Contoh Makala
Contoh Makala
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. INNAS DAHRUL
2. RUFAIDA ASETI
3. KASNI R. SIBURIAN
6. FRANSISCUS S
7. PENI YULIARTI
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kelainan Jantung Kongenital (CHD) atau
Penyakit Jantungn Bawaan”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2
DAFTARISI ......................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................... 8
BAB 1
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) atau Congenital Heart Disease (CHD) merupakan kelainan
susunan jantung yang sudah ada sejak dalam kandungan. Kelainan ini tidak selalu menunjukan
gejala segera setelah lahir, bahkan mungkin saja sampai dewasa gejala tersebut tidak tampak.
Tidak jarang gejala baru ditemukan setelah bayi berusia beberapa bulan atau kadang beberapa
tahun (Nursalam, 2008). Kebanyakan defek jantung kongenital ditoleransi dengan baik selama
kehidupan janin karena sifat paralel sirkulasi janin. Hanya sesudah sirkulasi ibu dihilangkan, jalur
janin (duktus arteriosus dan foramen ovale) tertutup atau retriksi, dan sistem kardiovaskuler tidak
tergantung dipertahankan sehingga pengaruh hemodinamik sepenuhnya dari kelainan anatomi
menjadi tampak. Pada pasien CHD antara neonatus dan bayi yang lebih tua ada beberapa tanda
dan gejala yang berbeda dimana ketebalan dinding dan masa otot ventrikel kiri dan kanan
neonatus hampir sama dan pada waktu istirahat mempunyai konsumsi oksigen relatif tinggi,
sehingga memerlukan penambahan curah jantung untuk menghantarkan oksigen yang cukup ke
jaringan. Apabila dalam penurunan curah jantung tidak teratasi maka dapat mengakibatkan terjadi
edema paru dan dapat dengan cepat sampai kolaps sirkulasi total. (Behrman, dkk, 2000).
Prevalensi Penyakit Jantung Kongenital atau Congenital Heart Disease (CHD) di Indonesia
sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati 2%, abortus
(10-25%) dan bayi prematur sekitar 2% termasuk defek sekat ventrikel (VSD), tetapi tidak
termasuk Patent Ductus Arteriosussementara (PDA). Insiden menyeluruh ini tidak termasuk
prolaps katup mitral, PDA pada bayi prematur dan katup aorta bikuspid (ada sekitar 0,9% seri
dewasa). Pada bayi dengan defek jantung kongenital, ada spektrum keparahan yang lebar: sekitar
2-3 dari 1000 bayi neonatus total akan bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama.
Diagnosis ditegakkan pada umur 1 minggu pada 40-50% penderita dengan penyakit jantung
kongenital dan pada umur 1 tahun pada 50-60% penderita. (Behrman, dkk, 2000).
Berdasarkan hasil study pendahuluan pada tanggal 06 Maret 2013 di ruang Neonatus RSUD
dr. Haryoto Lumajang terdapat sekitar 7 bayi yang menderita CHD pada bulan Januari sampai
Februari 2013. Dari 7 kasus tersebut dibagi menjadi non sianotik sebanyak 2 orang dan sianotik
sebanyak 5 orang yang semuanyamemerlukan perawatan khusus. Dan ditemukan 2 diantaranya
meninggal dunia.
4
Faktor endogen dan eksogen dapat dicegah dengan pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat
kehamilan yang rutin, sehingga CHD dapat dihindari atau dikenali secara dini. Umumnya, CHD
dapat terdeteksi pada saat ultrasonografi (USG) dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau
pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Namun, meskipun mengambil tindakan pencegahan
terbaik, anak masih dapat dilahirkan dengan beberapa lesi bawaan pada jantung. Pembagian lesi
bawaan pada jantung secara umum terbagi menjadi 2 kelompok yaitu CHD sianotik dan CHD
asianotik. CHD sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara CHD asianotik umumnya memiliki lesi
(kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya
memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Pada CHD sianotik, bayi
baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor melalui
kelainan pada struktur jantung. Pada kondisi ini jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup
oksigen yang sangat berbahaya, sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya pada CHD
non sianotik tidak ada gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa
baik oleh dokter maupun oleh orang tua. Gejala yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau
menyusui sebentar-sebentar dan gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. (Hidayat, 2008)
Pada penatalaksanaan CHD di rumah sakit dibagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan medis dan
non medis (keperawatan). Penatalaksanaan medis bertujuan untuk mencegah terjadinya lesi yang
lebih parah pada jantung dan penatalaksanaan non medis (keperawatan) bertujuan mengurangi
beban jantung, mencegah terjadinya infeksi dan menurunkan resiko cidera.
