Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN

1. Kasus (Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Perubahan Presepsi Sensori: Halusinasi

2. Definisi
1) Perubahan persepsi: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana
klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi
sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan) (Cook dan Fontaine, 1987).
2) Individu menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan
(Depkes RI, 2008).
3) Suatu keadaan di mana seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang
mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus
(Towsend, 1998).
4) Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran, penglihatan,
taktil, atau penciuman yang tidak ada stimulus eksternal (Antai Otong, 1995).
5) Gangguan penyerapan/presepsi pasca indra tanpa adanya rangsangan dari luar.
Gangguan ini dapat terjadi pada sistem pengindraan pada saat kesadaran individu
tersebut panuh dan baik. Gangguan ini dapat terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien
dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).

3. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang memengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor
perkembangan, sosiokultural, biokomia, psikologi, dan genetik.
 Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stres dan kecemasan.
 Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
 Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokomia seperti buffofenon dan
dimethytransferase (DMP).
 Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
 Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menujukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepkan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memelurkan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana yang sepia atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusonigenik.

4. Tanda dan Gejala


Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien
dengan halusinasi.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi dengar (klien  Bicara atau tertawa sendiri 
Mendengar suara-suara
mendengar suara atau bunyi  Marah-marah tanpa sebab atau kegaduhan
yang tidak ada hubungannya  Mendekatkan telinga ke arah 
Mendengar suara yang
dengan stimulus yang nyata tertentu ngajak bercakap-cakap
atau lingkungan).  Menutup telinga 
Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi Penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
(klien melihat gambaran tertentu bentuk geometris, kartun,
yang jelas atau samar  Ketakutan pada sesuatu yang melihat hantu atau monster.
terhadap adanya stimulus tidak jelas
yang nyata dari lingkungan
dan oranmg lain tidak
melihatnya).
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus seperti Membaui bau-bauan seperti
(klien mencium suatu sedang membaui bau-bauan bau darah, urin, feses, dan
bauyang muncul dari tertentu. terkadang bau-bau tersebut
sumber tertentu tanpa  Menutup hidung menyenangkan bagi klien.
stimulus yang nyata).
Halusinasi Pengecapan  Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
(klien merasakan sesuatu  Muntah urine, atau feses.
yang tidak nyata, sering
meludah biasanya
merasakan rasa makanan
yang tidak enak).
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk 
Mengatakan ada serangga
(klien merasakan sesuatu permukaan kulit di permukaan kulit
pada kulitnya tanpa ada  Merasakan seperti tersengat
stimulus yang nyata). listrik.
Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
(klien merasa badannya dianggapnya bergerak melayang di udara
bergerak dalam suatu sendiri.
ruangan atau anggota
badannya bergerak)
Halusinasi Fiseral  Memegang badannya yang  Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul dianggap berubah bentuk menjadi mengecil setelah
dalam tubuhnya) dan tidak normal seperti minum soft drink.
biasanya.

5. A. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu Dikaji
Perubahan Persepsi Sensori: Subjektif:
Halusinasi  Klien mengatakan mendengar sesuatu.
 Klien mengatakan melihat bayangan putih.
 Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik.
 Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti
feses.
 Klien mengatakan kepalanya melayang di udara.
Objektif:
 Klien terlihat bicara atai tertawa sendiri saat dikaji.
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
 Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah.
 Pikiran cepat berubah-ubah.
 Kekecuan alur pikiran.

B. Pohon masalah (gambaran pohon masalah)


Effect Risiko Tinggi Kekerasan

Care Problem Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

6. Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi.

7. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
 Tujuan/strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi.
b. Mengidentifikasi isi halusinasi.
c. Mengindentifikasi waktu halusinasi.
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi.
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
f. Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
h. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksana 3 (SP 3) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasanya dilakukan klien di rumah)
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
c. Mengajurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
 Tindakan keperawatan untuk klien.
a. Membantu klien mengenali halusinasi.
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu klien
mengenali halusinasinya. Perawat dapat berdiskusi dengan klien terkait isi
halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi muncul, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul (komunikasinya sama dengan pengkajian di atas).
b. Melatih klien mengontrol halusinasi.
Perawat dapat melatih empat cara dalam mengedalikan halusinasi pada
klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu mengontrol halusinasi
seseorang. Keempat cara tersebut adalah menghardik halusinasi, bercaka-
cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas yang terjadwal dan
mengonsumsi obat secara teratur.
2) Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Klien
 Tujuan/strategi pelaksanaan.
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawata klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi yang dialami klien
beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi.
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untu keluarga.
a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawata klien halusinasi.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi.
 Tindakan keperawatan untuk keluarga klien
Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa di
rumah. Hal ini mengingatkan keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan
orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat
menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang
mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika
keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh bahkan untuk
memulihkan kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus melatih
keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga
tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh
klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap kedua
adalah melatih keluarga untuk merawat klien dan tahap yang ketiga yaitu
melatih keluarga untuk merawat klien langsung.
Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada klien), serta
sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau.

8. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan


1. Orientasi
 “Selamat pagi, Assalammualaikum ... Boleh saya berkenalan dengan Ibu?
Nama saya ..., boleh panggil saya ... Saya mahasiswa keperawatan ... saya
sedang praktek disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB
siang. Kalau boleh saya tau nama Ibu siapa dan senang dipanggil apa?”
 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan sakit?”
 Kontrak
a. Topik: “Apakah Ibu ridak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut
Ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
b. Waktu: “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
c. Tempat: “Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau
dimana?”
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah ibu melihat sesuatu/orang/bayangan/makhluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus menerus atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang ibu rasakan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara tersebut suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara itu muncul.”
“Pertama dengan cara menghardik suara tersebut.”
“Kedua dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga melakukan kegiatan yang terjadwal.”
“Keempat minum obat dengan teratur.”
“Caranya seperti ini:
 Saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang, pergi saya tidak mau
dengar ... saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara tersebut tidak didengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu ...
bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bias.”
 Saat melihat bayangan itu muncul, langsung ibu bilang, pergi saya tidak mau
lihat ... saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu terus diulang-ulang sampai
bayangan itu tak terlihat lagi. Coba ibu peragakan! Nsh begitu! ... Bagus! Coba
lagi! Ya bagus ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi.”
 Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi?”
“Coba sebutkan cara untuk mencegak suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”
 Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian)
 Kontrak yang akan datang
a. Topik: “Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
b. Waktu: “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30
WIB, bisa?”
c. Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya,
apa masih disini atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok.
Wassalammualaikum.”

