Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW DENGAN METODE SOROGAN DAN TEAM TEACHING


TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PESERTA DIDIK

Proposal Metodologi Penelitian I

Oleh :
Istikomah
2017830038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah, peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan nikamt-Nya kepada kita semua. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda besar kita, Nabi Besar Muhammad
SAW, keluarga, sahabat, serta kepada ummatnya yang selalu melaksanakan ajarannya.
Proposal ini sengaja peneliti ajukan sebagai salah satu syarat dalam melengkapi
tugas mata kuliah Metodologi Penelitian I pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Dalam penulisan proposal ini tentunya masih banyak
ditemukan kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan
permohonan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan proposal ini dan dijadikan
titik acuan untuk pembuatan proposal yang mungkin serupa dikemudian hari.
Penyusunan proposal ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Maka dalam kesempatan yang baim ini, peneliti ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
proposal ini, terutama kepada:
1. Dr. Iswan M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti
untuk mengikuti studi di fakultas ini.
2. Ibu Rahmita Nurul Muthmainnah M.Pd, M.Sc. Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang
telah memberi dorongan dan arahan kepada peneliti untuk menyelesaikan proposal
ini dengan tepat waktu.
3. Ibu Arlin Astriyani, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Metodologi Penelitian I yang
telah memberikan arahan dan membimbing penulis dalam penyusunan proposal
ini.

ii
4. Kedua orang tua, adik-adik tercinta, keluarga besar yang telah banyak memberi
motivasi dan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan proposal
ini.
5. Teman-teman seperjuangan BMK angkatan 2017 yang selalu mendukung dan
memberikan bantuan serta semangat kepada penulis.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih banyak
kekurangan. Namun guna mencapai penelitian yang lebih baik, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pihak.
Akhirnya dengan segala ketulusan hati yang bersih dan ikhlas, penulis berdo’a
segala amal baik yang telah mereka berikan mendapat pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 10 April 2019

Istikomah

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................... 5
C. Batasan Masalah .............................................................................................. 5
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
E. Tujuan Masalah ............................................................................................... 6
F. Manfaat Masalah ............................................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................. 7
A. Deskripsi Teori ................................................................................................ 7
B. Kerangka Berpikir ......................................................................................... 26
C. Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 30
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian........................................................... 30
B. Jenis Penelitian .............................................................................................. 30
C. Populasi, Sampel dan Sampling .................................................................... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 31
E. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 46

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Perkembangan zaman dengan mengikuti kemajuan
peradaban manusia salah satunya menuntut manusia untuk mempunyai latar belakang
pendidikan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas yang baik. Dengan adanya
pendidikan, para pendidik dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan diriny, masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh sebab itu,
perlu diperhatikan model, metode, ataupun proses pembelajaran untuk mengelola
pendidikan tersebut.
Salah satu ilmu pengetahuan yang banyak turut serta dan andil dalam kehidupan
manusia dan tentunya menjadi bagian penting dalam pendidikan adalah matematika.
Matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani Mathematikos yang artinya ilmu pasti.
Matematika juga digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti transaksi
perdagangan, pertukangan, bahkan teknik komputer dan mesin, dll. Tak heran
matematika dianggap sebagai ratu segala ilmu.
Dalam kegiatan belajar mengajar sendiri, inti dari pengajaran adalah kegiatan
belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan. Proses pembelajaran dalam dunia
pendidikan formal pada dasarnya merupakan proses interaksi edukatif antara guru dan
siswa. Proses interaktif edukatif ini bertujuan untuk mengarahkan perubahan pada diri
siswa secara terencana, baik dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Proses
pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu
sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi dan sumber daya. Belajar dan
pembelajaran sendiri merupakan konsep yang saling berkaitan. Tercapai tidaknya

1
tujuan pembelajaran dapat dilihat hasil belajar yang diperoleh siswa selama
pembelajaran berjalan.
Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung terlihat bahwa peserta didik
cenderung takut terhadap pelajaran matematika dan nilai matematika selalu lebih
rendah dibanding dengan nilai mata pelajaran lainnya. Pelajaran matematika juga
dianggap pelajaran yang paling sulit. Dalam pikiran mereka bahwa matematika itu
pelajaran yang membosankan, yang berisi hitungan-hitungan, rumus-rumus dan angka-
angka, serta objek yang abstrak. Hal ini terjadi entah karena cara mengajar guru yang
terkesan membosankan ataupun sajian buku yang kurang menarik. Dalam hal ini
seorang guru memiliki peranan yang sangat penting untuk menentukan strategi dan
metode pembelajaran, yang dapat merubah pikiran dan pandangan peserta didik
terhadap matematika, sehingga nantinya peserta didik mampu untuk mengembangkan
kreatifitas dan prestasi belajar mereka. Selain masalah tersebut, masalah lain yang
terjadi di lapangan yaitu tentang proses belajar mengajar.
Kurangnya proses pembelajaran dengan menggunakan metode inovatif dan lebih
sering menggunakan metode konvensional (ceramah) yang diterapkan oleh guru-guru
di sekolah. Siswa hanya mendengarkan kemudian mencatat dan membuat rangkuman
materi yang dijelaskan oleh guru tersebut. Tidak ada timbal balik berupa pertanyaan
atau tanggapan dari siswa yang mengajarkan mereka untuk berpikir kreatif dan kritis
yang akan berpengaruh terhadap ketuntasan belajar.
Karena hal ini, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir
pada mata pelajaran matematika. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada
kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya,
ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka
miskin aplikasi. Tetapi hal ini saja pun tidak efektif untuk siswa yang mempunyai
kekurangan dalam mencerna materi yang telah guru sampaikan, terlebih banyak kesan

2
siswa yang buruk terhadap pelajaran matematika beserta rumus-rumus matematika
yang terbilang rumit.
Sistem pengajaran yang baik seharusnya dapat membantu siswa mengembangkan
diri secara optimal serta mampu mencapai tujuan belajarnya. Meskipun proses belajar
mengajar tidak dapat sepenuhnya berpusat pada siswa seperti pada sistem pendidikan
saat ini, tetapi perlu diingat bahwa siswa yang harus belajar. Dengan demikian proses
belajar mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan siswa. Kegiatan
yang dilaksanakan di sini harus dapat memberikan pengalaman belajar yang
menyenangkan dan berguna baginya.
Karena pentingnya peran pendidikan, pembaharuan pendidikan harus selalu
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sejalan dengan perlunya
dikembangkan solidaritas sosial dalam kegiatan belajar dikalangan pelajar. Menurut
Hamid (2011) dalam Rosita dan Leonard dalam jurnalnya yang berjudul
“Meningkatkan Kerja Sama Siswa Melalui pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share”, menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan, keterampilan kerja sama
merupakan hal penting yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran, baik di dalam
maupun di luar sekolah. Kerja sama dapat mempercepat tujuan pembelajaran, sebab
pada dasarnya komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada individu yang
belajar sendiri-sendiri. Dengan ini dibutukan salah satu pendekatan dalam proses
belajar mengajar yang berbasis kelompok, yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative
learning).
Model pembelajaran ini lebih menekankan pada aspek kerjasama diantara para
peserta didik. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara
individual melainkan secara kelompok, artinya hasil individu siswa bukan didasarkan
pada kemampuan masing-masing tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi
kelompok. Melalui model pembelajaran ini setiap peserta didik bukan hanya
bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung

3
jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya. Model pembelajaran ini di dasari
dengan manusia sebagai makhluk sosial.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-
Ma’idah (5) : 2 yang berbunyi :

Artinya : “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan ketergantungan manusia terhadap sesamanya
dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan menjadi salah satu objek yang terdapat
dalam tuntunan ajaran Islam dimana manusia memang diciptakan oleh Allah SWT
untuk saling mengenal dan tolong-menolong atau sesama. Seseorang tidak luput dari
dua kewajiban. Kewajiban individualnya terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan kewajiban
sosialnya terhadap sesamanya. Adanya kepentingan dan tujuan yang sama akan
menjadi dasar lahirnya kerjasama antarsesama manusia. Kerjasama juga dapat di
dorong oleh adanya serangkaian kewajiban yang ditugaskan secara bersama, seperti
adanya pembelajaran secara berkelompok. Belajar yang merupakan proses perubahan
yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari
pengalaman yang diperkuat. Dengan adanya pembelajaran secara berkelompok ini,
diharapkan untuk para siswa mendapat pengalaman serta wawasan yang baru dan luas
dengan interaksi dalam kelompok dengan sesamanya.
Selain model pembelajaran diatas, terdapat metode yang menarik perhatian
peneliti. Metode pembelajaran yang populer di kalangan pesantren salaf, yaitu metode
sorogan. Metode ini mengharuskan santri (peserta didik) untuk belajar sendiri atau
belajar dengan temannya dan sistem belajar sorogan membentuk siswa untuk tidak
bergantung pada teman, karena sistem pembelajarannya langsung dipraktekkan di
depan guru. Pembelajaran ini memfokuskan pada belajar mandiri siswa atau individu.
Pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan sistem belajar individu
sangat sulit dilakukan dan dipraktekkan oleh siswa. Maka untuk mengatasi

4
permasalahan ini diperlukan bantuan teman sejawat (tutor sebaya) dalam memahami
konsep matematika. Menurut Arjanggi (2010) dengan jurnalnya berjudul “Metode
Pembelajaran Tutor Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasar Regulasi Diri”, menyatakan
bahwa pembelajaran melalui tutor teman sebaya efektif dalam meningkatkan belajar
berdasar regulasi-diri pada mahasiswa. Pembelajaran dengan metode tutor sebaya juga
dapat menjadikan siswa menjadi sadar akan kemampuan mereka sendiri dan
memungkinkan mereka melakukan perbaikan.
Melihat kondisi kegiatan belajar mengajar dan beberapa masalahnya yang telah
dikemukakan di atas, peneliti merasa perlu adanya inovasi pembelajaran seperti
penggunaan metode yang berbeda agar siswa tidak bosan terutama terhadap
pembelajaran matematika itu sendiri. Dan dengan metode-metode yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka peneliti meberi judul penelitian ini “Pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching
terhadap hasil belajar matematika pada siswa”.

A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Siswa kesulitan dalam memahami konsep dan materi matematika.
2. Hasil belajar matematika pada siswa SMP masih rendah
3. Penerapan metode pembelajaran dari guru kurang inovatif.

B. Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah ini dapat dilakukan dengan efektif, efisien, dan
terarah serta dapat dikaji lebih mendalam maka peneliti hanya membatasi penelitian
ini hanya berkaitan dengan “Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan metode sorogan dan team teaching terhadap hasil belajar matematika”.
Dimana dibutuhkan suasana dan kondisi yang dapat memicu dan memotivasi siswa

5
untuk turut aktif dalam pembelajaran matematika, sehingga dapat mempengaruhi
hasil belajar matematika dengan menelaah proses yang didapat selama pembelajaran
berlangsung.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan di
atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana penerapan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan metode sorogan dan team teaching terhadap hasil belajar matematika?
2. Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching berpengaruh terhadap hasil
belajar matematika?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw metode
sorogan dan team teaching terhadap hasil belajar matematika.
2. Untuk mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode
sorogan dan team teaching berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat, yaitu untuk:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas hasil belajar
matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaram kooperatif tipe
Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching.

6
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut
dengan pembahasan yang sama yang lebih mendalam di kemudian hari.
c. Peneliti akan memperoleh pengalaman berpikir dalam penentuan model dan
metode, serta strategi pembelajaran terkait hasil belajar matematika.
d. Sebagai masukan akan pentingnya hasil belajar matematika bagi peserta
didik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Sebagai masukan untuk dapat menerapkan variasi model pembelajaran
tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.
b. Bagi Guru
Memberikan masukan bagi guru tentang metode sorogan yang biasanya
digunakan dalam pembelajaran kitab di pesantren, ternyata bisa diterapkan
dalam pembelajaran matematika di sekolah khususnya materi bilangan
dengan memadukannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dan metode team teaching.
c. Bagi Peserta Didik
Dapat meningkatkan hasil belajar serta melatih peserta didik untuk
menemukan sendiri konsep yang mereka pelajari. Dengan ini, peserta didik
juga mendapat pengalaman langsung dalam pembelajaran matematika secara
kreatif, analisis, dan menyenangkan.

BAB II
LANDASAN TEORI

7
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Matematika
Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan
hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003: 15),
matematika (dalam bahasa Inggris: mathematics) berasal dari perkataan Latin
mathematica yang mulanya diambil dari kata Yunani, mathematike, yang
berarti “reating to learning”. Kata ini mempunyai akar kata mathema yang
berarti knowledge (pengetahuan).
Menurut James dalam Suherman, dkk (2003: 16), matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, geometri.
Beberapa definisi atau pengertian tentang matematika oleh beberapa pakar
yang diungkapkan dalam Soedjaji (2000: 11), yaitu:
1. Matematika adakah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan berhubungan dengan
bilangan.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk.
5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logik.
6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan konsep-konsep
dan struktur-struktur yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan

8
jumlah yang banyak serta penalaran logik tentang bilangan, hitungan, dan
fakta-fakta kuantitatif yang terorganisir secara sistematik.

b. Pengertian Pembelajaran Matematika


Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dibutuhkan suasana proses
belajar-mengajar di dalam kelas berlangsung secara optimal. Menurut Syah
(2002: 89), belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Maka dari itu dengan adanya proses pembelajaran merupakan
upaya untuk mewujudkan adanya pendidikan.
Menurut Djafar (2001: 82), belajar adalah suatu perilaku aktif dari
pembelajaran itu sendiri sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan
adanya proses belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku individu yang
relatif tetap, seperti perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai sikap
sebagai hasil dari pengalaman.
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru.
Mulyasa (2002: 100), berpendapat pembelajaran pada hakikatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi
perbedaan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran dapat diartikan juga
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan peserta didik (Dimyati
dan Mudjiono (1999) dalam Sutikno, 2014: 11). Dalam pengertian lain,
pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi
sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa (Sadirman
(1990) dalam Sutikno, 2014: 11).
Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara peserta didik dengan guru
untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran itu sendiri. Guru memberikan
informasi kepada peserta didik berupa pengetahuan dan wawasan. Sedangkan
peserta didik menerima informasi dari guru tersebut berupa materi yang harus

9
dikuasai dan dipahaminya. Dengan ini, diharapkan dalam menguasai dan
memahami materi tersebut, akan berpengaruh pada perubahan sikap dan pola
pikir peserta didik tersebut menjadi lebih baik dan menjadikannya kebiasaan
sehari-hari.
Belajar matematika bagi peserta didik merupakan pembentukan pola pikir
dan penalaran dalam memahami suatu pengertian atau definisi, yang biasanya
memperoleh pemahaman dengan pengalaman mempelajari sesuatu yang
abstrak atau tidak jelas sifat-sifat yang dimiliki dari sekumpulan objek. Dalam
pembelajaran, guru perlu memilih model, metode, dan strategi pembelajaran
agar peserta didik ikut turut aktif dalam pembelajaran tersebut. Khususnya
untuk pembelajaran matematika, peserta didik diharapkan mampu mengamati,
menebak, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, bahkan mungkin
berdebat. Menurut Suherman, dkk (2003:63), dalam hal ini kreativitas guru
amat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang secara
khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk sarana dan prasarana
yang mendukung terjadinya optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran.
Jika proses belajar-mengajar matematika baik, maka hasil belajar peserta didik
pun akan baik pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran
dan hasil belajar antara lain aktivitas siswa, guru atau pendidik (kemampuan
mengelola pembelajaran), faktor strategi mengajar, dan perangkat
pembelajaran (penilaian).
Pembelajaran matematika sendiri memiliki beberapa tujuan. Tujuan dari
pembelajaran matematika (Depdiknas, 2006: 388) adalah agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.

10
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika merupakan serangkaian proses kegiatan dalam mempelajari
konsep-konsep matematika dan struktur-struktur matematika secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, yang melibatkan guru matematika dan peserta didik
dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri, seperti merancang dan
meenyelesaikan model matematika, serta menafsirkan solusi yang diperoleh.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


a. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
yang sesuai dengan paradigma konstruktivisme. Pendekatan teori
konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar mengajar,
sehingga proses belajar mengajar lebih berpusat pada siswa (student centered)
dari pada teacher centered. Dengan kata lain pembelajaran model kooperatif
berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator.

11
Menurut Slavin dalam Isjoni (2011: 15), menyatakan “In cooperative
learning methods, students work together in four member teams to master
material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
dapat merangsang peserta ddik lebih bergairah dalam belajar. Menurut
Sugiyanto (2010: 37), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Sementara itu, Sudirman, dkk (1992: 150), menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah cara penyajian pelajaran dimana peserta didik dihadapkan
kepada suatu masalah yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan yang
bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Dalam pembelajaran kooperatif selain peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan kognitif, juga berguna agar peserta didik tersebut dapat
bersosialisasi dengan baik. Dengan pembelajaran ini pula adanya interaksi
antar peserta didik lebih efektif karena selain hubungan antarsesama teman
lebih dekat dibanding hubungan dengan guru pada umumnya, bahasa
komunikasi sesama teman sebaya pun lebih luwes dan lebih menyesuaikan
gaya mereka sehingga penyampaian materi pun lebih efektif dan mudah
diterima.
Menurut Lugdren dalam Isjoni (2007: 13-14), terdapat beberapa unsur
dasar yang ada pada model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Para peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”.
2. Para peserta didik harus memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri
dalam mempelajari materi yang dihadapi.

12
3. Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki
tujuan yang sama.
4. Para peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara
anggota kelompok.
5. Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6. Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam satu kelompok kooperatif.
Dari beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif, peserta didik dilatih untuk bekerja sama dalam kelompok,
mendorong dan meningkatkan kreativitas dalam berpikir, dan meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang
lain.
Menurut Arends dalam Trianto (2007: 47), ciri-ciri pembelajaran
kooperatif, antara lain:
1. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menyelesaikan materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
3. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif sendiri dikembangkan
setidaknya dengan tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:

13
a. Hasil Belajar Akademik
Menurut Slavin dalam Ibrahim, dkk. (2000: 7), menyatakan bahwa
“pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik”. Ini berarti dalam belajar kooperatif
meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi
siswa atau tugas-tugas akademis yang penting lainnya. Model
pembelajaran ini dapat membantu peserta didik untuk memahami konsep-
konsep yang sulit. Karena dalam kelompok-kelompok pembelajaran ini,
terdapat beragam jenis kemampuan siswa dalam memahami materi yang
guru ajarkan. Dengan ini, para peserta didik mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Peserta didik
yang berkemampuan tinggi diharapkan dapat menjadi tutor untuk
temannya yang berkemampuan rendah. Begitu juga dengan peserta didik
yang berkemampuan rendah diharapkan dapat meningkatkan
kemampuannya dengan adanya tutor dari temannya sendiri.
b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam
Ibrahim, dkk. (2000: 7), adalah “penerimaan secara luas dari orang-orang
yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya”. Dengan ini, peserta didik dituntut untuk melakukan
kerjasama dengan berbagai latar belakang, kondisi, dan kemampuan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya. Adanya saling ketergantungan positif dan
saling memberi dukungan dan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan ketiga dari pembelajaran ini yaitu mengajarkan kepada peserta
didik untuk keterampilan bekerjasama dan kolaboratif. Keterampilan social
yang diperlukan dalam kerjasama seperti kepemimpinan, kemampuan

14
berkomunikasi, mempercayai antarsesamanya, dan mengelola konflik
secara langsung.

b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Menurut Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa Pembelajaran kooperatif
Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong
siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk
mencapai prestasi yang maksimal. Model pembelajaran ini diciptakan untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Menurut Arends (1997), model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif, dengan peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari
4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang
lain.
Teknik ini menekankan guru untuk memperhatikan latar belakang
pengalaman atau kemampuan peserta didik dan membantu peserta didik untuk
mengaktifkan kemampuannya tersebut. Dengan ini, pembelajaran yang
menggabungkan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik dapat
meningkatkan keinginan belajar yang kuat, melibatkan partisipasi peserta didik
untuk menemukan inspirasi secara alami dalam kegiatan belajarnya.
Menurut Slavin dan Stahl (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 96-97),
langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, yaitu:
1. Merancang Rencana Pembelajaran. Guru membagi suatu kelas menjadi
beberapa kelompok, yang setiap kelompoknya terdiri dari 4-6 orang
peserta didik dengan kemampuan yang berbeda dan kelompok ini disebut
kelompok asal. Dalam mencapai sebuah tujuan pembelajaran setiap

15
peserta didik diberi tugas ungtuk mempelajari salah satu bagian materi
pembelajaran untuk belajar bersama dengan kelompok lain itu disebut
kelompok ahli.
2. Setelah peserta didik berdiskusi dalam kelompok ahli atau kelompok asal,
guru menyuruh peserta didik untuk melakukan persentasi masing-masing
kelompok agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk peserta didik secara individual agar dapat
menambah semangat belajar peserta didik dan ini digunakan sebagai
acuan untuk memancing minat belajar peserta didik.
4. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor yang dasar ke skor kuis berikutnya.
5. Materi sebaiknya secara alami dan dapat dibagi menjadi beberapa bagian
materi pembelajaran. Sehingga tidak membuat peserta didik merasa
kebingungan dalam menjalankan tugas yang diberikan.
6. Guru perlu memperhatikan bahwa dalam menggunakan Jigsaw untuk
mempelajari materi baru, maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan da nisi
materi yang runtut serta cukup untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
efektif.

3. Metode Sorogan
Sorogan berasal dari bahasa Jawa “sorog” yang memiliki arti menyodorkan
Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai
atau pembantunya (badal atau asisten kyai). Badal juga bisa dipegang oleh santri
yang memiliki kelebihan potensi intelektual (Qomar,2005:20).
Walaupun metode sorogan dianggap rumit apalagi membutuhkan kesabaran
ekstra, metode sorogan lebih efektif dari metode-metode yang lain dalam dunia

16
pesantren. Dengan cara santri menghadap kyai atau guru secara individual untuk
menerima pelajaran secara langsung. Kemampuan santri dapat terkontrol oleh
kyai atau guru. Metode ini juga menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan perseorangan yang mengandung prinsip-prinsip sistem modul,
belajar individual (individual learning), belajar tuntas (master learning) dan
maju berkelanjutan (continuous progress) (Anwar, 2011: 89). Metode sorogan
mengharuskan santri (peserta didik) untuk belajar sendiri atau belajar dengan
temannya. Dengan ini diharapkan metode sorogan membentuk peserta didik
untuk tidak bergantung pada teman-temannya, karena sistem pembelajarannya
langsung dipraktekkan di depan kyai (ustadz atau guru).
Dengan beberapa penjelasan di atas mengenai metode sorogan, dapat
disimpulkan bahwa metode ini merupakan cara kyai atau guru menyampaikan
materi yang diajarkan dengan cara menyampaikan ke peserta didiknya secara
bergantian dan satu persatu. Dalam metode ini, guru melakukan penyampaian
materi ke peserta didiknya seperti yang biasa dilakukan oleh kyai atau ustadz
dalam pembelajaran di pesantren salaf, yaitu santri maju membaca kitab yang
ingin dipelajari dan duduk di hadapan kyai atau ustadz. Lalu terjadilah interaksi
diantara keduanya. Ustadz membaca, menerjemahkan, dan menerangkan isi
dalam kitab tersebut. Setelah selesai kyai menyuruh santrinya untuk membaca
atau mengulang kembali apa yang telah dilakukan kyai tersebut. Santri diajak
untuk memahami kandungan kitab secara perlahan-lahan secara detail, sehingga
santri dapat menguasainya.
Melalui sorogan, perkembangan intelektual peserta didik dapat dipantau
oleh guru secara utuh. Guru juga dapat memberikan bimbingan langsung,
dukungan, dan motivasi kepada peserta didik. Metode sorogan dianggap telah
terbukti secara efektif mampu meningkatkan semangat dan kemampuan peserta
didik dalam belajar dan menguasai materi. Terlihat telah banyak santri yang
bukan hanya menghafal, tetapi dalam memahami isi kandungan dari kitab

17
kuning.namun demikian, metode ini dianggap sulit, dikarenakan perlunya
kesabaran, ketekunan, kerajinan, ketaatan, disiplin pribadi peserta didik dan
kemandirian belajar peserta didik.

4. Metode Team Teaching


Team Teaching adalah salah satu metode mengajar sebuah mata pelajaran
yang dilakukan oleh lebih dari seorang guru (Sabri, 2005: 62). Sedangkan
menurut Sutikno (2014: 46), menyatakan bahwa Team Teaching merupakan
suatu cara penyajian materi pelajaran yang dilakukan oleh tim (terdiri dari dua,
tiga atau beberapa orang guru). Dengan metode ini, proses belajar-mengajar di
sekolah dapat dilakukan oleh dua orang guru atau lebih. Lebih lanjut menurut
Yunita dan Maryamah (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Penerapan
Metode Mengajar Beregu (Team Teaching) dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran SKI di MI Muhammadiyah Ulak Lebar
Kecamatan Ulu Ogan Kabupaten OKU” mengatakan bahwa dengan metode
Team Teaching dapat menjadi sumber serta metode yang memberikan solusi
terhadap berbagai kendala yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan proses
mengajar di kelas .Metode pembelajaran ini telah banyak digunakan di berbagai
jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa pengajaran sebuah
mata pelajaran dengan banyak guru akan lebih efektif dibandingkan dengan
seorang guru saja. Sebenarnya ada beberapa jenis dari strategi Team Teaching,
sesuai yang dijelaskan Soewalni S (dalam Asmani, 2010: 51-52), yaitu:
1. Semi Team Teaching
Tipe 1 : Sejumlah guru mengajar mata pelajaran yang sama di kelas yang
berbeda. Perencanaan materi dan metode di sepakati bersama.
Tipe 2a : Satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru secara bergantian
dengan pembagian tugas, materi dan evaluasi oleh guru masing-masing.

18
Tipe 2b : Satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru dengan
mendesain peserta didik secara berkelompok.
2. Team Teaching Penuh
Tipe 3 : Satu tim terdiri dari dua orang guru atau lebih, waktu kelas sama,
pembelajaran mata pelajaran atau materi tertentu. Perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi secara bersama dan sepakat. Adapun variasi Team Teaching
Penuh menurut Soewalni S (2007), adalah Pelaksanaan bersama, seorang
guru sebagai penyaji atau menyampaikan informasi, seorang guru
membimbing diskusi kelompok atau membimbing latihan individual.

5. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Metode Sorogan


dan Team Teaching
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif, dengan peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari
4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
Sedangkan metode sorogan adalah metode yang menitikberatkan kepada
kemampuan individu peserta didik. Dalam model kooperatif tipe Jigsaw,
terdapat langkah-langkah untuk melakukannya, yaitu:
1. Pembentukan kelompok peserta didik (kelompok asal)
2. Perwakilan tiap kelompok untuk membahas materi (pembentukan kelompok
ahli)
3. Pembahasan materi oleh kelompok ahli
4. Mengkomunikasikan hasil kerja dari kelompok ahli ke kelompok asal.
5. Evaluasi oleh guru.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan
dan Team Teaching, pertama-tama yang dilakukan oleh guru yaitu menganalisis

19
dan memilah peserta didik dengan melihat latar belakang, kepandaian, dan
sebagainya. Hal ini dilakukan untuk memastikan pembagian kelompok benar-
benar terdiri dari peserta didik yang heterogen. Setelah itu, guru memberikan
sekilas dan bimbingan tentang materi yang akan dipelajari.
Selanjutnya pada metode sorogan yang merupakan metode sorogan
merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan
pelajaran kepada peserta didik secara individual. Tetapi metode sorogan disini
dilakukan oleh peserta didik ke peserta didik lainnya. Yaitu pada saat tim ahli
kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjelaskan materi kepada rekan
kelompoknya. Jadi, tim ahli memberikan materi kepada rekan kelompoknya
secara individual dan bergilir. Lalu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
mengenai sorogan ini, setelah tim ahli selesai memberi materi, maka rekan
kelompoknya melakukan apa yang tim ahli lakukan atau mengulang kembali
materi yang telah dijelaskan oleh tim ahli dan tentunya secara individual.
Kelemahan metode sorogan adalah tentang waktu. Metode sorogan memerlukan
waktu yang lebih banyak dari metode-metode yang lainnya. Untuk mengatasi
masalah tersebut peneliti memadukan metode sorogan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dalam model kooperatif tipe Jigsaw ada
kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok ahli inilah yang nantinya akan
berperan sebagai asisten guru. Sebagai kontrol dalam pembelajaran kooperatif
agar kelas tetap kondusif dan pembelajaran berjalan sesuai rencana maka
diperlukan metode team teaching dengan guru.
Lalu metode Team Teaching. Metode Team Teaching yang digunakan disini
yaitu metode semi Team Teaching tipe 2b dengan 2 guru. Guru dengan
penggunaan metode ini sebagai pembimbing dan pengawas agar pembelajaran
ini lebih terarah dan tetap dalam kondisi yang kondusif. Setelah peserta didik
berdiskusi dalam kelompok ahli atau kelompok asal, guru menyuruh peserta
didik untuk melakukan persentasi masing-masing kelompok agar guru dapat

20
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. Guru
juga mengevaluasi dan melengkapi apa yang disampaikan oleh peserta didik jika
materi yang dipresentasikan oleh peserta didik ada kekurangan. Setelah itu guru
sebaiknya memberikan kuis atau latihan untuk peserta didik secara individual
agar dapat menambah semangat belajar peserta didik dan menguji kemampuan
atau pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut. Selanjutnya guru
memberikan penghargaan kepada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor yang
dasar ke skor kuis atau latihan berikutnya.

