Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoartritis (OA) adalah penyakit kronik sendi sinovial dimana terjadi perlembutan
dan disintergrasi kartilago di sendi diikuti dengan pertumbuhan kartilago dan tulang pada tepi
sendi, pembentukan kista, dan sklerosis di tulang subchondrial, sinovitis ringan dan fibrosis
capsular.
OA merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum dijumpai secara
global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta
jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004). Prevalensi dan beratnya OA juga terus
meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia penderita. OA hampir tidak pernah
ada di anak-anak. Pada umur < 55 tahun, distribusi OA antara wanita dan laki-laki relatif sama.
Penderita yang lebih tua, laki-laki paling sering menderita OA di pinggul sedangkan
OA di sendi interphalangeal, jempol distal, lutut paling sering terjadi di wanita. OA biasanya
mengeluh nyeri pada waktu aktivitas. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus
menerus hingga dapat menggaggu mobilitas penderita. Diperkirakan juga bahwa satu sampai
dua juta lanjut usia di Indonesia menjadi cacat karena OA. Sehingga OA memiliki dampak
sosio-ekonomik yang besar baik di negara maju maupun negara berkembang. Pada abad yang
akan datang, tantangan terhadap OA akan semakin besar karena penanganan terhadap penyakit
semakin baik sehingga populasi yang berumur tua akan semakin meningkat (Soeroso, 2006).
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter umum yang
nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan mengenali gejala
awal,pemeriksanaan fisik, gambaran radiologis dari OA sehingga dapat melakukan tindakan
sesegera mungkin untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

B. Tujuan

Tujuan penyusunana makalah ini adalah untuk memperoleh pengetahuan mengenai


definisi, klasifikasi, gejala dan tanda, gambaran radiologis, penatalaksanaan, dan perbedaan
dengan penyakit sendi lain (reumatoid arthritis dan gout artritis).

C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan ilmu dan kepustakaan

mengenai gambaran radiologis dari invaginasi.


BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi Osteoarthritis


Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang di dekat
persendian tersebut, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.
Osteoarthritis adalah suatu kelainan pada kartilago yang ditandai dengan perubahan
klinis, histologi, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada komponen sistemik.
(Parjoto, 2000).

1.2 Etiologi
Osteoatritis Berdasarkan pathogenesis, osteoarthritis dibedakan menjadi :
a. Osteoarthritis primer (osteoarthritis idiopatik) yaitu osteoarthritis yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan local pada
sendi.
b. Osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang didasari adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang
terlalu lama. Terjadi pada setiap usia dan abnormal sejak lahir. Faktor resiko yang terkait
dengan terjadinya osteoarthritis adalah :
a. Usia Merupakan determinan utama pada osteoarthritis. Lebih sering diderita oleh
usia lanjut, meskipun orang yang lebih muda juga dapat menderita hal yang sama. Berdasarkan
bukti-bukti radiografi, pada individu yang berusia 45 – 65 tahun terdapat 30% kasus
osteoarthritis, dan pada usia di atas 80 tahun terdapat lebih dari 80% kasus.
b. Jenis Kelamin Baik pria maupun wanita bisa menderita penyakit osteoarthritis.
Perbedaan utama insidensi tersebut terkait dengan area yang dipengaruhi oleh osteoarthritis.
Pada wanita, sendi yang sering terkena osteoarthritis adalah sendi interphalangeal distal, sendi
interphalangeal proksimal, sendi carpometacarpal pertama, sendi metatarsophalangeal, pinggul
(usia 55-64 tahun) dan lutut (65-74 tahun). Sedangkan pada pria yang berusia 65-74 tahun,
pinggul dan lutut lebih sering terkena osteoarthritis. Frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama
antara pria dan wanita pada usia di bawah 45 tahun, tetapu di atas 50 tahun frekuensi
osteoarthritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada pathogenesis osteoarthritis.
c. Suku bangsa Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoarthritis terlihat ada
perbedaan diantara suku bangsa. Misalnya osteoarthritis paha lebih jarang pada orang kulit
hitam dan Asia dari pada Kaukasia. Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang Amerika
asli (indian) daripada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan
d. Genetik Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe X dan XII, protein pengikat atau
proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis
tertentu (terutama osteoarthritis banyak sendi).
e. Obesitas dan penyakit metabolic Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoarthritis sendi
lain(tangan atas sternoklavikula). Peran faktor metabolic dan hormonal pada kaitan antara
osteoarthritis dan kegemukan juga didukung oleh adanya kaitan antara osteoarthritis dengan
penyakit jantung koroner (PJK), diabetes mellitus dan hipertensi.
f. Riwayat trauma sebelumnya Trauma pada sendi yang terjadi sebelumnya, biasanya
mengakibatkan malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis.
Trauma berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligament, atau menikus yang menyebabkan
biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya degenerasi premature.
g. Pekerjaan Lebih sering terjadi pada yang memiliki pekerjaan dengan memberikan
tekanan pada sendi-sendi tertentu. Misalnya pada tukang jahit, osteoarthritis lebih sering terjadi
di daerah lutut, sedangkan pada buruh bangunan sering terjadi di daerah pinggang.
h. Kelainan pertumbuhan Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya
penyakit Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya osteoarthritis
paha pada usisa muda.
i. Faktor-faktor lain Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dengan meningkatkan
resiko timbulnya osteoarthritis karena tidak mampu membantu mengurangi benturan beban
yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah
robek.
1.3 Patofisiologi Osteoarthritis

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme
perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya
menimbulkan cedera (Felson, 2006).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan
ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen-
ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi (Felson,2006).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga
mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin
merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas.Protein ini akan berhenti
disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson, 2006).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano reseptor yang
tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-
titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2006). Otot-otot dan tendon yang menghubungkan
sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan
tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara
melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima.
Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson,
2006).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.
Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang
diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago
sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2006). Terdapat dua
jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe
dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan
kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan
memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2006).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin
Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), dan faktor pertumbuhan. Umpan balik
yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan
membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2006).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe
dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.
Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2006). Stimulasi dari sitokin terhadap cedera
matriks adalah menstimulasi pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah
memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap
sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses
pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson,
2006).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat
dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi Namun, pada fase awal
perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson,2006).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan kolagen
tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering
habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur (Felson,2006). Kegagalan dari
mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya OA pada sendi (Felson, 2006).

1.4 Pengobatan
Pengobatan Secara Tepat dilakukan dengan operasi, meliputi: - Penggantian engsel
(artroplasti) Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik
atau metal yang disebut prostesis. - Pembersihan sambungan (debridemen) Dokter bedah
tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang
menyebabkan nyeri saat tulang bergerak. - Penataan tulang Opsi ini diambil untuk osteoatritis
pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat
bergerak.

1.5 Penatalaksanaan Osteoartritis


Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui
serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak
bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai ( Soeroso, 2006 ).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan
untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu,
berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan
berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ). Terapi farmakologis Penanganan
terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul, mengoreksi gangguan yang
timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson,
2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen. Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena
risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi
obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi
dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan
menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk dalam kelompok obat
ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya ( Felson, 2006 ).
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit
dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas sehari – hari.
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan
Osteoartitis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan biokimia kartilago sendi di sendi sinovial. Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari tulang di dekat
persendian tersebut, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan send. Resikonya
meningkat seiring dengan pertambahan usia. OA primer terjadi lebih sering daripada OA
sekunder, dan penyebab tersering dari OA ini adalah idiopatik.
Mekanisme yang diduga sebagai penyebab dari OA ini dikenal dengan istilah “ wear
and tear mechanism ” dimana OA terjadi akibat adanya penggunaan sendi tersebut selama
bertahun-tahun menyebabkan kerusakan di sana, Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan
mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada
akhirnya menimbulkan cedera. Derajat keparahan OA dapat ditentukan dengan melihat
gambaran radiologis dan menggunakan Kellgren and Lawrence Grading.
Penanganan Osteoarthritis dapat dilakukan dengan 3 cara yakni secara non-
farmakologis yang meliputi edukasi, rehabilitasi, dan penurunan berat badan. Selain itu bisa
juga dengan cara memberikan terapi medika mentosa, dimana yang sering digunakan adalah
analgesik, dan agen kondroprotektor. Sedangkan cara yang terakhir adalah dengan dilakukan
pembedahan dan pengkoreksian apabila sudah terjadi suatu deformitas.

Saran

Anda mungkin juga menyukai