akuntan

dapat berperan dalam penghentian atau setidaknya mengurangi intensitas perusakan lingkungan

yang dilakukan oleh korporasi dengan mempromosikan model pelaporan keuangan yang

memiliki perhatian terhadap lingkungan dan sosial.

Sila ke empat berupa butir Pandang Kedaulatan dan Musyawarah, ini memberikan perspektif

etis kepada profesi akuntan yang tergabung dalam IAI bahwa kedaulatan organisasi profesi

akuntan, sebagai bagian sistem organisasi kemasyarakatan di Indonesia, harus terjaga. Komitmen
IAI yang dinyatakan dalam pasal 5 tentang Sifat organisasi, yang berbunyi bahwa IAI adalah

organisasi profesi Akuntan di Indonesia yang bebas dan tidak terikat pada perkumpulan apapun,

harus dibuktikan.

Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Kemudian

karena etika yang telah dipegang dalam prinsip akuntansi tersebut anggota bisa berprinsip lebih

objective yaitu adil, independen, jujur secara intelektual, tidak berprasangka bias dan bebas dari

benturan kepentingan sehingga hal yang mengutamakan kepercayaan publik tersebut

bisadipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan(butir ke tujuh Sila keempat

Pancasila), sehingga hal tersebut mendukung bunyi butir-butir pada sila ke lima yaitu Bersikap

adil, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak-hak orang lain, menjauhi

sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan

umum, dan bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Sila ke lima butir keadilan sosial, Dasar IAI menyebutkan bahwa “Pembangunan Nasional

Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material

dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka adalah kewajiban bagi setiap warga

Negara Indonesia untuk berdharma bakti sesuai dengan profesi dan keahlian masing-masing dalam

pembangunan nasional tersebut.” Ini merupakan pernyataan strategis untuk pemosisian peran

akuntan Indonesia dalam konteks kebangsaan. Visi keadilan sosial diwujudkan dalam

penyeimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, serta keseimbangan antara

peran manusia sebagai makhluk individu (yang terlembaga dalam pasar) dan peran manusia

sebagai makhluk sosial (yang terlembaga dalam negara).


PENUTUP

Kesimpulan

Ekaprasetia Pancakarsa berarti : “Tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak”. Tekad

dari kesadaran diri sendiri merupakan janji panggilan hati nurani, membangkitkan manusia bahwa

manusia terdiri atas jiwa dan raga, sifat individu manusia sebagai makhluk sosial, pribadi mandiri

dan makhluk Tuhan. Untuk mewujudkan itu semua maka perlu pengamalan sila-sila pancasila

dalam kehidupan sehari-hari, sangat relevan dengan implementasi etika dalam profesi akuntansi

dengan berlandaskan spritualitas, yaitu azas ketuhanan yang maha esa ditatanan dasar dalam

berkehidupan berkebangsaan, pola pendidikan di Indonesia yang dituangkan dalam empat pilar

pendidikan juga harus didasari prinsip pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang maha Esa, adopsi

dari UNESCO ditambah dengan 1 pilar lagi yaitu Learning to believe and convience the almighty

God (Belajar untuk Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa) sebagaimana butir

pertama sila pertama ketuhanan yang maha Esa, dari pilar inilah Indonesia mampu mewujudkan

cita-cita bangsa mencerdaskan kehidupan bangsa dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang

maha Esa.

Dengan masuknya paradigma pancasila dalam pilar pendidikan dan kode etik akuntan di

Indonesia diharapkan akan lahir akuntan-akuntan yang “pancasilais” yaitu akuntan yang

berketuhanan, akuntan yang berperikemanusiaan dan beradab, akuntan berkerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan serta akuntan yang berkeadilan dalam ranah persatuan

bangsa Indonesia.

Saran

Penelitian ini bisa menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam lagi

dalam meneliti hubungan kode etik, empat pilar pendidikan dan ideology pancasila, dan bisa
menjadi studi eksperimental dalam penerapan ideology pancasila dalam kurikulum pendidikan di

Indonesia, tidak hanya pada mata kuliah tertentu saja atau kursus yang berkaitan dengan pancasila

tapi menjiwai mata pelajaran-pelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia 2010.

Akuntan Indonesia. 2011. Edisi Khusus Ulang Tahun IAI 23 Desember 2011.

Aprianto Kuddy. 2012. Menghidupkan Akuntan Pancasilais (“Strength of Ideology Pancasila”

Bagian IV).

IFAC Ethics Committee. (2005). Code of Ethics for Professional Accountants.

Imam Gunawan. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta. Paragonatama
Jaya.

John W. Creswell.2014. Penelitian Kualitatif & Desain Riset memilih diantara lima pendekatan
(edisi ke-3). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. 1998. Prosiding Kongres Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta,

23-25 September 1998; 301-306.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik. 2008. Diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia 2009.

Noor Ms Bakry.2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.

Unti Ludigdo dan Ari Kamayanti. 2012. “Pancasila as Accountant ethics Imperialisme Liberator”,

World Journal of Social Sciences, Vol. 2. No. 6. PP. 159-168

Unti Ludigdo. 2007. Paradoks Etika Akuntan. Yogjakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai