Anda di halaman 1dari 12

19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

WBL/85/WP - 13
KUALITAS AIR DALAM BUDIDAYA LAUT
Oleh

Kasijan Romimohtarto1)

1. PENDAHULUAN

Budidaya laut merupakan salah satu usaha perikanan dengan cara pengembangan sumber-dayanya
dalam area terbatas baik di alam terbuka maupun tertutup. Tempat untuk budidaya laut, demikian
pula untuk air tawar, harus mempunyai fasilitas alami tertentu, terutama persediaan air yang sangat
cukup, dengan suhu, salinitas dan kesuburan yang sesuai (BARDACH et al. 1972 ). Dalam hal ini
penting diperhatikan pula bahwa pengusaha budidaya menjalankan pengawasan melalui pemilikan,
hak sewa menyewa atau cara lain untuk menjalankan pengawasan. Di Laut sistem demikian
menimbulkan masalah, karena orang masih mempunyai pandangan bahwa laut adalah milik kita
bersama.

Sementara itu masalah penyediaan air bagi budidaya laut tidak sulit dan bahkan tidak ada. Hal ini
tentunya berbeda dengan budidaya air tawar dan air payau yang dalam banyak hal harus
memperhatikan tersedianya sumber air seperti sungai, danau, atau pasang surut yang mengatur
secara alami keluar-masuknya air dari laut. Namun pertama-tama sangat diperlukan adalah kualitas
air yang cocok bagi kehidupan normal yang dibudidaya. HICKLING ( 1962 ) menyebutkan misalnya
bahwa dalam kolam ikan, air yang bersifat netral atau basa nampak lebih produktif daripada air
bersifat asam. Air laut normal selalu bersifat basa dan kondisi demikian diperlukan bagi kehidupan
biota laut. Faktor-faktor lain yang mensifati kualitas air laut antaranya adalah salinitas, suhu dan
kandungan oksigen.

Dalam era pembangunan Indonesia sekarang ini, idustri berkembang dengan pesat sementara
penduduk pun bertambah dengan pesat pula. Perkembangan industri telah membawa kita ke
kehidupan yang lebih baik daripada di masa-masa silam. Sementara itu pertambahan penduduk
memberikan persediaan tenaga kerja yang melimpah. Namun dibalik itu dampak negatif sudah mulai
terasa di beberapa sektor kegiatan, diantaranya adalah budidaya laut. Industri di darat maupun di
pantai telah menghasilkan limbah yang tak terkendalikan sehingga menghasilkan pencemaran air
yang sebagian terbawa ke laut. Demikian pula pertambahan penduduk telah pula menimbulkan
pemukiman-pemukiman yang tak sehat, baik di kota maupun di pantai. Dari kegiatan penduduk yang
demikian dihasilkan pula limbah rumah tangga yang ikut mencemari laut melalui sungai-sungai atau
langsung.

Dari keadaan di atas maka persyaratan kualitas air untuk budidaya laut ataupun budidaya air tawar
yang dimasa silam tidak melibatkan banyak parameter, sekarang harus dimasukkan pula berbagai
jenis bahan pencemar sebagai pertimbangan.

Makalah ini disajikan untuk memberikan gambaran tentang kualitas air laut yang diperlukan untuk
suatu usaha budidaya laut, agar nantinya tidak timbul masalah yang menghambat usaha budidaya
laut dan mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki.
1) Lembaga Oseanologi Nasional - LIPI.

BEBERAPA SIFAT OSEANOGRAFI PERAIRAN SELAT SUNDA

Untuk memberi gambaran singkat tentang kondisi perairan terdekat dimana workshop ini
diselenggarakan, berikut disajikan catatan tentang beberapa sifat perairan Selat Sunda sebagai hasil
dari beberapa penelitian selama periode 1927 sampai 1982 ( BIROWO, 1983).

Sifat Angin

Sifat cuaca di Selat Sunda, seperti halnya di perairan Indonesia umumnya dipengaruhi oleh angin
musim. Pada musim tenggara (April - September) angin berhembus ke arah barat laut dan pada

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 1/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

musim barat laut ( November - Maret ) angin berhembus ke arah tenggara mengakibatkan terjadi
perubahan-perubahan cuaca yang agak teratur di Selat Sunda.

Arah dan kecepatan angin bulanan singkatnya sebagai berikut :

April dan Mei - angin berhembus kebanyakan dari selatan dengan kecepatan 4 sampai 10 knot.

Juni, Juli dan Agustus - angin umumnya berhembus dari timur dan tenggara dengan kecepatan 4
sampai 10 knot. Pengamatan cuaca di Bakauheni pada Juni dan Juli menunjukkan arah angin
dari timur, selatan dan tenggara dengan kecepatan 7 knot.

September, Oktober dan Nopember - angin sering berhembus dari utara dan timur dengan kecepatan
4 sampai 16 knot. Catatan dari Anyer pada 1979 menunjukkan angin bertiup kebanyakan dari
timur dan tenggara pada Oktober dan Nopember dengan kecepatan 3 – 10 knot.

Desember, Januari dan Pebruari - Berturut-turut angin lebih banyak berhembus dari barat-baratdaya,
barat dan berat - barat laut dengan kecepatan 10 sampai 20 knot.

Keadaan Ombak.

Keadaan laut di Selat Sunda pada umumnya agak tenang atau sedang. Selama musim barat, antara
bulan Oktober dan Maret keadaan laut lebih berombak daripada bulan-bulan yang lain. Dalam
periode ini tinggi ombak dapat mencapai 1,5 sampai 2 m. Pada musim timur, antara April dan
September ombak biasanya lebih kecil, antara 0,5 – 1 m. Keadaan laut yang paling tenang biasanya
terjadi bulan-bulan April, Mei dan Juni dengan tinggi gelombang kurang daripada 0,5 m.

Pasang surut dan arus.

Sifat pasang -surut Selat Sunda adalah campuran, condong ke harian ganda. Dua kali pasang dan
dua kali surut terjadi dalam satu hari bulan secara tak teratur. Perbedaan pasang surut biasanya lebih
daripada 1 m.

Arus di Selat Sunda kadang-kadang kuat, akan tetapi pertukaran air antara Samudera Hindia dan
laut Jawa lemah, ini disebabkan oleh keadaan mulut selat bagian utara yang sempit dan dangkal.
Arah aliran massa air di selat merupakan percampuran antara arus pasang - surut dan arus musim.
Arahnya pada sebagian besar waktu setahun adalah barat daya, yakni menuju ke Samudera Hindia,
tetapi dalam bulan Nopember terjadi arah yang berlawanan yakni barat laut. WYRTKI ( 1961 )
menjelaskan terjadinya arus yang hampir selalu ke barat daya disebabkan oleh adanya gradien
permukaan laut ke arah Selat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya hubungan yang erat antara aliran
mendatar dan perbedaan permukaan laut antara Tanjung Priok di pantai utara Jawa dan Pelabuhan
Ratu di pantai selatan Jawa. Kecepatan arus yang pernah diukur di selat bagian utara dalam bulan-
bulan Nopember dan Desember, di permukaan dan di dekat dasar menunjukkan kekuatan yang
hampir sama. Dilapisan permukaan 0.95 m/detik dan di dekat dasar, 0,83 m/detik. Pengukuran di
lokasi lain dari bagian selat ini menunjukkan kecepatan maksimum pada permukaan laut 1,89 m/detik
dan pada lapisan dekat dasar 1.78 m/ detik dengan arah yang hampir sama yankni timur laut.
Pengaruh arus pasang - surut di selat ini lebih kuat daripada arus angin dan arus musim.

Suhu dan salinitas

Suhu dan lapisan di permukaan laut di Selat Sunda, seperti di perairan Indonesia lainnya tidak
banyak bervariasi dari bulan ke bulan. Ia berkisar antara 28,0°C dan 29,5°C.Tinggi rendahnya suhu
lapisan permukaan ini berkaitan dengan interaksi antara udara dan air laut. Pada musim barat dan
timur, angin kencang menyebabkan penguapan yang melebihi kemampuan penyinaran, berakibat
turunnya suhu. Udara basah yang terjadi pada musim barat memperkuat pendinginan. Pada musim
peralihan penyinaran melebihi penguapan, berakibat pemanasan air permukaan laut. Sampai
kedalaman 100 m, suhu homogen.

Salinitas permukaan di selat bagian utara biasanya lebih rendah daripada di bagian selatan. Salinitas
Selat Sunda bervariasi dari 31,5 sampai 33,5 ‰. Rendahnya salinitas permukaan di selat bagian
utara disebabkan oleh masuknya massa air dari laut Jawa ke selat hampir sepanjang tahun.

Salinitas dekat dasar di selat bagian selatan juga lebih tinggi daripada di bagian utara. Biasanya di
bagian selatan lebih tinggi dari 34 ‰ dan di bagian utara lebih rendah dari 33,0 ‰.

PENGARUH FAKTOR FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP BUDIDAYA LAUT

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 2/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Budidaya laut adalah budidaya biota laut yang hidup dalam air laut. Ini berarti bahwa air laut
merupakan medium dimana biota laut tersebut hidup, tumbuh dan berbiak lebih baik daripada rekan-
rekannya yang tidak dibudidayakan.

Cara mengusahakan budidaya laut secara mudahnya dapat dibagi menjadi budidaya ekstensif, yakni
pemeliharaan biota laut di suatu perairan yang cukup laus dengan padat peneberan yang rendah.
Biota yang dibudidayakan dapat disediakan dari suatu sumber (pembenihan, pengumpulan dari
alam) atau dari populasi alami yang masuk ke sistem dalam bentuk burayak atau juwana. Mereka
biasanya hidup dari makanan alami. Contohnya adalah budidaya kerang, tiram dan rumput laut.
Budidaya intensif dilakukan dengan padat penebaran tinggi dalam suatu lingkungan sempit seperti
kurungan atau, kolam pembenihan dengan sistem air mengalir untuk memperoleh volume air
sebesar-besarnya guna persediaan zat asam dan pengangkutan kotoran. Binatang yang dibudidaya
dapat diberi makanan buatan dalam bentuk pelet. Seluruh sistem harus secara teliti diawasi dan
dipantau. Contoh yang sudah mencapai teknologi canggih adalah pembenihan ikan trout dan salmon
di Amerika Serikat dan di Eropa. Di Taiwan terdapat juga kategori ini, yakni budidaya bandeng.

Dalam kedua jenis budidaya tersebut air laut merupakan kebutuhan pokok, baik kuantitas maupun
kualitas. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas air akan mempengaruhi pula keberhasilan
budidaya.

Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan biota laut yang
dibudidaya adalah seperti di bawah ini.

Suhu

Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat
reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan
reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik
sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu
cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada
jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan.

Hubungan antara suhu dengan waktu inkubasi telur bandeng telah ditunjukkan CHING-MING ( 1984 )
dalam pembenihan bandeng di Taiwan. Gambar 1 menunjukkan bahwa makin tinggi suhu air
penetasan, makin cepat waktu inkubasi. Pada suhu 29°C waktu inkubasi 27 – 32 jam dan pada suhu
31,50 C waktu inkubasi 20,5 – 22 jam.

Di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar; suhu permukaan laut
Nusantara berkisar antara 27° dan 32°C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut
di perairan Indonesia. Suhu alami tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang atas penyebab
kematian biota laut. Oleh karena itu peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat menimbulkan
kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut. GESAMP (1984) menyatakan bahwa
kisaran suhu di daerah tropis sedemikian rupa sehingga banyak organisme hidup dekat dengan
batas suhu tertinggi.

Gambar 1. Hubungan antara suhu air dan waktu inkubasi (LIN) 1984 menurut CHING-MING (1984).
http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 3/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Telaah tentang pengaruh suhu pada biota tropis menunjukkan bahwa suhu sekitar 35° adalah kritis
atau mematikan. Tabel 1 menunjukkan berbagai pengaruh kenaikan suhu pada beberapa biota laut
tropis. Suhu kritis tertinggi adalah 40,5°C yang menyebabkan kematian mendadak bintang mengular
(Ophiuroid) di Florida. Ikan-ikan laut di Teluk Thailand baru mati pada suhu 34–37,5°C.

Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap beberapa biota laut tropis


Jenis Δt Suhu
Lokasi Dampak
biota °C Kritis
Bakau Florida Selatan 5° Fotosintesa bersih bertahan -
Rhizopora Teluk Guayanila 8 –
Gagal memulihkan kembali -
mangle Puerto Roco 10°
Bakau - - - 37 – 38°
Florida -
Thalassia - 33 – 34°
Teluk Tampa 4–
Lamun Kerusakan ladang -
Florida 5°
4–
Thalassia Florida Kerusakan parah sampai penggundulan ladang

Turkey po-nt,
Algae - Kematian 34°
florida
7–
Algae California Pergeseran komposisi komunitas sampai eliminasi
10°
Caulerpa
Guam 2° Respirasi lipat dua 34°
racemosa
La parguera,
Algae 6° Kematian 35°
Puerto Rico
Teluk Tampa, Berlawanan dengan tingkat suksesi permulaan dengan
Algae 3°
Florida gang-gang hijau-biru dominan
Teluk Biscayne
Acartia tonsa - - 34 – 37°
Selatan Florida
Copepoda Florida - Kematian massal 30°
Binatang Teluk Biscayne, 37,5 –
- Kematian segera
mengular Florida 40,5°
Echinometra
Guam - Perkembangan dan fertilisasi terhambat 34–36°
mathaei
Linkya Guam - Metabolisme terganggu 36°
Acanthaster
- Kematian permulaan 33°
planci
5–
Makrobentos Puerto Rico Penghapusan -
10°
Komunitas Teluk Guayanilla
- Jumlah spesies berkurang
akar bakau Puerto Rico
Karang Hindia Barat - - 36°
Kahe Point, 3–
Karang Kehilangan pigmen zoo zanthella dan mortalitas tinggi -
Hawaii 4°
Ocyrus
- Kematian 33,5 – 34°
chrysurus
Ikan laut Teluk Thailand - Kematian permulaan 34 – 37,5°

(Sumber dari GESAMP 1984. Referans dihilangkan)

Salinitas

Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui
pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik.