Kelainan CHD ini bersifat kronis dan akut. Dimana pada tahap kronis perlu pengetahuan
orang tua untuk melakukan perawatan yang tepat selama anak di rumah, karena pengenalan
orang tua terhadap gejala kekambuhan meningkatakn tindakan yang diberikan secara tepat
kepada anak, sehingga angka morbilitas bisa dikurangi dan anak bisa mengalami proses tumbuh
kembang secara optimal. Pada fase akut perawat perlu memantau kondisi klien dan mengenali
perubahan yang terjadi pada klien selama 24 jam sehingga masalah dapat ditegakkan secara cepat
da tepat untuk menurunkan angka kesakitan pada bayi. Pada kelainan jantung bawaan ini baik
fase akut maupun kronik peran perawat sangat diperlukan, terutama untuk meningkatkan
pengetahuan orang tua tentang anak dengan kelainan jantung bawaan dan menurunkan resiko
kesakitan pada anak. Dalam hal ini peran perawat sangat dibutuhakan dalam memperbaiki
pengetahuan orang tua untuk memperbaiki kualitas hidup anak
Karena dalam setiap jenis kelainan jantung kongenital memiliki penanganan yang berbeda,
maka diperlukan pendekatan asuhan keperawatan yang lebih dalam. Berdasarkan uraian diatas,
5
maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang “Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny.
L dengan Suspect CHD di Ruang Neonatus RSU dr. Haryoto Lumajang tahun 2013“.
B. Rumusan Penulisan
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
6
1. Bagi Penulis
Dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengalaman dari penulis tentang Asuhan
Keperawatan pada bayi dengan CHD di Ruang Neonatus RSU dr. Haryoto Lumajang tahun
2013.
Bagi Perawat
Diharapkan perawat dapat memberikan penanganan yang tepat pada bayi dengan
gangguan jantung dan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Agar hasil penelitian dapat dijadikan gambaran dan bahan dasar penulis selanjutnya yang
melakukan study kasus yang sama.
BAB II
7
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) atau Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan
yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi sebelum bayi lahir.
Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala yang segera setelah bayi lahir. Tidak
jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia beberapa bulan atau beberapa
tahun. Kelainan Jantung Kongenital (CHD) merupakan kelainan yang disebabkan
gangguan perkembangan sistem kardiovaskuler pada embrio yang diduga karena adanya
faktor endogen dan eksogen (Ngastiyah, 2005).
Kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah besar
intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler (Smeltzer, 2001)
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7
minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan jantung terjadi
pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun
beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir. Kebanyakan
kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun
pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung
(Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-
10 dari 1.000 kelahiran hidup
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa congenital heart diseases
(CHD) atau dalam bahasa indonesia dikenal dengan Penyakit jantung Bawaan (PJB)
merupakan penyakit kelainan anatomi jantung yang didapat sejak lahir yang dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler pada anak.
B. Etiologi
8
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang di duga memmpunyai pengaruh pada penyakit peningkatan angka kejadia
PJB. Faktor-faktor penyebab kelainan jantung menurut sifatnya dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Eksogen
Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), konsumsi alkohol, radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada
kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital,
umur ibu lebih dari 40 tahun, dan lain-lain. Diferensiasi lengkap susunan jantung
terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar
terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
2. Endogen
C. Klasifikasi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. Biasanya anak dengan DSA
tidak terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan
perkembangannya biasa seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada
pirau kiri ke kanan yang sangat besar pada stres anak cepat lelah dan mengeluh
dispnea, dan sering memdapat infeksi saluran napas. Pada pemeriksaaan palpasi
9
terdapat kelainan ventrikel kanan hiperdinamik di parasternal kiri. Pada
pemeriksaan auskltasi, foto toraks EKG dapat lebih jelas adanya kelainan DSA
ini. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaaan ekokardiografi.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin
yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi
normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila
tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus :
PDA). Jika duktus tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh
tubuh akan kembali ke paru-paru sehingga memenuhi pembuluh paru-paru.
Stenosis Katup Pulmonal adalah suatu kerusakan katup jantung yang ditandai
dengan penyempitan (stenosis) katup pulmonal. Katup pulmonal terdiri dari tiga
jaringan kelopak yang tipis yang dikenal sebagai daun katup yang tersusun
seperti kaki tripod. Ketika ruang jantung kanan bawah (ventrikel kanan)
berkontraksi, daun katup ini terbuka, memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Pada stenosis katup
pulmonal, satu atau lebih daun katup tersebut mungkin rusak, terlalu tebal atau
tidak terpisah satu dengan lainnya sebagimana mestinya. Hal ini menyebabkan
katup pulmonal tidak terbuka sepenuhnya, membatasi aliran darah ke paru-paru.
Hal ini menurunkan kemampuan darah untuk mengalirkan darah yang kaya akan
oksigen keseluruh tubuh. Keadaan ini biasanya muncul pada saat lahir
(kongenital). Namun, kondisi ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari demam
reumatik atau endokarditis. Stenossi katup pulmonal yang ringan biasanya tidak
10
membutuhkan perawatan. Pada kasus yang moderat dan berat mungkin
membutuhkan pembedahan (Persify, 2014)
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel,
stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup
pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi aliran
darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah paru) yang
menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot (kelainan yang
ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan, penyempitan
11
katup pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara
serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran darah dari serambi ke bilik
jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposisi
pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat
vena paru yang seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung
kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung
berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
E. Pathway
12
F. Pemeriksaan Penunjang
13
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.
3. EKG
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4. Echocardiography
14
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi
G. Penatalaksanaan Medis
a. Medis
Pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatai gagal jantung
seperti digoksin dan diuretic,jika menunjukan perbaikan maka operasi tidak perlu
dilakukan ampai umur 2-3 tahun.Operasi dilakukan jika pada umur muda
pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil.
b. Keperawatan
Pengobatan definitive untuk PDA kecil adalah pembedahan PDA kecil dapat
dioperasikapan saja. Pada PDA besar dapat diberikan digoksin dan diuretic
untuk mengurangi gagal jantung. Operasi dilakukan pada masa bayi bila gejala
yang terjadi berat.pada bayi premature PDA ditutup dengan
Antiprostatglandin,misalnya indometasin,yang harus diberikan sedini
mungkin(<1 minggu).
b. Keperawatan
Berbagai resiko seperti pada VSD juga terjadi pada PDA,dengan demikian
perawatan bayi dan anak dengan PDA serupa pada VSD
ASD kecil tidak perlu oprasi karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik
atau bahaya (Maryunani, 2002).
4. Stenosis Pulmonal
a. Medis
b. Keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat
harus diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula
diberitahukan secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung
anak/dokter yang menangani.
a. Medis
16
Pertolongan untuk pasien TOF hanya dengan dioperasi. Jika TOF dengan
sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun.
Pada TOF dengan sianosis berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi
dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TOF yang sedang
mendapat serangan anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee
chest atau menungging dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2
melalui air minimal 2 L per menit. Diberikan juga suntikan morfin dosis
1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi dehidrasi dan asidosis
metabolik. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan bakteremia seperti
mencabut gigi, sirkumsisi, kateterisasi urine harus dilindungi dengan antibiotik
1 hari sebelum dan 3 hari setelahnya untuk mencegah endokarditis bakterialis.
b. Keperawatan
Walaupun pasien TOF selalu tampak sianosis (hanya TOF ringan tidak
sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter
memandang perlu. Oleh karena itu, orang tua pasien perlu diberikan petunjuk
perawatan anaknya. Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya
terjadi anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Medis
b. Keperawatan
Sama dengan pasien TOF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak
perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat,
maka O2 harus diberikan terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut
watan pasien penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut
diharapkan memahami kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga
dapat menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga
mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Genogram
c. Keluhan Utama
d. Riwayat Kehamilan
Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab
lain adalah rubella, influenza atau chicken fox. Riwayat prenatal seperti ibu yang
menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin. Kepatuhan ibu
menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu, dan tidak kecanduan
obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
e. Riwayat Persalinan
18
2. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penyakit jantung congenital (CHD) adalah: Bayi
baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang, anak terlihat pucat, banyak
keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik,
- Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum,
selaintrakostal dan region epigastrium.
- Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada
kaki. Denyut nadi pada lengan atas terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan
femoral.
3. Diagnosa Keperawatan
19
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel
4. Intervensi Keperawatan
Circulation Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam , maka penurunan curah
jantung dapat diatasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
NIC
20
2) Monitor TD, nadi, RR, suhu
21
Vital Sign Status
NIC
22
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel
Konservasi Energi
NIC
4) Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi
dan kemampuan anak.
23
5) Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
24
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan
malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir.
Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak.
Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit
jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien
tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada
usia muda.
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : Faktor Prenatal dan factor
genetic. Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:
B. SARAN
Dengan adanya makalah yang berjudul “Penyakit jantung Bawaan “ ini, Kelompok
mengharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya bagi para perawat pemula
yang sedang kiat-kiatnya dalam menambah wawasan untuk menuju perawat yang ahli,
propesional dan berwawasan luas dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang
ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
25
Prawirohardjo sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Smeltzer C, Brenda G Bare. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Sudarti dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk
mahasiswa kebidanan. Yogyakarta: numed .
Wilkinton, Judith M & Nancy, R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
Diagnosis Nanda, Intervensi, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC
26