6. Hasil Belajar Matematika Peserta Didik


Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku peserta didik setelah
adanya aktivitas belajar dan pembelajaran. Hasil belajar dianggap sebagai
sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik berkat adanya usaha atau
pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
pengetahuan, dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek
kehidupan sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian terhadap
sikap, pengetahuan, kecakapan dasar, dan perubahan tingkah laku secara
kuantitatif.
Menurut Rumini, dkk (1995: 61), hasil belajar peserta didik merupakan
kapasitas yang nampak dalam tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud
adalah tingkah laku peserta didik yang ditampilkan yang berkaitan dengan hasil
belajar dengan memberi gambaran yang lebih nyata, hal ini tentunya berkaitan
dengan hasil dan proses belajar di sekolah. Warsito (dalam Depdiknas, 2006:
125) mengungkapkan hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya
perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang
belajar. Sedangkan menurut Majid dan Firdaus (2014: 252), hasil belajar adalah
kecakapan nyata yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes prestasi

21
belajar dan setiap kegiatan belajar manusia selalu ada prestasi belajar dan
biasanya inilah yang menjadi sasaran akhir dari proses belajar seseorang
terutama kepada peserta didik dan mahasiswa.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil
belajar. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana peserta didik
dapat memahami materi tersebut. Dengan ini, hasil belajar merupakan prestasi
belajar yang dicapai peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar
dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang.
Menurut Bloom yang dikutip oleh Rumini (1995: 47), hasil belajar peserta didik
dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain
kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysis (menguraikan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai),
organization (organisasi), dan characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi intiatory, preroutine, dan routinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik fisik, social, manajerial, dan
intelektual. Aspek kognitif secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengetahui, yaitu mengenali kembali hal-hal umum dan khas, mengenali
kembali model dan proses, mengenali kembali pula struktur dan perangkat.
2. Mengerti, dapat diartikan sebagai memahami.
3. Mengaplikasikan, merupakan kemampuan menggunakan abstraksi di dalam
situasi-situasi konkrit.
4. Menganalisis, menjabarkan sesuatu ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian.
5. Mensintesiskan, merupakan kemampuan untuk menyatakan unsur-unsur,
bagian-bagian.

22
6. Mengevaluasi, merupakan kemampuan untuk menetapkan nilai, harga dari
suatu bahan dan model komunikasi utuk tujuan-tujuan tertentu.
Faktor afektif (budi pekerti) secara garis besar meliputi: menerima, atau
memperhatikan, merespon (mereaksi perangsang atau gejala tertentu).
Menghargai (bahwa suatu hal, gejala atau tingkah laku mempunyai harga atau
nilai tetentu), mengorganisasikan nilai, dan bersifat. Sedangkan psikomotor
meliputi: mengindera, menyiagakan diri, bertindak secara terpimpin, bertindak
secara mekanik, bertindak secara kompleks.
Menurut Sugihartono, dkk (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut:
1. Faktor Internal ialah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
faktor internal meliputi, faktor jasmaniah, dan faktor psikologis.
2. Faktor Eksternal ialah faktor yang ada diluar individu, faktor eksternal
meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Melihat uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu hasil yang
diperoleh peserta didik setelah peserta didik tersebut melakukan kegiatan
pembelajaran dan bukti keberhasilan yang telah dicapai dengan melibatkan
afektif, dan psikomotor.
Sedangkan jika ditinjau dari judul penelitian ini yaitu hasil belajar
matematika adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mereka
menerima pengalaman belajar matematika atau perubahan tingkah laku dalam
diri peserta didik, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, tingkah laku, sikap, dan keterampilan setelah melakukan proses
pembelajaran matematika.
Dapat ditarik kesimpulan hasil belajar matematika merupakan tolak ukur
atau patokan yang menentuksn tingkatan keberhasilan peserta didik dalam
memahami materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman belajar
matematika di sekolah.

23
Pada dasarnya, perkembangan kecerdasan seseorang berhubungan dengan
konsep-konsep yang dimiliki dari kemampuan kognitif seseorang. Dalam
proses pembelajaran matematika, peserta didik seringkali dihadapkan
persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Hal ini juga menuntut
peserta didik untuk menanggapinya melalui kemampuan berpikir, khususnya
mengenai konsep, atau prinsip atas objek masalah dalam pemecahannya. Maka
dari itu, indikator hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah aspek
kognitif, dengan kemampuan peserta didik untuk berpikir dan memahami
materi matematika tersebut.
Menurut Usman (dalam Jihad dan Haris, 2008: 16), kemampuan kognitif
terdiri dari enam jenjang, yaitu C1 sampai C6, antara lain:
a. Pengetahuan atau kemampuan mengingat (C1), yaitu kemampuan kognitif
meliputi pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal.
Dalam hal ini, tekanan utama pada pengenalan kembali pada fakta dan
prinsip. kata-kata yang dapat digunakan: definisikan, ulangi, laporkan, garis
bawahi, sebutkan, daftar, dan sambungkan,
b. Pemahami atau kemampuan memahami (C2), yaitu pemahaman ini meliputi
komunikasi secara akurat. Kata-kata yang dapat digunakan:
menterjemahkan, nyatakan kembali, diskusikan, gambarkan, jelaskan,
identifikasi, tempatkan, review, ceritakan, dan paparkan.
c. Aplikasi atau kemampuan penerapan (C3), yaitu penggunaan prinsip atau
metode pada situasi baru. Kata-kata yang dapat digunakan: interprestasikan,
terapkan, laksanakan, gunakan demonstrasikan, praktekkan, ilustrasikan,
operasikan, jadwalkan, sketsa, dan kerjakan.
d. Analisis atau kemampuan menganaisis suatu informasi yang luas menjadi
bagian-bagian terkecil (C4), yaitu menyangkut kemampuan anak dalam
memisah-misahkan terhadap suatu materi dalam bagian-bagian yang
membentuknya mendeteksi hubungan diantara bagian-bagian itu dan cara

24
materi itu diorganisasikan. Kata0kata yang dapat digunakan: pisahkan,
analisis, bedakan, hitung, cobalah, tes bandingkan, kritik, teliti, debatkan,
hubungkan, pecahkan, dan kategorikan.
e. Sintesis atau kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi
suatu kesimpulan (C5), yaitu jenjang yang lebih sulit dimana peserta didik
diminta untuk menaruh atau menempatkan bagian-bagian dari elemen satu
atau bersama sehingga membentuk satu kesatuan yang koheren. Kata-kata
yang dapat digunakan: komposisikan, ciptakan, susun, organisasikan,
siapkan, rancang, dan sederhanakan.
f. Evaluasi atau penilaian (C6), yaitu kemampuan peserta didik dalam
mengambil keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai suatu
tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan masalah, dan metode. Kata-kata yang
dapat digunakan: putuskan, hargai, nilai, skala, bandingkan, revisi, skor, dan
perkiraan.
Berikut ini penyajian kata-kata operasional untuk indikator hasil belajar
kognitif menurut uraian di atas.

Kompetensi Indikator
Pengetahuan Identifikasi, spesifikasi, menyatakan

Pemahaman Menerangkan, menyatakan kembali, menterjemahkan

Penerapan Menggunakan, memecahkan

Analisis Menganalisis, membandingkan, mengkontraskan

Sintesis Merancang, mengembangkan, merencanakan

Evaluasi Menilai, mengukur, memutuskan

Sumber: Sukardi (2009: 75)

25
Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari
penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dalam otak menjadi
informasi hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Maka dari itu, belajar melibatkan otak maka perubahan
perilaku akibatnya juga terjadi dalam otak untuk menyelesaikan masalah
(Purwanto, 2008: 50).

B. Kerangka Berpikir
Pelajaran matematika adalah salah satu pelajaran yang dianggap sulit dan
terkesan membosankan. Peserta didik cenderung takut terhadap pelajaran
matematika. Entah faktor-faktor di atas karena dengan alasan matematika
mempelajari suatu objek yang abstrak, hitungan-hitungan, angka-angka, serta cara
mengajar guru yang membosankan, ataupun sajian buku yang kurang menarik.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
metode sorogan dan Team Teaching ini membuat peserta didik bekerja sama,
sehingga terjadi interaksi yang baik antar peserta didik, atau bahkan dengan guru
sekalipun. Dengan peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
orang secara heterogen dan dengan metode sorogan yang menitikberatkan kepada
kemampuan individu peserta didik yang bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan disampaikan kepada kelompok lain,
membuat adanya saling ketergantungan positif. Dengan metode ini, sebagian besar
aktivitas pembelajaran di dalam kelas dilakukan oleh peserta didik. Sedangkan guru
yang tergabung pada Team Teaching hanya sebagai motivator dan fasiliator bagi
peserta didik. Dengan ini peserta didik sendiri yang menentukan pemecahan
masalah-masalah dalam materi matematika ini sehingga tujuan utama yang ingin
dicapai dalam kegiatan pembelajaran ini yaitu berupa hasil belajar tercaapai. Hasil
belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana peserta didik dapat memahami
materi tersebut. Dengan ini, hasil belajar merupakan prestasi belajar yang dicapai

26
peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu
perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang.
Dalam proses pembelajaran matematika, peserta didik seringkali dihadapkan
persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan dan menuntut peserta didik
untuk menanggapinya melalui kemampuan berpikir, khususnya mengenai konsep
atau prinsip atas objek masalah dalam pemecahannya. Hal ini tentunya berhubungan
dengan aspek kognitif yang merupakan kemampuan peserta didik untuk berpikir dan
memahami materi matematika tersebut.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dengan metode sorogan dan Team Teaching menuntut peserta didik
menemukan pemecahan masalah-masalah dalam materi yang diberikan oleh guru.
Peserta didik hanya memanfaatkan materi yamg diinformasikan sekilas oleh guru.
oleh karena itu, dibutuhkan kemandirian peserta didik. Dengan mencari pemecahan
masalahnya sendiri dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran
yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang
lain, tentunya melatih aspek kognitif peserta didik yang berdomain pada
pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, menerapkan,
menguraikan, mengorganisasikan, merencanakan, dan menilai. Dalam
pembelajaran ini, selain peserta didik dapat mengembangkan kemampuan kognitif,
juga berguna agar peserta didik tersebut dapat bersosialisasi dengan baik. Adanya
interaksi antar peserta didik lebih efektif karena bahasa komunikasi sesama teman
sebaya pun lebih luwes dan lebih menyesuaikan gaya mereka sehingga
penyampaian materi pun lebih efektif dan mudah diterima.
Berdasarkan paparan di atas, maka model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan metode sorogan dan Team Teaching tergantung dengan kemandirian dan
kerjasama antar peserta didik dengan peserta didik yang menjadi pusat
pembelajaran. Guru sebagai motivator dan fasiliator bagi peserta didik sekaligus
pemantau kegiatan pembelajaran ini berlangsung agar kondisi tetap dalam keadaan

27
yang kondusif. Model pembelajaran ini melatih kemandirian peserta didik untuk
berpikir dan memahami materi yang dipelajari serta memecahkan masalah-masalah
dalam materi tersebut dengan caranya sendiri, yang tentunya hal ini berhubungan
dengan aspek kognitif peserta didik. Maka dari itu, dengan ini model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan Team Teaching diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik.

Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Model Pembelajaran Tipe


Jigsaw dengan Metode Sorogan
dan Team Teaching

Hasil Belajar

Aspek Kognitif

C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode
sorogan dan Team Teaching memiliki hasil belajar matematika yang lebih baik
disbanding dengan model pembelajaran yang digunakan oleh kebanyakan guru di
sekolah pada umumnya.

28
29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian adalah SMP Negeri 14 Depok, dengan subjek
penelitian peserta didik kelas 9 semester genap tahun pelajaran 2019/2020.
Penelitian Ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.
Adapun kegiatan penyusunan Proposal sebagai berikut.

Waktu April Mei Juni Juli


No. Tahap
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan

2. Penyusunan
Instrumen

3. Pelaksanaan

4. Analisis Data

5. Pelaporan

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Penelitian
eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variable
tertentu terhadap variable yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat
(Riduwan, 2006: 50). Metode penelitian eksperimen merupakan metode
penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan
dengan baik, maka akan dapat menjawab hipotesis yang berkaitan dengan
hubungan sebab-akibat (Sukardi, 2003: 179).
Penelitian ini menggunakan desain dari penelitian eksperimen semu.
Menurut Budiyono (2003: 82) tujuan penelitian eksperimen semu adalah untuk
memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat
diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak

30
memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang
relevan.
Peneliti menggunakan jenis penelitian eksperimen semu dengan tujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dengan metode sorogan dan Team Teaching terhadap hasil belajar
matematika peserta didik. Pada penelitian ini eksperimen dilakukan dengan
memberikan perlakuan dalam model pembelajaran. Dalam penelitian ini
diambil dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol atau kelas
pembanding. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan (treatment) pada saat
pembelajaran matematika berlangsung dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan Team
Teaching, sedangkan kelas kontrol atau kelas pembanding tidak mendapat
perlakuan khusus. Pola penelitian ini peneliti memberikan post test kepada
peserta didik untuk mengambil nilai hasil belajar matematika.

C. Populasi, Sampel dan Sampling


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IX SMP
Negeri 14 Depok, dengan jumlah peserta didik 30 peserta. Sampel adalah
bagian dari populasi. Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan cara
memilih satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai
kelompok kontrol atau kelompok pembanding.
Adapun teknik pengambilan sampel atau teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive Sampling adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini dilakukan
dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau
daerah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu (Sugiyono, 2011: 85). Tujuan
dari teknik ini dimaksudkan, peneliti memilih sampel atas kepentingan sendiri
atas perimbangan peneliti sendiri juga. Hal ini dilakukan untuk kelancaran
penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengukur hasil belajar siswa
setelah mendapat perlakuan yang berbeda. Pemberian perlakuan dalam
pembelajaran matematika materi bangun datar pada kedua kelompok berbeda.
Pada kelompok eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching, sedangkan kelompok

31
kontrol atau kelompok pembanding dengan metode konvensional atau metode
yang biasa digunakan kebanyakan guru dikelas.
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam melakukan
penelitian ini yaitu dengan teknik tes. Teknik tes ini digunakan peneliti untuk
mengukur hasil belajar matematika materi sifat-sifat bangun datar siswa kelas
IX SMP Negeri 14 Depok..
1. Pengembangan Instrumen Penelitian
I. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar
Instrumen yang ditetapkan peneliti yaitu instrumen untuk mengukur
hasil belajar matematika peserta didik kelas IX SMP Negeri 14 Depok.
Untuk mengukur perbedaan hasil belajar matematika peserta didik kelas IX
SMP Negeri 14 Depok dengan menggunakan model pembelajaran koopertif
tipe Jigsaw dengan metode sorogan dan team teaching dan dengan metode
konvensional, maka peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa tes.
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan
jamak sebanyak 10 butir isian singkat dengan proporsi nilai yang berbeda,
dengan perincian nilai sebagai berikut: Skor 1 untuk jawaban benar dengan
menyebutkan sifat-sifat bangun datar. Skor 2 untuk jawaban benar dengan
menghitung rumus-rumus bangun datar. Skor 3 untuk jawaban benar dengan
soal cerita, dengan ketentuan jika peserta didik tidak dapat menyelesaikan
satu soal dengan keseluruhan, maka skor 1 jika peserta didik dapat rumus
yang tepat dengan soal bangun datar yang telah ditentukan, serta tambahan
skor 1 jika hitungan benar dengan menggunakan rumus tersebut. Skor 0
untuk jawaban salah.

