Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MANAJEMEN PENGOLAHAN SAMPAH

RENCANA INDUK PERSAMPAHAN

WILAYAH BUKIT SEMARANG BARU

Dosen Pengampu: Dr.Ir. Ismiyati,M.T

Disusun Oleh:

Novel 2016430018

Salma Afianisa 2016430022

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
Daftar Isi
Daftar Isi .................................................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
BAB III HASIL ANALISIS ................................................................................................................... 6
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................................................... 11

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampah merupakan sesuatu yang sudah tidak memiliki nilai pakai. Diperkirakan, pada
tahun 2005 produksi sampah di Indonesia akan mencapai angka 130.000 ton per harinya.
Permasalahan utamanya dari timbunan sampah ini adalah belum terkelolanya pengelolaan
dan pengolahan sampah secara massif. Paradigma masyarakat akan kepedulian terhadap
lingkungan bebas sampah masih sangat rendah. Sebagian besar masyarakat masih
beranggapan bahwa sampah merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dimanfaatkan lagi.
Padahal di beberapa Negara maju sampah dapat dimanfaatkan menjadi barang bernilai guna
tinggi, atau bahkan menjadi sumber energi (seperti biodiesel, bioethanol) dan lain-lain.

Seiring dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan


tingginya tingkat timbunan sampah. Salah satu wilayah yang dapat dijadikan percontohan dan
observasi pengolahan sampah adalah kawasan Bukit Semarang Baru. Bukit Semarang Baru
merupakan suatu kawasan perumahan dengan konsep kota mandiri yang terletak di Semarang
bagian barat. Bukit Semarang Baru merupakan kawasan hunian berskala kota yang ideal
untuk menerapkan pengelolaan sampah modern dengan system Material Recovery Facility.
Sistem MRF ini diharapkan dapat menjadi system percontohan dimana timbunan sampah
dapat dimanfaatkan secara massif dan dapat ditingkatkan nilai ekonominya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sampah?
2. Bagaimana data persampahan di kawasan Bukit Semarang Baru
3. Metode apa yang digunakan dalam penyusuna masterplan kawasan Bukit
Semarang Baru?
4. Bagaimana perencanaan biaya jangka panjang pengelolaan sampah kawasan
Bukit Semarang Baru?

1.3. Tujuan
1. Tersusunnya program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan
persampahan
2. Tersusunnya konsep pengelolaan dan pembiayaan efektif
3. Menghasilkan nilai tambah dari pengelolaan sampah

1
4. Memberi pengetahuan mengenai pengelolaan persampahan kawasan Bukit
Semarang Baru.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Sampah merupakan bahan-bahan atau material dengan nilai guna rendah yang berasal
dari berbagai aktivitas manusia. Sampah adalah bahan yang tidak berguna,tidak digunakan
atau bahan yang terbuang sebagai sisa dari suatu proses (Moerdjoko, 2002). Sampah biasanya
berupa padatan atau setengah padatan yang dikenal dengan istilah sampah basah atau sampah
kering. Moerdjoko (2002),mengklasifikasikan sampah menjadi beberapa jenis, diantaranya :

a. Sampah organik (bersifat degradable)


Sampah organik adalah jenis sampah yang sebagian besar tersusun oleh
senyawa organik (sisa tanaman, hewan, atau kotoran) sampah ini mudah diuraikan
oleh jasad hidup khususnya mikroorganisme
b. Sampah anorganik (non degradable)
Sampah anorganik adalah jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik
(plastik, botol, logam) sampah ini sangat sulit untuk diuraikan oleh jasad renik.
Menurut Hadiwiyono (1983), secara umum komponen yang paling banyak terdapat
pada sampah di beberapa kota di Indonesia adalah sisasisa tumbuhan yang mencapai
80-90 % bahkan kadang-kadang lebih. Besarnya komponen sampah yang dapat
didekomposisi merupakan sumber daya yang cukup potensial sebagai sumber humus,
unsur hara makro dan mikro, dan sebagai soil conditioner. Sampah dapat juga sebagai
faktor pembatas karena kandungan logam-logam berat, senyawa organic beracun dan
patogen, pengomposan dapat menurunkan pengaruh senyawa organik beracun
dan patogen terhadap lingkungan (Yuwono, 2006).

Pengertian sampah lainnya juga menjelaskan bahwa sampah merupakan salah satu
hasil dari aktivitas manusia, dan keberadaan sampah berkorelasi terhadap jumlah dan
aktivitas manusia,sehingga dengan terus meningkat penduduk maka volume sampah terus
meningkat. Hal ini jika tidak diantipasi maka terjadi tumpukan, efeknya akan mengancam
kesehatan masyarakat dan pencemaran terhadap lingkungan di: darat, udara maupun
air.Walaupun sampah merupakan material bernilai guna rendah,namun dengan metode yang
tepat dapat dimanfaatkan menjadi suatu bahan bernilai guna tinggi. Kawasan Bukit Semarang
Baru dapat dijadikan kawasan percontohan tempat dilaksanakannya metode MRF dalam
mengelola dan mengolah sampah-sampahnya. Kawasan Bukit Semarang Baru merupakan

3
kawasan mandiri yang terletak di Semarang bagian barat. Dengan lahan seluas ±300 Ha.
Kawasan ini merupakan hunian berskala kota yang ideal untuk menerapkan pengelolaan
sampah modern dengan system Material Recovery Facility.

Material Recovery Facility adalah sebuah fasilitas yang mengolah sampah baik
material sampah yang tercampur maupun sudah mengalami proses pemisahan untuk
dimanfaatkan kembali (Tchobanoglous,1933). MRF (Material Recovery Facility) merupakan
fasilitas pemrosesan dimana material dipilah dan dipersiapkan untuk dipasarkan baik kepada
penggina akhir atau sistem pengolahan lain. Fasilitas ini dapat menjadi alternative solusi
untuk mengatasi masalah persampahan khususnya di wilayah perumahan padat penduduk.
Dengan adanya sistem ini, diharapkan pengelolaan sampah Bukit Semarang Baru menjadi
mandiri dan tiak lagi tergantung kepada dinas kebersihan wliaya Semarang. Perencanaa
konsep MRF ini dipilih sebagai salah satu upaya mengelola sampah tanpa mengesampingkan
faktor ekonomi. Pengelolaan sampah ini bahkan dapat menjadi sumber pendapatan bagi
masyarakat sekitar kawasan Bukit Semarang Baru.

Tujuan dari operasional perencanaan pengelolaan sampah mandiri dengan sistem


Material Recovery Facility ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kondisi eksisting pengelolaan persampahan yang telah diterapkan di


kawasan Bukit Semarang Baru.
2. Menganalisis besarnya timbulan sampah di kawasan Bukit Semarang Baru.
3. Dari kondisi eksisting ini kemudian akan dirancang pengembangan pengeolahan
sampah dengan menggunakan Material Recovery Facility.
Berikut ini Diagram alir sistem pengolahan sampah dengan metode MRF:

4
5
BAB III

HASIL ANALISIS

Pengelolaan sampah di Kawasan Bukit Semarang Baru, Kecamatan Mijen, Semarang,


cukup baik, namun belum sesuai dengan SNI 3242:2008 tentang Pengelolaan Sampah di
Pemukiman dan tentang Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. Dari
sistem pewadahan masih menggunakan 1 wadah yang tercampur antara sampah organik dan
non organik. Dalam hal pengumpulan di perumahan kecil (tipe 21-45) kawasan BSB Jatisari,
masih diterapkan sistem pengumpulan individual langsung yang tidak sesuai dengan kondisi
jalan yang sempit (SNI 19-2454-2002). Pengolahan yang telah dilakukan oleh BSB adalah
memanfaatkan sampah organik menjadi kompos. Namun demikian, residu yang dibuang
masih dalam jumlah banyak dengan sistem open dumping, belum ada pembuangan sampah
yang dirancang khusus agar sampah dapat dikembalikan ke alam tanpa menimbulkan
gangguan bagi lingkungan.

Pada aspek kelembagaan tidak ada masalah yang berarti, namun pada aspek regulasi
belum ditemukan adanya peraturan resmi yang tertulis. Aspek pembiayaan terutama retribusi
mendapatkan respon yang kurang baik dari masyarakat, karena jumlah retribusi didasarkan
pada luas tanah bukan pada pelayanan terhadap timbulan sampah. Peran serta masyarakat di
BSB masih rendah, namun mereka memiliki antusisme untuk melakukan pemilahan dari
sumber dan daur ulang.

Pertumbuhan penduduk di kawasan Bukit Semarang Baru ini menjadi faktor utama
penyebab meningkatnya kuantitas sampah rumah tangga. Timbulan Sampah di Kawasan
Bukit Semarang Baru didapatkan dari hasil sampling sesuai dengan SNI-19-3964-1994
tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah
Perkotaan. Hasilnya, di Kawasan Bukit Semarang Baru, penduduknya menghasilkan sampah
rata-rata 0,64 kg/orang/hari dalam satuan berat dengan 3,65 L/ orang/ hari dalam satuan
volume, sehingga memiliki kepadatan 175.51 kg/m3. Timbulan ini akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya PDRB Komposisi Sampahnya.

Dalam menerapkan sistem MRF perlu diadakannya perbaikan tata pengelolaan


sampah wilayah Bukit Semarang Baru ini secara terpadu. Berikut ini terdapat 5 aspek yang

6
perlu diperhatikan dalam rangka perbaikan sistem yang perlu diterapkan dalam mengeelola
sampah wilayah Bukit Semarang Baru:

1. Aspek Teknik Operasional


Perbaikan dalam sistem ini meliputi perlu diadakannya pewadahan
secara terpisah berdasarkan jenis sampah rumah tangga dan jenis
pengolahannya. Lalu, mengubah sistem pengangkutan individual langsung
menjadi individual tidak langsung. Langkah selanjutnya yaitu merancang
sistem pengolahan yang menghasilkan seminimal mungkin residu dan dapat
menghasilkan setinggi mungkin nilai ekonomi dari sampah tersebut dengan
Material Recovery Facility. Dengan meminimalkan residu ini maka harus
diciptakan pembuangan akhir yang aman untuk ekosistem sekitar.
2. Aspek Kelembagaan
Aspek ini lebih memerhitungkan tenaga kerja operasional dalam
rangka pengelolaan sampah terpadu. Seperti memperhitungkan jumlah tenaga
kerja pengumpul, pengaangkut, penyapu, dan pekerja plant pengolahan.
3. Aspek Regulasi
Aspek regulasi mementingkan berbagai aturan atau regulasi tertulis mengenai
pengolahan sampah kawasan Bukit Semarang Baru. Peraturan-peraturan yang
dibuat meliputi:
a) Pewadahan dan Pemilahan Pada Sumber
 Pewadahan minimal terdiri dari dua bin, yaitu bin organik dan
anorganik.
 Bin tambahan untuk penghuni lama disediakan oleh pengelola,
untuk penghuni baru, satu paket bin berisi dua buah tempat sampah
diserahkan saat pembelian rumah. Bila wadah telah rusak,
penghuni wajib menggantinya dan bin pengganti dapat dibeli
melalui pengelola.
 Warga wajib memilah sampah organik dan anorganik lalu
menempatkannya pada tempat sampah yang berbeda.
 Rumah-rumah di Cluster Puri Arga Golf wajib memiliki minimal 1
buah komposter ukuran 60 liter untuk mengompos sampah
halaman/taman rumah.

7
 Akan dilakukan sidak setiap bulan untuk mengetahui
perkembangan pola pewadahan yang telah ditentukan. RT atau
RW yang pola pewadahan yang tidak sesuai akan diberikan
peringatan.
b) Pengumpulan Sampah
 Sampah organik dikumpulkan setiap hari Senin, Rabu Jumat dan
Minggu.
 Sampah anorganik dikumpulkan pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
 Sampah khusus seperti sisa bangunan atau sampah dalam ukuran
besar yang lain dapat diambil diluar jadwal dengan menghubungi
pihak pengelola terlebih dahulu.
c) Penentuan Jumlah Retribusi
 Jumlah retribusi didasarkan pada jumlah sampah yang dihasilkan.
Tarif standar ditentukan dengan asumsi wadah sampah penuh atau
sebesar 2×20 Liter.
 Sampah yang berada di luar wadah dihitung sebagai tambahan
dengan tarif 2 Liter/ wadah.
 3) Tarif sampah khusus seperti sampah bangunan dihitung per
kapasitas alat pengangkut (becak motor).
4. Aspek Pembiayaan
Memperbaiki sistem pembiayaan terutama retribusi agar jumlahnya
disesuaikan dengan tingkat pelayanan per m3 sampah bukan berdasarkan
luasan tanah.
5. Aspek Peran Serta Masyarakat

Meningkatkan peran serta masyarakat untuk secara aktif ikut serta


dalam upaya pengelolaan sampah yang mandiri melalui berbagai kampanye
dan sosialisasi dengan mempertimbangkan sisi psikologis mereka seperti:

a. Melakukan sosialisasi, penyuluhan dan pendidikan mengenai pentingnya


pengurangan, pemilahan dan daur ulang sampah di sekolah-sekolah
maupun forum-forum pertemuan warga.

8
b. Melibatkan masyarakat dalam membuat kesepakatan tentang aspek-
aspek pengelolaan sampah baik pewadahan, pengumpulan hingga
pembuangan akhir.
c. Memberdayakan masyarakat dengan memberikan pelatihan yang
bermanfaat seperti daur ulang sampah yang dapat memberikan tambahan
pendapatan bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja.
d. Memberikan transparansi dan kejelasan investasi masyarakat dalam
bentuk laporan keuangan yang jelas

Dengan keberadaan aspek-aspek diatas yang perlu diperbaiki, maka penerapan


Material Recovery Facility dapat pula mulai diterapkan secara terpadu dan menyeluruh.
Pengolahan sampah yang dilakukan di Plant MRF terdiri dari recovery dan daur ulang
dengan pemrosesan sebagai berikut:

1. Ruang Penerimaan
Disini muatan sampah dari alat pengangkut dibongar untuk kemudian
disalurkan ke conveyor pemilahan.
2. Pemilahan
Pemilahan dilakukan secara manual dengan bantuan belt conveyor. Sampah
yang akan dipilah sebanyaj 8 jenis, yaitu, plastik HDPE lembaran, plastik
HDPE keras, plastik PET, PP, dan jenis plastik lainnya, gelas/ kaca,
kaleng/logam, dan kertas. Sampah yang terpilah dimasukkan ke dalam bin
sampah beroda untuk ditransfer ke area-area pemilahan yang sesuai
3. Pencacahan
Untuk plastik HDPE keras dan lembaran, PET, dan PP dilakukan proses
pencacahan untuk memeperkecil ukuran plastik menggunakan mesin pencacah
plastik dengan kapasitas 300 kg/ jam dengan output mengarah pada bak
pencucian.
4. Pencucian
Plastik-plastik yang dicacah masuk ke dalam bak pencucian dan dicuci
menggunakan larutan deterjen dengan cara direndam. Bak pencucian terbuat
dari pasangan batu bata plester dengan dimensi 3×2,11×1 meter.
5. Pengeringan
Setelah melalui proses pencucian, plastik cacahan dikeringkan menggunakan
dryer box. Dengan kapasitas hingga 3,2 ton.

9
6. Daur Ulang
Plastik jenis Others didaur ulang menjadi tali tambang plastik dengan
menggunakan mesin pemintal tali dengan kapasitas 50 kg/ jam.
7. Pembuatan Briket
Plastik HDPE lembaran dimanfaatkan menjadi briket dengan
mencampurkannya bersama sisa kompos yang tidak lolos pengayakan dengan
cara pirolisa. Kemudian karbon hasil pirolisa HDPE dan kompos sisa
dipadatkan menggunakan alat pemadat briket.
8. Pemadatan
Pemadatan pada MRF dilakukan untuk sampah kertas, plasik others jenis
kemasan refill, dan kaleng. Pemadatan menggunaka vertical baler.
9. Pengemasan
Plastik hasil cacahan, briket, botol kaca/gelas harus dikemas untuk
memudahkan penjualan dan penyimpanan. Pengemasan menggunakan karung
plastik yang kemudian dijahit menggunakan mesin penjahit karung.
10. Penyimpanan
Material-material yang belum terjual disimpan pada area penyimpanan seluas
28-40 m2.

Setelah 10 tahap diatas terlaksana maka produk-produk siap dipasarkan dan metod
Material Recovery Facility terus dilakukan pada setiap sampah yang masuk. Dari hasil
produk yang terjual dan berbagai alat penunjang MRF tentulah diperlukan anggaran biaya.
Anggaran biaya yang harus diinvestasikan untuk menjalankan MRF mulai dari pewadahan
hingga pembuangan akhir lengkap dengan plant pengomposan memerlukan biaya sebesar Rp
5.033.015,- selama 133 tahun. Namun investasi ini diperhitungkan untuk bertahapdari tahun
ke tahun tergantung dengan kebutuhan pada tiap tahunnya. Sedangkan keuntungan yang
didapatkan dari hasil Material Recovery Facility ini berkisar sebesar Rp 743.906.865,- setiap
tahunnya dan terus meningkat nilainya hingga Rp 11.720.566.335,- pertahun pda tahun 2025.

10
BAB IV

KESIMPULAN
Metode Material Recovery Facility merupakan metode dimana memanfaatkan
sampah agar memiliki nilai guna tinggi serta tidak meninggalkan residu dan aman apabila
dibuang ke lingkungan. Metode ini telah diterapkan di kawasan Bukit Semarang Baru dengan
memilah dan mengolah 8 jenis sampah, diantaranya plastic HDPE lembaran, plastic HDPE
keras, plastic PET, PP, dan plastic lainnya, gelas/kaca, kaleng /logam, dan kertas. Sampah-
sampah tersebut dimanfaatkan menjadi pupuk, biobriket dan bahan kerajinan. Namun, dalam
mewujudkan pelaksanaan MRF ini perlu diperbaiki beberapa aspek yaitu aspek teknik
operasional, aspek kelembagaan, aspek regulasi, aspek pembiayaan, dan aspek peran serta
masyarakat.

11

Anda mungkin juga menyukai