ACARA I
PENGAMATAN SEL
PENDAHULUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati sel epitel bawang merah
dan mengetahui bagian-bagian sel dari bawang merah. Manfaat dari praktikum ini
adalah dapat meningkatkan pemahaman tentang sel dan mengetahui bagian –
bagian sel umbi bawang merah.
TINJAUAN PUSTAKA
Sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil pada makhluk hidup.
Sel sebagai unit struktural terkecil karena sel merupakan penyusun yang mendasar
bagi tubuh makhluk hidup. Sel tersusun dari membran plasma, intisel (nukleus)
dan sitoplasma. Sitoplasma merupakan cairan yang berfungsi sebagai bengkel sel
karena didalamnya berlangsung sebagian besar proses kimiawi antar sel
(Novitriani et al., 2013). Nukleus berfungsi mengatur proses penting yang terjadi
didalam sel (Karmana, 2008).
2
Sel memiliki semua kemampuan zat hidup, termasuk pertahanan diri dan
perkembangbiakan (Isnaeni, 2006). Selain itu, sel juga merupakan unit hereditas
atau pewaris yang menurunkan sifat genetis dari satu generasi kegenerasi
berikutnya. Sebagia nmakhluk hidup tersusun atas satu sel (uniseluler) dan
sebagian lain tersusun atas banyak sel (multiseluler). Sel memiliki ukuran yang
sangat kecil. Sel tubuh adalah sel mikroskopik yang berdiameter 10-30 µm
(Sekadi, 2007).
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas
tanaman hortikultura yang dapat dibudidayakan dengan cara vegetatif atau
generatif. Perbesaran umbi pada bawang merah disebabkan karena pembesaran sel
bukan karena pembelahan sel (Setiyowati et al., 2010). Pertumbuhan pada
tumbuhan dasarnya karena baiknya pertumbuhan akar sehingga mampu menyerap
hara sehingga mendukung untuk proses pembelahan sel atau pembesaran sel
untuk pertumbuhan tanaman. Hal terpenting dari pertumbuhan suatu tanaman
adalah pembesaran dan pembelahan pada sel (Davies, 2004).
Terdapat dua jenis utama sel yaitu sel prokariotik dan sel eukariotik yang
dapat dibedakan berdasarkan organisasi strukturalnya (Campbell, 2002). Sel
eukariotik jauh lebih kompleks daripada sel prokariotik. Pada sel eukariotik, DNA
tersusun bersama beberapa jenis protein tertentu menjadi kromosom yang ada di
nukleus. Sedangkan pada sel prokariotik lebih sederhana karena DNA tidak
terpisah dari bagian sel lain yang ada di nukleus. Sel prokariotik adalah kelompok
makhluk hidup yang nukleusnya tidak diselubungi oleh membrane dan DNAnya
tidak berada dalam kromosom sedangkan sel eukariotik merupakan kelompok
makhluk hidup yang nukleusnya diselubungi oleh membrane dan DNAnya
tersusun rapi di dalam kromosom (Suhartati et al., 2005). Sel prokariotik tidak
memiliki organel sitoplasmik seperti sel eukariotik. Membran sel dapat membelah
dan mampu melakukan penambahan ukuran pada sel serta memacu pembentukan
jaringan pada tumbuhan (Kusumaningrum, 2007).
3
Keterangan : 1. Sitoplasma
2. Dinding Sel
3. Inti Sel (Nukleus)
semua proses kegiatan sel, dinding sel sebagai penjaga bentuk sel, dan cairan
sitoplasma sebagai aktivitas kimiawi antar sel.
Saran untuk praktikum pengamatan sel ini adalah sebaiknya dalam
menyayat bawang merah yang akan dijadikan objek penelitian lebih teliti lagi agar
hasil yang didapat sesuai yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
ACARA 2
JARINGAN TUMBUHAN MONOKOTIL DAN DIKOTIL
PENDAHULUAN
Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang
sama. Jaringan-jaringan yang berbeda dapat bekerja sama dalam suatu fungsi
fisiologis yang sama untuk membentuk organ. Organ-organ tersebut tersusun dari
bermacam-macam jaringan. Berdasarkan kemampuan sel-selnya untuk membelah,
jaringan pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi jaringan meristem dan jaringan
permanen. Jaringan meristem adalah jaringan yang terdiri dari sekelompok sel
tumbuhan yang aktif membelah. Menurut asal pembentukannya jaringan meristem
dapat dikelompokkan menjadi promeristem, meristem primer dan meristem
sekunder. Menurut letaknya jaringan meristem dibedakan menjadi meristem
apikal, interkalar dan lateral. Jaringan permanen adalah jaringan yang bersifat
non-meristematik, yaitu tidak tumbuh dan berkembang lagi. Jaringan ini dibentuk
dari proses diferensiasi sel-sel meristem primer dan sekunder. Menurut fungsinya
jaringan permanen dapat dikelompokkan menjadi jaringan epidermis, jaringan
parenkim, jaringan penyokong, jaringan pengangkut dan jaringan gabus.
Tumbuhan dapat dibedakan menjadi tumbuhan dikotil dan tumbuhan monokotil
dan susunan jaringan pada organ tumbuhan tersebut mempunyai ciri yang
berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Hal yang membedakan tumbuhan monokotil dan dikotil selain ada tidaknya
kambium adalah akarnya. Tumbuhan monokotil khususnya tumbuhan Zea mays
mempunyai akar serabut (Suryaningsih et al., 2013). Tumbuhan dikotil khususnya
tumbuhan Arachis hypogaea berakar tunggang, dengan akar cabang yang tumbuh
tegak lurus pada akar tunggang tersebut (Fachruddin, 2000). Persamaan yang lain
pada kedua tumbuhan ini adalah pada tanaman yang tumbuh di daratan memiliki
stomata di permukaan bawah daun. Tumbuhan dikotil dan monokotil yang
tumbuh di daratan memiliki stomata yan terletak di permukaan bawah daun, pada
tumbuhan dikotil stomatanya tersebar sedangkan pada tumbuhan monokotil
terletak berderet sejajar dan ukuran stomata pada tumbuhan monokotil lebih kecil
daripada tumbuhan dikotil (Haryanti, 2010).
Keterangan : 1. Korteks
2. Epidermis
3. Endodermis
4. Empulur
5. Floem
6. Xylem
serabut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryaningsih et al., (2013) yang
menyatakan bahwa Zea mays termasuk tumbuhan yang berakar serabut.
2
3
Keterangan : 1. Empulur
2. Epidermis
3. Korteks
4. Endodermis
5. Floem
6. Xylem
memiliki kambium vaskuler yang berperan dalam proses penebalan akar dan akan
membentuk xylem serta floem. Akar tumbuhan Arachis hypogaea adalah akar
tunggang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fachruddin (2000) yang menyatakan
bahwa akar kacang tanah berakar tunggang, dengan akar cabang yang tumbuh
tegak lurus pada akar tunggang tersebut.
3
\\
batang kecambah Zea mays tampak menyebar dan tidak tersusun rapi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Silaban et al., (2013) yang menyatakan bahwa pada
tumbuhan monokotil terdapat ikatan pembuluh yang menyebar dan bertipe
koleteral tertutup yang artinya tidak ada kambium diantara xylem dan floem.
Hasil pengamatan jaringan pada batang kecambah dan akar kecambah Zea
mays dan Arachis hypogaea dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara
tumbuhan dikotil dan monokotil. Berkas pembuluh yang dimiliki oleh tumbuhan
dikotil tampak tersusun rapi atau teratur dan lebih lengkap sedangkan pada
tumbuhan monokotil berkas pembuluhnya tidak tersusun rapi atau tidak teratur
dan kurang lengkap jika dibandingkan dengan tumbuhan dikotil. Hasil
mikroskopik menunjukkan bahwa tumbuhan dikotil mempunyai kambium dan
tumbuhan monokotil tidak mempunyai kambium.
Saran bagi percobaan selanjutnya adalah sayatan melintang yang dilakukan
harus dengan menggunakan silet atau alat pemotong yang tajam sehingga hasil
dari sayatan tersebut dapat tersayat tipis dan dapat terlihat jelas pada mikroskop,
selain itu pensayatan harus dilakukan secara hati-hati agar hasil sayatan tetap utuh
dan tidak terpotong sehingga pada mikroskop dapat terlihat seluruh bagian-bagian
yang ada dalam preparat.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A, J. B. Reece dan L.G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Lima Jilid 2.
