Anda di halaman 1dari 17

Gastroesophageal Reflux Pada Bayi Berusia 2

Bulan

Adhe William FanggidaE*

Pendahuluan
Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (RGE) adalah suatu
keadaan, dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan
regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus. Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung
menyebabkan gejala patologis yang mengakibatkan komplikasi dan gangguan kualitas hidup
disebut Gastroesophageal reflux disease (GERD). Pada bayi dan balita, tidak ada gejala
kompleks yang dapat menegakan diagnosis GERD atau memprediksi respon terhadap
terapi.1,2
Sesuai dengan kasus PBL yang diterima yaitu: bayi perempuan usia 2 tahun tampak
sehat dan hanya mendapatkan ASI eksklusif. Sejak 2 minggu yang lalu, ibu mulai mengeluh
kalau bayinya sehabis minum susu sering mengeluarkannya kembali melalui mulut, kurang
lebih 2-3 sendok makan dan ini terjadi setiap kali bayi tersebut menyusui. Keluhan ini terus
berlanjut hingga saat ini sehingga Ibunya memutuskan untuk membawa anaknya berobat dan
dirasakan berat badan tidak naik. Tidak ada gejala penyerta berupa demam, muntah maupun
diare. Bayi masih aktif dan bagus dalam menyusu. Dalam makalah ini akan dibahas skenario
GERD pada bayi yang ditinjau dari materi kuliah Sistem Digestivus 2.

*Alamat Korespondensi :
Adhe William FanggidaE
102014270
Kelompok F9
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : adhewilliam@gmail.com

1
Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila
berhadapan dengan pasien. Anamnesis bertujuan untuk mengambil data berkenaan dengan
pasien melalui wawancara bersama pasien maupun keluarga pasien. Anamnesis perlu
dilakukan dengan cara-cara khas yang berkaitan dengan penyakit yang bermula dari
permasalahan pasien. Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya: heartburn,
muntah, regurgitasi) pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-anak.
Pasien anak dengan refluks gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan tidur
serta penurunan nafsu makan.3
Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter, pertanyaan yang perlu diajukan adalah
data pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien

2. Jenis kelamin

3. Umur pasien

4. Tempat dan tanggal lahir pasien

5. Status perkawinan

6. Agama

7. Suku bangsa

8. Alamat

9. Pendidikan

10. Pekerjaan

11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek
sebelah ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak

2
Keluhan utama

Keluhan utama sejak 2 minggu yang lalu, bayinya sehabis minum susu sering
mengeluarkannya kembali melalui mulut, kurang lebih 2-3 sendok makan dan ini terjadi
setiap kali bayi tersebut menyusui.

Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil seperti berikut :

 Tangisan khas atau tidak khas / gelisah


 Apnea / bradikardi
 Kurang nafsu makan
 Peristiwa yang mengancam nyawa/ALTE (Apparent Life Threatening Event)
 Muntah
 Mengi (heezing)
 Nyeri perut / dada
 Stridor
 Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)
 Pneumonitis berulang
 Sakit tenggorokan
 Batuk kronis
 Waterbrash
 Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)
 Suara serak / laryngitis

Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah Heartburn
dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau( halitosis).4

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu (RPD) adalah bagian penting dari anamnesis. Penting untuk
mencatat secara rinci semua masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang
pernah diberikan. Mencatat informasi ini secara kronologis juga bisa bermanfaat.3

 Pernah bayinya mengalami penyakit seperti ini tidak sebelumnya ?

3
 Apa ibu mencoba untuk mengobatinya?
 Bayi ibu minum obat apa?
 Bila minum obat, apa obatnya memberikan efek?

Riwayat pribadi

Tanyakan riwayat vaksin pada bayi.3

Riwayat sosial

Penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang mereka derita
terhadap hidup dan keluarga mereka. Pekerjaan tertentu berisiko menimbulkan penyakit
tertentu jadi penting untuk mendapatkan riwayat pekerjaan yang lengkap.3

Bagian anamnesis ini dirancang untuk menemukan gejala yang belum diungkapkan
oleh pasien dalam anamnesis keluhan utama. Tentu saja ada banyak sekali pertanyaan yang
bisa diajukan. Dalam suatu situasi klinis tertentu, pertanyaan ini harus difokuskan tergantung
dari sifat keluhan utama. Ditemukannya kelainan pada pemeriksaan fisik atau setelah
pemeriksaan penunjang bisa menimbulkan pertannyaan yang lebih terarah.3