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Tes Matematika Materi Bangun Datar


Kompetensi Dasar Indikator Nomor Butir Jumlah Soal
Menyebutkan sifat-sifat
1,2 2
bangun datar
Mengidentifikasi
Menyelesaikan soal-soal
sifat-sifat dan 3,4,5,6,7 5
mengenai rumus bangun datar
rumus-rumus bangun
datar Menyelesaikan soal-soal cerita
mengenai sifat dan rumus 8,9,10 3
bangun datar

32
Setelah instrumen tes tersusun, instrumen tersebut diuji coba terlebih
dahulu. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat validitas instrumen dan
reliabilitas instrumen.

II. Validitas Instrumen dan Reliabilitas Instrumen


Untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel peneliti melakukan
pengujian validitas dan relibialitas instrumen.
a. Validitas
Sebuah tes dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak
diukur. Yusuf (2014: 234) bahwa validitas suatu instrumen yaitu seberapa
jauh instrumen itu benar- benar mengukur apa (objek) yang hendak
diukur. Pengujian validitas tes ini menggunakan rumus korelasi point
biserial dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
γrbi : koefisien korelasi biserial
Mp : mean (rata-rata hitung) skor yang dicapai oleh peserta yang
menjawab
benar bagi item yang dicari validitasnya
Mt : mean skor total, yang berhasil dicapai oleh seluruh peserta
St : standar deviasi dari skor total
P : proporsi peserta didik yang menjawab benar, dapat dihitung
dengan:
Banyak peserta yang menjawab benar
Rumus p =
Jumlah peserta didik seluruhnya

q : proporsi peserta didik yang menjawab salah (q = 1-p)


(Kasmadi dan Nia, 2014: 157)

Kriteria pengujian apabila rhitung > rtabel dengan α = 0,05, maka instrumen
tersebut valid. Sebaliknya rhitung < rtabel, maka instrument tersebut tidak
valid.

b. Reliabilitas

33
Reliabilitas menunjukkan keterandalan instrumen dalam memperoleh
data. Artinya, kapanpun alat penelitian digunakan akan memberikan hasil
yang relatif sama (Sudjana, 2002: 12).
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen dilakukan dengan
rumus K-R-202, yaitu:

𝑛 𝑆² − Σpq
r11 = ( )( )
𝑛−1 𝑆²

Keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen

p : proporsi peserta yang menjawab benar

q : proporsi peserta yang menjawab salah

𝚺pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : banyaknya item

S : standar deviasi dari tes

E. Teknik Analisis Data


Sebelum melakukan analisis dan pengujian hipotesis, dilakukan uji
persyaratan terlebih dahulu terhadap data mengenai hasil belajar matematika
peserta didik. Kegiatan menganalisis dilakukan setelah data dari seluruh
responden dan sumber data telah terkumpul. Analisis data diperlukan untuk
menguji hipotesis dan menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan
sebelumnya. Uji persyaratan tersebut antara lain uji normalitas dan uji
homogenitas.
1. Pengujian Prasyarat Analisis
I. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel data yang
diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan
yaitu Uji Lilliefors. Berikut rumusnya:
L0 = maksǀF (zi) – S (zi)ǀ

34
dengan
z = 𝑥ᵢ − x 𝑠
F (zi) = P (z < zi)

Keterangan:

xi : angka pada data

zi : transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

F(zi) : probabilitas komulatif normal

S(zi) : probabilitas komulatif empiris

F(zi) : komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi zi,


dihitung dari

Luasan kurva normal mulai dari ujung kiri kurva hingga dengan titik
zi

II. Uji Homogenitas Data


Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol atau kelompok pembanding memiliki
varian yang sama (homogen). Uji homogenitas yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu Uji Fisher, dengan rumus sebagai berikut:
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
F=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

2. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada kenaikan
penguasaan materi dengan metode tersebut. Pengujian hipotesis pada
penelitian ini digunakan uji-t karena data tersebut berdistribusi normal dengan
taraf α = 0,05. Uji-t dogunakan untuk menguji kebenaran hipotesis pada
penelitian ini.
a. Hipotesis Deskriptif

35
Hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nihil (H0) yang dinyatakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan
metode sorogan dan team teaching terhadap hasil belajar matematika
peserta didik SMP Negeri 14 Depok
Ha : Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan
metode
sorogan dan team teaching terhadap hasil belajar matematika peserta
didik SMP Negeri 14 Depok
b. Hipotesis Statististik

Keterangan:

H0 : Hipotesis nihil

Ha : Hipotesis alternatif

µ1 : skor rata-rata nilai kelas eksperimen

µ2 : skor rata-rata nilai kelas kontrol atau kelas pembanding

Teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah statistik parametris


dengan ujiT-test berdasarkan uji normalitas dan homogenitas.

1) Jika data normal dan varians populasi heterogen, maka rumus yang
digunakan:

dengan s adalah standar deviasi gabungan

Keterangan:

36
thitung : distribusi peserta didik
x1 : rata-rata tes data akhir pada kelas eksperimen
x2 : rata-rata data tes akhir pada kelas kontrol atau kelas
pembanding
n1 : jumlah sampel pada kelas eksperimen
n2 : jumlah sampel pada kelas kontrol atau kelas pembanding
2
𝑠1 : varians data kelas eksperimen
𝑠22 : varians data kelas kontrol atau kelas pembanding
S : standar deviasi gabungan

Kriteria pengujian adalah H0 diterima jika thitung < ttabel dengan menentukan
dk = n1 + n2 – 2 taraf signifikan α = 5% dan peluang (1 – α).
2) Jika data normal dan varians populasi homogen, maka rumus yang
digunakan:

t'hitung : distribusi peserta didik


x1 : rata-rata tes data akhir pada kelas eksperimen
x2 : rata-rata data tes akhir pada kelas kontrol atau kelas
pembanding
n1 : jumlah sampel pada kelas eksperimen
n2 : jumlah sampel pada kelas kontrol atau kelas pembanding
2
𝑠1 : varians data kelas eksperimen
𝑠22 : varians data kelas kontrol atau kelas pembanding
S : standar deviasi gabungan

Kriteria pengujian adalah H0 diterima jika t'hitung < ttabel dengan


menentukan dk = n1 + n2 – 2 taraf signifikan α = 5% dan peluang (1 – α).