Erlangga. Jakarta
Haryanti, S. 2010. Jumlah dan distribusi stomata pada daun beberapa spesies
tanaman dikotil dan monokoti. Buletin Anatomi dan Fisiologi 18 (2): 21-
28
Karismayanti, Y dan Mansur. 2014. Upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran ipa pokok bahasan tumbuhan monokotil dan dikotil melalui
metode demonstrasi. Ibtida’I 1 (1): 149-166
ACARA 3
FOTOSINTESIS
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
mengandung zat hijau daun atau khlorofil (Hasbiah dan Wahidah, 2013).
Fotosintesis mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organik dan oksigen
dengan bantuan cahaya matahari (Ai dan Banyo, 2011). Fotosintesis sangat
penting pada tumbuhan, hal-hal yang harus terpenuhi dalam fotosintesis adalah
adanya cahaya, CO2, O2, khlorofil dan air (Suryawati et al., 2007).
Cahaya berperan sebagai faktor utama terjadinya fotosintesis, sehingga hasil
fotosintesis bergantung pada adanya cahaya dan seberapa besar intensitas cahaya
tersebut (Fitriningrum et al., 2013). Laju fotosintesis akan berjalan maksimum
ketika banyak cahaya, sehingga tanaman yang tumbuh dengan intensitas cahaya
yang tinggi daunnya berwarna lebih hijau daripada tanaman dengan intensitas
cahaya yang rendah dan akan mengalami perubahan warna menjadi biru
kehitaman dibandingkan yang mendapat sinar matahari yang sedikit
(Pertamawati, 2010).
alkohol yang sudah dipanaskan hingga khlorofil larut. Ambil daun Gliricidia
sepium yang telah dipanaskan dalam alkohol dan rendam dalam larutan JKJ.
Angkat daun Gliricidia sepium dari larutan JKJ dan amati warna daun Gliricidia
sepium pada bagian yang terbuka dan tertutup alumunium foil.
yang maksimal, menutup daun gamal dengan alumunium foil hingga tidak
terdapat celah agar penutup tidak mudah terlepas.
DAFTAR PUSTAKA
Ai, N.S., dan Y. Banyo. 2011. Konsentrasi khlorofil daun sebagai indikator
kekurangan air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11 (2): 166-173.
Hasbiah, S.T., dan B.F. Wahidah. 2013. Perbandingan kecepatan fotosintesi pada
tanaman sawi hijau (Brassica juncea) yang diberi pupuk organik dan
anorganik. Jurnal Biogenesis. 1 (1): 61-69.
ACARA 4
PENGAMATAN KHLOROFIL
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Khlorofil adalah salah satu pigmen fotosintesis yang hanya terdapat pada
tumbuhan dan terletak pada membran tilakoid yang berada dalam organel
khloroplas (Proklamasiningsih et al., 2012). Khlorofil merupakan pigmen utama
yang terdapat dalam membran khloroplas (Prastyo et al., 2015). Hal tersebut
menunjukkan bahwa pigmen hijau khlorofil mendominasi pigmen lain yang
terdapat pada tumbuhan. Khlorofil merupakan pigmen fotosintesis yang dapat
menyerap energi cahaya matahari berupa foton. Khlorofil banyak menyerap sinar
dengan panjang gelombang 400 – 700 nm (Handoko et al., 2013). Fungsi utama
khlorofil adalah memanfaatkan energi matahari, memicu terjadinya fiksasi CO2
untuk dirombak menjadi karbohidrat dan menyediakan energi dalam bentuk ATP
yang digunakan untuk proses fotosintesis (Ai et al., 2011). Pada tumbuhan tingkat
tinggi khlorofil yang terdapat pada daun adalah khlorofil a dan khlorofil b. Pada
keadaan normal daun akan memiliki kandungan khlorofil a lebih banyak dari
khlorofil b, yaitu jumlah khlorofil a tiga kali dari khlorofil b (Maulid, 2015). Salah
satu contoh tumbuhan tingkat tinggi adalah Gliricidia sepium (tumbuhan gamal).
