Anda di halaman 1dari 9

2.

Penjabaran setiap IPOLEKSOSBUDHANKAM

1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan ideologi

Ideologi dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu ideologi dalam arti luas dan ideologi
dalam arti sempit. Dalam arti luas, ideologi menunjukan sebagai pedoman hidup di semua segi
kehidupan, baik pribadi maupun umum. Sedangkan dalam arti sempit, menunjukan sebagai
pedoman hidup dalam bidang tertentu, misalnya sebagai ideologi negara. Ideologi negara
merupakan ideologi mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar negara yang ingin
diwujudkan melalui kehidupan negara itu. pancasila adalah ideologi negara, yaitu gagasan
fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonefsia,
Pancasila sebagai ikatan budaya (cultural bond) yang berkembang secara alami dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, bukan secara paksaan.

Fungsi Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu:

1. Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2. Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakan serta membimbing
bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan dalam
pembentukan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai keadaan bangsa dan negara.

Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam


kehidupanpolitiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan
di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan-gagasan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini di tata secara sistematis
menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sebagai ideologi, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas
di segala bidang, dan karena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat
tertutup yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
Pancasila telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, hal ini dibuktikan dan adanya
sifat-sifat yang melekat pada Pancasila sendiri maupun kekuatan yang terkandung di dalamnya,
yaitu memenuhi persyaratan kualitas 3 (tiga) dimensi di atas.

Mengenai pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka, bukanlah berarti bahwa nilai
dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain hal itu sama artinya dengan
meniadakan Pancasila atau meniadakan identitas/ jati diri bangsa Indonesia. Hal mana
berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal.

Maka di dalam pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka itu mengandung makna bahwa
nilai-nilai dasar daripada Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan
bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.

Pengembangan atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis
dengan mempenhatikan tingkat kebutuhan serta penkembangan masyanakat Indonesia sendiri.

Budaya asing yang bernilai negatif, misalnya tentang samen leven yang tidak dilarang di
dalam kehidupan budaya Barat, akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang mendasarkan diri pada
sikap budaya dan pandangan moral religius, demikian pula dengan pandangan keagamaan yang
dikenal dengan sebutan Children of God, ditolak karena tidak sesuai dengan pandangan
keagamaan yang telah dihayati oleh bangsa Indonesia sejak lama.

 Ideologi tertutup adalah ideologi yang biasanya dipraktekkan di negara yang berpaham
komunis,yang tidak mengakui hak asasi manusia,rakyat hanya sebagai obyek saja,dan
yang berperan sebagai subyeknya adalah penguasa(tokoh2 partai komunis). sehingga yg
dimaksud kelompok,adalah tokoh2 partai yang memegang kekuasaan mutlak dalam
pemerintahan.

Ideologi tertutup memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Cita-cita sebuah kelompok, bukan cita-cita yang hidup di masyarakat.


2. Bersifat totaliter, menguasai semua bidang kehidupan masyarakat.
3. Tidak ada keanekaragaman, baik pandangan maupun budaya.
4. Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total pada ideologi mutlak, konkret, nyata, keras, dan
total.

 Ideologi terbuka adalah ideologi yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini antara
lain:

1. Merupakan kekayaan rohani, budaya, dan masyarakat.


2. Tidak diciptakan oleh negara, tetapi digali dari budaya masyarakat.
3. Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya.
4. Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.

Perbedaan dari kedua ideologi ini adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan
tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang, artinya bahwa sistem ini bersifat
demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi tertutup bersifat otoriter (negara berlaku sebagai
penguasa) dan totaliter.

Berdasarkan ciri-ciri yang sudah disebutkan sebelumnya, Pancasila memenuhi syarat sebagai
ideologi terbuka.

1. Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia.
2. Isi Pancasila tidak langsung operasional, hanya berisi lima dasar, yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan,
3. Kerakyatan, dan Keadilan. Karena hanya berisi nilai dasar, maka perlu adanya
penafsiran.
4. Pancasila menghargai kebebasan. Hal ini tercermin dalam makna sila kedua yang tidak
saja mengakui kebebasan dan kesedarajatan manusia Indonesia, tetapi semua bangsa di
dunia.
5. Pancasila adalah ideologi politik, pedoman hidup masyarakat, bangsa, dan negara.
6. Pancasila menghargai pluralitas, seperti yang tercermin dalam sila pertama. Sila ini
mencerminkan semua agama yang ada di Indonesia.

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman. Hal ini
bukan berarti nilai dari Pancasila dapat diganti dengan nilai dasar lain yang dapat menghilangkan
jati diri bangsa Indonesia. Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah nilai-nilai dasar
Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan
perkembangan zaman dengan memperhatkan tingkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat
Indonesia, serta tidak keluar dari eksistensi dan jati diri bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila
menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa Indonesia dan
dalam ikatan NKRI.

Menurut moerdiono, faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi


terbuka adalah:

1. Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia yang cepat sehingga tidak semua


persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis;
2. Runtuhnya ideologi tertutup, seperti Marxisme-Leninisme/komunisme;
3. Pengalaman sejarah politik Indonesia dengan pengaruh komunisme; dan
4. Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Pancasila sebagai satu-satunya asa
telah dicabut oleh MPR pada tahun 1999).

2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik dan hukum

Indonesia adalah Negara hukum ini berarti hukum merupakan sarana utama untuk
mengatur kehidupannya. Hukum dalam hal ini harus diartikan dalam pengertian yang luas.
Dalam konteks Indonesia sebagai Negara hukum, hukum harus dijadikan sebagai saringan yang
harus dilalui oleh konsep apapun yang akan diterapkan pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan. Akan tetapi diakui bahwa tidak semua hal dapat dicapai melalui saluran hukum
formal, sekalipun hukum formal adalah yang idealnya. Dalam hal ini terjadi proses interaksi
saling tarik menarik dan 5 pengaruh mempengaruhi yang intensif antara hukum dan berbagai
proses yang berlangsung dalam masyarakat.

Dalam Politik Hukum nasional ditegaskan bahwa sasaran pembangunan hukum adalah
terbentuk dan berfungsinya system hukum nasional yang mantap bersumberkan Pancasila dan
UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu
menjamin kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan
dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang
didukung oleh aparat hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar
dan taat hukum. Dengan demikian terlihat bahwa pembangunan hukum mrupakan bagian
integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan.

Bagi Indonesia dalam melakukan pembangunan diperlukan suatu perencanaan


pembangunan, dan prencanaan pembangunan itu perlu memanfaatkan hukum karena :

a. Hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam mengatur hidupnya.

b. Hakekat pengadaan dan keberadaan hukum hukum dalam masyarakat;

c. Fungsi mengatur yang telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung dalam hukum yang
melampaui fungsi mengatur, yaitu sebagai pembri kepastian, pengaman, pelindung, dan
penyeimbang yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif
dan antisipatif;

d. Dalam isu pembangunan global itu hukum telah dipercaya unuk mengemban misinya yang
paling baru yaitu sebagai sarana perubahan social atau sarana pembangunan.

3. Pancasila sebagai paradigm pembangunan ekonomi

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat
Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.

Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar


kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional
yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru
yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.

Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah


daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan
pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu
memberdayakan daerah/rakyat dalam 8 berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis
berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau
meningkatkan kepastian hukum.

4. Pancasila sebagai paradigm pembangunan sosial budaya

Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, aman, tentram, dan damai. Pertimbangan
ini menjadi sangat strategis manakala kita dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat
Indonesia memiliki kepentingan yang beragam sesuai dengan kemajemukan etnis, agama, ras,
dan sistem nilai yang tercakup dalam kebudayaannya.

Pemikiran tersebut bukan berarti bahwa bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya
asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan dalam membangun
masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan
berarti masyarakat yang berbudaya barat, melainkan 6 masyarakat yang tetap berpijak pada akar
budayanya. Nilai-nilai kehidupan yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia dan
dianggap masih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern harus tetap dipelihara dan
dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya. Dengan kata lain,
nilai-nilai kehidupan yang telah mengakar harus menjadi dasar dan paradigma pembangunan
sosial budaya.

