Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mungkin kita jarang mendengar nama penyakit ini, Systemic Lupus


Erythematosus (SLE) atau Lupus. Nama penyakit ini kurang populer dibandingkan
HIV/AIDS ataupun demam berdarah Dengue, namun akhir-akhir ini jumlah
penderita penyakit ini mengalami peningkatan. Penderitanya, yang disebut odipus
atau odapus (Orang dengan Lupus) mengalami gangguan yang cukup
mempengaruhi kualitas hidup bahkan dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
Selain itu, penyakit lupus ini memiliki gejala yang tidak spesifik, sehingga para
penderitanya sering berganti-ganti dokter karena diagnosa yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, penyakit ini sering disebut penyakit seribu wajah, karena gejala
yang ditunjukkannya menyerupai gejala penyakit lain.

Seorang ibu, 27 tahun, datang ke tempat praktek seorang dokter beberapa waktu
lalu dengan keluhan menelan sakit sudah empat hari ini, tenggorokan terasa gatal
dan sakit setengah mati, selain itu badan penderita terasa hancur. Radang semacam
ini sudah dirasakan dua kali dalam sebulan ini, dan sering sekali kena flu.

Dari pemeriksaan jasmani didapatkan keadaan umum dan kesadaran baik, tekanan
darah normal, nadi normal baik dari jumlah denyut maupun isi nadi, fekwensi
pernafasan normal, dan suhu sedikit meningkat. Selain itu didapatkan adanya
radang pada tenggorokan dan kelainan seperti kupu-kupu yang berwarna merah
coklat “Butterfly Rash”, di pipi kedua dan hidung dan radang amandel. Dari hasil
pemeriksaan yang panjang dan seksama akhirnya ibu tersebut divonis menderita
penyakit Systemic Lupus Erythethematosus.

Penyakit Systemic Lupus Erythethematosus adalah suatu penyakit yang


menyerang seluruh organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, yang
disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh manusia, dan lebih dikenal penyakit
sebagai autoimun. Penyakit ini sebenarnya telah dikenal sejak jaman Yunani kuno
oleh Hipokrates, namun pengobatan yang tepat belum diketahui. Penyakit ini tidak
menular, tetapi didapatkan hampir seluruh penderita Systemic Lupus
Erythematosus adalah perempuan (80%-89%). Dalam penelitian di Amerika
Serikat ditemukan pula bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
Indian Amerika dan Afrika dibandingkan dengan Ras Kaukasia.

Gejala yang umum ditemukan terbagi atas gejala kulit, gejala sistemik dan gejala
laboratorium. Gejala kulit yang ditemukan terutama ditemukannya ruam kupu –
kupu (Butterfly rash) di kedua pipi dan hidung pada hampir 70% kasus. Selain itu
biasanya penderita Systemic Lupus Erythematosus akan sangat sensitif terhadap
paparan sinar matahari pagi yang mengandung sinar ultra violet atau pada
pemakaian lampu ultra violet. Pada bagian tubuh yang terpapar sinar matahari
dapat pula timbul ruam kulit berbentuk bundar dan berwarna kemerahan. Selain itu
akan timbul sariawan berulang atau sariawan kambuhan, yang kadang kala
dipandang sepele oleh penderita. Gejala sistemik yang timbul akan segera terjadi
bila penderita tidak segera diobati dengan baik dan dalam jangka waktu lama.
Gejala sistemik yang mulai terlihat biasanya dimulai dari radang sendi berulang
dan berat sehingga sering disalah artikan sebagai penyakit Asam Urat atau
Rheumatik.

Mengingat sedikit sekali informasi yang beredar di masyarakat mengenai tanda-


tanda gejala, penyebab dan pengobatan penyakit ini, maka sedikit pula masyarakat
yang mengenal penyakit ini. Makalah ini membahas gejala-gejala yang diketahui
ada pada penderita penyakit lupus. Selain itu, dibahas lebih jauh mengenai apa
yang terjadi pada setiap organ dan sel-sel yang terkena penyakit ini. Mengenai
penyebab, pencegahan dan pengobatan hanya akan dibahas sedikit saja, karena
ternyata para ahli medis dan peneliti pun masih menganggap penyakit ini misterius
karena hanya sedikit diketahui sifat-sifatnya saat menyerang tubuh.

B. Rumusan masalah

1. Apa definisi Systemic Lupus Erythematosus?


2. Bagaimana anatomi fisiologi Systemic Lupus Erythematosus?

3. Bagaimana etiologi Systemic Lupus Erythematosus?

4. Apa saja manifestasi Systemic Lupus Erythematosus?

5. Apa saja komplikasi Systemic Lupus Erythematosus ?

6. Bagaimana patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus ?

7. Bagaimana pathway Systemic Lupus Erythematosus

8. Bagaimana klasifikasi Systemic Lupus Erythematosus?

9. Bagaimana pemeriksaan Systemic Lupus Erythematosus ?

10. Bagaimana penatalaksanaan medis Systemic Lupus Erythematosus?

11. Bagaimana pengkajian Systemic Lupus Erythematosus?

12. Bagaimana diagnosa keperawatan Systemic Lupus Erythematosus ?

13. Bagaimana intervensi Systemic Lupus Erythematosus ?

14. Bagaimana implementasi Systemic Lupus Erythematosus?

15. Bagaimana evaluasi Systemic Lupus Erythematosus ?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi Systemic Lupus Erythematosus?

2. Mengetahui anatomi fisiologi Systemic Lupus Erythematosus?

3. Mengetahui etiologi Systemic Lupus Erythematosus?

4. Mengetahui manifestasi Systemic Lupus Erythematosus?

5. Mengetahui komplikasi Systemic Lupus Erythematosus ?

6. Mengetahui patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus ?

7. Mengetahuipathway Systemic Lupus Erythematosus?


8. Mengetahuiklasifikasi Systemic Lupus Erythematosus?

9. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Systemic Lupus Erythematosus?

10. Mengetahui penatalaksanaan medis Systemic Lupus Erythematosus?

11. Mengetahuidampak masalah Systemic Lupus Erythematosus?

12. Mengetahui pengkajian Systemic Lupus Erythematosus?

13. Mengetahui diagnosa keperawatan Systemic Lupus Erythematosus?

14. Mengetahui intervensi Systemic Lupus Erythematosus?

15. Mengetahui implementasi Systemic Lupus Erythematosus ?

16. Mengetahui evaluasi Systemic Lupus Erythematosus?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Lupus erythematosus sistemik (SLE) adalah penyakit kolagen antoimun inflamasi


yang sifatnya kronis dan disebabkan oleh gangguan pengaturan imun yang
mengakibatkan produksi antibodi yang berlebihan.

Pengertian Lupus Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit


autoimun pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa sistem imun menyerang
jaringan tubuh sendiri. Pada SLE ini, sistem imun terutama menyerang inti sel
(Matt, 2003).

Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) merupakan penyakit rematik autoimunyang


ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organatau
sistem dalam tubuh.Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodidan
kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo Aru,dkk
2009).

Sistemik lupus eritematosus adalah penyakit multisystem yang disebabkanoleh


produksi antibodi dan pelengkap deposit kompleks imun yang
menghasilkankerusakan jaringan. Potensial terjadinya banyak antibodi yang
diproduksi pasienSLE, perbedaan target organ spesifik pada antibodi dapat
disebabkan oleh lebarspectrum klinis yang dikarakterisktikan dengan remisi dan
eksaserbasi (Tutuncu,et al., 2007)

Penyakit lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat


kelainansystem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan
system tubuh.Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat
membedakan antarajaringan tubuh sendiri dan organism asing (misalnya
bakteri, virus) karenaautoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh
sendiri) diproduksi tubuhdalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks
imun (antibodi yangterikat pada antigen) di dalam jaringan (Syamsi Dhuha
Foundation, 2003, dalam syafi’i, 2012).

B. Anatomi Fisiologi

C. Etiologi

Penyebab dari SLE belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan


interaksiyang kompleks dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan faktor
lingkungan(Morton, 2012)

1. Faktor genetik

Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%)


dibandingkandengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE
pada keluargapenderita SLE dibandingkan dengan kontrol sehat dan
peningkatan prevalensiSLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan
bahwa faktor genetikberperan dalam pathogenesis SLE.

2. Faktor hormonal

SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan.


Seranganpertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah
menopause.

3. Autoantibodi

Autoantibodi ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada


nucleus,sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti
IgG danfaktor koagulasi.

4. Faktor lingkungan

a. Faktor fisik/kimia

1) Amin aromatic

2) Hydrazine
3) Obat-obatan(prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid,
fenitoin,penisilamin)

b. Faktor makanan

1) Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan

2) L- canavanine (kuncup dari elfalfa)

c. Agen infeksi

1) Retrovirus

2) DNA bakteri/endotoksin

d. Hormone dan estrogen lingkungan (environmental oestrogen)

1) Terapi sulih (HRT), pil kontrasepsi oral

2) Paparan estrogen prenatal


Sumber: (Sudoyo Aru, hal: 2568)
DalamJurnal Scientiae Educatia Volume 1 Edisi 2 etiologi pada SLE menurut Para
dokter dan peneliti belum dapat mengetahui secara pasti apa yangmenyebabkan
penyakit ini. Hereditas memegang peranan yang cukup besar,karena jika kita
memiliki kerabat yang menderita SLE ada potensi pada tubuh kita untuk menderita
SLE. Namun faktor gen ini bukan satu-satunya penyebab, karena sepertinya
timbulnya penyakit ini dipicu dengan cara yang belum diketahui. Beberapa pemicu
yang banyak diajukan oleh peneliti sebagai pemicu SLE diantaranya adalah infeksi
virus, stress, diet, toksin, termasuk beberapa jenis obat-obatan yang diresepkan
dokter. Pemicu-pemicu ini, sedikit dapat menjelaskan mengapa penyakit ini timbul
dan hilang silih berganti. Pada penderita lupus, sistem imun tubuh memproduksi
antibodi yang melawan tubuhnya sendiri, terutama protein yang terdapat di
nukleus. SLE juga dipicu oleh faktor lingkungan yang tidak diketahui (mungkin
termasuk virus) pada orang orang yang memiliki kombinasi gengen tertentu dalam
sistem imunnya.
Semua komponen kunci dalam sistem imun terlibat dalam mekanisme yang
melandasi terjadinya SLE. Dan SLE adalah prototipe penyakit autoimun. Sistem
imun seharusnya memiliki keseimbangan (homeostasis) agar dapat cukup sensitif
terhadap infeksi dan dapat mengenali tubuh sendiri sehingga tidak terlalu sensitif
dan menyerang tubuh sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang menjadi pemicu
munculnya SLE diantaranya adalah sinar ultraviolet, obat-obatan dan virus, yaitu
EpsteinBarr Virus (EBV). Stimuli ini menyebabkan kerusakan sel dan
menyebabkan DNA, histon dan protein lain terutama bagian-bagian yang ada di
dalam inti sel terekspos. Karena variasi genetik dalam komponen imun sistem
yang berbeda, pada beberapa orang sistem imun menyerang protein yang
berhubungan dengan inti sel dan membentuk antibodi untuk menyerang mereka.
Akhirnya, kompleks antibodi ini merusak pembuluh darah di area kritis tubuh,
seperti glomerulus pada ginjal, dan menyebabkan SLE. Mekanisme pertama yang
dicurigai sebagai penyebab SLE adalah faktor genetis. Beberapa gen yang paling
penting dalam kejadian SLE adalah yang terdapat pada Major Histocompatibility
Complex (MHC). Gen-gen ini berhubungan dengan respons imun pada sel
limfosit T, sel B, makrofag dan sel dendritik, karena mengkode peptida pada
molekul reseptor di permukaan sel (Rahman & Isenberg, 2008)

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa
lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
(Hahn, 2005).

1. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

2. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi
atau palatum durum.

3. Sistem cardiac Perikarditis merupakan manifestasi cardiac.

4. Sistem pencernaan

Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual


(muntah jarang) dan diare.Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan
sistemiknya mendapat pengobatan adekuat.Nyeri yang timbul mungkin
disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil
mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus.Arteritis dapat juga
menimbulkan pankreatitis.

5. Sistem pernafasan

Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang


bilateral.Mungkin ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura.Biasanya
efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.Diagnosis
pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain
seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan.

6. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,


eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

7. Sistem perkemihan

Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE.Manifestasi paling sering


ialah proteinuria dan atau hematuria.Hipertensi, sindrom nefrotik dan
kegagalan ginjal jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal,
yaitu nefritis penyakit SLE difus dan nefritis penyakit SLE
membranosa.Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelauanan yang paling
berat.Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta
gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat.Nefritis penyakit SLE
membranosa lebih jarang ditemukan.Ditandai dengan sindrom nefrotik,
gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal lain yang
mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal
dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE
kronik.

8. Sistem saraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

E. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE :

F. Patofisiologi
Penyakit SLE yang terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan
yangmenyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imuno
regulasiini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal(sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usiaproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obattertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klopromazin dan beberapapreparat antikonvulsan di samping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibatdalam penyakit SLE akibat senyawa kima
atau obat-obatan. Pada SLE,peningkatan produksi autoimun diperkirakan
terjadi akibat fungsi sel T-supresoryang abnormal sehingga timbul
penumpukan komples imun dan kerusakanjaringan. Inflamasi
akanmenstimulasi antigen yang selanjutnya akan merangsangpembentukan
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali
SNG ONO PATWE NE
https://kupdf.net/download/makalah-askep-sledocx_5a67261ee2b6f548573f93ea_pdf
G. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Hasdianah, dkk (2014), Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi
3macam yaitu discoid lupus, sistemic lupus erythematosus, dan lupus
yangdiinduksi oleh obat :
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema
yangmeninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia.Lesi ini timbul
dikulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada.Penyakit ini
dapatmenimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan
jaringanparut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara
menetap.
2. Sistemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkanoleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasisistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi autoantibodi yangberlebihan.Terbentuknya autoantibodi terhadap
dsDNA, berbagai macamribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan
fosfolipid dapat menyebabkankerusakan jaringan melalui mekanisme
pengaktivan komplemen.
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada
asetilatorlambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat
menjadilambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan
kesempatanobat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon
sebagai bendaasing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi
antinuclear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

H. Penatalaksaan medis Diabetes Melitus


Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi
yang sempurna).Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diet tinggi kalori tinggi
protein dan pemberian vitamin. Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan
eksaserbasi pada SLE, yaitu:
1. Monitoring teratur

2. Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup

3. Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan


pemberian sun screen lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
4. Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang
adekuat.

5. Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan.

obat – obatan yang biasa digunakan pada SLE adalah sebagai berikut:

1. Nonsteroid anti inflamatori drugs {NSAIDS}

NSAIDS berguna karena kemampuanya sebagai analgesic, antipiretik dan


inflamasi.Obat ini berguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan
arthralgia/arthiritis.Aspirin adalah salah satu yang paling banyak diteliti
kegunaannya.Ibuferon idometasin cukup efektif untuk mengobati SLE dengan
arthiritisdan pleuritis, dalam kombinasi dengan steroid dan
antimanalria.Keterbatasan obat ini adalah efek samping yang lebih sedikit,
diharapkan dapat mengatasi hal ini, saying belum ada penelitian mengenai
efektifitasnya pada SLE. Efek samping dari OAINS adalah: reaksi
hipersensivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik.

2. Korticosteroid

Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekanisme antiinflamasi dan
amunosuprefh dari berbagai jenis steroid yang paling sering digunakan adalah
pprednison dan multipred nisinosolon. Pada SLE yang ringan yang tidak dapat
dikontrol oleh NSAID dan antimalaria, diberikan prednison 2,5 mg samapai 5
mg,. Dosis ini ditingkatkan 20% 1 sampai 2 minggu tergantung dari respon
klinis.Pada SLE yang akut dan yang mengancam jiwa langsung diberikan
steroid, NSAID dan antimalariatidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi
serius SLE yang membaik de ngan steroid antara lain: vaskulitis, dermatitis
berat miocarditis, lupus pneumonitis, glomerulonefritis, anemia haomolitik,
neufropati perifer dan kasus lupus.Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa
regment pembenan steroid:
a. Regmen I : daily oral short acting {predmison, prednisolon,
multiprednisolon} dosis: 1-2mg/kgBB/hari dimulai dari dosis terbagi, lalu
diturunkan secara bertahap sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratories.
Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit ini, 5-10 hari untuk
manifestasi hamatologis atau saraf atau vaskulitis, 3-10 minggu untuk
glumerulonefritis

b. Regimen II : methyprednisolon intravena, dosis : 500-1000mg/hari, selama


3-5 minggu atau 30 mg/kgBB/hari selama 3 hari. Regimen mungkin sangat
cepat mengontrol penyakit lebih cepat dari pada terapi oral setiap hari,
tetapi efek yang hanyan bersifat sementara, sehingga tidak digunakan untuk
terapi SLE jangka lama

c. Regimen III : Kombinasi regimen 1 dan 2 obat sitoksit ezayhioprine


cyclophos phamide.Setelah kelainan klinis menjadi tenang dosis
diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu sampai dicapai
maintenance dose.

3. Antimalaria
Efektifitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah
lama diketahui dan obat ini telah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk
cara mengganggu pemoresan antigen dimakrofag dan sel pengaji antigen yang
lain dengan peningkatan PH di dalam vakuolalisosomal. Juga menghamabat
dan mengabsorbsi sinar UV, bebera penelitian melaporkan bahwa antimalaria
dapat menurunkan kolestrol total, HDL, LDL. Pada penderita SLE yang
menerima steroidmaupun yang tidak. Terdapat 3 obat antimalaria yang
tersedia, hidroksikolokulin. Dosis 200-400mg/hari, klorokuin dan efek
sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah
efek pada saluran pencernaan, kembung, mual dan muntah. Efek samping lain
adalah timbulnya ruam, toksisitas retin dan neurologis
4. Methoreksat
Methoreksat adalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk
penyakit rematik efek imunosupresifinyalebih lemah dari pada obat alkilating
atau zat hioprin . methorekxate dosis rendah mingguan 7,5-15mg, efektif
sebagai “steroid spring agent” dan dapat diterima baik oleh penderita,
terutama pada manifestasi klinis dan muskluskletal.

Efek samping yang paling seringdipakai adalah: lekopenia, ulkus oral, toksisitas
gastrointestinal dan hepaktotoksitas. Untuk pemantauan efek samping diperlukan
pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hepar pada penderita dengan
efek samping gastrointestinal, pemberian asam folat 5mg tiap minggu akan
mengurangi efek tersebut.

I. Asuhan keperawatan Diabetes Melitus


1. Pengkajian

a. Anamnesis Identitas, riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang


difokuskan padagejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah,
lemah, nyeri,kaku, demam, panas, anoreksia, dan efek gejala tersebut
terhadap gayahidup serta citra diri pasien.
b. KulitRuam eritematous, plak eritomaous pada kulit kepala, muka atau
leher.
c. Kardiovaskuler.Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan
efusi pleura. Lesieritemous papuler dan purpura yang menjadi
nekrosis menunjukkangangguan vaskuler terjadi di ujung jari
tangan, siku, jari kaki, danpermukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tangan.
d. Sistem muskuloskeletal.Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasakaku pada pagi hari
e. Sistem integument Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yangmelintang pada pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenaimukosa pipi atau palatum durum.
f. Sistem pernafasanPleuritis dan efusi pleura.
g. Sistem vaskulerInflamasi pada arteriol terminalis yang menyebabkan
lesi eritemouspapuler dan purpura yang menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi diujung jari tangan, siku, jari kaki, dan permukaan
ekstensor lengan bawahatau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h. Sistem renal. Edema dan hematuria
i. Sistem sarafSering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan
2. Diagnosa Keperawatan Diabetes Melitus

Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan pada penyakit diabetes


mellitus adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefekifan pola nafas b.d ekspansi paru menurun,


hiperventiasi,ansietas.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d Friction rub pericardium,
lesieritemous papuler
c. Kerusakan integritas kulit b.d lesi pada kulit
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal
e. Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan jaringan
f. Retensi urin b.d inhibisi arkus refleks
J. Intervensi
no diagnosa tujuan nic
1 Ketidakefekifan Setelah dilakukan tindakan keperawatab Observasi/Monitoring
diharapkan
pola nafas b.d 1.Monitor Tanda-
tanda vital
ekspansi paru
Kriteria Hasil : 2.Monitor VS saat
menurun,  pasien berbaring,
hiperventiasi, a. Tidak ada sianosis dan dyspnea duduk, atau berdiri
b. Menunjukkan jalan nafas yang
ansietas paten. 3.Monitor frekuensi
c. Tanda-tanda vital dalam rentang dan
normal irama pernapasan
4.Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Edukasi/Penyuluhan
5.Ajarkan pasien
untuk
memposisikan tubuh
pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
Tindakan Mandiri
Keperawatan
6.Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin
lift
atau jaw thrust bila
perlu
7.Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
8.Pertahankan posisi
pasien
9.Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Kolaborasi
10.Kolaborasikan
bersama
Dokter untuk
pemberian
bronkodilator bila
perlu
2

Anda mungkin juga menyukai