BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia, lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk (208,2
juta orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh
tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang
mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses
pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil
pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari
semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia
dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke
90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000). GDI mengukur angka harapan hidup,
angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per
kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-laki dan
perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang
antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan.
Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang
buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%)
(GOI & UNICEF, 2000).
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia
(SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI &
UNICEF, 2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan
dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan
kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi
perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah
mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang
persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan
menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan
masih ditolong oleh dukun bayi (GOI & UNICEF, 2000).Namun tidak semua
kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan
yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami
1
2
mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas
dengan anggota keluarganya sendiri (Pradono dkk 2001).
Tak tersedianya informasi yang akurat dan “benar” tentang kesehatan
reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan
eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras menawarkan
petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film pornografi yang
memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab
yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama
mereka. Mereka juga melalap “pelajaran” seks dari internet, meski saat ini
aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs
pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih
malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15
tahun.Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah
belum terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4
– 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%.
Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi beberapa penelitian lain
menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota
besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks
pra-nikah (GOI & UNICEF, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang
melibatkan siswa SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah
melakukan hubungan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah.
Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan hubungan seks tersebut
berdasarkan suka dan tanpa paksaan.Ketakutan akan hukuman dari masyarakat
dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah
menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan
aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa
mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen
kematian ibu disebabkan karena pengguguran kandungan yang tidak aman.
Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700
ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana
sebgaian besar dilakukan oleh dukun (GOI & UNICEF, 2000).
5
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian abortus ?
2. Bagaimana klasifikasi abortus ?
3. Bagaiamana etiologi abortus ?
4. Bagaiamana tanda dan gejala abortus ?
5. Bagaimana manifestasi klinis ?
6. Bagaimana patofisiologi abortus ?
7. Bagaimana prognosis abortus?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang abortus ?
9. Bagaimana penanganan atau penatalaksanaan medis abortus ?
10. Bagaimana tindakan abortus ?
11. Apa saja jenis-jenis komplikasi abortus?
12. Apa resiko abortus ?
13. Siapa pelaku abortus ?
14. Bagaimana contoh abortus ?
15. Apa sanksi hukum terhadap tindakan aborsi ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami tentang Konsep gangguan reproduksi
abortus.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
a. Pengertian abortus
b. Klasifikasi abortus
c. Etiologi abortus
d. Tanda dan gejala abortus
e. Manifestasi klinis
f. Patofisiologi abortus
g. Prognosis abortus
h. Pemeriksaan penunjang abortus
i. Penanganan atau penatalaksanaan medis abortus
6
j. Tindakan abortus
k. Komplikasi abortus
l. Resiko abortus
m. Pelaku abortus
n. Contoh abortus
o. Sanksi hukum terhadap tindakan aborsi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Abortus
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari
bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra
dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberi pengertian abortus
sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Kemudian menurut Maryono Reksodipura dari Fakultas
Hukum UI, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum
waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas dapat
dikatakan, bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa
kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu dapat
hidup di luar kandungan (Wikjosastro, 2012).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup didunia
luar, tanpa mempersoalkan penyebab. Bayi baru hidup didunia luar bila berat
badannya telah mencapai > 500 gram atau umur kehamilan > 20
minggu.Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat
lahir janin viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan
suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai
berat 500 g atau usia kehamilan 20 minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22
minggu). Keguguran adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umul
hamil kurang dari 28 minggu (Manuaba, 1998:214).