9. Latihan Fase Orientasi, Kerja, dan Terminasi pada Setiap SP


Latihan 1. Membina hubungan saling percaya dengan klien halusinasi.
“Selamat pagi bapak/ibu! Saya perawat yang akan merawat bapak/ibu. Nama
saya ..., senang dipanggil..., seminggu sekali saya akan kesini untuk merawat
bapak/ibu. Nama bapak/ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Ada keluhan bapak/ibu saat ini?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang selama ini
mengganggu bapak/ibu? Mau duduk dimana? Bgaimana kalu diruang tamu? Mari
bapak/ibu.”
Latihan 2. Mengkaji isi, waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi.
“Apakah bapak/ibu mendengar atau melihat sesuatu? Apakah pengalaman ini terus
menerus terjadi atau sewaktu-waktu saja? Kapan bapak/ibu mengalami hal itu?
Berapa kali sehari bapak/ibu mengalami hal tersebut. Pada keadaan apa terdengar
suara itu? Apakah pada waktu sendriri?”
“Bagus, bapak/ibu mau menceritakan semua ini.”
Latihan 3. Mengkaji respon klien terhadap halusinasi.
“Apa yang bapa/ibu rasakan jika suara-suara itu muncul? Apa yang bapak/ibu
lakukan jika mengalami halusinasi?”
Jika klien senang dengan halusinasinya maka lanjutkan dengan:
“Bagaimana dengan kegiatan bapak/ibu sehari-hari, apakah terganggu?”
Jika klien mengatakan takut dengan halusinasinya maka katakan:
“Apa yang bapak/ibu lakukan, apakah berhasil menghilangkan suara-suara itu?”
“Bagaimana kalau kita belajar beberapa cara untuk mencegah munculnya suara-
suara itu?”
Latihan 4. Melatih klien menghardik halusinasi.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu! Bagaimana perasaaan bapak/ibu hari ini? Apakah bapak/
ibu masih mendengar suara-suara seperti yang kita diskusikan minggu lalu? Sesuai
janji saya sebelumnya, hari ini kita akan belajar salah satu cara untuk
mengendalikan suara-suara yang muncul, yaitu dengan menghardik. Kita akan
latihan setengah jam disini. Apakah bapak/ibu setuju?”
Kerja:
“Begini bapak/ibu, untuk mengendalikan diri ketika suara itu muncul bisa dilakukan
dengan cara menghardik suara-suara tersebut. Caranya sebagai berikut, saat suara-
suara itu muncul, langsung bapak/ibu bilang, pergi saya tidak mau dengar, ... saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba bapak/ibu peragakan! Nah begitu ... bagus! Coba lagi! Ya bagus
bapak/ibu sudah bisa.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah latihan tadi? Kalau muncul suara-suara itu
silahkan coba cara yang sudah diperagakan! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (masukkan dalam jadwal kegiatan
harian). Kita ketemu lagi minggu depan, saya akan kembali untuk latihan cara lain.
Selamat pagi bapak/ibu!”
Latihan 5. Melatih klien bercakap-cakap saat halusinasi muncul.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu bagaimana perasaannya bapak/ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah bapak/ibu sudah menerapkan cara yang telah kita
latih? Sesuai janji kemarin, hari ini kita akan latihan cara kedua untuk mengontrol
halusinasi. Yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan lakukan selama 30
menit disini. Apakah bapak/ibu siap?”
Kerja:
“Salah satu cara mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak/ibu mendengar saura-suara, langsung saja cari
teman untuk ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan ibu. Contohnya begini ...
tolong saya mulai dengar saura-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah, misal anak bapak/ibu, katakan: nak, ayo ngobrol dengan bapak/ibu.
Bapak/ibu sedang dengar suara-suara. Begitu bapak/ibu. Cobs bspsk/ibu lskuksn
seperti yang tadi dilakukan. Ya, begitu. Bagus!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah latihan ini? Selain menghardik cobalah cara
yang kedua ini jika bapak/ibu mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita
masukkan kedalam jadwal harian bapak/ibu. Minggu depan saya akan kesini lagi
untuk latihan cara ketiga yaitu menjadwal kegiatan kita. Selamat pagi bapak/ibu.”
Latihan 6. Membantu klien melaksanakan aktivitas terjadwal.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai kedua cara yang sudah kita latih kemarin?
Bagaimana hasilnya? Bagus! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara ketiga
untuk mencegah halusinasi, yaitu membuat jadwal kegiatan bapak/ibu mulai dari
bangun pagi sampai dengan tidur malam. Ini blanko yang bisa bapak/ibu pakai. Kita
akan mengerjakannya selama 1jam. Disini ya bapak/ibu.”
Kerja:
“Coba bapak/ibu tuliskan kegiatan dari bangun tidur sampai tidur kembali dimalam
hari. Caranya bapak/ibu tulis dulu dikolom pertama kemudian kegiatan bapak/ibu
dikolom kedua. Contohnya begini, jam 05.00 ibu bangun, kemudian sholat subuh. Ya
begitu. Coba bapak/ibu teruskan. Ya bagus teruskan sampai tidur malam. Ya bagus
bapak/ibu sudah selesai menulis kegiatan dari bangun hingga tidur kembali.
Sekarang jam 10.00 jadwalnya menyapu halaman, mari kita latihan!” (Beri contoh
dan latih klien melakukannya dengan benar, berikan pujian atas keberhasilan klien).
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah membuat jadwal ini? Kita mulai melakukan
kegiatan sesuai jadwal bapak/ibu juga harus buat jadwal untuk enam hari berikutnya.
Jadi sudah berapa cara yang dilakukan untuk mencegah halusinasinya? Bagus!
Minggu depan saya kesini lagi, bapak ibu sudah mempunyai jadwal lengkap untuk
satu minggu dan kita akan diskusikan bagaimana cara minum obat yang teratur agar
dapat mengontrol halusinasinya. Selamat pagi bapak/ibu.”
Latihan 7. Pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu. Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apakah suara-
suara masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang sudah dilatih? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik,
hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak/ibu minum. Kita
akan diskusi selama 30 menit. Disini ya bapak/ibu?”
Kerja:
“Apakah bapak/ibu merasakan adanya perbedaan setelah minum obat secara
teratur? Apakah suara-suaranya berkurang atau sudah menghilang? Minum obat
sangat penting agar suara-suara yang bapak/ibu dengar selama ini tidak muncul
lagi. Berapa macam obat yang bapak/ibu minum? (perawat menyiapkan obat klien).
Ada tiga macam obat yang harus bapak/ibu minum. Pertama yang berwarna orange
(CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-suara, yang kedua warna putih (THP)
gunanya untuk melemaskan badan agar tidak kaku dan merilekskan tubuh, dan yang
terakhir berwarna merah jambu (HP) gunanya untuk menenangkan pikiran.
Ketiganya diminum 3x1hari setelah makan, jam 07.30,13.00,19.30. kalau suara-
suaranya sudah hilang bapak/ibu tetap harus meminum obatnya. Namun akan saya
konsultasikan dengan dokter, sebab jika putus obat bapak/ibu akan kambuh lagi dan
sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak/ibu bisa
kontrol ke puskesmas untuk mendapatkan obat lagi. Oleh karena itu, 2 hari sebelum
obat habis bapak/ibu harus kontrol. Bapak/ibu juga harus teliti saat menggunakan
obat-obat ini. Pastikan itu obat-obat yang benar milik bapak/ibu. Jangan keliru
dengan obat orang lain. Baca kemasannya. Pastikan obat dimun pada waktunya dan
dengan cara yang benar. Bapak/ibu juga harus pastikan berapa jumlah obat yang
harus diminum, dan harus cukup minum 10 gelas perhari.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi mengenai program
pengobatan untuk bapak/ibu? Coba sebutkan lagi obat apa saja yang harus
bapak/ibu minum? Berapa kali diminum? Bapak/ibu harus teratur minum obat ini!
Jika ada gejala-gejala yang tidak biasa misalnya mata melihat keatas, kaku-kaku
otot, tangan tremor, atau ada bagian tubuh yang bergerak sendiri, bapak/ibu jangan
panik itu semua karena pengaruh obat. Hubungi saya atau puskesmas. Nanti kami
akan datang. Minggu depan kita akan bertemu lagi. Kita akan mengevaluasi apakah
suara-suara yg bapak/ibu dengar masih sering muncul atau sudah hilang. Selamat
pagi bapak/ibu.”
Latihan 8. Pendidikan kesehatan keluarga klien halusinasi.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu! Saya ..., perawat yang merawat bapak/ibu.”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apa pendapat bapak/ibu tentang anak
bapak/ibu? Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah yang anak bapak/ibu alami
dan bantuan yang bapak/ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi dimana? Berapa lama?”
Kerja:
“Selama ini apa yang dilakukan oleh anak bapak/ibu?”
“Ya, segala yang dialami oleh anak bapak/ibu itu halusinasi., yaitu mendengar atau
melihat sesuatu yang tidak ada. Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri atau
marah-marah tanpa sebab.”
“Jadi kalau anak bapak/ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara
itu tidak ada, atau kalau anak bapak/ibu mengatakan melihat bayang-banyangan
sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
“Kalau dalam kondisi seperti itu bapak/ibu jangan menyetujui atau menyanggah apa
yang diceritakan oleh anak bapak/ibu!”
“Dengarkan saja, katakan bahwa bapak/ibu tidak mendengar suara atau melihat
bayangan itu!”
“Ya, bagus seperti itu!”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi?”
“Coba bapak/ibu ulangi lagi masalah apa yang dialami anak bapak/ibu?”
“Bapak/ibu jika anaknya mendengar suara-suara atau melihat bayangan cobalah
untuk tidak mendukung atau menyanggah halusinasi!”
“Minggu depan saya akan kesini lagi untuk berdiskusi dengan bapak/ibu mengenai
merawat anak bapak/ibu. Selamat pagi bapak/ibu.”
Latihan 9. Pendidikan kesehatan keluarga klien halusinasi.
Pertemuan ke 2: melatih keluarga merawat klien halusinasi.
Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu!”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?”
“Sesuai janji kita minggu lalu, hari ini akan berdiskusi mengenai cara merawat
keluarga bapak/ibu yang mengalami halusinasi. Bapak/ibu ingin berapa lama kita
berdiskusi? Dimana enaknya kita berdiskusi? Bagaimana kalau diruang tamu?”
Kerja:
“Kalau anak bapak/ibu mengalami halusinasi apa yang dilakukan? Bagaimana
pengaruhnya terhadap prilaku anak bapak/ibu? Apakah halusinasinya berkurang?”
“Ada beberapa cara untuk membantu anak bapak/ibu agar bisa mengatasi
halusinanya. Cara-cara tersebut meliputi: jangan membantah atau mendukung
halusinasi anak bapak/ibu. Katakan saja bapak/ibu percaya bahwa anak tersebut
memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi bapak/ibu sendiri tidak
melihat atau mendengar. Tolong bapak/ibu mengawas kegiatan anaknya! Saya sudah
melatih anak bapak/ibu tiga cara untuk mengatasi halusinasi yaitu mengharsik
bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan yang terjadwal. Tolong
bapak/ibu memantau pelaksanaan jetiga cara tersebut. Berikan pujian dan dorongan
untuk melaksanakannya! Jangan biarkan anak bapak/ibu melamun, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Bantu anak bapak/ibu minum obat secara
teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Bila tanda-tanda halusinasi
muncul ajaklah anak bapak/ibu bercakap-cakap!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap.”
“Coba bapak/ibu sebutkan lagi empat cara yang dapat membantu anak bapak/ibu
untuk mengatasi halusinasinya.”
“Dalam seminggu ini cobalah cara-cara tadi bapak/ibu terapkan!”
“Minggu depan saya akan kesini untuk melatih bapak/ibu cara berkomunikasi dengan
anak bapak/ibu. Saya akan datang sekitar jam 10.00 pagi.”

10. Referensi
Damaiyanti, Mukhripah, dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Fitria, Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai