Anda di halaman 1dari 15

Awang Anwaruddin

HP 081585621691
e-Mail awang@lan.go.id;
awanglanri@gmail.com
Belum genap setahun menjadi Kepala Daerah DKI
Jakarta Raya, Indonesia, Gubernur Joko Widodo
— atau lebih populer dipanggil Jokowi, telah
melakukan berbagai tindakan yang fenomenal,
baik di bidang tata pemerintahan maupun
pelayanan publik.
Langkah-langkah Jokowi yang kadang susah ditebak ini pada
hakekatnya dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Model
kepemimpinan seperti inilah yang selama ini didambakan
masyarakat Indonesia, dan oleh karena itu menarik untuk
dianalisis berdasarkan bukti-bukti nyata dan latar-belakang
teoritis. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Juni, 2013
Awang Anwaruddin

2
3
 ‘Listening’ atau mau mendengarkan
saran atau pendapat orang lain
mungkin ciri paling menonjol dalam
kepemimpinan Jokowi, baik saran dari
narasumber, stakeholders, stafnya,
maupun keluhan masyarakat.
 Mendengar secara aktif, bukan pasif,
adalah ketrampilan kepemimpinan
yang ampuh untuk menunjukkan
perhatian kepada masyarakat.
 Menurut Robert Greenleaf (1970):
“Only a true natural servant (leaders)
automatically respond to any problem
by listening first.”

4
 ‘Empathy’ atau ikut merasakan perasaan
atau penderitaan orang lain adalah
karakteristik lain kepemimpinan Jokowi
yang menonjol. Ketika terjadi banjir besar
Jakarta tahun 2012 lalu, Jokowi langsung
terjun ke lokasi bencana. Selain untuk
menentukan bantuan yang perlu
diberikan, sebagai Gubernur Jokowi juga
ikut merasakan penderitaan masyarakat
korban banjir.
 Sewaktu menjabat Walikota Solo, Jokowi
pernah mengganti salah seorang Kepala
Dinasnya karena dianggap kurang empati
terhadap masyarakat.

5
 ‘Awareness’ atau kesadaran sangat
kental pada kepemimpinan Jokowi.
Sewaktu memberikan sambutan pada
perayaan Ulang Tahun Jakarta ke-64
yang lalu, Jokowi minta maaf karena
sebagai ‘wong Solo’ ia menyadari
kekurang-fasihannya melafalkan dialek
Betawi.
 ‘Awareness’ Jokowi terhadap budaya
setempat juga patut diapresiasi ketika ia
memelopori pemakaian busana Betawi
selama jam kerja. Tanpa kesadaran, kata
Greenleaf (1970), “We miss leadership
opportunities.”

6
 ‘Direction’ atau arahan kepada pegawai
tentang bagaimana bekerja secara
professional sering dilakukan Jokowi
pada waktu melakukan ‘sidak’ ke
lapangan. Kebiasaan ini mampu
meningkatkan kinerja pegawai di
lingkungan Pemda DKI, terutama dalam
melaksakana tugas-tugas pemerintahan
dan pelayanan publik.
 Seperti dikatakan Ted Johns (2008) : ‘A
leader takes people where they want to
go. A great leader takes people where
they don’t necessarily want to be, but
ought to be.’

7
 ‘Effectiveness’ atau berorientasi pada
hasil dilakukan Jokowi dengan mengawali
dengan membangun konsensus bersama,
kemudian membagi tugas secara jelas,
dan selanjutnya memantau pelaksanaan
pekerjaan hingga berhasil semua yang
direncanakan. Ini terlihat ketika Jokowi
menangani permasalahan yang
menghambat pembangunan Waduk Pluit
bulan Juni 2013 lalu.
 Menurut Greenleaf (1970): “Effective
servant-leader builds group consensus
through ‘gentle but clear and persistent
persuasion, and does not exert group
compliance through position power’.”

8
 Memilih untuk menjadi Gubernur Jakarta
dibanding kenyamanan sebagai Walikota
Solo jelas membuktikan bahwa Jokowi
seorang ‘risk-taker.’ Di samping banjir
dan kemacetan, beragam permasalahan
telah melanda Jakarta selama bertahun-
tahun seperti kemiskinan, kekumuhan
dan kebakaran yang merupakan indikasi
minimnya pelayanan publik dan korupsi
yang merajalela.
 Tetapi seperti dikatakan John Garner
(1990): "What leaders have to remember
is that somewhere under the somnolent
surface is the creature that builds
civilizations, the dreamer of dreams, the
risk taker."

9
 ‘Stewardship’ atau memberikan
kenyamanan kepada masyarakat
merupakan strategi Jokowi untuk
memperoleh ‘trust’ dari mereka. Gak
heran kalau Jokowi segera mendapat
julukan sebagai ‘Warga Betawi,’ ‘Teman
Wartawan,’ atau Pelindung Masyarakat.’
 Kata Grrenleaf (1970): “Organizational
stewards, or ‘trustees’ are concerned
not only for the individual followers
within the organization, but also the
organization as a whole, and its impact
on and relationship with all of society.”

10
 ‘Healing,’ yang didefinisikan oleh
Greenleaf (1970) sebagai “to make
whole,” dilakukan pemimpin dengan
mengenali dan memahami kebutuhan
masyarakat yang sesungguhnya
sehingga bantuan yang diberikan
sesuai dengan kepentingan mereka.
 Strategi ‘blusukan’ ke jantung
masyarakat yang dilakukan Jokowi
jelas dimaksaudkan untuk ‘healing’
sehingga keluarlah kebijakan-
kebijakan yang pro-rakyat, seperti
Kartu Jakarta Sehat, Relokasi ke
Rusun, Pesta Rakyat Betawi, dll.

11
 “Innovation,“ menurut Green, Howells &
Miles (2002), adalah “melakukan sesuatu
yang baru, seperti memulai praktek atau
proses, menciptakan produk (barang
atau layanan) baru, atau mengadopsi
suatu pola hubungan antar atau inter-
orhanisasi.”
 Seleksi terbuka camat dan lurah serta
jabatan Eselon II dan III di lingkungan
Pemda DKI yang dilaksanakan bulan Juni
2013 lalu merupakan bukti inovasi
Jokowi untuk memperbaiki praktek dan
proses pemerintahan guna memberikan
pelayanan publik yang terbaik kepada
warga Jakarta.

12
 “Persuasion,” kata Craig van Slyke (2013),
adalah “kunci ketrampilan kepemimpinan
yang mampu merubah sikap, perilaku,
bahkan keyakinan pihak lain.”
 Kepiwaian Jokowi dalam melakukan
persuasi sudah terbukti sejak ia menjabat
Walikota Solo, dan dilanjutkan ketika
membujuk sekitar 7.000 Kepala Keluarga
yang tinggal di Waduk Pluit untuk pindah
ke tempat yang lebih layak. Gaya
kepemimpinan ini juga diterapkan Jokowi
ketika melakukan penatanan PKL di Pasar
Minggu, Pasar Jatinegara, Glodok, dan
Tanah Abang.

13
10 karakteristik kepemimpinan yang telah
didiskusikan menunjukkan bahwa model
kepemimpinan Jokowi cenderung
mengarah ke ‘Servant Leadership.’
Dicetuskan pada tahun 1970 oleh Robert
Kiefner Greenleaf (1904-1990), ‘Servant
Leadership’ merupakan kerangka kerja
teoritis yang mengutamakan pelayanan
kepada masyarakat sebagai motivasi kunci
seorang pemimpin. Selain itu, tambah Larry
Spears (1966), ‘Servant Leadership’
menekankan pendekatan holistik kepada
pekerjaan, kepekaan terhadap kepentingan
masyarakat, dan pembagian kekuasaan
Robert Kiefner Greenlea dalam pengambilan keputusan.

14
NAME Awang Anwaruddin is currently the Head of Research &
Development Centre of Information System and Public
Administration Automation (SIOAN), the National Institute
of Public Administration (LAN), the Republic of Indonesia.
Beside working as a structural official, he is also teaching
in several education and training programs for civil service.
Apart of his bueraucratic work, Awang writes various articles on Public
Administration and presents them in several national and international
seminars. Some seminars that he attended and gave a speech, among others, the
Launching NAPSIPAG Conference in Kuala Lumpur, Malaysia (2004), the 2th
NAPSIPAG Conference in Beijing, PR China (2005), the 3rd NAPSIPAG Conference
Sidney, Australia (2006), the IIAS/IISA International Congress, 2010, Nusa Dua,
Bali (2010), the 7th NAPSIPAG Conference in Kerala, India (2010), and the A4FPM
International Conference in Surabaya, Indonesia (2012).
Beside being published by several journals, Awang’s articles were also published by
Asian Development Bank (Manila, 2005), and Springer (New Delhi, 2013)
15

Anda mungkin juga menyukai