Riwayat Keluarga

Penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien karena
terdapat konstribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit.3

Pemeriksaan
Untuk memperkuat diagnosis tentang suatu penyakit kita harus melakukan
pemeriksaan kepada pasien. Pemeriksaan paling utama yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan fisik dan apabila ingin memperkuat diagnosis tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan lab.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang biasanya
terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi adalah pemeriksaan yang
dilakukan dengan melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Palpasi adalah
pemeriksaan yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami
kelainan. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Perkusi

4
adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk dengan tangan atau dengan
alat bantu.5
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen pada bayi.
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Palpasi dilakukan terakhir,
dikarenakan palpasi dapat mengganggu bunyi normal abdomen. Untuk tujuan deskriptif
abdomen dibagi menjadi 4 kuadran(LUQ, LLQ, RUQ, RLQ).

Inspeksi.

Inspeksi kontur abdomen dengan anak pada posisi tegak dan telentang. Normalnya
abdomen bayi dan anak cukup silindris dan dalam posisi tegak agak menonjol dikarenakan
lordosis fiiologis spinal, pada posisi terlentang, abdomen tampak datar. Pada anak yang sehat,
tonjolan pada garis tengah biasanya merupakan variasi dari perkembangan otot yang normal.
Kulit. Kulit yang menutupi abdomen harus terikat secara seragam , tanpa adanya
kerutan atau lipatan, terkadang ditemukan striae seperti perak keputih-putihan yang
menunjukkan tanda obesitas. Vena superfisialis biasanya terlihat pada bayi kulit putih, bayi
yang kurus, tetapi distensi vena merupakan hasil temuan yang abnormal.5
Observasi pergerakan abdomen. Normalnya pergerakan dada dan abdomen sinkron.
Pada bayi dan anak yang kurus, gelombang peristaltis dapat dilihat melalui dinding abdomen
diobservasi dengan cara berdiri sejajar mata dan didepan abdomen, hasil ini harus selalu
dilaporkan.5
Periksa ukuran, kebersihan, dan adanya tanda-tanda abnormalitas umbilikus, seperti
hernia. Umbilikus harus datar atau sedikit menonjol. Jika terdapat hernia, palpasi benjolan
tersebut untuk mengetahui isi abdomen dan perkirakan ukuran kira-kira lubang tersebut.5

Auskultasi

Temuan paling penting dalam permeriksaan auskultasi adalah peristaltik atau bising
usus. Yang bunyinya seperti logam pendek beradu atau seperti orang berkumur. Frekuensinya
permenit harus dicatat. Bising usus dapat distimulasi dengan cara menggetarkan permukaan
abdomen dengan kuku dan jari tangan. Tidak adanya bising usus atau terjadinya
hiperperistaltik menunjukkan adanya gangguan abdomen.5

Palpasi
Terdapat dua tipe palpasi yaitu palpasi superfisial dan dalam. Palpasi superfisial, yaitu
dengan cara lembut menempelkan tangan pada kulit dan rasakan tiap kuadran, perhatikan
adanya nyeri, tonus otot, dan lesi superfisial.5

5
Palpasi dalam. Palpasi dalam digunakan untuk melakukan palpasi organ dan
pembuluh darah besar dan mendeteksi massa serta nyeri tekan yang tidak dapat ditemukan
selama palpasi superfisial. Palpasi ini dilakukan dari bawah ke atas untuk menghindari tidak
terpalpasinya bagian tepi hati atau limpa yang membesar. Tepi bawah hati kadang-kadang
dapat dirasakan oleh bayi dan anak yang masih kecil sebagai masa superfisial 1-2cm di bawah
tepi iga kanan. Normalnya hati turun pada saat inspirasi saat diafragma bergerak kebawah.5
Palpasi nadi femoralis. Meletakan dua atau tiga ujung jari pada sepanjang ligament
inguinal sekitar pertengahan antara Krista iliaka dan simfisis pubis. Rasakan kedua nadi
secara simultan untuk meyakinkan bahwa denyut kedua nadi itu sama dan kuat.5

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui lebih


pasti apa yang menyebabkan penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang sesuai kasus yang
dapat dilakukan adalah barium peroral, pemeriksaan monitor pH lambung, tuttle test,
Endoskopi.

Barium peroral
Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan ini bukanlah untuk melihat keadaan refluks,
melainkan keadaan patologis dari hal-hal lain seperti hernia hiatal, striktur esofagus, stenosis
pilori, dan stenosis duodenal. Perlu dicatat bahwa bayi normal berusia 0-12 bulan dilaporkan
mengalami tiga sampai empat episode refluks dalam waktu 5 menit pada pemeriksaan ini.
Pada anak diatas umur 12 bulan, keadaan refluks ini menurun hingga satu sampai dua kali.2

pH monitoring
Dengan memasukan instraesofageal pH mikroelektroda yang telah dirancang dengan
diameter kurang dari 2mm. diposisikan kira-kira 3 cm diatas sfingter esofagus distal,
bersamaan dengan recorder. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan berbarengan ketika sedang
memonitor saturasi oksigen. Tidak semua bayi yang muntah atau regurgitasi diindikasikan
untuk melakukan pemeriksaan ini.2

Tuttle test acid reflux


Tes ini menggunakan asam hidrokhloric (0.1N per 1.7m2) atau dengan jus apel yang
tidak dimaniskan (300ml per 1.7m2) yang ditelan oleh pasien lalu pH dimonitor selama 30
menit, penurunan pH dibawah 4 merupakan kasus abnormal.2

6
Endoskopi
Peralatan modern berupa serat optic yang dapat melihat tanda-tanda dari esofagitis
atau striktur esofagus. Striktur esofagus dapat diperbaiki dengan dilatasi esofageal. Keadaan
esofagitis dengan ketiadaan korosif akibat racun(toxin, dll) mengkonfirmasi adanya paparan
refluks asam lambung pada mukosa esofagus yang signifikan.2

Working diagnosis

Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien
setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasein. Berdasarkan pengertian
tersebut didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu Gastroesophageal reflux (GER).

Differntial diagnosis

Differential diagnosis merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang


serupa terhadap penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis. Oleh karena
itu perlu adanya pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis utama.
Adapun diagnosis pembanding dari GER yaitu:

Akhalasia
Merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya relaksasi esophagus terminal.Spasme
esophagus dapat menimbulkan sumbatan partial pada daerah perbatasan gaster-esophagus,
dimana dengan Ba kontras, tampak adanya konstriksi esophagus bagian terminal dan bagian
atasnya melebar. Keadaan ini sering ditemukan pada anak lebih besar , jarang pada bayi.
Pengobatannya dengan melebarkan bagian yang mengalami konstriksi dan perlu tindakan
berulang.6

Stenosis pylorus hipertrofik congenital

Stenosis pilorus hipertrofik kongenital merupakan masalah serius bagi bayi muda, ini
merupakan terjadinya obstruksi saluran keluar lambung, berkembang antara usia 2 minggu
dan 2 bulan sebagai akibat penyempitan progresif saluran pilorus oleh otot yang hipertrofi.
Stenosis pilorus hipertrofik kongenital sampai sekarang belum diketahui apa
penyebabnya, keadaan ini timbul empat kali lebih sering pada pria dibandingkan wanita

7
dengan insiden 1:200 kelahiran hidup dalam ras kaukasus dan 1:2000 kelahiran hidup kulit
hitam. Riwayat keluarga positif(6,9%) pada stenosis ini dan ibu yang terkena, mempunyai
kesempatan empat kali lipat lebih besar untuk menurunkan stenosis pilorus hipertrofi
kongenital pada keturunannya dibandingkan bila yang terkena adalah ayahnya.6
Biasanya hal ini timbul ketika bayi berumur 2-3 minggu, gejala klinisnya berupa
muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu ( yang dimuntahkan hanya susu),
bayi tampak sehat selalu haus dan berat badan sukar naik, lambung menjadi besar dan
hipertrofi, serta gelombang peristaltik yang dapat dilihat akan berjalan melintasi abdomen atas
setelah pemberian makan.6

Gejala klinis
Gejala yang paling nyata pada gastroesophageal refluks (GER) pada bayi adalah
muntah dan meludah berlebihan. Refluks biasanya memburuk pada beberapa bulan pertama
kehidupan, puncaknya sekitar 6 sampai 7 bulan, dan kemudian secara bertahap berkurang.
Hampir semua bayi dengan refluks yang membesar di usia kira-kira 18 bulan. Pada beberapa,
meskipun begitu, refluks menyebabkan komplikasi dan menjadi diketahui sebagai penyakit
gastroesophageal refluks (GERD). Beberapa komplikasi termasuk sifat lekas marah
disebabkan perut tidak nyaman, masalah makan yang bisa mengakibatkan pertumbuhan yang
buruk, dan ’mengigau’ pada pemuntiran dan posturing yang kemungkinan dibingungkan
dengan kejang. Jarang terjadi, asam dalam jumlah kecil yang berasal dari perut bisa masuk ke
pipa udara (aspirasi). Asam pada pipa udara dan saluran pernafasan bila menghasilkan batuk,
bunyi menciut-ciut, berhenti bernafas (apnea), atau pneumonia.4
Kebanyakan anak yang menderita asma juga mengalami refluks. Nyeri telinga, suara
parau, tersedak, dan sinusitis juga bisa terjadi sebagai akibat GERD. Jika kerongkongan
secara signifikan terititasi (esophagitis), kemungkinan terjadi beberapa pendarahan, akibat
pada anemia kekurangan zat besi. Sebaliknya, esophagitis bisa menyebabkan jaringan luka
parut, yang bisa membuat kerongkongan menjadi sempit (stricture). Panas dalam perut,
sebuah gejala umum remaja dan orang dewasa dengan GERD, lebih sering terjadi terlihat
sebagai nyeri dada atau nyeri perut pada anak kecil.4

Epidemiologi
Masih sedikit data yang ditemukan mengenai prevalensi dan insidensi GERD pada
anak. Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun melalui
kuesioner sebuah study. Ebuah studi di UK pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak
dengan diagnosis awal GERD. Dan angka kejadiannya adalah sekitar 0,84 per 1000 angka per

8
tahun. Insiden ini menurut pada angka umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga
berumur 16-17 tahun.4
GERD terdapat hampir lebih dari 75% pada anak dengan kelainan neurologi. Hal ini
dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltic esophagus dan peningkatan
tekanan intra abdomen yang perasal dari hipertonusotot yang dihubungkan dengan spasrisitas.
Di Indonesia sendiri insidens RGE sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut
beberapa ahli RGE terjadi pada 50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang
normal.2,4

Etiologi
Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan duodenum,
termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami regurgitasi ke dalan
esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian bawah dan gangguan mortalitas
meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan menyebabkan GER. Inflamasi esophagus
nantinya dapat mengakibatkan dua mekanisme diatas seperti lingkaran setan.1,2
Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi dengan GER,
GERD, dan kelainan dismortilitas, akan tetapi ada satu factor yang belakangan diakui sebagai
pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya relaksasi transien spingter esophagus
bawah secara berulang. Factor yang meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk
didalamnya interaksinya antara postur dan gravitasi, ukuran dan ini makanan yang dimakan,
pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.1

Patogenesis
Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang muncul beberapa
kali sehari pada bayi, anak, dan dewasa yang sehat. Pada umunya berlangsung kurang dari 3
menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini
disebabkan oleh relaksasi sementara pada sfingter esophagus bawah atau inadekuatnya
adaptasi tonus sfingter terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esophagus
bawah, sebagai barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan
gastroesophageal reflux.2,4
Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif kerena “katup” antara lambung dan
esophagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esophagus bawah, maupun
karena posisi sambungan esophagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi

9
sebagai katup. Kemungkinan terjadi refluks juga dipermudah oleh memanjangnya waktu
pengosongan lambung.2,4
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul refluks yang
hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa tekanan intraabdomen yang
meninggi dapat menyebabkan refluks tetapi mekanisme yang lebih penting adalah peran tonus
sfingter yang berkurang, baik dalm keadaan akut maupun menahun.
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung reflukske esofafus
atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD inimultifaktorial dan kompleks,
melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens
esofagus, barier mukosa esofagus,hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah
tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isilambung mengalir ke esofagus.
Proporsi minor episode refluks terjadi ketikatekanan sfingter esofagus bawah gagal meningkat
saat peningkatan mendadak tekanan intraabdominal atau ketika tekanan sfingter esofagus
bawah saat istirahat berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa mekanisme
proteksimemungkinkan refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux Disease: klirens
dan pertahanan refluks yang tidak memadai, lambatnya pengosonganlambung, kelainan pada
pemulihan dan perbaikan epitel, dan menurunnya reflex protektif neural pada saluran
aerodigestif.4

