Beton

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bata Beton

Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat

dari bahan utama semen portland, air dan agregat, yang dipergunakan untuk

pasangan dinding (SNI 03-0349-1989). Bata beton dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Bata beton pejal adalah bata yang memiliki penampang pejal 75% atau lebih

dari luas penampang seluruhnya dan memiliki volume pejal lebih dari 75%

volume bata seluruhnya.

2. Bata beton berlubang adalah bata yang memiliki luas penampang lubang

lebih dari 25% luas penampang batanya dan volume lubang lebih dari 25%

volume bata seluruhnya.

Pemakaian bata beton bila dibandingkan dengan batu bata, terlihat

penghematannya dalam beberapa segi, untuk tiap-tiap m2 luas dinding lebih

sedikit jumlah bata beton yang dibutuhkan, penghematan dalam pemakaian

adukan sampai 70%. Berat tembok diperingan sampai 50%, dengan demikian

pondasi juga bisa berkurang, bentuk-bentuk bata beton yang bermacam-macam

memungkinkan variasi yang cukup banyak dan jika kualitas bata beton baik, maka

tembok tersebut tidak perlu diplester dan sudah cukup menarik. Bata beton dapat

dibuat dengan mudah dengan menggunakan peralatan atau mesin sederhana, tidak

10
11

perlu dibakar dengan demikian menghemat energi 80% (Frick dan Koesmartadi,

1999).

2.2. Persyaratan Mutu dan Fisis Bata Beton Berlubang

Menurut SNI 03-0349-1989, Bata beton pejal maupun berlubang

dibedakan menjadi empat tingkat mutu, yaitu tingkat mutu I, tingkat mutu II,

tingkat mutu III, dan tingkat mutu IV. Menurut PUBI 1982 (dalam Ristiyanto,

2010) klasifikasi bata beton berlubang adalah sebagai berikut :

1 Mutu I adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang

dibebani dan untuk konstruksi yang tidak terlindung (diluar atap).

2 Mutu II adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang

dibebani, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari

cuaca luar (di bawah atap).

3 Mutu III adalah bata beton berlubang yang digunakan hanya untuk hal-hal

yang tersebut dalam mutu IV hanya permukaan dinding/konstruksi dari bata

beton tersebut boleh tidak diplester.

4 Mutu IV adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang

tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu

terlindung dari hujan maupun terik matahari (di bawah atap).

Menurut SNI 03-0349-1989 syarat mutu bata beton berlubang untuk

pasangan dinding adalah sebagai berikut:

1 Pandangan luar, yaitu bidang permukaannya harus tidak cacat, retak-retak.

Rusuk-rusuknya siku satu terhadap yang lain, dan sudut rusuknya tidak

mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan.


12

2 Ukuran dan toleransi, dalam menentukan ukuran bata beton berlubang harus

sesuai dengan standard yang sudah ditentukan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Ukuran dan Toleransi Bata Beton Berlubang

Ukuran Tebal dinding sekatan


lubang, minimum
Jenis (mm)
(mm)
Panjang Lebar Tebal Luar Dalam
Berlubang
a. Kecil 390 + 3 190 + 3 100 ± 2 20 15
-5 -5
b. Besar 390 + 3 190 + 3 200 ± 3 25 20
-5 -5
Sumber : SNI 03-0349-1989

Syarat fisis bata beton berlubang harus memenuhi sesuai tabel 2.2 berdasarkan

SNI 03-0349-1989 yaitu:

Tabel 2.2 Persyaratan Fisis Bata Beton Berlubang

Tingkat mutu bata beton berlubang


Syarat Fisis Satuan

I II III IV
1. Kuat tekan bruto*
Kg/cm2 70 50 35 20
rata-rata min.
2. Kuat tekan bruto
masing-masing Kg/cm2 65 45 30 17
benda uji min.
3. Penyerapan air
% 25 35 - -
rata-rata, maka.
*) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda coba pecah,
dibagi dengan luas ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta cekungan tepi.
(Sumber : SNI 03-0349-1989)

2.3. Keuntungan Pasangan Bata Beton Berlubang

Keuntungan menggunakan pasangan bata beton berlubang menurut Frick

dan Koesmartadi (1999) :

1. Lebih hemat dalam pemakaian adukan dibandingkan pasangan batu bata.

2. Dinding tidak perlu diplester / dicat.


13

3. Pemasangan lebih cepat dibandingkan dengan batu bata.

4. Dapat dibuat sendiri dengan peralatan press yang agak sederhana.

5. Menghemat penggunaan air dalam proses membangun (5 liter/m2

dibandingkan 42 liter/m2 untuk dinding batu bata) dan dengan begitu

bangunan lebih cepat kering dan sehat.

2.4. Material Pembuatan Bata Beton Berlubang

Kualitas dan mutu bata beton ditentukan oleh bahan dasar, bahan tambahan,

proses pembuatan dan alat yang digunakan. Semakin baik mutu bahan bakunya,

komposisi perbandingan campuran yang direncanakan dengan baik, proses

pencetakan dan pembuatan yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan bata

beton yang berkualitas pula (Ristiyanto, 2010).

Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan bata beton berlubang

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.4.1. Kapur

Kapur untuk bahan bangunan dapat dibagi dalam dua macam

berdasarkan penggunaan, yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua

macam kapur tersebut dapat dalam bentuk kapur tohor, maupun kapur

padam (PUBI, 1982).

1. Kapur Tohor

Hasil pembakaran batu alam (CaCO3) yang komposisinya adalah

sebagian besar kalsium karbonat pada suhu sedemikian tinggi

sehingga bila diberi air dapat terpadamkan membentuk hidrat :

CaCO3 CaO + CO2


14

2. Kapur Padam

Hasil pemadaman kapur tohor dengan air akan membentuk hidrat :

CaO + H2O  Ca (OH)2

3. Kapur Udara

Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat

hanya dapat mengeras di udara karena pengikatan karbondioksida

(CO2).

4. Kapur Hidrolis

Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat

dapat mengeras baik di udara maupun di dalam air.

5. Kapur Magnesia

Kapur yang mengandung lebih dari 5% magnesium oksida (MgO),

dihitung dari contoh kapur yang dipadamkan.

2.4.2. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang adalah sisa hasil pembakaran serbuk batu bara dari

tungku pembangkit tenaga uap yang terbawa gas buangan cerobong asap

(SNI 06 – 6867 – 2002). Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida

(SiO2), alumunium oksida (AL2O3), dan besi oksida (Fe2O3). Bahan ini

bersifat pozolan dan bereaksi dengan kalsium hidroksida serta alkali untuk

membentuk senyawa – senyawa yang bersifat semen (cementitious)

(Marzuki dan Erlangga, 2007).

Pozolan adalah bahan yang mengandung silika atau alumino silika

yang secara sendiri, tidak atau sedikit mempunyai sifat mengikat seperti

semen. Akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air,
15

maka senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan hidroksida –

hidroksida alkali atau alkali tanah pada temperatur ruang membentuk atau

membantu terbentukya senyawa-senyawa yang mempunyai sifat seperti

semen (SNI 06 – 6867 – 2002).

Abu terbang (fly ash) yang digunakan untuk campuran pengganti

semen dalam beton telah diatur dalam ACI Manual of Concrete Practice

Part 1 226.3R-3 dan ASTM C 618, dan dibagi menjadi tiga kelas yaitu

(Wenno dkk, 2014) :

1. Abu terbang kelas F

Abu terbang yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang

dihasilkan dari pembakaran bintumen batubara atau Anthracite. Kadar (SiO2

+ AL2O3 + Fe2O3) > 70%, kadar kalsium (CaO) < 10%, dan kadar karbon

(C) antara 5% - 10%. Abu terbang kelas F disebut juga low-Calcium, yang

tidak mempunyai sifat cementitious dan hanya bersifat pozolanic.

