Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL (KOGNITIF, AFEKTIF

DAN PERILAKU) MELALUI PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF


DI RSJ DR AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

ABSTRAK
Isolasi sosial merupakan suatu keadaan perubahan yang dialami klien skizofrenia. Suatu
pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu
yang negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi perilaku
kognitif terhadap kemampuan klien isolasi sosial dalam melakukan interaksi di ruang rawat inap
di RSJ Dr Amino Gondohutomo Semarang. Desain penelitian quasi experimental pre-post test
with without control. Sampel berjumlah 33 orang dengan tehnik pengambilan sampel total
sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap
kemampuan interaksi (kognitif, afektif dan perilaku) pada klien isolasi sosial (p value < 0.05).
Ada peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan perilaku) setelah dilakukan
terapi perilaku kognitif. Terapi perilaku kognitif direkomendasikan diterapkan sebagai terapi
keperawatan dalam merawat klien dengan isolasi sosial dengan penurunan kemampuan interaksi
sosial.
Kata kunci :Terapi perilaku kognitif, kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan
psikomotor), klien isolasi social Daftar pustaka : 88 (1999 -2012).
A. PENDAHULUAN menderita gangguan jiwa berat (Balitbang
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat Depkes RI, 2008). Penduduk Indonesia pada
emosional, psikologis, dan sosial yang tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi
terlihat dari hubungan interpersonal yang Depkes RI, 2009) sebanyak 225.642.124
memuaskan perilaku dan koping individu sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia
efektif, konsep diri yang positif dan pada Tahun 2007 diperkirakan 1.037.454
kestabilan emosional (Johnsons, 1997 dalam orang. Kondisi diatas mengambarkan jumlah
Videback, 2008). Kesehatan jiwa juga klien gangguan jiwa yang mengalami
mempunyai sifat yang harmonis dan ketidakmampuan untuk terlibat dalam
memperhatikan semua segi dalam kehidupan aktivitas oleh karena keterbatasan mental
manusia dalam berhubungan dengan akibat gangguan jiwa berat yang akan
manusia lainnya yang akan mempengaruhi mempengaruhi kualitas kehidupan
perkembangan fisik, mental, dan sosial penderitanya. Tahun 2009 angka kejadian
individu secara optimal yang selaras dengan penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah
perkembangan masingmasing individu. berkisar antara 3300 orang sampai 9300
Menurut WHO (2009), prevalensi masalah orang (Widyayati, 2009). Angka kejadian ini
kesehatan jiwa mencapai 13% dari penyakit merupakan penderita yang sudah
secara keseluruhan dan kemungkinan akan terdiagnosa. Persentase gangguan kesehatan
berkembang menjadi 25% di tahun 2030, jiwa itu akan terus bertambah seiring dengan
gangguan jiwa juga berhubungan dengan meningkatnya beban hidup masyarakat
bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta Indonesia. Salah satu bentuk gangguan
kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan
gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di yang tinggi adalah skizofrenia. Skizofrenia
semua negara, terjadi pada semua tahap merupakan gangguan jiwa berat yang akan
kehidupan, termasuk orang dewasa dan membebani masyarakat sepanjang hidup
cenderung terjadi peningkatan gangguan penderita yang dikarakteristikan dengan
jiwa. Prevalensi terjadinya gangguan jiwa disorganisasi mpikiran, perasaan dan
berat di Indonesia berdasarkan Riset perilaku (Lenzenweger & Gottesman, 1994
Kesehatan Dasar (2007) adalah sebesar 4,6 dalam Sinaga 2008). Seseorang yang
permil, dengan kata lain dari 1000 penduduk mengalami skizofrenia akan mempengaruhi
Indonesia empat sampai lima diantaranya semua aspek dari kehidupannya yang
ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang Kemampuan Interaksi Sosial (Kognitif,
khas dan terjadi kemunduran fungsi sosial Afektif Dan Perilaku) Melalui Penerapan
yaitu gangguan dalam berhubungan dengan Terapi Perilaku Kognitif Di RSJ DR Amino
orang lain, fungsi kerja menurun, kesulitan Gondohutomo Semarang orang lain sebagai
dalam berfikir abstrak, kurang spontanitas, akibat dari pikiran negatif dan pengalaman
serta gangguan pikiran/ inkoheren. Gejala yang tidak menyenangkan sebagai ancaman
yang lebih banyak muncul pada klien terhadap individu. Hasil studi pendahuluan
dengan skizofrenia yaitu disfungsi sosial dan yang dilakukan di RSJ Dr Amino
pekerjaan yang mempengaruhi perilaku pada Gondohutomo oleh peneliti bahwa sudah
klien skizofrenia menyebabkan depresi pada dilakukan tindakan keperawatan namun
klien yang mengganggu konsep diri klien dampak terhadap kemampuan klien dalam
sehingga menjadikan kurangnya penerimaan melakukan interaksi sosial masih belum
klien di lingkungan keluarga dan masyarakat maksimal dengan masih tampaknya gejala
terhadap kondisi yang dialami klien yang isolasi sosial yang muncul dan pikiran
mengakibatkan klien mengalami isolasi menganggap tidak penting dan tidak ada
sosial (Sinaga, 2008). Isolasi sosial adalah gunanya berinteraksi dengan orang lain
merupakan suatu keadaan perubahan yang sehingga menurunkan motivasi klien saat
dialami klien skizofrenia. Isolasi social akan berinteraksi dengan orang lain.
adalah suatu pengalaman menyendiri dari Tindakan keperawatan pada klien isolasi
seseorang dan perasaan segan terhadap sosial akan lebih efektif dan meningkatkan
orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau kemampuan klien dalam melakukan
keadaan yang mengancam (NANDA, 2005). interaksi sosial secara adekuat bila
Klien yang mengalami isolasi social akan dipadukan dengan tindakan keperawatan
cenderung muncul perilaku menghindar saat lanjut/spesialis. Menurut Putdangmith (2011
berinteraksi dengan orang lain dan lebih dalam Suryani, 2006) apabila tidak ada
suka menyendiri terhadap lingkungan agar komunikasi saat melakukan interaksi sosial
pengalaman yang tidak menyenangkan akan terjadi berkurangnya individu yang kita
dalam berhubungan dengan orang lain tidak kenali, adanya ketidakharmonisan terhadap
terulang kembali (Keliat, 1999). Dengan individu yang satu sama lain, dapat
demikian kegagalan individu dalam berakibat konflik, bahkan terpecahnya suatu
melakukan interaksi dengan Peningkatan kelompok itu sendiri. Berdasarkan data dari
RSJ Dr Amino Gondohutomo Semarang B. METODE PENELITIAN
untuk gangguan jiwa dengan isolasi sosial Penelitian ini adalah penelitian dengan
tahun 2011 sebanyak 553, sedangkan bulan metode kuantitatif menggunakan desain
Januari sampai Februari 2012 sebanyak 40 ”Quasi experimental pre-post test without
orang dari delapan ruang rawat inap. Dari control” dengan intervensi terapi perilaku
data tersebut dapat disimpulkan bahwa kognitif yang terdiri dari 5 sesi pada tanggal
banyaknya gangguan jiwa yang terjadi 25 April-5 Juni 2012. Teknik pengambilan
dengan masalah isolasi sosial maka perlu sampel secara total sampling. Penelitian
menjadi perhatian dan penanganan khusus dilakukan untuk menganalisa peningkatan
bagi individu, keluarga, petugas di rumah kemampuan kognitif, afektif dan perilaku
sakit maupun lingkungan tempat tinggal klien isolasi social dalam melakukan
klien. Salah satu bentuk psikoterapi yang interaksi sosial. Sampel berjumlah 33 orang.
dapat diterapkan pada klien isolasi sosial Instrumen yang digunakan instrumen ini
dengan penurunan kemampuan dalam modifikasi peneliti dari (Townsend, 2009;
melakukan interaksi sosial karena Videback, 2008; Suryani, 2006; Nasir dkk
pengalaman yang tidak menyenangkan dan 2009; Nurjannah, 2001) dan penilaian dari
pikiran negative yang muncul pada individu buku catatan harian klien dan raport hasil
sebagai ancaman individu yaitu dengan evaluasi pelaksanaan terapi perilaku kognitif
terapi perilaku kognitif yang didasarkan dengan menggunakan modul, buku kerja,
pada teori bahwa tanda dan gejala fisiologis buku raport yang dibuat oleh Sasmita
berhubungan dengan interaksi antara (2007);Fauziah (2009) dan Wahyuni,
pikiran, perilaku dan emosi (Pedneault, (2010); Erwina (2010); Hidayat (2010);
2008). Sedang menurut (Epigee, 2009) Lelono (2010); Sudiatmika (2010).
terapi ini merupakan terapi yang didasari Pengolahan data dengan editing, coding,
dari gabungan beberapa terapi yang processing dan cleaning. Analisis statistik
dirancang untuk merubah cara berfikir dan yang dipergunakan yaitu univariat dan
memahami situasi dan perilaku sehingga bivariat dengan analisis dependen dan
mengurangi frekuensi negatif, emosi yang independent sample t-test sertauji anova
menganggu dan mengurangi penurunan dankorelasi regresi. Etika penelitian yang
motivasi terutama dalam melakukan digunakan peneliti Maleficience, Justice,
interaksi sosial.
Anomymous, Beneficence danInformed Variabel Mean P Value
concent. Kognitif
C. HASIL PENELITIAN Sebelum 13,79 0,000
Menjelaskan bahwa dari 33 orang responden Sesudah 19,88
dalam penelitian ini, usia produktif pada Afektif
responden adalah 31 tahun dengan umur Sebelum 14,58 0,000
termuda 20tahun dan tertua 45 tahun yang Sesudah 17,33
paling banyak berjenis kelamin laki-laki 25 Perilaku
(75,8%) yang berpendidikan SMP 20 Sebelum 9,64 0,000
(60,6%), bekerja 20 (60,6%), tidak kawin 24 Sesudah 11,06
(72,7%). Berdasarkan hasil uji statistik tidak
ada hubungan umur dengan kognitif, afektif Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 2
dan perilaku dan ada hubungan antara jenis bahwa hasil uji statistik dengan nilai p
kelamin dengan kognitif (p<0,05). Ada <0,05. Rata-rata kemampuan kognitif,
hubungan antara pekerjaan dengan semua afektif dan perilaku responden setelah
kemampuan responden dalam melakukan dilakukan terapi perilaku kognitif lebih
interaksi sosial (kognitif, afektif, perilaku) besar dibandingkan sebelum dilakukan
responden (p<0,05). Ada hubungan terapi perilaku kognitif.
pendidikan SD-SMA dengan kemampuan
kognitif responden dalam melakukan D. PEMBAHASAN
interaksi sosial. Ada hubungan antara status Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
perkawinan dengan kognitif dan afektif uji statistik ada peningkatan kemampuan
responden. Berdasarkan tabel 1 menjelaskan kognitif responden setelah dilakukan terapi
bahwa dari 33 responden rata-rata perilaku kognitif. Responden dalam
kemampuan dalam melakukan interaksi penelitian ini memiliki pengalaman yang
social (kognitif, afektif dan perilaku) setelah tidak menyenangkan saat berhubungan
dilakukan terapi perilaku kognitif lebih dengan orang lain, karena ada penolakan,
tinggi dibandingkan sebelum dilakukan merasa bodoh, tidak percaya dan merasa
terapi perilaku kognitif. tidak ada manfaatnya jika berhubungan
dengan orang lain karena merasa takut untuk
mendapatkan penolakan untuk berhubungan
dengan orang lain sehingga responden terjadi peningkatan kemampuan kognitif
merasa tidak nyaman yang mengakibatkan secara bermakna. Menurut Davis (2005)
responden suka menyendiri, lebih banyak mengatakan terapi perilaku kognitif dapat
diam, dan malas melakukan interaksi dengan diberikan klien skizofrenia untuk intervensi
orang lain. Kenyataan yang ditemukan meningkatkan kepercayaan yang positif bagi
dalam penelitian ini juga sesuai dengan yang klien sehingga muncul perilaku yang positif
diuraikan Townsend (2009), NANDA juga pada klien. Hasil uji statistik ada
(2007) dan Keliat (2005). Hal ini sesuai peningkatan kemampuan interaksi sosial
dengan pendapat Oemarjoedi (2003) bahwa dengan kemampuan afektif responden
terapi perilaku kognitif meyakini pola setelah dilakukan terapi perilaku kognitif.
pemikiran manusia terbentuk melalui proses Meningkatnya respon afektif pada
rangkaian stimulus-kognisirespon yang responden setelah dilakukan terapi perilaku
saling terkait dan membentuk jaringan kognitif karena klien merasa tidak cemas
dalam otak manusia, dimana factor kognitif selalu optimis dan dapat menghargai
akan menjadi penentu dalam menjelaskan individu, orang lain dan lingkungan
bagaimana manusia berpikir, merasa, dan sehingga responden dapat mengubah
bertindak. Klien isolasi social memiliki perasaan yang negatif menjadi positif yang
pikiran negatif (distorsi kognitif) yang akhirnya akan memunculkan perilaku yang
menyebabkan terjadinya perilaku isolasi positif juga setelah diajarkan mengubah
sosial sehingga pikiran negatif perlu perasaan negatif untuk menjadi positif pada
mendapatkan penanganan terlebih dahulu. sesi 3 dalam penerapan terapi perilaku
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil kognitif. Respon emosi merefleksikan
penelitian sebelumnya Hidayat (2011) dalam respon perilaku dan fisiologis sebagai hasil
penelitiannya tentang pengaruh terapi analisis kognitif dalam mengahadapi suatu
perilaku kognitif pada klien perilaku situasi yang penuh stres (Stuart & Laraia,
kekerasan yang mengalami peningkatan 2005). Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
kemampuan kognitif untuk mengurangi Lelono (2010) bahwa ada peningkatan
munculnya perilaku kekerasan. Hasil kemampuan afektif pada klien halusinasi
penelitian Lelono (2010) tentang pengaruh dan perilaku kekerasan setelah dilakukan
terapi perilaku kognitif pada klien halusinasi terapi perilaku kognitif. setelah dilakukan
dan perilaku kekerasan mendapatkan hasil terapi perilaku kognitif. Penerapan terapi
perilaku kognitif di sesi 4 responden dilatih bertanya untuk konfirmasi, cara memberi
dalam melakukan perilaku yang negatif dan menerima pujian, cara mengeluh dan
menjadi positif yang ditulis dalam buku menghadapi keluhan, cara menolak, cara
kerja klien. Pada setiap akhir sesi pertemuan meminta pertolongan, cara menuntut hak,
peneliti memberikan tugas pada klien untuk cara berempati, dan cara berinteraksi dengan
melakukan latihan mandiri dengan klien lain orang lain. Menurut Halgin dan Whitbourne
di ruangan dan mendokumentasikan latihan (2007) bahwa penerapan latihan komunikasi
yang dilakukan pada buku kerja klien. dalam melakukan interaksi dengan orang
Peneliti melakukan evaluasi terhadap lain adalah intervensi perilaku yang meliputi
pelaksanaan latihan mandiri pada masing- pemberian penguatan terhadap perilaku yang
masing responden dan memberikan umpan sesuai khususnya dalam hal membina
balik positif terhadap apa yang telah hubungan interpersonal. Menurut Davis
dilakukan responden. Peningkatan (2005) mengatakan terapi perilaku kognitif
kemampuan psikomotor atau peningkatan dapat diberikan klien skizofrenia untuk
perilaku yang positif dalam melakukan intervensi meningkatkan kepercayaan yang
interaksi sosial pada responden ini terjadi positif bagi klien sehingga muncul perilaku
karena pada terapi terapi perilaku kognitif yang positif juga pada klien. Hasil uji
diberikan latihan melawan pikiran negatif statistik ada peningkatan kemampuan
dan kemudian dilanjutkan dengan interaksi sosial dengan kemampuan afektif
membentuk perilaku yang positif dalam responden setelah dilakukan terapi perilaku
melakukan interaksi sosial. Latihan kognitif. Meningkatnya respon afektif pada
meningkatkan kemampuan interaksi sosial. responden setelah dilakukan terapi perilaku
Hal ini sesuai dengan Frisch dan Frisch kognitif karena klien merasa tidak cemas
(2006) bahwa tindakan keperawatan pada selalu optimis dan dapat menghargai
klien isolasi sosial bertujuan untuk melatih individu, orang lain dan lingkungan
klien ketrampilan sosial sehingga merasa sehingga responden dapat mengubah
nyaman dalam situasi sosial dan melakukan perasaan yang negatif menjadi positif yang
interaksi sosial. Hal ini sesuai dengan yang akhirnya akan memunculkan perilaku yang
disampaikan oleh Ramdhani dalam positif juga setelah diajarkan mengubah
Prawitasari (2002) bahwa pada penerapan perasaan negatif untuk menjadi positif pada
ketrampilan berkomunikasi diajarkan cara sesi 3 dalam penerapan terapi perilaku
kognitif. Respon emosi merefleksikan dengan klien lain di ruangan dan
respon perilaku dan fisiologis sebagai hasil mendokumentasikan latihan yang dilakukan
analisis kognitif dalam mengahadapi suatu pada buku kerja klien. Peneliti melakukan
situasi yang penuh stres (Stuart & Laraia, evaluasi terhadap pelaksanaan latihan
2005). Sesuai penelitian yang dilakukan oleh mandiri pada masing-masing responden dan
Lelono (2010) bahwa ada peningkatan memberikan umpan balik positif terhadap
kemampuan afektif pada klien halusinasi apa yang telah dilakukan responden.
dan perilaku kekerasan setelah dilakukan Peningkatan kemampuan psikomotor atau
terapi perilaku kognitif. Hasil penelitian peningkatan perilaku yang positif dalam
menunjukkan bahwa hasil uji statistik ada melakukan interaksi sosial pada responden
peningkatan perilaku dalam melakukan ini terjadi karena pada terapi terapi perilaku
interaksi sosial responden Kemampuan kognitif diberikan latihan melawan pikiran
Mean SD Min- Maks 95% CI negatif dan kemudian dilanjutkan dengan
Kognitif Sebelum 13,79 3,09 9 -22 12,69- membentuk perilaku yang positif dalam
14,88 melakukan interaksi sosial. Latihan
Sesudah 19,88 3,01 12-24 18,81-20,95 meningkatkan kemampuan interaksi sosial.
Afektif Hal ini sesuai dengan Frisch dan Frisch.
Sebelum 14,58 1,6 1 1-18 14,00- (2006) bahwa tindakan keperawatan pada
15,15 klien isolasi sosial bertujuan untuk melatih
Sesudah 17,33 2,16 14-22 16,57 - klien ketrampilan sosial sehingga merasa
18,10 nyaman dalam situasi sosial dan melakukan
Perilaku interaksi sosial. Hal ini sesuai dengan yang
Sebelum 9,64 4 ,39 8 -11 9 ,27 - 10,00 disampaikan oleh Ramdhani dalam
Sesudah 11,06 4,95 8-12 10,66 - 11,46 Prawitasari (2002) bahwa pada penerapan
setelah dilakukan terapi perilaku kognitif. ketrampilan berkomunikasi diajarkan cara
Penerapan terapi perilaku kognitif di sesi 4 bertanya untuk konfirmasi, cara memberi
responden dilatih dalam melakukan perilaku dan menerima pujian, cara mengeluh dan
yang negatif menjadi positif yang ditulis menghadapi keluhan, cara menolak, cara
dalam buku kerja klien. Pada setiap akhir meminta pertolongan, cara menuntut hak,
sesi pertemuan peneliti memberikan tugas cara berempati, dan cara berinteraksi dengan
pada klien untuk melakukan latihan mandiri orang lain. Menurut Halgin dan Whitbourne
(2007) bahwa penerapan latihan komunikasi keperawatan yang lain baik pada klien
dalam melakukan interaksi dengan orang kelompok gangguan maupun kelompok
lain adalah intervensi perilaku yang meliputi risiko yang mengalami penurunan
pemberian penguatan terhadap perilaku yang kemampuan interaksi social sehingga
sesuai khususnya dalam hal membina muncul perilaku negatif dengan
hubungan interpersonal. Menurut Davis menggunakan instrumen yang berbeda yang
(2005) mengatakan terapi perilaku kognitif dapat mengukur kemampuan kognitif klien
dapat diberikan klien skizofrenia untuk dalam melakukan interaksi sosial sehingga
intervensi meningkatkan kepercayaan yang meningkatkan kemampuan klien dalam
positif bagi klien sehingga muncul perilaku melakukan interaksi sosial. Perlunya
yang positif juga pada klien. dilakukan penelitian dengan
mengkombinasikan terapi kelompok dengan
KESIMPULAN DAN SARAN terapi individu perilaku kognitif yang
Tidak ada hubungan antara umur responden dibandingkan hasilnya dalam penerapan
dengan kemampuan interaksi sosial. Ada terapi tersebut dengan melihat faktor-faktor
hubungan antara jenis kelamin responden yang mempengaruhi tanda dan gejala yang
dengan kemampuan kognitif dalam muncul pada penurunan dan peningkatan
melakukan interaksi sosial. Ada hubungan kemampuan interaksi social (kognitif,
pendidikan SDSMA responden dengan afektif dan perilaku) dalam rentang waktu
kemampuan kognitif dalam melakukan yang lebih lama sehingga evaluasi yang
interaksi sosial. Ada hubungan antara optimal. Terjadinya faktor ini dipengaruhi
pekerjaan dengan semua kemampuan oleh faktor predisposisi di antaranya
responden dalam melakukan interaksi social perkembangan dan sosial budaya.
(kognitif, afektif, perilaku). Ada hubungan Kegagalan perkembangan dapat
antara status perkawinan dengan kognitif mengakibatkan individu tidak percaya diri,
dan afektif responden. Ada peningkatan tidak percaya dengan orang lain, ragu, takut
kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dan perilaku) responden setelah dilakukan dengan orang lain, tidak mampu
terapi perilaku kognitif. Perlunya dilakukan merumuskan keinginan, keadaan
penelitian tentang pengaruh terapi perilaku menimbulkan perilaku tidak ingin
kognitif pada klien dengan masalah berkomunikasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA. (2005). Nursing Diagnoses :n Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice
Definitions & Classification 2007- 2008. of Psychiatric Nursing, 9th ed. Missouri :
nPhiladelphia: NANDA International. Mosby, Inc. Townsend, M.C. (2008).
Psychiatric Mental Health Nursing
Oemarjoedi, A,K,. (2003). Pendekatan Concepts of Care in Evidence-Based
Cognitive Behavioral Dalam Psikoterapi. Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Jakarta : Kreativ Media. Company

Prawitasari, dkk. (2002). Psikoterapi Wahyuni, SE. (2010). Pengaruh Cognitive


Pendekatan Konvensional dan Behaviour Therapy Terhadap Halusinasi
Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Pasien di Rumah Sakit Jiwa Pempropsu
dan Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM. Medan. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.

Sasmita, H. (2007). Efektifitas Cognitive


Behavioral Therapy (CBT) pada Klien Harga
Diri Rendah di RS Dr. Marzoeki Mahdi Bogor
tahun 2007. Tesis FIKUI. Tidak dipublikasikan

Anda mungkin juga menyukai