by Dokter Post
2016-08-11
Demam Tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
(Schottmuelleri), dan S. paratyphi C (Hirschfeldii). Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia, demam
tifoid termasuk dalam level 4A. Sehingga dokter umum wajib "menyelesaikannya" di PPK 1.
Keluhan utama yang sering disampaikan pasien adalah demam naik turun, terutama naik saat sore dan
malam hari (dapat kontinyu pada minggu kedua), disertai nyeri kepala, nyeri otot, mialgia, anoreksia,
mual muntah, dan gangguan gastrointestinal (konstipasi, meteorismus, diare, nyeri abdomen, BAB
berdarah).
Diagnosis demam tifoid dapat dibagi menjadi 3, yaitu suspek, probable dan diagnosis pasti demam tifoid.
Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan dengan kultur darah atau gal culture. Namun, karena
keterbatasan sarana, di PPK 1 hanya sering ditemui suspek dan probable demam tifoid.
Suspek demam tifoid (Suspect case) ditegakkan bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gejala demam tinggi, gangguan saluran cerna, dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid
hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis (Probable case) ditegakkan bila Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran
laboratorium yang menunjukkan tifoid, yaitu:
Darah perifer lengkap: leukopenia, limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia
ringan.
Serologi Widal: Titer O ≥ 1/320 atau kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan interval 5-
7 hari.
Diagnosis Banding yang harus dipeikirkan pada pasien curiga demem tifoid adalah
Demam berdarah dengue
Malaria
Leptospirosis
Jika mendapat kasus demam tifoid di PPK 1, seorang dokter umum harus membuat keputusan apakah
pasien akan dirawat inap atau rawat jalan. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan sebagai
indikasi rawat jalan pasien adalah
Keluarga dan pasien mengerti tentang cara-cara merawat serta cukup paham tentang petanda bahaya
yang akan timbul dari tifoid.
Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses, urin,
muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh seorang perawat yang
mampu merawat demam tifoid.
Catatan: Poin No.7 menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi. Kunjungan pasien setiap hari oleh
dokter puskesmas hampir tidak mungkin. Pun mendelegasikan tugas tersebut kepada perawat tanpa
insentif yang memadai. Memang prinsipnya pasien demam tifoid harus bed rest. Jika tidak
memungkinkan rawat jalan, ada baiknya pasien dengan diagnosis klinis demam tifoid dirawatinapkan.
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, paratyphi A dan paratyphi
B. Sehingga, terapi definitif demam tifoid adalah pemberian antibiotik yang tepat.
Lini pertama: Kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau
trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).
Lini kedua: Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk
anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
Catatan: Dosis Cefixime pada PPM IDAI hal 48, yaitu 10 mg/kg/hari, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari
Contoh Resep
S 3 dd tab I, prn
R/ Tab Ciprofloxacin 500mg no X
S 2 dd tab I
Catatan: Evaluasi efek pengobatan dalam 2-3 hari, jika respon baik, lanjutkan hingga 1 minggu
Kriteria Rujukan
Semoga Bermanfaat^^