2. Abu terbang kelas C

Abu terbang yang mengandung CaO diatas 10% yang dihasilkan dari

pembakaran sub-bitumen batubara (batubara muda). Kadar (SiO2 + AL2O3 +

Fe2O3) > 50%, kadar kalsium (CaO) ≥ 10%, dan kadar karbon (C) antara 2%

. Abu terbang disebut juga high-calcium fly ash, karena kandungan CaO

yang cukup tinggi, fly ash tipe C mempunyai sifat cementitious selain itu

juga sifat pozolan. Dengan kandungan CaO yang cukup tinggi dan

mempunyai sifat semen, jika terkena air atau kelembaban akan berhidrasi

dan mengeras dalam waktu 45 menit.

3. Abu terbang kelas N


16

Pozolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara

lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff, dan abu vulkanik, yang

mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses

pembakaran, selain itu juga mempunyai sifat pozolan yang baik.

Menurut Marzuki dan Erlangga (2007), umumnya abu terbang

digunakan sebagai bahan tambahan semen pada campuran beton. Fly ash

belum dimanfaatkan sebagai bahan pozolan pada pembuatan semen

alternatif, padahal fly ash memiliki kandungan kimia seperti yang telah

diuraikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Bahan Fly Ash (Abu Terbang)


Senyawa N F C
Kimia
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 min % 70 > 70 > 50
SO3 max % 4 5 5
Kadar Air max % 3 3 3
Hilang Pijar max % 10 6 6
Fisika
Alkali max % 1.5 1.5 1.5
Kehalusan sisa diatas ayakan
max % 34 34 34
45-μm

Indeks keaktifan pozolan


dengan PC I, pada umur 28 min % 75 75 75
hari

Air max % 115 105 105


Sumber : ASTM C 618

Marzuki dan Erlangga (2007) menyatakan, untuk fly ash kelas C,

kalsium oksida (kapur) yang dikandung oleh fly ash dapat bereaksi dengan

material yang mengandung silica dan alumina (pozolan) yang ada di dalam

fly ash itu sendiri. Sedangkan karena kandungan kapur pada fly ash kelas F
17

relatif rendah sehingga diperlukan penambahan kapur untuk berlangsungnya

reaksi hidrasi dengan pozolan yang terkandung dalam fly ash tersebut.

2.4.3. Abu Terbang dan Kapur

Menurut Mustain (2006) abu terbang mampu mengikat sisa kapur

yang dihasilkan saat semen bereaksi dengan air. Hal ini disebabkan karena

abu terbang bersifat pozolan.

Mustain (2006) menjelaskan bahwa abu terbang memiliki butiran

yang lebih halus daripada butiran semen dan mempunyai sifat hidrolik

seperti pozolan. Dengan sifat pozolan, maka dapat mengubah kapur bebas

[Ca(OH)2] menjadi mortar hidrolik. Karena bersifat pozolan, maka abu

terbang yang 70% bahan penyusunnya (tipe F) terdiri dari silikon dioksida

(SiO2), aluminium trioksida (Al2O3), dan Ferum trioksida (Fe2O3) dapat

melakukan ikatan dengan kapur membentuk mortar hidrolik yang tidak lain

adalah bahan ikat, proses ini bisa dijelaskan dengan reaksi berikut :

CaO + H2O Ca (OH)2

Ca(OH)2 + SiO2+ H2O CaO.SiO2.2H2O

(kalsium silikat hidrat)

Menurut Widojoko (2010), pengikatan dan pengerasan terjadi ketika

terjadi pencampuran dengan air. Reaksi kimia yang terjadi setelah abu

terbang dan kapur menyatu yang kemudian diberi air dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Hidrasi Kalsium Silikat (C2S (2CaOSiO2), C3S (3CaOSiO2))


18

Kalsium silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium

hidroksida Ca(OH)2dan CaO.SiO2.2H2O (kalsium silikat hidrat) pada

suhu 30°C

2 (3CaO.2SiO2)+ 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2

2 (3CaO.2SiO2)+ 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2

2. HidrasiCaOAl2O3 (C3A)

Hidrasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30°C akan

menghasilkan kalsium alumina hidrat (3CaO.Al2O3.6H2O).

