Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

Sesame and Pumpkin Seed Oil are New Effective Topical Therapies
for Alopecia Areata

Minyak Wijen dan Minyak Biji Labu sebagai Terapi Topikal Efektif
Terbaru untuk Alopesia Areata

Pembimbing :
dr. Juliana, Sp.KK, M.H.Kes

Penyusun :
Fernanda Kristy Oriza
112017176

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 9 SEPTEMBER 2019 – 12 OKTOBER 2019
Abstrak
Latar belakang: ada banyak terapi topikal dan sistemik untuk alopecia areata. minyak biji
labu dan minyak wijen adalah bahan makanan yang dapat dimakan, tetapi memiliki banyak
agen terapeutik aktif yang dapat berguna dalam pengobatan penyakit inflamasi seperti alopecia
areata. Tujuan: Untuk menemukan pengobatan topikal baru untuk alopecia areata
menggunakan ekstrak tanaman seperti minyak biji labu dan minyak wijen. Pasien dan
metode: Interventional, single blinded comparative, therapeutic study yang dilakukan di Pusat
Dermatologi, Medical City-Baghdad, Irak selama periode antara September 2017 dan
September 2018. 40, dengan patchy alopecia areata terdaftar dengan jumlah total lesi 122
patch. Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada setiap pasien mengenai sosio-demografi
yang terkait dengan penyakit ini. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis
pengobatan: Kelompok A menggunakan minyak biji labu topikal: 20 pasien dengan 58 patch
dimasukkan dalam kelompok ini dan minyak biji labu topikal dioleskan dua kali sehari pada
patch, pengobatan dilanjutkan selama tiga bulan. Kelompok B menggunakan minyak wijen
topikal: 20 pasien dengan 64 patch terdaftar dalam kelompok ini dan minyak wijen topikal
dioleskan pada patch dua kali sehari selama tiga bulan. Semua pasien dilihat setiap bulan untuk
menilai respons terhadap pengobatan dan untuk menilai efek samping. Hasil: Kelompok A
dengan minyak biji labu topikal: pada akhir bulan ketiga pengobatan 27 (46,6%) dari patch
yang dirawat menunjukkan pertumbuhan kembali rambut lengkap, 14 (24,13%) patch dengan
pertumbuhan kembali rambut terminal sebagian, sementara 17 (29,31%) patch tidak
menunjukkan pertumbuhan kembali rambut. Kelompok B dengan minyak wijen topikal: 25
(39,1%) dari patch yang dirawat menunjukkan pertumbuhan kembali rambut lengkap pada
akhir bulan ketiga perawatan, sementara 30 (46,87%) patch dengan pertumbuhan kembali
rambut sebagian saja, 7 (10,9%) patch dengan rambut sebagian yang halus, dan hanya 2 (3,1%)
patch tidak menunjukkan pertumbuhan kembali rambut. Kedua kelompok menunjukkan
respon yang signifikan secara statistik pada akhir tiga bulan dengan P <0,00006 untuk
kelompok A, sedangkan untuk kelompok B adalah p <0,000003. Tetapi ketika kedua kelompok
dibandingkan satu sama lain pada akhir tiga bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan secara
statistik P = 0,24. Kesimpulan: minyak biji labu dan minyak wijen secara statistik signifikan
efektif sebagai pengobatan topikal terbaru untuk alopecia areata tanpa perbedaan yang
signifikan secara statistik antara kedua kelompok dan merupakan obat yang aman tanpa adanya
efek samping karena keduanya dapat dimakan.
Kata kunci: Alopecia areata, Minyak biji labu, Minyak wijen.

2
Pendahuluan
Alopecia areata (AA) adalah penyakit autoimun umum yang ditandai dengan
kerontokan rambut tanpa luka yang memengaruhi semua usia, jenis kelamin, dan jenis kulit.1
Prevalensi AA seumur hidup adalah sekitar 2% terlepas dari jenis kelamin atau etnis.2
Alopecia areata memengaruhi kedua jenis kelamin secara merata, dan ditemukan pada sekitar
0,1% hingga 0,2% pada populasi umum.3 AA biasanya menyerang pasien berusia < 40 tahun
dengan sekitar 50% mencari pengobatan sebelum berusia 20 tahun.4 Sekitar 20% pasien dengan
AA memiliki riwayat keluarga, dengan tingkat kesesuaian kembar monozigot yang dilaporkan
berkisar antara 42% hingga 55%.5
Penyebab AA masih belum sepenuhnya dipahami, meskipun diyakini terjadi hilangnya
kekebalan dalam folikel rambut, hancurnya folikel rambut yang dimediasi autoimun, dan
adanya regulasi jalur inflamasi. Pasien dengan AA sering mengalami penurunan dalam psikis,
harga diri, dan dapat menderita masalah kejiwaan.1
Alopecia areata pada umumnya muncul secara tiba-tiba yaitu timbulnya patch rambut
rontok dengan batas tertentu tanpa tanda-tanda peradangan atau bekas luka yang signifikan.6
Umumnya, pasien tidak menunjukkan gejala, meskipun kesemutan, gatal, dan
disestesia kadang dilaporkan sebelum terjadi kerontokan. Pada keadaan yang lebih parah, AA
dapat berkembang mengenai semua rambut di kulit kepala yang disebut alopecia totalis, atau
semua kulit kepala dan rambut pada tubuh (alopecia universalis).7
Alopecia areata tidak dapat diprediksi, tingkat remisi spontan berkisar dari 8% hingga
68%, tergantung tingkat keparahannya. Banyak terapi yang tersedia untuk perawatan alopecia
areata, termasuk topikal, sistemik, dan injeksi.1
Minyak biji labu merupakan sumber vitamin, mineral dan antioksidan8 dan minyak ini
bertindak sebagai agen anti-inflamasi topikal, dan efektif terhadap proses inflamasi pada kulit
baik akut maupun kronik. Hal ini mungkin dikaitkan dengan adanya omega-6 dan omega-9
UFA yang ada didalamnya. Jadi, minyak biji labu dapat menjadi terapi alternatif yang penting
untuk perawatan penyakit radang kulit, seperti psoriasis, dermatitis kontak dan dermatitis
atopic.9
Minyak wijen adalah tumbuhan yang dapat dimakan yang berasal dari biji wijen yang
terdiri dari beberapa asam lemak: linoleate asam (41% dari total), asam oleat (39%), asam
politat (8%), asam stearat (5%) dan lain-lain. Minyak dari biji yang kaya nutrisi ini populer
dalam pengobatan alternatif.10

3
Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan pengobatan topikal baru untuk
alopecia areata menggunakan ekstrak tumbuhan minyak biji labu dan minyak wijen.

Pasien dan Metode


Desain penelitian ini adalah interventional, single blinded, comparative, therapeutic
study yang dilakukan di Pusat Dermatologi dan Venereologi, Medical City, Baghdad-Irak
selama periode waktu antara September 2017 dan September 2018. Empat puluh pasien dengan
patchy AA terdaftar dalam penelitian ini, 27 (67,5%) pasien adalah laki-laki dan 13 (32,5%)
pasien adalah perempuan.
Kriteria inklusi: semua pasien dengan patchy alopecia areata pada kepala dan daerah
janggut selama tiga atau kurang dari tiga bulan.
Kriteria eksklusi: Setiap pasien dengan jenis alopecia areata lain seperti alopecia
totalis, universalis atau ophiasis dikeluarkan dari penelitian. Juga pasien yang memiliki riwayat
terapi untuk AA termasuk zat herbal selama setidaknya dua bulan sebelumnya dikeluarkan dari
penelitian ini. Wanita hamil dan pasien dengan sindrom Downs dan penyakit jaringan ikat juga
tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Riwayat: Riwayat lengkap mengenai usia pasien, lamanya penyakit, terapi sebelumnya
untuk alopecia areata atau penyakit lain, dan riwayat pribadi dan / atau keluarga dengan
alopecia areata, atopi dan penyakit autoimun kulit dan sistemik lainnya seperti vitiligo, lichen
planus, penyakit jaringan ikat, diabetes mellitus, tiroid dan penyakit radang usus.
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik dilakukan pada setiap pasien yaitu jumlah,
lokasi, dan ukuran patch dan adanya rambut exclamation’s mark. Juga kuku diperiksa untuk
setiap perubahan terkait. Semua pasien diperiksa juga bekas luka BCG.
Metode aplikasi dan lamanya pengobatan dijelaskan sepenuhnya kepada semua pasien
atau kerabat mereka yang merawat, penilaian terhadap pengobatan dan penilaian kemungkinan
terjadinya komplikasi lokal dilakukan setiap kunjungan bulanan atau kunjungan yang lebih
sering jika terjadi peristiwa yang tidak terduga. Persetujuan secara lisan diambil dari setiap
pasien setelah dijelasankan sifat penyakit, mengenai penyebab, perjalanan, prognosis,
komplikasi, komorbiditas dan sifat terapi. Penelitian ini telah disetujui oleh komite ilmiah
Dewan Dermatologi dan Venereologi Irak. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, sesuai dengan
jenis terapi:
Kelompok A: menggunakan minyak biji labu murni (100%): Diaplikasikan
secara topikal dua kali sehari selama tiga bulan.

4
Grup B: menggunakan minyak wijen murni (100%): Diaplikasikan secara topikal
dua kali sehari selama tiga bulan.
Penilaian berikut digunakan untuk mengukur respon klinis pada kedua kelompok:
G0 : Tidak ada pertumbuhan kembali rambut
G1a : Sebagian vili termasuk pertumbuhan rambut berpigmen halus, pendek, dan ringan.
G1b : Rambut terminal sebagian, pertumbuhan rambut berpigmen gelap.
G2 : pertumbuhan kembali rambut terminal yang lengkap

Hasil
Pada akhir tiga bulan pemberian terapi topikal dua kali sehari, terdapat pertumbuhan
kembali rambut pada 41 (70,7%) dari patch yang diobati dengan minyak biji labu, 14
(24,13%) dari patch ini menunjukkan pertumbuhan kembali rambut sebagian saja, sementara
pertumbuhan kembali lengkap pada 27 (46,6%) patch P = 0,00006. Sementara pada kelompok
B menggunakan minyak wijen: 62 (96,9%) dari patch menunjukkan pertumbuhan kembali
rambut, di antaranya 7 (10,9%) patch dengan rambut halus sebagian, 30 (46,87%) patch
dengan rambut kasar parsial dan 25 (39,1%) patch dengan pertumbuhan kembali rambut kasar
lengkap P = 0,000003 (Tabel 2). Ketika kedua kelompok dibandingkan satu sama lain tidak
ada perbedaan yang signifikan secara statistik P = 0,24. Kasus tanpa respon terhadap terapi
pada kedua kelompok dibandingkan bersama-sama ada signifikansi statistik yang mendukung
minyak wijen P = 0,00065. Oleh karena itu pasien yang diobati dengan minyak wijen memiliki
respon terapi yang lebih baik. (Tabel 1)
Efek buruk: Gatal pada area penerapan terapi diamati hanya pada pasien dengan
minyak wijen, seperti yang muncul pada pengobatan awal pada 8 (40%) pasien tetapi
menghilang kemudian. Gatal ini tidak mengganggu jalannya terapi dan tidak perlu
menghentikan terapi. Sementara gatal pada pasien dengan minyak biji labu tidak ditemukan.
Sisik terlihat pada 4 (20%) pasien dalam setiap kelompok yang diamati selama 2 minggu
pertama dan kemudian mereda secara bertahap (Tabel 2).

5
Table 1. Respon terapi pada pasien kelompok A dan B dalam setiap pertemuan

Table 2. Efek samping lokal terapi dalam kedua kelompok

Gambar 1. A. Anak laki-laki 8 tahun dengan riwayat AA 2 bulan diobati dengan minyak biji labu
topical (2x/hari/3bulan), B. pasien yang sama setelah 2 bulan, C. 3 bulan setelah pengobatan.

6
Gambar 2. A. Anak laki-laki 9 tahun dengan riwayat B. 3 bulan diobati dengan minyak wijen topikal
(2x/hari/3bulan), B. pasien yang sama setelah 2 bulan, C. 3 bulan setelah pengobatan

Diskusi
Alopecia areata (AA) adalah penyakit autoimun yang umum di mana ada banyak terapi
topikal dan sistemik seperti kortikosteroid, minoxidil, immunoterapi, dan immune-suppresive
medications.1
Baru-baru ini asam laktat intralesional 1% telah digunakan dalam pengobatan alopecia
areata dan menunjukkan pertumbuhan rambut lengkap pada 38,1% patch yang diobati pada
akhir tiga bulan perawatan dan sebanding dengan injeksi intralesional triamcinolone yang
memberikan pertumbuhan rambut lengkap di 57,7% patch yang diobati, tetapi tidak ada
perbedaan statistik jika dibandingkan dengan laktat asam.11
Minyak biji labu dan minyak wijen adalah makanan yang bisa dimakan untungnya
mengandung banyak agen obat seperti vitamin, mineral dan banyak asam lemak seperti omega-
6, omega-9, asam linoleat, asam oleat, asam politat, asam stearat dan lainnya. Semua adalah
agen obat yang bermanfaat untuk pengobatan alopecia areata yang bertindak sebagai
antioksidan dan anti-inflamasi.8,9
Pada pengobatan herbal, minyak biji labu bertindak sebagai agen anti-inflamasi topikal,
dan efektif melawan proses peradangan kulit akut dan kronis seperti psoriasis, dermatitis
kontak dan dermatitis atopik.9 Minyak wijen juga populer dalam pengobatan alternatif.10

7
Sebuah studi tentang minyak biji labu dan rambut rontok telah diterbitkan pada tahun
2014. Ini mungkin merupakan studi paling ketat tentang alternatif pertumbuhan rambut
berbasis tanaman sejauh ini.
Dalam studi tersebut, pria dengan pola kebotakan mengonsumsi suplemen biji labu atau
plasebo. Hasilnya menunjukkan mereka yang mengonsumsi suplemen mengalami
pertumbuhan rambut 30% lebih tinggi daripada mereka yang menerima plasebo.12
Para peneliti di Universitas Keimyung memiliki studi penelitian klinis yang diterbitkan
dalam Journal of Biomedical Research pada 2010. Tikus berusia lima minggu dibagi menjadi
tiga kelompok, kelompok pertama menerima aplikasi saline topikal, kelompok kedua
menerima aplikasi topikal minoxidil 3%, dan kelompok ketiga menerima aplikasi topikal
minyak wijen hitam. Hasil pertumbuhan rambut yang ditemukan pada kelompok yang
menerima aplikasi topikal minyak wijen hitam sebanding dengan hasil yang ditemukan pada
kelompok yang menerima aplikasi topikal minoxidil 3%.13
Baru-baru ini Sharquie et al 2017 menggunakan minyak biji labu sebagai pengobatan
topikal untuk aphthosis oral dan menyimpulkan bahwa minyak ini memiliki efek terapiutik dan
profilaksis yang efektif terhadap stomatitis aphthus berulang. selain itu, menginduksi remisi
selama setidaknya tiga bulan setelah menghentikan terapi. Juga tidak ada efek samping lokal
atau sistemik merugikan yang ditemukan selama pengobatan.14
Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua biji labu dan minyak wijen efektif dalam
pengobatan alopecia areata dan tidak diterapkan sebelumnya untuk indikasi tersebut, meskipun
minyak biji labu tampaknya lebih baik tetapi tidak mencapai tingkat yang signifikan secara
statistik.