Gliricidia sepium merupakan salah satu tumbuhan leguminosa yang memiliki
daun kecil dan tipis (Cakra et al., 2014). Daun yang kecil mengandung lebih
sedikit khlorofil daripada daun yang lebar. Daun Gliricidia sepium yang kecil
memiliki jumlah khlorofil yang lebih sedikit dibandingkan daun lain, hal ini
mengakibatkan jumlah cahaya yang diserap lebih sedikit (Sakya et al., 2008).
Macam-macam pigmen menyerap cahaya maksimum pada panjang
gelombang cahaya tertentu. Khlorofil a dan khlorofil b paling banyak menyerap
warna merah (Ai et al., 2011). Khlorofil a menyerap cahaya pada panjang
gelombang 673 nm, sedangkan khlorofil b menyerap pada panjang gelombang
455 – 640 nm (Regazzoni et al., 2014). Gelombang cahaya merah dan biru paling
efektif dalam melakukan fotosintesis (Handoko et al., 2013). Panjang gelombang
sekitar 400 nm dan 600 nm menyebabkan laju fotosintesis mengalami
peningkatan. Pusat reaksi fotosintesis adalah pada khlorofil a. Khlorofil b hanya
akan meneruskan energi yang diserapnya ke khlorofil a. Perbedaan mendasar dari
23
DAFTAR PUSTAKA
Maulid, R. R. dan A. N. Laily. 2015. Kadar total pigmen klorofil dan senyawa
antosianin ekstrak kastuba (Euphorbia pulcherrima) berdasarkan umur
daun. Prosiding KPSDA. 1 (1): 225 – 230.
Prastyo, K. A. dan A. N. Laily. 2015. Uji konsentrasi klorofil daun temu mangga
(Curcuma mangga Val.), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan temu
hitam (Curcuma aeruginosa) dengan tipe kertas saring yang berbeda
menggunakan spektrofotometer. Prosiding KPSDA. 1 (1): 188 – 191.
LAMPIRAN
Keterangan :
A663 = Nilai rata-rata absorbansi pada panjang gelombang 663 nm
A645 = Nilai rata-rata absorbansi pada panjang gelombang 645 nm
V = Volume dari ekstrak (mL)
W = Berat basah dari sampel (g)
29
ACARA 5
RESPIRASI
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
(Kumolowati et al., 2003). Kandungan CO2 juga berpengaruh pada laju respirasi.
Laju respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi kandungan gas
O2 atau CO2 dalam kemasan atau dalam ruang penyimpanan (Paramita, 2010).
Respirasi pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu respirasi aerob dan
respirasi anaerob. Respirasi aerob adalah proses yang memerlukan oksigen
sebagai (akseptor) elektron, terjadi di sitoplasma dan mitokondria dan
menghasilkan 36 ATP dan satu molekul glukosa, respirasi aerob dihasilkan CO2
dan energi (Parent et al., (2008). Respirasi anaerob adalah proses respirasi tanpa
adanya oksigen dan menghasilkan CO2 dan alkohol melalui proses fermentasi.
Respirasi anaerob menghasilkan 2 ATP (Widodo, 2005).
Laju respirasi juga menentukan pertumbuhan akar benih, apabila benih
melakukan respirasi maka benih mempunyai cadangan energi dan cadangan
makanan untuk tumbuh. Dalam respirasi yakni memecah molekul glukosa
menjadi energi untuk melakukan pertumbuhan dengan menghasilkan ATP, energi
yang dihasilkan dari proses respirasi tersebut langsung dipakai untuk mensintesis
protein serta lemak sebagai komponen dari pertumbuhan sel dalam
perkecambahan (Salisbury dan Ross, 2010). Dalam perhitungan jumlah CO2 yang
dihasilkan dari proses respirasi digunakan NaOH untuk mengikat CO2 kemudian
larutan NaOH dititrasi untuk menentukan CO2 yang dihasilkan (Azizah, 2007).
menggantungkan kecambah agar tidak terkena NaOH, dan karet digunakan untuk
mengeratkan penutup agar tidak ada udara yang masuk kedalam botol. Bahan
yang digunakan adalah aquades, 0,1 N HCl, BaCl2 5%, indikator pp
(phenolphtalein), dan benih kacang hijau.
Metode yang digunakan adalah, rendam benih kacang hijau dengan aquades
kemudian ditiriskan, siapkan masing masing dua botol dengan 20 ml 0,4 N NaOH
dan beri label “kontrol” dan “perlakuan” pada masing masing botol. Timbang 5 gr
kecambah dan bungkus dengan kain kasa serta ikat dengan benang, masukkan
bungkusan kecambah pada botol “perlakuan” dengan posisi menggantung tanpa
menyentuh larutan NaOH dalam botol kemudian tutup rapat rapat botol
“Perlakuan” (dengan kecambah) dan “Kontrol” (tanpa kecambah). Biarkan selama
24 jam (terjadi proses respirasi), catat waktu mulai pengamatan, setelah selesai
(24 jam) ambil 5 ml NaOH dari botol “Kontrol” dan “Perlakuan” dan masukkan
kedalam labu erlenmeyer, tambahkan 2,5 ml BaCl2 5% sampai terjadi endapan
putih, tambahkan 2 tetes indikator pp sampai masing masing larutan berwwarna
pink, kemudian titrasi masing masing erlenmeyer dengan 0,1 N HCl sampai
warna pink hilang (larutan menjadi putih keruh) dan catat volume titrasi.
Simpulan dari hasil praktikum yang telah dilakukan adalah bahwa respirasi
kecambah menghasilkan nilai CO2 yang berbeda, kadar CO2 pada botol
“Perlakuan” lebih besar dibandingkan dengan kadar CO2 pada botol “Kontrol”,
karena pada botol “Perlakuan” terdapat kecambah yang dapat melakukan respirasi
segingga menghasilkan CO2 yang lebih banyak daripada botol “Kontrol” yang
hanya menggunakan CO2 yang ada didalam botol saja.
Saran dari praktikum respirasi ini adalah dengan memperhatikan penutup
pada botol agar tidak adanya udara yang masuk kedalam sistem, sehingga
respirasi perkecambahan tidak terganggu dengan masuknya CO2 dari udara diluar
botol dan juga memperhatikan perubahan warna saat pentitrasian campuran NaOH
dan BaCl2 dengan larutan HCl.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, R., Subagyo., Rosanti, E. 2007. Pengaruh Kadar Air Terhadap Laju
Respirasi Tanah Tambak Pada Penggunaan Katul Padi Sebagai Primming
Agent. Ilmu Kelautan. 12(2) : 67 – 72.
33
Salisbury dan Ross . 2010. Plant physiology. Wadsworth Pub. Co. from the
University of Michigan.
LAMPIRAN
ACARA 6
KHROMOSOM DAN PEMBELAHAN SEL
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Khromosom terletak di dalam nukleus dan terdiri dari kumpulan DNA. Proses
pembelahan sel melibatkan khromosom, karena sebelum adanya pembelahan sel,
khromosom terlebih dahulu melakukan replikasi. Pembelahan sel pada organisme
eukariotik melalui beberapa fase, yaitu interfase (fase istirahat) dan fase mitosis.
36
Fase mitosis terdiri dari profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase
(Muhlisyah et al., 2014). Interfase terdiri dari fase Gap-1 (G1), fase sintesis (S)
dan fase Gap-2 (G2) (Satriyo et al., 2011). Profase ditandai dengan kromatin yang
mulai memadat dan memendek (Campbell, 2002). Prometafase merupakan fase
sebelum metafase yang ditandai dengan kromosom yang mulai menuju ke tengah
kutub. Metafase ditandai dengan khromosom yang terdapat di tengah seperti
membentuk garis ekuator (Chaniago, 2008). Fase pembelahan setelah metafase
dan sebelum anafase terdapat checkpoint untuk penyusunan gelendong
pembelahan (Becker et al., 2000). Fungsi checkpoint ini untuk megetahui apakah
khromosom telah berada di bidang ekuator dan siap ditarik ke kutub yang
berlawanan. Anafase ditandai dengan kromosom yang bergerak ke arah kutub
yang berlawanan. Telofase ditandai dengan terbelahnya sel menjadi dua sel anak
yang identik (Muhlisyah et al., 2014). Hasil akhir dari pembelahan mitosis adalah
dua sel anak yang sama (Campbell, 2002).
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu contoh tumbuhan
yang melakukan pembelahan sel secara mitosis. Bagian Allium cepa yang
digunakan dalam pengamatan khromosom adalah ujung akar, hal ini karena ujung
akar merupakan organ paling meristematis yang berhubungan dengan fungsinya
mencari zat hara di dalam tanah (Setyawan et al., 2000). Hidrolisis dengan HCl
berguna dalam melarutkan lamela tengah, pewarnaan dengan aceto orcein
bertujuan untuk pewarnaan khromosom, zat warna aceto orcein digunakan karena
penetrasinya yang cepat dan tahan lama, squash bertujuan agar sel yang diamati di
bawah mikroskop hanya tersusun dari selapis sel saja (Setyawan et al., 2000).
Preparat yang dilewati di atas api spritus bertujuan agar pewarna yang digunakan
meresap dengan sempurna (Imaniar et al., 2014).
1. Kromosom dan Pembelahan Sel pada Ujung Akar Umbi Bawang Merah
(Allium cepa L.) Tahap Profase
2. Kromosom dan Pembelahan Sel pada Ujung Akar Umbi Bawang Merah (Allium
cepa L.) Tahap Metafase
3. Kromosom dan Pembelahan Sel pada Ujung Akar Umbi Bawang Merah (Allium
cepa L.) Tahap Anafase
4. Kromosom dan Pembelahan Sel pada Ujung Akar Umbi Bawang Merah (Allium
cepa L.) Tahap Telofase
Khromosom yang diamati di bawah mikroskop tidak lepas dari peran HCl,
aceto orcein, squash dan api spritus. Aceto orcein berfungsi dalam pewarnaan
khromosom, squash bertujuan agar sel yang akan diamati hanya terdiri dari
selapis sel saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyawan et al. (2000) yang
menyatakan bahwa HCL berfungsi dalam melarutkan lamela tengah sel, sehingga
sel dapat terpisah dan pengamatan lebih mudah dilakukan, aceto orcein berfungsi
dalam pewarnaan khromosom, squash bertujuan agar sel yang akan diamati hanya
terdiri dari selapis sel saja. Imaniar et al. (2014) menambahkan bahwa preparat
yang diberi pewarna khromosom dan dilewati di atas api bunsen akan menyerap
pewarna lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Becker, W. M., L. J. Kleinsmith dan J. Hardin. 2000. The World of The Cell. 4th
Ed. San Fransisco : Cummings Imprint.
Chaniago, I. 2008. Potensi allelokimia padi (Oryza sativa L.) dalam menekan
perkecambahan gulma Echiniochloa crussgalli (L.) Beauv. (kajian
pembelahan sel). Jurnal Jerami. 1 (1): 13 – 17.
ACARA 7
FREKUENSI ALEL, GENOTIPE DAN FENOTIPE
PENDAHULUAN
Alel adalah gen-gen yang terletak pada lokus yang sama dengan membawa
sifat yang bervariasi bagi keturunan berikutnya karena interaksi gen pada
khromosom. Pada sebuah lokus diploid masing-masing lokus diwakili dua kali
dalam genom. Individu homozigot memiliki dua alel yang sama untuk sebuah
sifat tertentu, sedangkan individu heterozigot memiliki dua alel yang berbeda
untuk sifat tertentu. Penulisan alel dominan dinotasikan dengan simbol huruf
besar, sedangkan alel resesif dinotasikan dengan simbol huruf kecil. Menurut
Teori Hardy-Weinberg jika pada suatu populasi terjadi secara acak, tidak terjadi
mutasi, tidak terjadi migrasi dan tidak terjadi seleksi alam maka nilai frekuensi
gen akan konstan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Apabila kudua alel
pada sebuah lokus dinotasikan dengan p dan q, maka secara aljabar Teori Hardy-
Weinberg dapat dituliskan menjadi:
(p + q)2 = p2 + 2pq + q2
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui frekuensi alel, genotip dan
fenotip melalui probabilitis pelemparan dua buah koin untuk membuktikan hukum
Hardy-Weinberg dengan menggunakan uji chi-square (X2). Manfaat dari
praktikum ini adalah dapat memahami rasio frekuensi alel, genotip dan fenotip
dengan pengujian Teori Hardy-Weinberg pada pelemparan dua buah koin melalui
tabel chi-square.
44
TINJAUAN PUSTAKA
Alel adalah gen-gen yang terdapat dalam lokus yang bersesuaian dari
pasangan khromosom homolog, tetapi memiliki sifat yang bervariasi karena
mutasi pada gen asli. Masing-masing lokus diwakili dua kali dalam genom suatu
individu pada spesies diploid, lokus homolog dapat bersifat homozigot atau
heterozigot (Snustad dan Simmons, 2012). Dalam sebuah lokus pada individu
homozigot memiliki dua alel untuk sebuah sifat tertentu, sedangkan pada individu
heterozigot terdapat dua alel yang berbeda untuk sifat tertentu (Campbell et al.,
2003). Seluruh alel yang terdapat pada lokus yang dimiliki individu menyusun
kumpulan gen populasi tersebut. Jika semua anggota populasi adalah homozigot
bagi alel yang sama, maka alel tersebut akan berada tetap pada kumpulan gen
yang sama.
Persebaran frekuensi alel (p + q), genotip (p2 + 2pq + q2) dan fenotip pada
suatu populasi berdasarkan Teori Hardy-Weinberg tetap konstan selama beberapa
generasi, terkecuali terdapat intervensi selain melalui rekombinasi secara seksual
(Muin dan Zurahmah, 2009). Sehingga, fertilisasi acak dan pergeseran seksual
alel akibat meosis tidak berdampak pada keseluruhan struktur gen suatu populasi.
Penghitungan frekuensi alel, genotip dan fenotip dapat dilakukan dengan Teori
Hardy-Weinberg melalui uji chi-square untuk mengetahui kesetimbangan yang
terjadi pada gen (Winarso, 2008).
untuk menuliskan data hasil pelemparan koin. Bahan yang digunakan adalah dua
buah koin logam dengan kedua sisi yang berbeda.
Metode yang dilakukan adalah dengan menyiapkan pensil dan kertas,
membuat tabel pengamatan, kemudian melempar kedua koin secara bersamaan
lakukan pengulangan sebanyak 200 kali, mencatat hasil posisi koin pada setiap
pelemparan.
pendapat Nury (2010) yang menyatakan bahwa jumlah frekuensi gen dominan
dan resesif adalah 1 dan jumlah frekuensi ketiga macam genotip (p2, 2pq dan q2)
adalah 1. Berdasarkan tabel chi-square, hasil X2 hitung adalah 0,19. Hasil
penghitungan X2 menunjukkan adanya keseimbangan Teori Hardy-Weinberg
karena X2 hitung < X2 tabel pada tabel chi-square. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mulliadi dan Arifin (2010) yang menyatakan bahwa keseimbangan Teori Hardy-
Weinberg terjadi jika pada tabel chi-square menunjukkan X2 hitung < X2 tabel,
sehingga mengindikasikan tidak adanya penyimpangan, sehingga frekuensi gen
dan genotip tetap dari generasi ke generasi yang menggambarkan keseimbangan
suatu populasi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Frekuensi Genotip
HH = 51/200
= 0,205
Hh = 97/200
= 0,485
hh = 52/200
= 0,210
Frekuensi Fenotip
H dominan (HH, Hh) = 0,205 + 0,485
= 0,690
h resesif (hh) = 0,210
Frekuensi Alel
H = √0,205
= 0,453
h =1–R
= 0,547
Uji Chi-Square
X2 hitung = 0,19
X2 tabel (dk=2; p=0,05) = 5,99
X2 hitung < X2 tabel = 0,19 < 5,99
*Terjadi keseimbangan Teori Hardy-Weinberg
49
ACARA 8
EKOSISTEM
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Komponen Biotik
Ilustrasi 1. Rumput
Ilustrasi 2. Bunga
Ilustrasi 3. Capung
53
Ilustrasi 4. Kecebong
Ilustrasi 5. Lumut
Ilustrasi 6. Lebah
Ilustrasi 8. Burung
2. Komponen Abiotik
Ilustrasi 9. Air
3. Rantai Makanan
Ekosistem yang ada pada rawa ini memiliki komponen biotik berupa
rumput, bunga, capung, kecebong, lumut, lebah, burung dan katak dewasa.
Komponen biotik berperan dalam keseimbangan ekosistem. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sitanggang et al (2015) yang menyatakan bahwa komponen biotik
berperan dalam menjamin kelangsungan organisme dan terciptanya keseimbangan
ekosistem. Komponen biotik sangat dibutuhkan karena komponen ini sangat
berpengaruh pada rantai makanan atau jarring-jaring makanan yang terjadi pada
suatu ekosistem. Faktor komponen biotik akan membentuk tingkatan dan saling
berinteraksi sehingga menjadi satu kesatuan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Abdurahman (2006) yang menyatakan bahwa faktor biotik akan membentuk
tingkatan-tingkatan organisme yang akan saling berinteraksi dan mempengaruhi
dalam membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Komponen abiotik yang terdapat pada ekosistem ini adalah air dan matahari.
Komponen abiotik adalah komponen yang terdiri dari makhluk tak hidup. Hal ini
sesuai dengan pendapat Yudasmara (2015) yang menyatakan bahwa komponen
56
abiotik adalah bagian dari ekosistem yang terdiri dari unsur fisika dan kimia (non
hidup) yang akan membentuk lingkungan dan berperan dalam kelangsungan
ekosistem. Sinar matahari sebagai komponen abiotik dalam ekosistem ini sangat
penting karena ekosistem membutuhkan energi dan materi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Campbell et al. (2004) yang menyatakan bahwa ekosistem harus terus
diberi tenaga dengan mengalirkan energi dari matahari dan materi akan bersiklus
dalam ekosistem tersebut.
Rantai makanan yang terbentuk dari tingkatan produsen hingga konsumen
tingkat atas dari komponen biotik dan abiotik yang tersusun dari rumput, bunga,
burung, lumut, lebah, kecebong, katak dewasa, capung, air dan matahari. Air dan
matahari berperan sebagai pelengkap berlangsungnya rantai makanan serta bunga,
rumput dan lumut sebagai produsen pada rantai makanan. Lebah, capung,
kecebong, burung dan katak dewasa berperan sebagai konsumen tingkat I sampai
tingkat atas pada rantai makanan. Bunga sebagai produsen pertama akan
dikonsumsi oleh konsumen tingkat I (lebah) selanjutnya lebah akan dikonsumsi
oleh konsumen tingkat II (katak dewasa). Rumput sebagai produsen kedua akan
dikonsumsi oleh konsumen tingkat I (capung) selanjutnya capung akan
dikonsumsi oleh konsumen tingkat II (katak dewasa). Lumut sebagai produsen
ketiga akan dikonsumsi tingkat I (kecebong) selanjutnya capung akan dikonsumsi
oleh konsumen tingkat II (burung). Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell et
al. (2004) yang menyatakan bahwa perpindahan rantai makanan dari tingkat trofik
satu ke tingkat trofik yang lebih tinggi yang dimulai dari produsen. Kestabilan
rantai makanan akan terganggu apabila tidak tersedianya produsen atau hilangnya
salah satu konsumen sehingga menyebabkan rantai makanan menjadi lebih
pendek, sedangkan apabila terdapat komponen biotik yang lain maka akan
memperpanjang rantai makanan dan membuat siklus perputaran rantai makanan
menjadi stabil. Hal ini sesuai dengan pendapat Maisyaroh (2010) yang
menyatakan bahwa keanekaragaman yang tinggi dan komponen biotik yang
semakin banyak akan menyebabkan rantai makanan semakin panjang dan akan
meciptakan ekosistem yang baik.
57
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A, J. B. Reece dan L.G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Lima Jilid
Tiga. Jakarta : Erlangga.