3) Jika asumsi t-test tidak terpenuhi (data tidak normal) maka digunakan
statistik nonparametris Mann-Whitney U-Test untuk menguji signifikasi
hipotesis komparatif dua sampel independen. Dengan pengujian ini
terdapat dua rumus yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
𝑛₁(𝑛₂ +1)
U1 = 𝑛₁𝑛₂ + − 𝑅₁
2

37
dan

𝑛₁(𝑛₂ +1)
U2 = 𝑛₁𝑛₂ + − 𝑅₂
2

Nilai U yang diambil adalah nilai U yang terkecil. Rumus yang


digunakan untuk memeriksa ketelitian perhitungan, yaitu sebagai
berikut:

Uterkecil = n1n2 + Uterbesar

Keterangan:

n1 : jumlah sampel 1

n2 : jumlah sampel 2

U1 : jumlah peringkat 1

U2 : jumlah peringkat 2

R1 : jumlah rangking pada sampel n1

R2 : jumlah rangking pada sampel n2

Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika Uhitung ≥ Utabel (α ; n1 ; n2)

H0 ditolak jika Uhitung ≤ Utabel (α ; n1 ; n2)

Catatan:

Untuk pasangan data lebih besar dari 20 (n > 20), maka pengujiannya
menggunakan nilai Z pada nilai uji statistiknya.

𝑈−𝐸(𝑈)
Z =
𝑈
𝑛₁𝑛₂
E (U) =
2

38
Langkah-langkah pengujiannya sama dengan langkah-langkah
pengujian sebelumnya menggunakan distribusi Z.

39
TES HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MATERI BANGUN DATAR


A. Identitas responden

Nama : ……. Tanggal : …….


Kelas : ……. Jenis Kelamin : L/P

B. Isilah pertanyaan dibawah ini dengan tepat.


1. Perhatikan pernyataan berikut ini.
I. Setiap pasang sisi berhadapan sejajar
II. Sisi berhadapan sama besar
III. Kedua diagonal berpotongan di titik tengah masing-masing
IV. Kedua diagonal saling tegak lurus
Dilihat dari sifat-sifat bangun datar diatas, bangun datar apa yang dimaksud.

2. Sebutkan minimal 3 sifat-sifat bangun datar jajargenjang.

3. Perhatikan gambar persegi panjang ABCD berikut.


A 13 cm B

Telah diketahui Luas Persegi Panjang tersebut 91 cm2 dan panjang 13 cm.
Tentukan lebar pesegi panjang tersebut.

4. Perhatikan gambar dibawah ini.

40
Berdasarkan gambar diatas, tentukan luas segitiga tersebut.

5. Sebuah jajar genjang memiliki alas 12 cm dan tingginya 8 cm. Luas


jajargenjang tersebut adalah…cm2.

6. Diketahui suatu layang-layang memiliki luas 221 cm2. Jika panjang salah
satu diagonalnya adalah 17 cm, maka panjang diagonal satunya adalah ....
cm.

7. Luas bangun dibawah ini adalah…cm2.

8. Pak Edi memiliki sebidang kebun berbentuk persegi dengan luas 256 cm2.
Tentukan berapa panjang sisi sebidang kebun tersebut.

9. Selembar kertas berbentuk belah ketupat dengan panjang diagonal 1 = 48


cm dan panjang diagonal 2 = 36 cm. Panjang setiap sisinya adalah 30 cm.
Tentukan luas dan keliling belah ketupat tersebut.

10. Raizel mengelilingi lapangan yang berbentuk jajargenjang dengan panjang


alas 120 meter dan panjang sisi 80 meter. Jika Raizel berlari sebanyak 2
kali putaran, maka jarak yang ditempuh Raizel adalah .... meter.

41
42
KUNCI JAWABAN DAN PEMBAHASAN

1. Persegi Panjang

2. - Sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang


- Sudut-sudut yang berhadapan sama besar
- Jumlah besar sudut yang berdekatan adalah 180°
- Kedua diagonalnya berpotongan, masing-masing terbagi dua sama panjang

3. Persegi Panjang ABCD


Luas (L) = 91 cm2
Panjang (p) = 13 cm
Maka,
Lebar Persegi Panjang (l):
L = pxl
91 = 13 x l
91
l = = 7 cm
13

4. Segitiga ABC
Alas (a) = 5 cm
Tinggi (t ) = 14 cm
Maka,
Luas Segitiga
1
= at
2
1
= x 5 x 14
2
= 35 cm2

5. Diketahui panjang alas = 12 cm Ditanyakan Luas?


L= axt
= 12 x 8 = 96 cm2

6. Diketahui luas =
192 cm2,
diagonal 1 =
12 cm
Ditanyakan d2?

43
L = ½ x d1
x d2
192 = ½x
12 x d2
192 = 6 x d2
192
d2 = 6
=
16 cm

7. Diketahui
Tinggi (t) =
9 cm
Sisi a =
14 cm
Sisi b =
28 cm
Maka Luasnya,
L = ½ x (a
+ b) x t
L = ½x
(14 + 28) x 9
L = ½x
378
L = 189
2
cm

8. Kebun berbentuk Persegi


L = 256 cm2
Maka panjang sisi kebun tersebut,
L = sxs
L = s2
√𝐿 = s
256 = sx s
256 = s2
√256 = 16 cm

9. Diketahui d1 =
48 cm, d2 = 36

44
cm, panjang sisi
= 30 cm
Ditanyakan luas
dan keliling ?
L = ½ x d1 x d2
L = ½ x 48 x 36
L = 864 cm2

K=4xs
K = 4 x 30
K = 120 cm
Jadi, luas dan keliling belah ketupat tersebut adalah 864 cm2 dan 120 cm.

10. Diketahui panjang alas = 120 m, panjang sisi satunya = 80 m, banyaknya


putaran = 2. Ditanyakan jarak tempuh?
Untuk mengetahui jarak tempuh, kita harus menghitung keliling
lapangan. K = 2 x (a + b)
K = 2 x (120 m + 80 m)
K = 400 m
Jarak tempuh = K x banyaknya putaran
Jarak tempuh = 400 x 2 = 800 meter.

DAFTAR PUSTAKA

45
Amri, S. dan Ahmadi, I. 2010. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif Dalam
Kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.
Anwar, Ali. 2011. Pembaharuan Pendidikan di Lirboyo Kediri. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Arends. 1997. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beriorentasi Konstruktivitis.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arjanggi, Ruseno dan Suprihatin, Titin. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Teman
Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasarkan Regulasi-Diri. Jurnal
Sosial Humaniora. 14(2): 96.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2010. Pengenalan Dan Pelaksanaan Lengkap Micro
Teaching & Team Teaching. Yogyakarta: Diva Press.
Depdiknas. 2006. Bunga Rampai Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (SMA,
SMK, dan SLB). Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta:
Depdiknas.
Djafar, Tengku. 2001. Konstribusi Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Andi.
Ibrahim, Muhsin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Isjoni dan Ismail, Arif. 2012. Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Isjoni. 2007. Cooperatf Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
Isjoni. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Press.
Majid, A dan Firdaus, A.S. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar.
Bandung: Pustaka Parahyangan.

46
Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi.
Bandung: Rosda.
Purwanto, Ngalim. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Surakarta: Pustaka Pelajar.
Qomar, Mujamil. 2005. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.
Rosita, Ita dan Leonard. 2015. Meningkatkan Kerja Sama Siswa Melalui
pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share. Jurnal Formatif. 3(1): 2.
Rukmini, Sri, dkk. 1995. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan
Penerbitan (UPP) UNY.
Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta:
Quantum Teaching.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematikadi Indonesia, Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sudirman. 1992. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sutikno, Sobry. 2014. Metode & Model-Model Pembelajaran. Lombok: Holistica.
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Beriorentasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Yunita, Inti dan Maryamah. 2016. Penerapan Metode Mengajar Beregu (Team
Teaching) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Mata

47
Pelajaran SKI di MI Muhammadiyah Ulak Lebar Kecamatan Ulu Ogan
Kabupaten OKU. Jurnal Ilmiah PGMI. 2(1): 95-106.

48

Anda mungkin juga menyukai