Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

KELOMPOK 2
DISUSUN OLEH :
Dwi Ayu Ilalang P27820317041
Ade Putri Ramadhanti P27820317042
Ilham Fahmi P27820317044
M Zidni Ilman P27820317048
Anita Krisna Rahma P27820317051
M Ilhami Abadi P27820317052
Firdaus Hidayatullah P27820317053
Noer Ist’anah P27820317066
Shakila Putri A P27820317068
Gracea Zefany P27820317070
Gadis Ayu Yustika P27820317072
Erin Ayu Ananda Najmi P27820317073
Ilham Yorgi Oktawandaru P27820317075

TINGKAT 3 REGULER B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang
kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan konsep kebersihan lingkungan.
Dan juga kami berterima kasih pada ibu Nikmatul Fadhilaselaku Dosen mata kuliah
Promosi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “sejarah pendidikan
dan promosi kesehatan indonesia”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kekurangan. Sebelumnya kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di makalah kami selanjutnya.

Surabaya, 26 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3

BAB I ....................................................................................................... Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN ................................................................................... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah .................................................................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II...................................................................................................... Error! Bookmark not defined.

TINJAUAN TEORI ................................................................................. Error! Bookmark not defined.

2.1 Definisi Fraktur ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

2.2 Etiologi..................................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Klasifikasi ............................................................................................................................... 3

2.4 Patofisiologi ............................................................................................................................ 4

2.5 Pathways ................................................................................................................................. 6

2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................................................... 6

2.7 Komplikasi .............................................................................................................................. 7

2.8 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................... 7

2.9 Peatalaksanaan ........................................................................................................................ 7

BAB III .................................................................................................... Error! Bookmark not defined.

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 8

3.1 Pengkajian ............................................................................................................................... 8

3.2 Analisa Data .......................................................................................................................... 15

3.3 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................................... 15

BAB IV ................................................................................................................................................. 16

ii
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 16

4.2 Saran ..................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerangka tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang satu sama
lainnya saling berhubungan, terdiri dari: Tulang kepala: 8 buah; Tulang kerangka dada: 25
buah; Tulang wajah: 14 buah; Tulang belakang dan pinggul: 26 buah; Tulang telinga dalam: 6
buah; Tulang lengan: 64 buah dan Tulang lidah: 1 buah Tulang kaki: 62 buah.
Fungsi kerangka antara lain:
 Menahan seluruh bagian-bagian tubuh agar tidak rubuh
 Melindungi alat tubuh yang halus seperti otak, jantung, dan paru-paru
 Tempat melekatnya otot-otot
 Untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
 Tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah
 Memberikan bentuk pada tubuh

Peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi


masyarakat yang tinggal diperkotaan, meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut
fraktur.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi, Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi
yang berlebihan dan infeksi
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya
meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Fraktur?
2. Etiologi Fraktur?
3. Anatomi Fisiologi Fraktur?
4. Patofisiologi Fraktur?
5. Pathway?
6. Manifestasi Klinis?
7. Pemeriksaan Penunjang?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian fraktur.
2. Mengetahui etiologi fraktur.
3. Mengetahui anatomi fisiologi fraktur.
4. Mengetahui patofisiologi fraktur.
5. Mengetahui pathway fraktur.
6. Mengetahui manifestasi klinis.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan
bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan
terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner
at all, 2002).
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).

2.2 ETIOLOGI
A. Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalulintas)
b. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang )
B. Patologis : Metastase dari tulang
C. Degenerasi
D. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat..

2.3 KLASIFIKASI
A. Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
B. Menurut luas garis fraktur :
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
C. Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
D. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.

3
3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neurovaskuler,kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

2.4 PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M,
et al, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
c. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak
dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

4
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur,
dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang
lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding
yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan
Apley, A.Graham,1993)

5
2.5 PATHWAY

2.6 MANIFESTASI KLINIS


A. Tanda-tanda klasik fraktu :
a) Nyeri
b) Deformitas
c) Krepitasi
d) Bengkak
e) Peningkatan temperatur lokal
f) Pergerakan abnormal
g) Echymosis
h) Kehilangan fungsi
i) Kemungkinan lain.

6
2.7 KOMPLIKASI
A. Umum
a) Shock
b) Kerusakan organ
c) Kerusakan saraf
d) Emboli lemak
B. D i n i :
a) Cedera arteri
b) Cedera kulit dan jaringan.
c) Cedera partement syndrom.
C. Lanjut :
a) Stiffnes (kaku sendi)
b) Degenerasi sendi
c) Penyembuhan tulang terganggu
d) Mal union
e) Non union
f) Delayed union
g) Cross union

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:


1. X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung Darah Lengkap :
- Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan ;
peningkata lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal
6. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cedera hati.

2.9 PENATALAKSANAAN
A. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik)
B. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
 Eksternal→gips, traksi
 Internal→nail dan plate
C. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas.

1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain

8
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

4. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi

9
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E,
1999).
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).

h) Pola Sensori dan Kognitif

10
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).

5. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk
dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

11
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung

12
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
m) Inguinal –Genetalia – Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan
BAB
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakansinar rontgen (X-Ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan Lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(Khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-Ray harus atas indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya di baca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada X-Ray :
a) Bayangan jaringan lunak
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau cidera lokasi
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

Selain foto polos X-Ray (plane X-Ray) mungkin perlu teknik khusunya seperti :

a) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang


lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

13
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna
D, 1995)

14
3.2 Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk


menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data
yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang
timbul.

3.3 Diagnosa Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun


potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data
klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan
luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya.
4.2 Saran
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca operasi.
2. Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi pasien mempercepat penyembuhan
luka.

16
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta,
1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4
th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.
Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal,
Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

17

Anda mungkin juga menyukai