Berdasarkan pemikiran diatas maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan satu-
satunya paradigma pembangunan bidang social budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis
dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan
masyarakat Indonesia. Baik buruknya perencanaan, proses dan hasil pembangunan bidang sosial
budaya harus diukur dengan Pancasila. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa
penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial budaya bukan satu-
satunya jaminan akan tercapai keberhasilan secara optimal. Banyak factor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan, seperti keyakinan bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai Pancasila,
konsekuen tidaknya bangsa Indonesia melaksanakan pancasila, pengaruh nilai-nilai asing yang
terus masuk seiring dengan proses globalisasi.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan dan kehidupan social
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka dihargai dan diterima sebagai warga
bangsa. Dengan demikian, pembangunan social budaya tidak menciptakan
kesenjangan,kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan social. Paradigma –barudalam
pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan
dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya.

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah ya komunitikomuniti


yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu
secara berimbang (Sila antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi
sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan
keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan
mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat 7 persatuan
dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI
(Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-
puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:

a. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti
setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

b. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
c. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk
di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;

d. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan
untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;

e. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

5. Pancasila sebagai paradigma pembagunan HANKAM

Salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah “ melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk itu, pemerintah berkewajiban
membangun system pertahanan dan keamanan yang mampu mewujudkan tujuan atau cita-cita
tersebut. Namun, para pendiri negara menyadari bahwa tugas tersebut bukan pekerjaan yang
ringan. Oleh karena itu, tugas ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau
sekelompok orang saja, melainkn menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.

Atas pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan sistem “pertahanan dan
keamanan rakyat semesta” (hankamrata). System ini pada dasarnya 8 sesuai dengan nilai nilai
Pancasila, dimana pemerintah dan rakyat (baik perseorangan maupun kelompok) memiliki hak
dn kewajiban yang sama dalam usaha bela negara. Pancasila juga menganjurkan agar bangsa
Indonesia dapat hidu berdampingan secara damai : saling membantu, menolong, menjaga
perasaan orang atau kelompok lain, mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati
sehingga terbentuk kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan. Pengembangan Hankam negara
tetap bertumpu dan berpegang pada pendekatan historis Sishankamrata. Sishankamrata yang kita
anut selama ini adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang hakikatnya adalah
perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan penangkalan yang diwujudkan oleh
sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada partisipasi, semangat dan tekat rakyat yang
diwujudkan dengan kemampuan bela negara yang dapat diandalkan. Kesemestaan harus dibina
sehingga seluruh kemampuan nasional dimungkinkan untuk dilibatkan guna menanggulangi
setiap bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. .

Seluruh wilayah merupakan tumpuan perlawanan dan segenap lingkungan harus dapat
didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk dan kesemestaan, memang menuntut pemanduan
upaya lintas sektoral serta pemahaman dari semua pihak, baik yang berada di suprastruktur
politik maupun di infrastruktur politik. Corak perlawanan rakyat semesta tersebut dengan
sendirinya merupakan kebutuhan, baik konteks kesiapan menghadapi kontinjensi sosial yang
setiap saat bisa terjadi, maupun menghadapi kontijensi bidang hankam. Disamping itu TNI juga
mendapat embanan tugas bantuan yang meliputi : Pertama, membantu penyelenggaraan kegiatan
kemanusiaan. Kedua, memberikan bantuan kepada kepolisian atas permintaan. Ketiga,
membantu tugas pemeliharaan perdamaian dunia.

Meskipun MPR telah dapat menetapkan peran TNI, maka masih diperlukan payung hukum
yang menjadi dasar dari perubahan fungsi dan organisasi. Sebagaimana diketahui Tap MPR
merupakan aturan dasar yang melalui undangundang dapat berwujud Verbindliche
Rechtsnormen yang disertai paksaan dan hukuman. Tingkat pertama undang-undang merupakan
tempat selain untuk merinci aturan dasar yang terdapat dapam Tap MPR, juga untuk menjadikan
aturan dasar itu mempunyai kekuatan memaksa hukum bagi pelanggar-pelanggarnya

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/pancasila_sbg_paradigma.pdf

https://www.academia.edu/28981540/PANCASILA_SEBAGAI_PARADIGMA_PEMBANGU
NAN

Anda mungkin juga menyukai