Jenis-jenis biota perenang ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang
berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis, yang hidup di dasar laut
(bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya.

Salinitas menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam sel-sel
biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Kalau sel-sel itu
http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 4/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

berada di lingkungan dengan salinitas lain maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk
menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan binatang
estuarin penurunan salinitas permulaan biasanya dibarengi dengan penurunan salinitas dalam sel,
suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata.

Cara-cara osmoregulasi meliputi perlindungan luar dari perairan sekitarnya, perlindungan membran
sel, mekanisme ekskresi untuk membuang kelebihan air tawar dan sel dari badan. Kemampuan
untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok bintang
beraneka ragam dari protozoa sampai ikan.

Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin).
Contohnya Chanos chanos (bandeng), Mugil (belanak) dan Tilapia (mujair). Salinitas yang tak
sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan. Kerang hijau, kerang darah
dan tiram adalah jenis-jenis kerang yang hidup di daerah estuaria. Variasi salinitas alami estuaria di
Indonesia berkisar antara 15–32‰. Hasil penelitian kerang hijau memberikan petunjuk bahwa
salinitas yang 15‰ dapat menyebabkan kematian kerang tersebut. Keberhasilan benih kerang darah
untuk menempel pada kolektor tergantung pada salinitas. Pada salinitas 18‰, keberhasilan
menempel lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah
daripada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah. Kerapu dan beronang dapat hidup di daerah
estuaria maupun daerah terumbu karang. Ikan kakap hidup diperairan pantai dan muara sungai.
Rumput laut hidup di daerah terumbu karang. Pada umumnya salinitas alami perairan terumbu
karang di Indonesia 31‰.

Kekeruhan (siltasi)

Siltasi tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena
menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa.

Kadar oksigen terlarut

O2 terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam
tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali;
lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O2
yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O2 yang rendah
sekali tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah udara di
atasnya, proses fotosintese dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tak ber - O2 selalu jarang
terdapat disamudera. O2 dihasilkan oleh proses fotosintesa dari binatang dan tumbuh-tumbuhan dan
diperlukan bagi pernafasan.

Menurunnya kadar O2 terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O2 oleh biota laut, sehingga
dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam ling-kungannya. Kadar O2
terlarut di perairan Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

pH (derajat keasaman)

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH.
Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem
penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari
lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan
biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan,
burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah
perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami
dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

Unsur hara

Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang terdapat
dalam air laut dalam jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak perlu dipertimbangkan
sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur “trace” menjadi penting, tapi ini terjadi
sangat jarang sekali dibanding dengan di darat.

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 5/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N : 1 at P.
Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air
berubah.

PO4 : P bisa oerada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya dalam bentuk
butiran dan larutan. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan dilepaskan
kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk butiran atau larutan. Umumnya
kekurangan fosfat dalam laut mempengaruhi fotosintesa dan pertumbuhan sama besarnya.

NO3 : Samudera mendapatkan dari udara bukan saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4,
pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh
kepekatan NO3 dalam air.

Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom mengambil sejumlah besar Si dari laut dan kekurangan
kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.

Faktor-faktor lingkungan lain yang penting diperhatikan adalah penyinaran matahari, gelombang dan
arus.

Penyinaran

Sinar mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan beraneka gejala, termasuk penglihatan,
fotosintesa, pemanasan dan perusakan aktinik. Mata adalah sensitip terhadap kekuatan sinar yang
berbeda-beda. Binatang-binatang mangsa mudah mengetahui pemangsanya pada terang bulan
daripada gelap bulan.

Dalam hubungannya dengan fotosintesis, intensitas dan panjang gelombang sinar sangat penting.
Alga hijau Enteromorpha kecepatan fotosintesanya tinggi pada sinar merah, sangat kurang pada
sinar biru, dan sangat rendah pada sinar hijau. Bentuk-bentuk yang hidup di laut dalam cenderung
untuk menggunakan sinar-sinar dengan spaktrum hijau dan biru. Karena sifat sinar yang masuk air,
spektrum merah lebih banyak diserap air dalamperjalanan ke bawah air.

Pada kebanyakan tanaman, sinar matahari penuh terlalu kuat dan bahkan mungkin letal. Untuk
fotosintesa optimum sinar adalah kurang dari sinar matahari penuh.

Pengaruh panas sinar matahari terhadap lingkungannya hanya penting di mintakat litoral (pasang-
surut). Kerena air dalam bagian merah dari spektrum cepat diserap. Tapi masih belum diketahui
apakah pengaruh sinar di tempat dangkal ini akibat kenaikan suhu atau pengeringan.

Sinar punya pengaruh buruk juga yakni violet dan ultra ungu di spektrum. Diantara reaksi fotokimia
yang menyangkut pengaruh ini adalah pemecahan dengan cepat vitamin-vitamin-tertentu dengan
adanya sinar. Sinar ultra violet cepat sekali diserap oleh air sehingga menjadi tidak penting.

Gelombang

Secara ekologis gelombang paling penting di mintakat pasang surut. Di bagian yang agak dalam
pengaruhnya mengurang sampai ke dasar, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran
udara dan agak dalam.

Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa bumi dan gunung
meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat penghancur. Biota yang hidup di
mintakat pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap pukulan gelombang. Gelombang
dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya. Ia diduga juga mengubah bentuk karang-
karang pembentuk terumbu. Gelombang mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga
memulai proses pertukaran gas.

Arus

Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat
mengakibatkan ausnya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel
dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat
mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan
binatang. Juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan
karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut
penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 6/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk
sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi
penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir
yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai
kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup
menempel seperti teritip (Belanus spp) dan kerang hijau (My tilus viridis).
Pada kira-kira 1½ dekade yang lalu faktor-faktor lingkungan yang diuraikan di atas cukup untuk
diperhatikan dalam menilai kualitas air untuk budidaya laut. Akan tetapi dengan cepatnya
pertambahan penduduk dan digalakkannya industrialisasi di negara kita, maka dalam sepuluh tahun
terakhir ini telah timbul pencemaran air dan pencemaran laut, karena masuknya limbah industri dan
limbah rumah tangga yang tak terkendalikan ke dalam lingkungan akuatik.

Sekarang dalam menilai kualitas air untuk budidaya tidak cukup hanya memperhatikan faktor-faktor
yang telah diuraikan. Bahan-bahan pencemar yang dapat menurunkan kualitas air harus
diperhatikan. Bahan-bahan pencemar tersebut yang dapat menurunkan kualitas air dan
membahayakan kehidupan biota laut diterangkan di bawah ini yang dihimpun dari KLH (1984).

Bakteri

Kehadiran bakteri Escherichia coli ada kaitannya dengan kehadiran bakteri dan virus patogen.
Bakteri dan virus patogen dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh biota, terutama pada saluran
pencernaannya. Berbeda dengan jenis-jenis ikan, jenis-jenis kerang yang dimanfaatkan sebagai
bahan makanan adalah seluruh bagian tubuhnya yang lunak, termasuk saluran pencernaannya. Oleh
karena itu kemungkinan penularan bakteri dan virus patogen melalui jenis-jenis kerang lebih besar
dibandingkan melalui ikan. Dengan demikian jumlah E. coli dalam air untuk budidaya kerang lebih
diperhatikan dari pada dalam air untuk budidaya ikan dan rumput laut yang tidak dimakan mentah.
Escherichia coli ( E. coli ) yang kadarnya 1000/100 ml dapat memberi petunjuk adanya bakteri
patogen.

Senyawa - Senyawa fenol

Limbah senyawa fenol dalam perairan dapat merugikan karena :

1. Menimbulkan keracunan pada ikan dan biota yang menjadi makanannya.


2. Menguras oksigen dalam air. Hal ini disebabkan penguraian senyawa-senyawa fenol oleh
mikro - organisme membutuhkan jumlah oksigen yang banyak.
3. Menimbulkan rasa tak sedap pada daging ikan.

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam air laut berasal dari limbah rumah tangga, industri dan
pertanian. Senyawa-senyawa fenol pada kadar yang tinggi dapat bersifat toksik, tetapi masalah
utama yang dapat ditimbulkan adalah rasa dan bau. Air yang mengandung fenol = 0,001 ppm tidak
mempunyai rasa dan bau, tetapi fenol pada kadar tersebut sangat sukar untuk dideteksi.

Pestisida

Semua pestisida bersifat racun bagi manusia maupun organisme hidup lainnya. Sebagian pestisida
bersifat persisten, misalnya organofosfat dan karbamat. Pestisida yang bersifat persisten umumnya
lebih berbahaya, karena sukar untuk dikeluarkan setelah berada didalam jaringan tubuh. Gejala
keracunan organoklorin umumnya sama, hanya berbeda dalam tingkat keparahan. Dalam kasus-
kasus ringan, dapat menimbulkan sakit kepala, pusing-pusing, iritasi yang berlebihan (hyperirritability)
dan rasa cemas. Dalam kasus-kasus berat, dapat menimbulkan fasikulasi otot yang merambat dari
kepala, tangan dan kaki, diikuti dengan kejang-kejang yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Polychlorinated Biphenyls (PCB)

Polychlorinated Biphenyls terdiri dari senyawa-senyawa bifenil yang mengandung l sampai 10 atom
klor, sukar larut dalam air, mudah larut dalam lemak, minyak dan pelarut-pelarut non solar lainnya.
PCB sukar mengalami penguraian, baik karena pengaruh panas maupun secara biologis. Ia
mempunyai sifat dan struktur kimia yang hampir sama dengan pestisida. PCB dapat menyebabkan
kulit terluka dan menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mempunyai efek sekunder pada proses
reproduksi (reproductive processes). Senyawa-senyawa PCB dapat bersifat “lethal” bagi organisme
perairan. Organisme laut lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa PCB dibanding organisme air
tawar. Mereka dapat menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mengurangi steroid, termasuk
hormon kelamin.