Kesimpulan
Minyak biji wijen dan biji labu adalah terapi baru yang aman dan efektif secara statistik
untuk alopecia areata tanpa perbedaan yang signifikan secara statistik jika dibandingkan satu
sama lain. Mereka juga tidak memiliki efek samping lokal atau sistemik yang penting.

Keterbatasan dalam Penelitian


Karena penelitian ini adalah yang asli, maka harus diulang untuk mengkonfirmasi hasil
ini dan dengan meningkatkan jumlah pasien dan untuk dibandingkan dengan obat standar
seperti steroid topikal.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Strazzulla LC, Wang EH, Avila L, Sicco KL, Brinster N, Christiano AM, Shapiro J.
Alopecia areata: Disease characteristics, clinical evaluation, and new perspectives on
pathogenesis. Journal of the American Academy of Dermatology. 2018: 1; 78(1): 1-2.
2. Fricke AC, Miteva M. Epidemiology and burden of alopecia areata: a systematic
review. Clinical, cosmetic and investigational dermatology. 2015: 8; 397.
3. Mirzoyev SA, Schrum AG, Davis MD, Torgerson RR. Lifetime incidence risk of
Alopecia Areata estimated at 2.1 percent by Rochester Epidemiology Project, 1990–
2009. The Journal of investigative dermatology. 2014:134(4); 1141.
4. Kyriakis KP, Paltatzidou K, Kosma E, Sofouri E, Tadros A, Rachioti E. Alopecia areata
prevalence by gender and age. Journal of the European Academy of Dermatology and
Venereology. 2009:23(5); 572-3.
5. Rodriguez TA, Fernandes KE, Dresser KL, Duvic M. Concordance rate of alopecia
areata in identical twins supports both genetic and environmental factors. Journal of the
American Academy of Dermatology. 2010: 1; 62(3): 525-7.
6. Harries MJ, Sun J, Paus R, King LE. Management of alopecia areata. British Medical
Journal. 2010: 23; 341: c3671.
7. Finner AM. Alopecia areata: clinical presentation, diagnosis, and unusual cases.
Dermatologic therapy. 2011: 1; 24(3); 348-54.
8. Nwokolo, E and J. S. Sim. Nutritional assessment of defatted oil meals of melon
(Colocynthis citrullus L.) and fluted pumpkin (Telfaria occidentalis Hook) by chick
assay. Journal of Science and Food Agriculture. 1987; 38:237-246.
9. Maria Liduiń a Maia de Oliveira, Diana Célia Sousa Nunes-Pinheiro, Belise Maria
Oliveira Bezerra, Luana Oliveira Leite, Adriana Rocha Tomé and Virginia Cláudia
Carneiro Giraõ . Topical Anti-inflammatory Potential of Pumpkin (Cucurbita pepo L.)
Seed Oil on Acute and Chronic Skin Inflammation in Mice. Acta Scientiae
Veterinariae. 2013: 41; 1168.
10. https://en.wikipedia.org/wiki/Sesame_oil.
11. Sharquie KE, Noimi AA, Hafedh Z. Intralesional Therapy of Alopecia Areata by Lactic
Acid 1% Solusion Versus Triamcinolone Acetonide Injection (Interventional, Case
Controlled, Single Blinded ,Comparative Study). Journal of Dental and Medical
Science .2015:14 (6); 39-45.
12. https://www.healthline.com/health/pumpkin-oil-for-hair#bott om-line.

9
13. https://www.hairlossrevolution.com/sesame-oil-effective-hai r-loss-treatment.
14. Sharquie KE, Noaimi AA, Latif TM. Treatment of Recurrent Aphthous Stomatitis by
100% Topical Pumpkin Seed Oil. Journal of Cosmetics, Dermatological Sciences and
Applications. 2017:7; 324-335.

10

Anda mungkin juga menyukai