B. Klasifikasi Abortus
Menurut Mitayani (2009) abortus menurut terjadinya dapat dibagi atas dua
golongan yaitu:
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
7
8
C. Etiologi Abortus
Menurut Mochtar, (2010) abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada
kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini
adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau
alkohol.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis
4. Faktor eksternal,seperti radiasi dan obat-obatan
5. Faktor janin
6. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
10
F. Patofisiologi Abortus
Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam desidua basalis dan
perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat
11
G. Prognosis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut (Hanifa, 2011).
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus
desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada
plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus
papiraseus (Hanifa, 2011).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wiknjosatro, (2012) pemeriksaan penunjang abortus diantaranya
yaitu:
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah
abortus
2. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
12
J. Tindakan Abortus
Menurut Wiknjosatro, (2012) ada dua macam tindakan abortus diantaranya
yaitu:
1. Aborsi dilakukan sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan
yang membahayakan janin atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
2. Aborsi dilakukan orang lain
Orang lain di sini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara
yang digunakan juga beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dalam 5
tahapan, yaitu:
1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan di dalam kandungan.
2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan.
3. Bayi dikeluarkan dengan menggunakan tan.
4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan bayi sudah keluar
semua
5. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampai/sungai,
dikubur di tanah kosong, atau dibakar di tungku.
Sedangkan seorang dukun beranak, biasanya melaksanakan aborsi dengan
cara memberi ramuan obat pada calon ibu dan menurut perut calon ibu untuk
mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat
berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan
dan kemungkinan malam membawa cara bagi janin dan trauma hebat bagi
calon ibu.
K. Komplikasi Abortus
Menurut Wiknjosastro, (2012) Komplikasi abortus diantaranya yaitu :
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
16
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau
perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh
orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau
sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
infeksi berat (syok endoseptik).
5. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal
dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok
bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif.
Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan komplikasi
hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini,
harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara
dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat (Cunningham, 2005).
L. Resiko Abortus
Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun
keselamatan seorang wanita. tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang
melakukan aborsi ia tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang.
Ada 2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi yaitu :
17
M. Pelaku Abortus
Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika.
Akan tetapi gambaran di bawah ini memberikan kita bahan untuk
dipertimbangkan seperti tertulis dalam buku fact of life oleh Brian Clowes,
phd: para wanita pelaku abortus adalah :
1. Wanita muda
Lebih dari separuh wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia di
bawah 25 tahun. Bahkan dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah
19 tahun.
Usia Jumlah %
2. Belum menikah
Jika terjadi kehamilan di luar nikah, 82% wanita di Amerika akan
melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil di luar nikah,
cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri.Untuk
di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar karena di dalam adat Timur
19
kehamilan di luar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi
yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan
keluarga.Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut
data statistik yang ada di Amerika, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang
tinggi pada berbagai usia janin.
13-15 90.000
16-20 60.000
21-26 15.000
>26 600
N. Contoh Abortus
Menurut mochtar, (2010) contoh abortus antara lain yaitu :
1. Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi
dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak
yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat
dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah
dari janin yang baru dibunuh tersebut.
2. Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu,
bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara
menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong
dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus).
Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut,
dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung,
pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-
bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian
tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan
dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan. Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa
diantaranya diakhiri dengan abortus. Dan kejadian abortus sangat banyak
ditemukan yang merupakan salah satu dari perdarahan dalam masa kehamilan.
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada
atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan.Abortus ada 2 macam, baik itu
spontan maupun buatan. Dan masing-masing dari abortus ini terbagi lagi.
Sehingga ada banyak bentuk-bentuk abortus yang kita temui. Ada banyak
faktor yang mempengaruhi abortus dalam kehamilan baik itu dari faktor ibu,
bapak, janin dan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya abortus
atau kehamilan yang tidak dapat dipertahankan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Kepada mahasiswa dapat lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai
hal-hal yang patologi dalam kehamilan khususnya abortus dalam kehamilan.
2. Kepada instansi kesehatan maupun pemerintah dapat meningkatkan
program kesehatan masyarakat, seperti penyuluhan dan upaya deteksi dini
terhadap kehamilan-kehamilan yang beresiko.
3. Kepada masyarakat luas dapat membantu dan mematuhi program kesehatan
yang telah dicanangkan pemerintah maupun instansi kesehatan sehingga
mau bekerjasama dalam upaya peningkatan tingakat kesehatan masyarakat,
terutama menyangkut kehamilan yang beresiko ini.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN