Anda di halaman 1dari 12

BAB I:

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Secara umum, pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa
secara langsung dan merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang
dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi
pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Bila dicermati secara seksama, pajak merupakan bentuk nyata keikutsertaan
masyarakat dalam menjalankan kewajiban kenegaraan. Melalui pemenuhan
kewajiban membayar pajak berarti masyarakat telah ikut serta dalam menentukan
arah perjalanan bangsa dan negara. Penyelenggaraan kenegaraan dapat terlaksana
bila tersedia dana yang terutama berasal dari pajak. seperti yang telah
diamanatkan dalam Konstitusi NKRI yang tercantum dalam pasal 23 ayat (2)
UUD 1945, bahwa pengenaan, pemungutan maupun penarikan pajak dari rakyat
harus dengan undang-undang.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa hanya akan tercapai dengan baik
apabila penerimaan negara yang bersumber dari pajak dapat terpenuhi sesuai
dengan rencana. Penerimaan pajak hanya akan terpenuhi jika masyarakat taat
pajak dan masyarakat akan taat pajak jika ditopang dengan good governance di
bidang pengelolaan perpajakan. Agar dapat menciptakan kondisi perpajakan yang
diharapkan perlu dilakukan reformasi di berbagai bidang perpajakan dan
reformasi tersebut perlu didukung oleh berbagai pihak yang utamanya bertujuan
untuk menciptakan masyarakat sadar dan peduli pajak. Agar dapat mewujudkan
reformasi tersebut perlu mempersiapkan moral dan etika aparatur pajak dengan
baik.
Death and Taxes, adalah dua hal yang sebisa mungkin dihindari oleh banyak
orang didunia. Kalau yang pertama rasanya sulit, bahkan tidak mungkin, karena

1
berkaitan erat dengan kehendak dari pemilik otoritas terbesar yaitu Tuhan.
Alternatif yang kedua mungkin yang bisa dilakukan yaitu membayar pajak
seminimal mungkin atau penghindaran diri dari pengeluaran uang untuk keperluan
pembayaran pajak.
Sebenarnya bukan penghindaran diri atau pengelakan. Karena pengelakan dari
pembayaran pajak adalah cermin dari keengganan untuk ikut melaksanakan
kegotongroyongan nasional. Melainkan lebih ke arah mengatur sehingga pajak
yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya. Pernyataan bahwa wajib
pajak memiliki kecenderungan untuk mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak
lebih dari jumlah yang seharusnya adalah merupakan pernyataan umum yang
tidak perlu lagi dibuktikan.
Hampir semua orang baik di negara yang sudah maju maupun yang belum
berkembang, baik secara pribadi maupun kelompok (badan) berusaha untuk
mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Jangankan wajib pajak, pihak fiskus
pajakpun mengetahui dan menyadari ada suatu kecenderungan dari wajib pajak
pribadi, terutama badan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar,
dengan melakukan tax planning atau perencanaan pajak, secara legal (Tax
Avoidance) maupun Ilegal (Tax Evasion).
Pertanyaan yang akhirnya timbul adalah mengapa pajak itu dianggap sebagai
suatu beban yang berat. Kalau tidak boleh dibilang menakutkan. Sehingga perlu
adanya suatu usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatur jumlah pajak yang
dibayarkan padahal untuk melakukan tax planning itupun perlu biaya besar.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah tax planning dianggap legal atau ilegal sebagai alternatif
manajemen dalam meminimalkan pajak dalam sebuah perusahaan?

2
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pajak dan Kaitannya dengan Pembayaran Pajak


Pengertian atau definisi pajak bermacam-macam para pakar perpajakan
mengemukakannya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun
demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk merumuskan
pengertian pajak sehingga mudah dipahami.
Pengertian pajak, yang salah satu pengertian itu dinyatakan oleh R. Santoso
Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang dirangkum oleh
Waloyu dalam bukunya Perpajakan Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang


terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan”.

Dari definisi diatas, kemungkinan yang membuat wajib pajak melakukan


usaha-usaha untuk menghindarkan diri dari pajak, bahwa dalam pembayaran
pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu secara langsung dari
pemerintah. Misalnya ibarat orang membeli tiket pesawat, tetapi kepastian
keberangkatan belum ditentukan, padahal kebanyakan orang menganggap bahwa
untuk setiap transaksi, mereka melihat kaitan antara pahitnya membayar dan
manisnya mengkonsumsi. Atau ketika wajib pajak membayar (pahit) tidak
mendapat imbalan langsung (manis) dari pengeluaran wajib pajak, melainkan
semua jenis pajak yang kita bayarkan, dikumpulkan dan kemudian didistribusikan
kepada pos-pos pengeluaran yang membutuhkan.
Pengeluaran uang untuk pembayaran pajak akan disenangi apabila ketika wajib
pajak mengeluarkan uang untuk membayar pajak, pemerintah dianggap harus
memberikan kontra prestasi yang seimbang dengan uang dibayarkan. Tentunya

3
hal ini sulit dan rasanya tidak masuk di akal, karena jumlah wajib pajak sangat
banyak dan dengan jumlah yang berbeda pula antara satu wajib pajak dengan
wajib pajak yang lain, di sisi lain pemerintah harus memikirkan dan menyediakan
kontra prestasi yang langsung dan sesuai dengan nilai uang yang diterima dari
wajib pajak untuk pembayaran pajaknya.
Dalam kegiatan sehari-hari, sering tidak disadari bahwa sebenarnya kita telah
menikmati dan memanfaatkan berbagai pelayanan publik dan sarana/prasarana
umum yang telah tersedia yang dibiayai dari pajak. Kita semua telah
memanfaatkan berbagai fasilitas umum tersebut sejak lahir atau tinggal di negeri
ini, atau bahkan jauh sebelum lahir entah itu mendapatkan pelayanan kesehatan,
perawatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi. Dari aktifitas yang dilakukan
tersebut pada akhirnya kita bisa memperoleh penghasilan yang sebagian dari
padanya disisihkan untuk membayar pajak. Tidak dapat kita bayangkan jikalau
pelayanan maupun fasilitas tersebut harus kita sediakan sendiri. Tanpa adanya
fasilitas tersebut, mustahil kita dapat mencapai tingkat kehidupan dan peradaban
sebagaimana adanya sekarang ini.
Kesimpulannya agar wajib pajak senang membayar pajak, prinsip pemungutan
pajak harus sesuai dengan prinsip cost and benefit. Adam Smith dan para ahli
perpajakan pada umumnya mengamatkan bahwa pajak harus berlandaskan
keadilan, kepastian hukum, kenyamanan (convenience) dan bersifat ekonomis.
Masalahnya bukan pada tidak adanya kontra prestasi secara langsung, yang
menyebabkan ada usaha-usaha wajib pajak untuk mengatur jumlah pajak yang
harus dibayarkan. Apabila ditinjau dari wajib pajak seperti badan usaha pajak
penghasilan dapat dianggap sebagai beban yang mengurangi laba pemegang
saham yang juga menjadi pemilik dari badan usaha tersebut.
Sesuai dengan definisi di atas, pajak dipungut berdasarkan undang-undang,
meskipun demikian tidak semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk
dibayarkan pajak. Karena menganggap pajak itu sebagai beban, maka timbul
keinginan untuk mengurangi pajak tersebut, sama halnya keinginan untuk
mengurangi beban-beban yang lain. Atas dasar inilah banyak wajib pajak pribadi

4
atau badan, melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus
dibayar dengan melakukan tax planning.

2.2. Tax Planning : Strategi Meminimalkan Pajak


Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem perpajakan di Indonesia menganut
sistem Self Assessment yaitu negara dalam hal ini pemerintah memberi
kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak warganya sendiri
(disebut Wajib Pajak). Contoh penerapan sistem ini adalah pelaksanaan hak dan
kewajiban pajak penghasilan untuk perusahaan (badan) ataupun orang pribadi. Di
sinilah sangat dibutuhkan kesadaran dari warga negara/masyarakat untuk selalu
patuh dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Disamping
memberi kepercayaan penuh kepada warga masyarakat, namun apabila terdapat
data atau keterangan yang diperoleh pemerintah (DJP) berbeda dengan data
pelaporan pajak wajib pajak maka DJP berperan melakukan uji kepatuhan
terhadap kewajiban yang telah dilaksanakan warganya tersebut melalui
pemeriksaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan dihubungkan dengan kondisi
perekonomian kita saat ini yang tidak lepas dari isu bisnis internasional. Isu bisnis
internasional saat ini telah memegang peranan penting. Dengan demikian
perencanaan pajak secara internasional juga semakin penting. Transaksi
internasional termasuk di dalamnya transaksi pajak internasional akan menjadi
bagian bisnis yang tidak efisien apabila tidak direncanakan dengan baik. Di satu
sisi perencanaan pajak internasional memiliki cakupan yang lebih luas dari pada
perencanaan pajak domestik. Di sisi lain, karena sangat terlibat dengan undang-
undang dan peraturan dari dua negara atau lebih, maka perencanaan pajak
internasional menjadi salah satu area yang kompleks.
Sasaran utama dari perusahaan domestik dalam kaitannya dengan pajak adalah
mengurangi pajak nasional/domestik dan pajak asing atas pendapatan yang berasal
dari luar negeri. Pajak asing akan meningkatkan biaya pajak perusahaan domestik
secara total dan pajak tersebut tidak seluruhnya dapat dikreditkan dari pajak
domestik. Pembayar pajak dapat meningkatkan efisiensi biaya pajak asing ini

5
melalui rencana pengurangan pajak asing atau melalui rencana peningkatan porsi
pajak asing yang dapat dikreditkan.
Secara umum Tax Planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasikan
usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang
pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi
yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tax Planning sebenarnya bagian dari
manajemen pajak. Tujuan dari manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan
manajemen keuangan yaitu memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Dengan demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar
yang mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya.
Tujuan dari Tax Planning seperti yang diutarakan oleh James W. Pratt, Jane O.
Burns dan William N. Kulsrud dalam buku Individual Taxation 1989 Edition
(1989 : 1-37) adalah : the obvious goal of most tax planning is the minimization of
the amount that a person or other entity must transfer to the government.
Umumnya Tax Planning banyak diterapkan oleh wajib pajak badan, dalam hal
ini badan usaha yang besar, dengan tujuan untuk mengatur pembayaran pajaknya,
khususnya untuk mengelak dari pengenaan pajak penghasilan lapisan ke-3 yaitu
lebih dari 50 juta dengan tarif 30% Pph pasal 17. Contoh, misalnya sebuah
perusahaan memiliki laba sebelum pajak Rp. 100 juta. Pajak penghasilan yang
harus dibayarkan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun
1994 pasal 17 adalah:
10 % X Rp. 25.000.000 = Rp. 2.500.000
15 % X Rp. 25.000.000 = 3.750.000
30 % X Rp. 50.000.000 = 15.000.000
Jumlah Pajak Penghasilan = Rp. 21.250.000
Jumlah pajak penghasilan yang terutang adalah Rp. 21.250.000, hampir
seperempat dari laba perusahaan. Apabila dilakukan Tax Planning, jumlah sebesar
21.250.000 ini bisa ditekan dan tentu saja akan menguntungkan bagi perusahaan.

6
2.3. Etika dalam Akuntansi : Legalitas Tax Planning
Tax Planning biasanya merujuk pada proses merencanakan usaha dan transaksi
wajib pajak sehingga hutang pajak berada dalam jumlah minimal yang sesuai
dengan peraturan pajak. Namun sebetulnya perencanaan pajak dapat pula
mempunyai kondisi positif konstruktif dalam arti perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat
dihindari pemborosan sumber daya secara optimal. Dalam Tax Planning,
tujuannya adalah mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban
pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Dengan demikian, pajak yang
dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya dan tentu saja akan membantu
cashflow perusahaan.
Tax Planning selalu dimulai dengan menyakinkan apakah suatu transaksi
terkena pajak, apabila transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan
untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya dan apakah pembayaran pajak
tersebut dapat ditunda pembayarannya. Hal ini sesuai dengan pengertian yang
disampaikan oleh Mohammad Zain sebagai berikut:
“Tax Planning (Perencanaan Pajak) adalah merupakan tindakan
penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang
tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi
pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat
mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui
apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan
penyelundupan pajak (tax evasion)”.

Lumbantoruan (1996 : 354) mengatakan manajemen pajak (Tax Planning)


adalah sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar
undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah
mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa Tax Planning merupakan upaya
yang legal karena upaya penghindaran pajak masih dalam ruang lingkup
pemajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. Ide dasarnya adalah usaha
pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindari impak
perpajakan yang besar. Pertimbangan impak perpajakan dilakukan sebelum
terjadinya suatu transaksi.

7
Hal yang sama dirumuskan oleh Spitz mengenai Tax Planning sebagai berikut:
“Arrangement of business and personel affairs in such in way as to attract
the lowest possible incident of tax and pre arrangement of facts in the
most tax favored way”

Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan Tax Planning yaitu Tax Avoidance
dan Tax Evasion. Dalam literatur keduanya dibedakan berkaitan dengan masalah
legilitasnya. Sommeifeld menulis:
“Succesful tax planning, or tax avoidance, must be clearly distinguished
from tax evasion. In tax jargon the latter term refers to the illegal
reduction of a tax liability, whereas the former term encompasses only
legal means achieving that some objective”

Tax avoidance (penghindaran pajak) dapat dikatakan legal (tidak melanggar


hukum) karena memanfaatkan celah dari suatu peraturan perundang-undangan
(loope hole) dalam hal memenuhi kewajiban perpajakan. Berbeda dengan tax
evasion (penyelundupan pajak) dilakukan dengan melanggar peraturan
perundang-undangan perpajakan sehingga dikatakan ilegal. Berdasarkan hasil
observasi pelaksanaan tax planning dapat dilakukan dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah antara lain:
1. Menentukan bidang usaha (eksportir)
2. Menjadi Pengusaha Ekspor Tertentu (PET)
3. Menentukan tempat lokasi usaha (Bonded Zone)
4. Penangguhan PPN atas pembelian mesin baik local maupun impor
5. Pembebasan Bea Masuk, PPN Impor dan PPh Pasal 22
Tujuan utama dari perencanaan pajak adalah meminimalkan beban pajak dari
pengenaan sanksi berupa denda dan bunga serta biaya lainnya apabila dilakukan
pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena tidak melanggar peraturan
perpajakan.

2.4. Strategi dalam Tax Planning


Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak
untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar, misalnya seperti yang

8
dikemukakan oleh Sophar Lumbantoruan dalam bukunya akuntansi pajak (1996 :
489) yaitu:
1. Pergeseran pajak (shifting), ialah pemindahan atau mentransfer beban
pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian, orang
atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak
menanggungnya.
2. Kapitalisasi, ialah pengurangan harga objek pajak sama dengan
jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
3. Transformasi, ialah cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh
pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan
terhadapnya.
4. Tax Evasion, ialah penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan
peraturan perpajakan.
5. Tax Avoidance, ialah penghindaran pajak dengan menuruti peraturan
yang ada.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa ada strategi-strategi yang bisa diambil oleh
wajib pajak terutama badan, dalam usahanya melaksanakan Tax Planning dengan
tujuan mengatur atau dengan kata lain meminimalkan jumlah pajak yang harus
dibayar. Diantara strategi-strategi tersebut ada yang legal maupun ilegal. Untuk
strategi-strategi atau cara-cara yang legal sesuai dengan aturan undang-undang
yang berlaku, biasanya dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah yang ada
dalam undang-undang perpajakan (loopholes).

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Analisis


3.1.1. Jenis dan Paradigma Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Strauss dan Corbin
(1997:11-13), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh)
dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari
kuantifikasi (pengukuran).
Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Discourse
Analysis atau Analisis Wacana. Dimana analisis wacana merupakan seperangkat
prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan
teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang telah direncanakan sebelumnya.
Analisis wacana berkepentingan dengan konteks budaya dan politik tempat wacana itu
terjadi, serta cara bahasa tersebut dipakai dan ditata (Daymon dan Holloway, 2001).

3.1.2. Teknik Analisis


Melakukan analisis berarti melakukan kajian untuk memahami struktur suatu
fenomena yang berlaku di lapangan. Dalam pelaksanaannya, analisis wacana
untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian dari metode penelitian sosial
dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dimaklumi dalam penelitian sosial,
setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam
hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial
tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan
problematika sosial. Meskipun tidak ada langkah dan aturan baku untuk
mengerjakan proses analisis kualitatif, namun reduksi data dan interpretasi data
adalah hal yang lazim dilakukan. Dengan demikian proses penelitiannya tidak
hanya berusaha memahami makna yang terdapat dalam sebuah naskah, melainkan
acapkali menggali apa yang terdapat dibalik naskah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Book :
Resmi, Siti. PERPAJAKAN; Teori dan Kasus Buku 1 Edisi 5. Penerbit Salemba
Empat. Jakarta : 2009

Sulistiawan, Dedhy dkk. CREATIVE ACCOUNTING : Mengungkap


Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta
: 2011

E-Book :
- Jurnal Akuntansi Puslit Petra mengenai “Tax Planning : Sebuah
Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak” oleh Yenni
Mangoting (Dosen Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi – Universitas
Kristen Petra
- Makalah Hukum mengenai “Hukum Pajak Internasional dan
Permasalahannya” oleh Maya Dwi Astanty, SH
- Artikel Ekonomi Internasional mengenai “Internasional Tax Planning”
oleh Aris Aviantara
- Jurnal Ekonomi Internasional mengenai “Gambaran Penghindaran Pajak
Melalui Negara Tax Heaven” oleh Irfansyah (Mahasiswa FISIP
Universitas Indonesia 2010)

Penelusuran Website :
- www.google.com/definisitaxplanning
- www.google.com/pengertianperencanaanpajak

11
12

Anda mungkin juga menyukai