3CaO.Al2O3 + 6H2O 3CaO.Al2O3.6H2O

3. HidrasiC4AF (CaOAl2O3Fe2O3)

4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 2Ca(OH)2 +10H2O 4CaO.Al2O3.6H2O +

3CaO. Fe2O3. 6 H2O

2.4.4. Pasir (Agregat Halus)

Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,75 mm.

Agregat halus olahan adalah agregat halus yang dihasilkan dari pecahan dan

pemisahan butiran dengan cara penyaringan atau cara lainnya dari batuan,

atau terak tanur tinggi. Agregat halus alam adalah agregat halus hasil

disintegrasi dari batuan (SNI 02-6820-2002).

Persyaratan Bangunan Indonesia (1982) agregat halus sebagai

campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat – syarat

sebagai berikut:

1. Pasir harus terdiri dari butir – butir kasar, tajam, dan keras.

2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.


19

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila

lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum

digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang

melewati ayakan 0,063 mm.

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan – bahan organik terlalu

banyak.

5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.

Persyaratan sifat fisik agregat halus untuk plesteran berdasarkan SNI

03-6821-2002 adalah sebagai berikut:

1. Gumpalan lempung dalam agregat jumlahnya tidak boleh melebihi 2%

dari berat kering agregat.

2. Gradasi harus sesuai dengan persyaratan dalam Tabel 2.4. keseragaman

gradasi butiran ditentukan besarnya modulus kehalusan tidak boleh

berbeda lebih dari 7% terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan.

3. Berat isi maksimum 1120 kg/m3, berat isi harus seragam dan tidak boleh

lebih dari 10% terhadap berat isi yang diterima.

Tabel 2.4 Persyaratan Gradasi Agregat Halus


Persen (satuan berat) Lolos Ayakan
No.4 No.8 No.16 No.50 No.100
19 12,5 9,5
Ukuran (4,75 (2,36 (1,18 (300 (150
(mm) (mm) (mm)
mm) mm) mm) μm) μm)
Agregat Halus:
No. 4 (4,75 - - 100 85-100 - 40-80 10 - 35 5 - 25
mm) sampai 0
Sumber : SNI 03-6821-2002

Menurut Anggoro (2014), berat jenis pasir ialah rasio antara massa

padat pasir dan massa air dengan volume dan suhu yang sama.
20

Tjokrodimuljo (2007) (dalam Anggoro, 2014) menjelaskan bahwa berat

jenis pasir dari agregat normal adalah 2,0 – 2,7, berat jenis pasir dari agregat

berat adalah lebih dari 2,8 dan berat jenis pasir dari agregat ringan adalah

kurang dari 2,0.

Pasir kota Malang merupakan pasir hitam yang berasal dari

Kabupaten Malang maupun dari Lumajang. Menurut Fadli (2016), pasir

Malang adalah pasir yang berasal dari penambangan yang dilakukan di

sungai yang berada pada wilayah Kabupaten Malang seperti di Kecamatan

Pagelaran dan Kecamatan Dampit, meskipun pasir yang ditambang ini tidak

sebagus pasir yang terletak di dekat Gunung Semeru. Sedangkan pasir

Lumajang memiliki kualitas bagus karena sebagian besar berasal dari hasil

erupsi Gunung Semeru yang mengalir langsung lewat sungai yang berada di

Kecamatan Pronojiwo, Pasiran, dan Candipuro Kabupaten Lumajang.

2.4.5. Air

Air diperlukan untuk bereaksi dengan kapur, serta untuk menjadi

bahan pelumas antara butir – butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan

dipadatkan (Mustain, 2006).

Air sebagai bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan

sebagai beikut [SK SNI S-04-1989-F (dalam Ristiyanto, 2010)] :

1. Air harus bersih.

2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda meterbang, yang dapat

dilihat secara visual. Benda – benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari

2 gram/liter.
21

3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

4. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

5. Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO3) lebih dari 1 gram/liter.

2.5. Mortar Penyusun Bata Beton Berlubang

Mortar adalah adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air

(Mustain, 2006). Menurut Tjokrodimuljo (2007), mortar dapat dibedakan menjadi

4 macam yaitu, mortar lumpur dibuat dari campuran pasir, tanah liat/ lumpur dan

air, mortar kapur dibuat dari campuran pasir, kapur dan air, mortar semen dibuat

dari campuran pasir, semen portland dan air dalam perbandingan yang tepat, dan

terakkhir mortar khusus dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar

kapur dan mortar semen.

Menurut ASTM C 270 (dalam Mustain, 2006) standar mortar berdasakan

kekuatannya dibedakan sebagai berikut:

1. Mortar tipe M adalah adukan dengan kuat tekan yang tinggi, dipakai untuk

dinding bata bertulang, dinding dekat tanah, pasangan pondasi, adukan

pasangan pipa air kotor, adukan dinding penahan dan adukan untuk jalan.

Kuat tekan minimumnya adalah 175 kg/cm2.

2. Mortar tipe N adalah kuat tekan sedang, dipakai bila tidak disyaratkan

menggunakan tipe M, tetapi diperlukan daya rekat tinggi serta adanya

gaya samping. Kuat tekan minimumnya adalah 124 kg/cm2.


22

3. Mortar tipe S adalah adukan dengan kuat tekan sedang, dipakai untuk

pasangan terbuka di atas tanah. Kuat tekan minimumnya adalah 52,5

kg/cm2.

4. Mortar tipe O adalah adukan dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk

konstruksi dinding yang tidak menahan beban yang lebih dari 7 kg/cm2

dan gangguan cuaca tidak berat. Kuat tekan minimumnya adalah 24,5

kg/cm2.

5. Mortar tipe K adalah adukan dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk

pasangan dinding terlindung dan tidak menahan beban, serta tidak ada

persyaratan mengenai kekuatan. Kuat tekan minimumnya 5,25 kg/cm2.

2.6. Uji Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Bata Beton Berlubang

Dalam menentukan baik buruknya mutu bata beton berlubang dilakukan

beberapa pengujian. Uji sifat fisik dan mekanik pada bata beton berlubang yaitu:

2.6.1 Ukuran Bata Beton Berlubang

Berdasarkan SNI 03-0349-1989, untuk mengetahui ukuran contoh

dipakai 5 buah benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai kaliper/

mistar sorong yang dapat mengukur teliti sampai 1 mm. Setiap pengukuran

panjang, lebar, tebal bata atau tebal dinding bata berlubang dilakukan paling

sedikit 3 kali pada tempat yang berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-

rata dari ketiga pengukuran tersebut. Untuk pengukuran lubang atau

cekungan tepi yang berbentuk segi empat atau segi banyak dan atau

lingkaran beraturan, pengukuran penampang lubang pada permukaan bata


23

dapat dilakukan dengan alat pengukur, kaliper/ mistar sorong sampai

ketelitian 1 mm.

2.6.2 Penyerapan air bata beton berlubang

Uji sifat fisik pada bata beton berlubang salah satunya yaitu uji

penyerapan air. Suwarni (2010) mengatakan, serapan air bata beton

dipengaruhi oleh porositas agregat yang dipakai dalam pembuatan adukan

beton maupun porositas pasta semen itu sendiri. Serapan air dalam agregat

adalah presentase berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika

direndam dalam air. Agregat mempunyai pori dengan ukuran yang beragam,

semakin besar pori semakin besar pula serapan air pada agregat.