Penatalaksanaan
Farmakologi
Agen farmakologi utama yang biasanya digunakan untuk mengatasi GERD pada anak
adalah agen buffering asam lambung, pertahanan mukosa, dan agen anti-sekretorik lambung.
Obat penekan asam lambung berguna dalam mengobati esofagitis yang disebabkan oleh
refluks asam, bisa digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan agen
prokinetik.7

Antagonis reseptor H2
Antagonis reseptor histamin H2 secara kompetitif menghambat aksi histamin pada
reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini sangat selektif pada reseptor
histamin H2 dan memiliki sedikit atau tanpa efek pada reseptor histamin H1. Sel parietal
memiliki reseptor untuk histamin, asetilkolin,dan gastrin, yang semuanya dapat merangsang
sekresi asam hidroklorida ke dalam lumen gaster. Antagonis reseptor histamin H2

10
menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi tidak memiliki efek
pada sekresi asam yang dihasilkan oleh asetilkolin atau gastrin.7
Obat yang termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidine,Famotidine, dan
Nizatidine. Antagonis reseptor histamin H2 dapat menurunkan penyerapan obat yang
memerlukan suasana asam (ketokonasol, itrakonasol). Simetidin menghambat enzim sitokrom
P-450 dan memiliki potensi untuk berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh
isoenzim ini (misalnyafenitoin, propanolol, teofilin, warfarin).7
Ranitidin dan famotidin tampaknya sama efektifnya dengan cimetidin dan nizatidin.
Suatu penelitian mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik ranitidin (5mg/kg) pada bayi
berusia 6 minggu sampai 6 bulanyang menderita refluks gastroesofageal yang diberi ranitidin
dengan dosis 5 mg/kg BB, ternyata pH esofagus paralel dengan konsntrasi ranitidin dalam pH
dan pH dalam lambung tetap diatas 4 selama 9 jam setelah pemberian obat ini. Pada pasien
anak-anak berumur 6 bulan sampai 13 tahun dan mengalami esofagitis yang refrakter
dengandosis normal ranitidin adalah 8 mg/kg/hari. Penggunaan ranitidin dosis tinggi
(20mg/kg/hari) dapat mengurangi gejala dan memberikan penyembuhan.7

Pompa proton inhibitors (PPI)


Inhibitor pompa proton terikat dengan hydrogen/potassium adenosinetriphospatase,
suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada sel parietal,karena itu dapat
menghambat pertukaran ion yang merupakan langkah akhir padasekresi asam hidroklorida.
Obat ini menghambat sekresi asam tanpa memandang apakah distimulasi oleh histamine,
asetilkolin, atau gastrin. Untuk sekresi dari sel parietal inhibitor pompa proton memerlukan
aktivasi dalam lingkungan. Supayamakanan tidak dapat mempengaruhi absorpsi dan consent
rasi puncak obat dalam plasma, obat ini paling baik diminum sekitar 30 menit sebelum
makan. Obat inikurang efektif selama kondisi puasa saat kondisi asam lebih rendah.7
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu obat ini
diformulasi dengan enteric coating, sehingaa obat ini mampu melewatilambung dalam
keadaan utuh dan memasuki usus, dimana PH nya kurang asamdan obat diserap. Inhibitor
pompa proton memiliki elimanis waktu paruh yang pendek namun durasi aksi yang panjang
karena ikatan dengan pompa protonirreversibel dan penghentian aktifitas farmakologi
memerlukan sintesis enzimyang baru. Inhibitor pompa proton tidak mempengaruhi motilitas
lambung atau sekresi enzim lambung lainnya.7
Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah diijinkan
penggunaanya oleh FDA pada pasien anak. Keduanya tersedia dalam bentuk kapsul yang

11
mengandung granula salut enteric. Lansoprasol juga tersedia dalam bentuk granual untuk
penggunaanya dalam suspense oral dan secara oraldalam betuk talet yang mengandung
mikrogranula salut enteric. Oleh karena itu obat ini tidak boleh dikunyah, harus ditelan dalam
bentuk utuh karena akan menurunkan efektifitasnya. Esomeprasol (bentuk isomer S dari
omeprasol) tersedia sebagai kapsul yang mengandung enteric coated pellet, dan
rabeprasol,sedangkan pantoprasol tersedia dalam bentuk enteric coated tablets.7
Omeprasol dan lansoprasol sebaiknya diminum dengan sedikit jus buah yang agak
asam (jus apel, jeruk) atau yoghurt. Pada penelitian yang dilakukan pada pasien anak-anak
yang menderita esofagitis yang resisten terhadap antagonis reseptor histamin H2, omeprasol
efektif dalam memeperbaiki gejala dan menyembuhkan esofagitis. Pengobatan selama 8
minggu dengan omeprasol 40mg/hari/1,73 m2 luas permukaan tubuh atau ranitidin dosis
tinggi (20 mg/kg/hari) mengurangi paparan asam pada esofagus dan mempercepat
kesembuhan pada 25 orang bayi dan anak-anak yang berusia 6 bulan sampai 13 tahun dengan
refluks esofagitis yang berat.m Dosis omeprasol yang diperlukan untuk
menyembuhkanesofagitis kronik dan berat pada pasien anak-anak adalah 0,7-3,5
mg/kg/hari).7

Agen Prokinetik
Agen Prokinetik meningkatkan gerakan peristaltik esofagus,
mempercepat pengosongan lambung, dan meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian distal
Cisapride efektif dalam menurunkan refluks, namun obat tersebut telah ditarik dari pasaran
karena efek toksik pada jantung berpotensi menyebabkan kematian dan tersedia hanya dalam
protokol penggunaan yang terbatas. Metoclopramid adalah obat antidopaminergik dan
kholinomimetik yang telah digunakan medis pengelolah GERD.7

Antasid
Antasid menetralisir asam lambung, dan sodium alginate melindungimukosa
esophagus dengan membentuk suatu gel pada permukaan. Sukralfat(suatu kompleks
aluminium dari sucrose sulfat) terikat pada dan melindungi mukosa esofagus. Efikasi obat ini
pada anak-anak yang mengalami refluks estrofageal belum diketahui dengan pasti. Obat ini
tidak dibenarkan penggunaan pada bayi dan aank oleh FDA dalam pengobatan RGE.
Penggunaan antacid yangmengandung aluminium dalam jangka panjang harus dihindari
karena resikotoksisitas aluminium. Obat ini dapat digunakan secara intermitten
untuk meredakan gejala RGE pada anak yang berumur lebih besar.7

12
Non farmakologi
Perubahan posisi
Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagusyang bisa
dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisitelungkup. Akan tetapi, posisi
telentang dan posisi lateral berhubungan denganmeningkatnya angka kejadian sindrom bayi
mati mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut, maka
posisi telentang ataulateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GERD, tetapi
sebagian besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan posisi
telungkup.1
Bayi dengan GERD berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih tinggi
(30°). Setelah menetek atau minum susu formula bayi digendong setinggi payudara ibu,
dengan muka menghadap dada ibu (seperti metoda kangguru, hanya baju tidak perlu dibuka).
Hal ini menyebabkan bayi tenang sehingga mengurangi refluks.1

Gambar 1. Posisi telungkup dengan kepala ditinggikan.1

Cara menyusui:
a. Bayi hanya menetek pada satu payudara sampai habis
b. Biarkan bayi terus menghisap (walaupun payudara telah kosong) sampai bayi tertidur.
Selama bayi mengisap payudara, gerakan mengisap lidah bayi merupakan trigger
terhadap kontraksi lambung,sehingga refluks tidak akan terjadi.
c. Hindari perlakuan yang kasar atau tergesa-gesa atau perlakuan yangtidak perlu.
d. Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru ditidurkan dengan
posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah kiri, paling cepat setengah jam setelah
menyusu atau minum susu formula.

13
e. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (caffein yang berlebihan pada
ibu mempengaruhi terjadinya GERD pada bayi).
f. Hindari pemakaian baju yang ketat.

Di Amerika serikat, beras sereal adalah agen pengental yang paling seringditambahkan
pada susu formula. Susu formula yang dikentalkan dengan berassereal menurunkan volume
regurgitasi tetapi bisa menyebabkan batuk selama pemberian. Susu formula yang dikentalkan
dengan sereal bila diberikan melalui botol dot maka lubang pada dot harus dilebarkan
sehingga susu yang dikentalkantersebut bisa keluar dengan lancar. Intake energi yang berlebih
adalah masalahyang sering terjadi pada pemberian susu formula yang dikentalkan dengan
sereal.Pengentalan 20 kcal/ons susu formula dengan 1 sendok makan beras sereal untuk setiap
ons nya bisa meningkatkan densitas energi hingga 34 kcal/oz (1,1 kcal/mL).Pengentalan
dengan 1 sendok makan per 2 ons susu formula meningkatkandensitas energi hingga 27
kcal/oz (0,95 kcal/mL.1

Terapi Bedah
Operasi anti refluks harus dipertimbangkan bila terapi medis gagal, misalnya gejala
terus berlanjut atau timbul komplikasi GERD. Pembedahan biasanya diindikasikan untuk
pasien dengan refluks yang berlanjut dan komplikasi esophagitis meskipun sudah diberi terapi
medis. Nissen fundoplication merupakan prosedur operasi yang paling umum dilakukan.
Tindakan yang dilakukan berupa pembukusan fundus lambung 360° sekitar esophagus distal.8
Laparosopic Nissen Fundoplication (LNF) secara umum telah menggantikan prosedur
nissen fundoplication yang dilakukan secara terbuka(ONF), ini dikarenakan LNF menurunkan
angka kesakitan, memperpendek waktu, perawatan di rumah sakit, dan kemungkinan
komplikasi pasca operasi yang lebih sedikit. Nissen fundoplication telah secara luas dilakukan
sebagi terapi bedah untuk kasus GERD, namun prosedur ini berhubungan dengan tingginya
angka kejadian disfagia pasca operasi dan angka kejadian rekuren yang tinggi pada
anak dengan disability. Oleh karena itu, prosedur Thal fundoplication (fundoplication180°
anterior) pada kemudian mulai dipopulerkan dan digunakan oleh banyak ahli bedah hingga
saat ini.8

14
Gambar 2. Nissen fundoplication dan thai fundoplication.8

Komplikasi
Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :

a. Esofagitis dan sekuelenya ± striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma


Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,
nyeri pada dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi
hematemesis, anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan
parah dapat menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal
esophagus, yang menhasilkan disfagia, dan membutuh kandilatasi esophagus yang
berulang dan fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan
perubahan metaplasia dari epitel skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus,
suatu precursor untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.2

b. Nutrisi
Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal
tumbuhkarena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau
nasoyeyunal atau perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral
terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.2

c. Extra esophagus
GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung
terhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi
ataumikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit

15
primer saluran pernapasan, dan terciptalah lingkaran setan yang semakin
memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih intens
(biasanya melibatkan PPI dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan).2

Prognosis
Dubia ad bonam. Sebagian besar pasien dengan GER akan membaik dengan
pengobatan, walaupun relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi
medis dan non medis yang baik.

Penutup
Bayi 2 bulan tersebut menderita Gastroesofageal reflux (GER) yaitu suatu keadaan, dimana
terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam esophagus yang apabila dilakukan terapi medis ataupun nonmedis akan
dapat disembuhkan.

16
Daftar Pustaka

1. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of


Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol.49, No. 4, Oktober 2009
2. Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007.
3. Gleadle J. At a Glance: anamnesis dan pemeriksaan. edisi bahasa indonesia, ahli
bahasa: anisa rahmalia. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.h.13-7.
4. Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus.
Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook
of pediatrics. edisi ke-17. Philadelphia: Sounders; 2004.
5. Sunoto. Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Editor :
AH Markum ; Ismail S, Alatas H, et al. Jakarta : FKUI, 2002
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2861-8.
7. Mcquaid KR. Obat yang digunakan pada terapi penyakit gastrointestinal. Dalam:
Farmakologi Dasar dan Klinik. Editor Katzung BG. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.h.1049-55.
8. Riwanto I. Esophagus dan Lambung. Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Penulis Jong
D, Sjamsuhidayat R. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.

17

Anda mungkin juga menyukai