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 7/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Logam berat

Secara alamiah unsur-unsur logam berat terdapat di alam, namun dalam jumlah yang sangat rendah.
Dalam air laut kandungan logam berat berkisar antara 10-5 - 10-2 ppm. Pada umumnya logam berat
dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi pada
kadar tertentu bersifat racun bagi organisme perairan. Dalam jumlah yang besar, akan bersifat racun.
Toksisitas logam berat ini tergantung pada kadar dan bentuk senyawa. Contonya Cr dapat
meninggikan kepekaan pada kulit. Tetapi air dengan kadar Cr = 0,05 ppm sangat kecil
kemungkinannya untuk dapat menimbulkan penyakit. Disamping itu toksisitas juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan perairan tersebut, seperti pH, salinitas, suhu, DO dan adanya faktor sinergis dan
antagonis dari beberapa unsur dan lain-lainnya.

Radio - nuklida

Radionuklida adalah unsur-unsur yang dapat memancarkan sinar-sinar radioaktif. Radionuklida yang
memancarkan sinar α dan β sangat berbahaya bagi jaringan tubuh. Radionuklida ini bisa terdapat
dalam air dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia, menyebabkan beberapa jenis penyakit,
seperti kanker tulang dan leukemia.

Chemical Oxygen Demand ( COD )

Merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat
organik yang terdapat dalam air laut :

a. berasal dari alam atau buangan domestik, industri dan pertanian.


b. ada yang mudah diuraikan dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme
c. umumnya bersifat toksik, sehingga membahayakan kehidupan organisme perairan.

BOD5

BOD5, yakni banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat
organik yang terdapat dalam air selama 5 hari, menggambarkan banyaknya zat organik mudah
terurai oleh kegiatan biokimia dalam suatu perairan. Air dengan nilai BOD yang tinggi kurang baik
untuk budidaya.

Senyawa organik

NH3-. Toksisitas NH3 dalam air laut lebih tinggi dibandingkan dalam air tawar. Hal ini disebabkan air
laut bersifat basa. Kandungan oksigen dan karbon dioksida dalam air laut dapat mengurangi
toksisitas amoniak (NH3).

H2S- Gas H2S yang terdapat dalam air laut berasal dari limbah perkotaan dan industri. Disamping
itu juga berasal dari hasil proses penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Toksisitas
H2S tergantung pada pH air laut. Semakin rendah pH air laut semakin tinggi toksisitas H2S.
Pada kadar 0.05 ppm sudah bersifat fatal bagi organisme-organisme yang sensitif seperti
ikan “trout” (ikan forel).

CN- Radikan sianida banyak terdapat dalam limbah industri. Toksisitas sianida sangat dipengaruhi
oleh oksigen terlarut, pH dan temperatur perairan. Dalam bentuk bebas (HCN dan CN )
sangat beracun. Pada kadar 0,01 ppm sudah bersifat fatal bagi beberapa jenis ikan yang
sensitif.

Warna

Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun non-biologis.
Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari
proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn,
dan lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang
menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna tertentu/dapat mengurangi proses
fotosintesa serta dapat menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis
bentos.

Minyak bumi

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 8/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Minyak bumi lebih ringan daripada air laut dan di permukaan laut minyak ini menyebar. Kecepatan
penyebaran tergantung pada volume dan viskositas. Ketebalan lapisan minyak bumi yang tertumpah
di laut dapat berkisar antara 3 – 300 m. Sebanyak 10.000 ton minyak dapat menyebar dengan radius
antara 55 mm sampai 5 ½ km (WISAKSONO 1978).

Oksigen dari udara dapat terhalang masuk ke laut karena lapisan minyak. Namun minyak setebal 1
mm tidak akan mengurangi melarutnya O2 ke dalam air laut.

Minyak bumi dapat tenggelam di dasar laut oleh penguapan di permukaan air sehingga tertinggal
fraksi-fraksi yang lebih berat dari air laut. Selain itu suhu, salinitas, pH, angin, reaksi dengan zat-zat
lain dapat pula merubah berat jenis.

Tumpahan minyak di laut dapat mempengaruhi biota laut atau pantai langsung maupun tidak
langsung. Kecelakaan tanker “Torry Canyon” di British Channel pada tahun 1967 telah menyebarkan
minyak ke pantai Cornwall, Inggris, dan membunuh banyak burung-burung penyelam. Minyak
tersebut telah menyebabkan ikan-ikan tak termakan karena bau minyak. Baru 6 minggu sesudahnya
bau itu hilang. Jika kontaminasi minyak tidak terlalu lama maka pengaruh letal menjadi kurang
penting.

Dalam minyak bumi terdapat berbagai jenis logam seperti Vanadium Nikel, Tembaga, besi, Seng,
Titan dan lain-lainnya yang kadarnya bervariasi sampai ratusan ppm. Dalam kadar tinggi dapat
beracun.

PERSYARATAN KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA LAUT

Dampak negatif dari faktor-faktor lingkungan, khususnya yang diakibatkan oleh zat-zat pencemar,
terhadap kehidupan biota laut, terutama yang dibudidayakan, memaksa kita untuk menentukan
persyaratan persyaratan kualitas air yang nampaknya cukup rumit dan kadang-kadang sulit untuk
dipenuhi.

DITJEN PERIKANAN (1982) telah menerbitkan petunjuk teknis budidaya laut untuk berbagai jenis
biota. Tercantum didalamnya persyaratan kualitas air yang terdiri dari 6 parameter (Tabel 2).

Tabel 2. Persyaratan Kualitas Air untuk Budidaya Laut (Sumber Direktorat Jendral
Perikanan 1982)
Kerang hijau Kerang darah/bulu Tiram Rumput laut
Parameter
Dept. Pertanian GSA Dept. Pertanian Dept. Pertanian Dept. Pertanian
1. DO (mg/1) 3–8 - 2–8 2–8 3–8
2. pH 6,5 – 9 - 6,5 – 9 6,5 – 9 6,5 – 8

3. Salinitas (5‰) 26 – 35 30 – 31 18 – 30 15 – 35 32

4. Suhu (°C) 15 – 32 20 – 29 15 – 31 15 – 32 27 – 30
5. Nitrat (mg/1) 2,5 – 3 - 1,5 – 3 1,5 – 3 -
6. Phosphat (mg/1) 0,5 – 1 - 0,5 – 1 0,5 – 1 -

Ikan Beronang Ikan Kerapu Ikan Kakap


Parameter
Dept. Pertanian Dept. Pertanian Dept. Pertanian
1. DO (mg/1) 4–8 4–8 4–8
2. pH 6,5 – 8 6,5 – 8 6,5 – 8

3. Salinitas (‰) 25 – 31 25 – 30 15 – 30

4. Suhu (°C) 25 – 32 25 – 32 25 – 32
5. Nitrat (mg/1) 1,0 – 3,2 0,9 – 3,2 0,9 – 3,2
6. Phosphat (mg/1) 0,2 – 0,5 0,2 – 0,5 0,2 – 0,5

Dengan adanya pencemaran laut dalam dasawarsa terakhir ini, maka persyaratan-persyaratan
tersebut sangat tidak cukup.

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 9/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Dalam tahun 1984 telah tersusun bahan untuk Rencana Peraturan Pemerintah tentang baku mutu air
laut yang diantaranya diperuntukkan bagi budidaya laut, meliputi 18 paremter (Table 3). Bahan-bahan
tersebut diharapkan akan menjadi bahan Peraturan Pemeritah yang dapat digunakan untuk
melindungi perairan yang telah digunakan untuk budidaya dan sekaligus untuk dipakai sebagai
pedoman untuk memilih suatu perairan untuk budidaya laut.

Tabel 3. Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya biota laut


Parameter Satuan Nilai
Fisika
1. Suhu °C ±2° variasi alami
2. Warna CU ≤50
3. B a u - alami
4. Kecerahan/secchi m alami
5. Kekeruhan JTU ≤30
6. Sampah terapung - -
7. Minyak mineral - tidak ada lapisan minyak
Kimia
1. pH - 6,5–8,5
2. Salinitas 18–32/±10 variasi alami
3. Daya hantar listrik umho/cm ±10 variasi alami
4. BOD5 mg/1 ≤6,0
5. COD mg/1 ≤11
6. Nilai Permanganat mg/1 ≤9,0
7. N - NH3 mg/1 ≤0,30
8. p PO3 mg/1 Luwes
9. N - NO3 mg/1 Luwes
10. H2S mg/1 ≤0,01
11. Sianida mg/1 ≤0,01
12. Senyawa mg/1 ≤0,02
13. Hidrokarbon minyak mineral total ≤2
14. Oksigen terlarut mg/1 ≤5
15. Pestisida mg/1
Aldrin ≤0,01
Klordan ≤0,01
Parameter
DDT ≤0,02
Dieldrin ≤0,05
Endrin ≤0,002
Heptaklor ≤0,01
Metoksiklor ≤0,005
Roksafen ≤0,02
Lindan ≤0,02
Organofosfat ≤0,100
Karbamat ≤0,100
16. PCB mg/1 seangin
17. Detergen
MBAS mg/1
18. Logam/semi
Logam mg/1

Hg ≤0,003
Pb ≤0,01
AS ≤0,01
http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 10/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

Cd ≤0,01
Cr ≤0,01
Se ---
Zn ---
Ag ---
Ni ≤0,002
Radio-nuklida pCi/1
≤1
≤1000
Sr - 90 ≤1
Ra - 226 ≤3
Biologi
MPN E. coli cel/100 ml ≤1000
patogen nihil

KESIMPULAN DAN SARAN

Usaha budidaya laut selalu dilakukan di perairan dekat darat, baik di pulau maupun di pantai, agar
mudah dilakukan pengawasan. Tersedianya perairan yang bersih dan subur banyak ditentukan oleh
ada tidaknya kegiatan-kegiatan manusia di sektor lain di laut maupun di darat. Kegiatan-kegiatan
pelayaran, rekreasi dan pertambangan di perairan pantai dapat menurunkan kualitas air laut
sehingga tidak layak untuk budidaya. Demikian pula kegiatan-kegiatan industri pertanian dan
pemukiman di darat yang menghasilkan limbah yang dapat terangkut oleh sungai-sungai besar
maupun kecil ke laut mengancam kebersihan dan kesuburan dan kesuburan perairan pantai
sehingga tidak layak untuk budidaya.

Di perairan pantai yang masih jauh dari kegiatan manusia di darat maupun di laut kondisi perairan
masih relatif bersih. Namun dengan pesatnya pembangunan di Indonesia keadaan semacam itu
sering tidak bertahan lama. Perairan yang telah diperuntukkan bagi budidaya yang semula bersih dan
subur terpaksa harus mengalami tekanan pada lingkungan, baik yang berasal dari kegiatan-kegiatan
manusia di sebelah menyebelah perairan maupun di darat.

Untuk menjaga kelestarian usaha budidaya laut, karenanya menjaga pula kelestarian kualitas dan
kesuburan air yang diperlukan, maka sedini mungkin perlu diambil langkah-langkah pencegahan
sebagai berikut :

1. Dalam hal perairan pantai masih jauh dari kegiatan-kegiatan manusia maka Pemerintah
Daerah perlu menentukan wilayan-wilayah perairan mana yang diperuntukkan budidaya laut
dan mana yang untuk sektor lain, sedemikian rupa sehingga tak terjadi tumpang tindih yang
merugikan dan tidak mengancam perairan peruntukan ini.

2. Jika di sekitar perairan budidaya laut telah ada kegiatan-kegiatan baik di laut maupun di darat,
yang menghasilkan limbah, maka untuk menjaga kualitas air laut, perlu diterapkan peraturan-
peraturan tentang kualitas air dan tentang pencegahan pencemaran laut.

3. Untuk meyakinkan para pembudidaya laut tentang layaknya kualitas air laut yang dijaga, maka
perlu diadakan pemantauan kondisi perairan untuk budidaya laut.

REFERENS

1. BIROWO, S. 1983 - Hydro-oceanographic condition of the Sunda Strait : A reviev Kertas Kerja
untuk Symposium 100 th Krakatau 1883 – 1983, Jakarta, 23 – 27 Agustus 1983 : 8 hal.

2. BARDACH, J.E. ; J.H. RYTHER and W.O. Mc LARNEY 1972 - Aquaculture. The farming and
Khusbandry of veshwater and marine organisms. John Wiley & Sons. Inc; New York : 868 pp.

3. DIREKTORAT JENDRAL PERIKANAN 1982 - Petunjuk teknis budidaya laut DIT- JEN
PERIKANAN, Jakarta : 24 hal.

4. ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENSY 1973 - Water Quality Criteria ; a report of the


Committee on Water Quality Criteria. EPA, Washington D.C.

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 11/12
19/10/2018 SEAFARMING WORKSHOP REPORT BANDAR LAMPUNG 28 OCTOBER - 1 NOVEMBER 1985 PART II - TECHNICAL REPORT

5. KANTOR MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 1984. Bahan


penyusunan RPP baku mutu air laut untuk mandi dan renang, biota laut, dan budidaya biota laut;
Lokakarya Buku Mutu Lingkungan Laut, Bogor, 23 – 25 Februari 1984.

6. WISAKSONO, W. 1978 - Kegiatan-Kegiatan industri minyak bumi di lepas pantai dan laut dalam
hubungannya dengan soal-soal biologi. Kertas kerja pada Seminar Biologi II, Ciawi, 18–20
Februari 1970:20 pp.

7. WYRTKI,K 1961 - Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Vol. 2. The
Univ. California, Scrips. Inst. of Oceanography.

http://www.fao.org/docrep/field/003/ab882e/AB882E13.htm 12/12

Anda mungkin juga menyukai