Menurut Tjokrodimuljo (2007), dalam adukan beton atau mortar, air

dan semen membentuk pasta yang disebut dengan pasta semen. Pasta semen

ini selain mengisi posi – pori diantara agregat halus, juga bersifat sebagai

perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butir – butir

agregat saling terikat kuat dan terbentuklah suatu masa yang kompak dan

padat. Penyebab semakin meningkatnya porositas pasta semen sebagai

akibat kelebihan air yang tidak bereaksi dengan semen.

Pada penelitian ini adukan beton berupa air, abu terbang, dan kapur

diharap mampu mengisi pori – pori diantara agregat halus. Kapur berperan

sebagai bahan ikat dalam proses pengerasan. Besar nilai serapan air dapat

diperoleh dengan menggunakan persamaan:

P= …………………………………………… (1)

dimana:

P = persentase air yang terserap bata beton, (%)


24

A = berat bata beton setelah direndam dalam air, (gr)

B = berat bata beton dalam keadaan kering, (gr)

2.6.3 Kuat tekan bata beton berlubang

Kuat tekan adalah besarnya beban persatuan luas, yang menyebabkan

benda uji hancur ketika dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan

oleh mesin uji. Faktor – faktor yang mempengaruhi kuat tekan bata beton

adalah faktor air semen, umur bata beton, kepadatan bata beton, bentuk dan

tekstur batuan, ukuran agregat dan lain-lain (Ristinah dkk, 2012). Faktor air

semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam

campuran.

Pengujian kuat tekan bata beton berlubang menggunakan benda uji

berbentuk balok dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 20 cm dan tinggi 10

cm yang diuji setelah bata beton berumur 28 hari. Kuat tekan beton dapat

diperoleh dengan menggunakan persamaan :

f’c = …………………………………..………………... (2)

dimana:

f’c = kuat tekan bata beton, (Kg/cm2)

P = beban tekan maksimum, (N)

A = luas penampang benda uji beton (mm2)

2.7. Penelitian Terdahulu Mengenai Pemanfaatan Kapur dan Abu Terbang

pada Pembuatan Bata Beton Berlubang

Mustain (2006) telah melakukan penelitian tentang uji kuat tekan dan

serapan air pada bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu terbang.
25

Hasil penelitian menyebutkan kuat tekan optimum terjadi pada komposisi 1,8 Fa :

1 Kapur : 6 Pasir dengan nilai yang dihasilkan sebesar 15,3 kg/cm2. Untuk nilai

persentase serapan air terbesar terjadi pada variasi komposisi 0 Fa : 1 Kapur : 6

Pasir yaitu 14,84% dan nilai serapan air terkecil pada komposisi 1,8 Fa : 1 Kapur :

6 Pasir yaitu 8,15%. Dalam penelitian tersebut kuat tekan bata beton berlubang

yang dihasilkan masih belum mencapai standard. Berdasarkan SNI 03-0349-1989

tentang bata beton untuk pasangan dinding, standar rata-rata kuat tekan untuk bata

beton berlubang adalah 20 kg/cm2 dan standard kuat tekan masing-masing benda

uji minimal 17 kg/cm2. Persyaratan tersebut tergolong bata beton berlubang mutu

IV.

Penelitian serupa dilakukan Marzuki dan Erlangga (2007) tentang potensi

semen alternatif dengan bahan dasar kapur Padalarang dan fly ash Suralaya untuk

konstruksi rumah sederhana. Hasil penelitian tersebut mengatakan nilai kuat tekan

maksimum pada umur 28 hari untuk semen alternatif terjadi pada mutu A, dimana

komposisi kapur dan fly ash adalah 1:1 dan nilai kuat tekan sebesar 143,31

kg/cm2. Nilai kuat tekan untuk mutu D dengan komposisi kapur dan fly ash 1:4

adalah 96,16 kg/cm2. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi kandungan fly ash pada campuran kapur dan fly, maka

semakin rendah kuat tekan yang dihasilkan.

