Oleh
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk melihat Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah
Pheretima sp. terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli telah dilakukan. Ekstrak
dengan variasi konsentrasi diuji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan media
MHA (Muller Hinton Agar). Hasil penelitian menunjukkan ekstrak memberikan efek antibakteri
terhadap bakteri uji yang digunakan. Aktivitas antibakteri terbesar terdapat pada konsentrasi ekstrak
9% selama waktu inkubasi 24 jam dengan diameter zona hambatan sebesar 16 mm terhadap
Eschericia coli dan pada Staphylococcus aureus sebesar 14,3 mm. Setelah 48 jam diameter zona
hambatannya menurun sehingga dikatakan cenderung bersifat bakteriostatik. Selanjutnya untuk
mengkonfirmasi senyawa yang terkandung di dalam cacing tanah dilakukan pengujian kualitatif
dengan metode skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak kloroform Cacing Tanah
Pheretima sp. mengandung alkaloid.
Kata kunci : Cacing tanah Pheretima sp., Ekstrak Kloroform, Antibakteri, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli.
ABSTRACT
The research whose aim is to observe Chloroform Extract bioactivity Earthworm Pheretima
sp. against the bacteria Staphylococcus aureus and Escherichia coli has been done. The extract was
tested with a variation of concentrations of antibacterial activity by agar diffusion method using MHA
medium (Muller Hinton Agar). The result shows that it has contributed extracts antibacterial effect
against bacteria test used. The greatest antibacterial activity of concentrations of extracts 9% during
the incubation 24 hours with a diameter of 16 mm inhibition against Eschericia coli and
Staphylococcus aureus at 14.3 mm. After 48 hours the diameter inhibition decreases so that the
inhibition zone tends to be bacteriostatic. To confirm the contained compounds in the earthworm, this
is conducted qualitative test by using phytochemical screening method, shows that the chloroform
extract of Pheretima sp earthworm contains alkaloids.
PENDAHULUAN
1
I.1. Latar Belakang
Antimikroba diartikan sebagai bahan yang menganggu pertumbuhan dan metabolisme
mikroba. Beberapa bahan antimikroba digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi dan
ini disebut sebagai bahan terapeutik (Pelczar dan Chan, 2006). Obat-obat yang digunakan
untuk membasmi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada manusia, hewan ataupun
tumbuhan harus bersifat sangat toksik terhadap parasit namun tidak pada inang atau hospes,
namun beberapa antibiotik seperti kloramfenikol, tetrasiklin dan steptomisin dapat
menghambat formasi protein pada bagian ribosom di dalam sel hospes (Hunter, 1977). Selain
itu, seringkali terdapat kecenderungan perubahan pola penyakit akibat adanya resistensi
kuman penyakit terhadap antibiotik tertentu (Levy, 1998), sehingga untuk itu perlu dilakukan
penelitian sumber daya alam yang belum tereksplorasi secara maksimal dan bermanfaat
sebagai pengobatan alternatif yang tentunya aman bagi kesehatan manusia.
Salah satu bahan alam yang menarik untuk lebih diteliti khasiat antimikroba yakni
senyawa aktif yang terdapat pada cacing tanah. Menurut Karaca (2011), cacing tanah diduga
memilki senyawa antibakteri yang terdapat pada ekskresi kulitnya sehingga mampu bertahan
hidup pada tanah dimana banyak terdapat mikroorganisme yang dapat menyerang. Selain itu,
jumlahnya yang melimpah, mudah dikembangbiakkan serta memiliki banyak manfaat dan
khasiat. Manfaat yang telah diketahui secara umum oleh masyarakat yakni hewan ini
memainkan peran penting dalam perkembangan dan pengaturan struktur tanah serta
menggabungkan dan mengurai sisa bahan organik dalam tanah dan menjadikannya sumber
makanan bagi organisme tanah lainnya (Edward dan Bohlen, 1996).
Khasiat sebagai antimikroba pada cacing tanah telah dibuktikan oleh berbagai
penelitian yang dilakukan, seperti oleh Hasyim (2003) yang menunjukkan bahwa ekstrak
methanol cacing tanah Lumbricus rubellus dalam berbagai konsentrasi mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus.
2
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang bioaktivitas ekstrak
kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli sehingga nantinya dapat lebih dikembangkan dalam bidang farmakologi.
METODE PENELITIAN
3
yaitu 1%, 3%, 5%, 7%, 9%, b/v sebanyak 20µL dan tetrasiklin sebagai kontrol positif serta
larutan Na-CMC (Natrium Carboxyl Methyl Cellulosa) sebagai kontrol negatif. Cawan petri
diberi label, selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam, lalu
diamati dan diukur daerah hambatannya. Inkubasi dilanjutkan selama 48 jam dan diukur
kembali daerah hambatan yang terbentuk.
4
Hasil pengukuran zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp pada
bakteri uji Staphylococcus aureus pada inkubasi 24 jam hingga 48 jam dapat diamati pada
diagram berikut :
25
Diameter Zona Hambat (mm)
20
15
24 jam
10
48 jam
0
1 3 5 7 9 K (+) K (-)
Konsentrasi (%)
Gambar 1. Diagram zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Pheretima sp
terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus pada masa inkubasi 24 jam dan
48 jam
Hasil uji bioaktivitas ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 8 berikut :
A. B.
Gambar 2. Diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap
bakteri Staphylococcus aureus pada inkubasi (A) 24 jam dan (B) 48 jam.
5
III.2. Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp Terhadap Bakteri
Escherichia coli
Zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli menunjukkan hasil pengukuran yang lebih besar dibanding hasil
pengukuran zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus, hal ini dapat dilihat pada
diagram berikut :
30
25
Diameter Zona Hambat (mm)
20
15 24 jam
48 jam
10
0
1 3 5 7 9 K (+) K (-)
Konsentrasi (%)
A. B.
Gambar 3. Diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap
bakteri Escherchia coli pada inkubasi (A) 24 jam dan (B) 48 jam.
6
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi peningkatan besar diameter zona hambat
seiring peningkatan konsentrasi ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi tingkat konsentrasi dari ekstrak maka semakin tinggi pula
jumlah konsentrasi zat aktif didalamnya, sama seperti pendapat Pelczar dan Chan (2006)
yang mengatakan bahwa semakin besar tingkat konsentrasi suatu antimikroba yang diberikan
dalam kurun waktu tertentu maka semakin capat pula bakteri tersebut mati.
Menurut Nugroho (1994), senyawa yang berperan sebagai antimikroba dalam tubuh
cacing tanah sebagian besar berupa protein yang terdiri dari lumbrifebrin, terestrolimbrolisin,
hipoksantin, asam amino, xantin, guanin, cholin dan guanidin. Di dalam ekstrak cacing tanah
juga terdapat zat antipurin, antipiretik, antidota, dan vitamin (Sumardi, 1997 ; Catalan, 1981).
Penelitian Cho et al. (2003) telah berhasil memurnikan dan mengkarakterisasikan enam fraksi
enzim lumbrokinase sebagai agen fibrinolitik, selain itu ekstrak cacing tanah juga
mengandung asam arakhidonat yang dapat menurunkan panas akibat infeksi.
Kontrol positif yaitu tetrasiklin menunjukkan diameter zona hambat yang jauh lebih
besar dibandingkan ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp dan tentunya jauh lebih
efektif dalam menghambat kedua jenis bakteri uji sebab tetrasiklin merupakan antibiotik yang
telah paten digunakan sebagai antibakteri dan memiliki spektrum yang luas dalam
menghambat bakteri Gram Positif maupun bakteri Gram Negatif (Mutschler, 1991).
Antibiotik seperti tetrasiklin ini memiliki efektivitas dalam menghambat pertumbuhan
bakteri patogen tetapi disamping itu juga memiliki efek samping yang luar biasa terhadap
hospes antara lain menurut Pratiwi (2008) bahwa tetrasiklin dapat menekan mikrobiota
normal pada saluran intestinal dan juga menyebabkan superinfeksi Candida albicans.
Penggunaan antimikroba yang berasal dari alam seperti ekstrak cacing Pheretima sp ini
cukup efektif sebagai pilihan alternatif pengobatan dan tentunya relatif lebih aman.
KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J.G. and Sherman, N, 1992, Microbiology A Laboratory Manual 3rd Edition,
The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc, Redwood City, California.
Cho, I.H., Eui, S.C., Hun, G.L., and Hyung, H.L., 2003, Purification and Characterization of
Six Fibrinolytic Serine-Protease from Earthworm Lumbricus rubellus, Journal of
Biochemistry and Molecular Biology, Vol.37 No.2.
Edwards, C.A. and Bohlen, P.J., 1996, Biology and Ecology of Earthworms.3rd ed. Chapman
& Hall, London.
Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Intitut Teknologi Bandung, Bandung.
Hasyim, Z., 2003, Efektivitas Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Kandidat
Antibakteri Salmonella thypi Penyebab Demam Typhoid, Jurnal Bioma Vol. 3 No.5.
Hasyim. Z., 2007, Bioaktivitas Fraksi Protein dari Cacing Tanah Lumbricus terestris
sebagai Antimikroba, Jurnal Bionatur Volume 8 Nomor 1, ISSN 1411-4720.
Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Lay, W.B., and H. Sugyo, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT. Raja Grafindo
persada, Jakarta.
Palungkun, R., 1999, Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus, Swadaya, Jakarta.
Ray, Kenneth J., et al., 2010, Sherris Medical Microbiology, Fifth Edition , The McGraw –
Hill Companies, USA.
Rukmana, R., 2003, Budi Daya Cacing Tanah, Cetakan kelima, Kanisius, Jakarta.
Sajuthi, D., E. Suradikusuma, dan M.A. Santoso, 2009, Efek Antipiretik Ekstrak Cacing
Tanah, www.kompas.com, diakses tanggal 11 Januari 2012.