Siagian dan Agus (2011) melakukan penelitian mengenai pengujian sifat

mekanik batako yang dicampur abu terbang. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan nilai kuat tekan rata-rata pada penambahan abu terbang sebesar 0%,

5%, 10%, dan 15% adalah 16,46 Mpa, 20,76 Mpa, 26 Mpa, dan 22,4 Mpa.
26

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan abu terbang

(fly ash) maksimal 5% sampai 10% dari berat semen.

Wenno dkk (2014) melakukan penelitian mengenai kuat tekan mortar

dengan menggunakan abu terbang (fly ash) asal PLTU Amurang sebagai

substitusi parsial semen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai kuat

tekan optimum mortar pada proporsi 1Pc : 3Ps menggunakan abu terbang (fly ash)

sebagai subtitusi parsial semen sebanyak 15% adalah 27,71 Mpa. Sedangkan

pemanfaatan mortar dalam bidang non struktural, pada kuat tekan optimum

proporsi 1Pc : 3Ps, 1Pc : 4Ps, 1Pc : 5Ps, dan 1Pc : 8Ps dapat diterapkan pada

pembuatan bata beton berlubang. Nilai kuat tekan pada proporsi 1Pc : 4Ps dengan

kadar abu terbang sebagai substitusi parsial semen sebanyak 5% adalah 21,98

Mpa. Sedangkan nilai kuat tekan untuk proporsi 1Pc : 5Ps dengan abu terbang

15% adalah 14,91 Mpa, dan nilai kuat tekan proporsi 1Pc : 8Ps dengan abu

terbang 15% adalah 6,18 Mpa. Nilai kuat tekan pada proporsi 1Pc : 3Ps, 1Pc :

4Ps, dan 1Pc : 5Ps termasuk dalam persyaratan mutu I untuk bata beton

berlubang, dan proporsi 1Pc : 8Ps masuk dalam persyaratan mutu II. Namun

dalam penelitian tersebut belum meneliti penambahan abu terbang 10%. Selain itu

belum ada bahan tambahan seperti kapur agar dapat digunakan sebagai pengganti

semen, sehingga mampu mengurangi penggunaan semen.

Sumaryanto dkk (2009) melakukan penelitian mengenai batako sekam padi

komposit mortar semen. Hasil penelitian menyebutkan nilai serapan air diperoleh

sebesar 2,01% untuk perendaman selama 10 menit dan nilai rata-rata sebesar

7,06% untuk perendaman selama 24 jam. Sedangkan hasil nilai kuat tekan batako

sekam komposit tanpa kawat ayam adalah 1,68 Mpa, 5,16 Mpa, dan 6,51 Mpa.
27

Nilai kuat tekan yang menggunakan kawat ayam adalah 1,97 Mpa, 5,72 Mpa, dan

6,70 Mpa. Dalam penelitian tersebut menggunakan bahan tambah viscocrete – 10

dalam campuran. Menurut Sumaryanto dkk (2009), viscocrete – 10 selain

berfungsi sebagai superplisticizer, bahan tambah tersebut juga berfungsi untuk

mengurangi sifat permeabilitas, sehingga daya serap airnya menjadi kecil dan kuat

tekannya besar. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemakaian

viscocrete-10 berpengaruh terhadap serapan air dan kuat tekan batako.

Berdasarkan penelitian – penelitian yang telah ada, penelitian ini adalah

penelitian pengembangan dari penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini akan

mengkaji sifat fisik berupa penyerapan air dan sifat mekanik berupa kuat tekan

pada bata beton berlubang bahan ikat kapur dan abu terbang.

Anda mungkin juga menyukai