Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pentingnya peningkatan gizi bagi generasi penerus bangsa menjadi

perhatian serius Kementerian Kesehatan.Kewajiban kita semua untuk

mempersiapkan anak sejak dini menjadi anak yang sehat, cerdas dan

memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Dalam

kaitan mempersiapkan anak tersebut, harus dilakukan secara terencana,

tepat, intensif dan berkesinambungan baik oleh keluarga, masyarakat,

pemerintah dan swasta.

Salah satu upaya yang paling mendasar untuk menjamin

pencapaian kualitas tumbuh kembang anak secara optimal sekaligus

memenuhi hak anak adalah memberikan makanan terbaik bagi anak sejak

lahir hingga usia dua tahun (Kementerian kesehatan, 2015). Reformasi

dibidang kesehatan merupakan visi Indonesia Sehat 2015-2030 dengan

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals

(SDGs). Empat pilar utama yang harus dikembangkan untuk mencapai visi

tersebut yaitu Pilar Pembangunan Sosial, Pilar Pembangunan Ekonomi,

Pilar Pembangunan Lingkungan, dan Pilar Pembangunan Inklusif dan

Cara Pelaksanaan. Kemajuan dalam Pilar Pembangunan Sosial memiliki 6

Goals, 55 Target, 88 indikator.

Target yang dimaksud adalah target SDGs goals 2 yang mana

tujuannya yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan


meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan. Target

tahun 2030 mengkhiri segala bentuk malnutrisi termasuk mencapai target

internasional 2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan

mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan, wanita hamil dan menyusui

serta lansia.Indonesia memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan

pemberian ASI eksklusif, terutama dari kalangan ibu pekerja

(Kementerian Kesehatan, 2017).

Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif 14 kali lebih mungkin

untuk bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan dibandingkan

anak yang tidak disusui, hanya 39 % anak-anak di bawah enam bulan

mendapatkan ASI eksklusif pada tahun 2012 ( UNICEF 2013 ). Selain

ituberdasarkan data yang diperoleh dari cakupan pemberian air susu ibu

eksklusif bagi bayi usia 0-6 bulan pada tahun 2013 sebesar 54,3% pada

tahun 2014 relatif turun menjadi 52,4% (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Capaian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang

diharapkan sebesar 80%.Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012

pencapaian ASI eksklusif adalah 42%.

Sedangkan persentase proses mulai menyusui pada anak umur 0-

23 bulan menurut provinsi Persentase nasional proses mulai menyusu

kurang dari satu jam (IMD) setelah bayi lahir adalah 34,5 %, dengan

persentase tertinggi di Nusa Tenggara Barat (52,9 %),terendah di Papua

Barat (21,7%) dan sedangkan data di DKI Jakarta (41,9%), (RISKESDAS

2013). Data-data tersebut adalah keadaan dimana para ibu masih minim
mengetahui status nutrisi atau kandungan gizi yang dapat memperlancar

produksi ASI serta masih minimnya kesempatan untuk memerah ASI di

tempat kerja, tidak tersedianya ruang ASI, serta kurangnya pengetahuan

ibu bekerja atau tidak bekerja tentang manajemen laktasi, beserta

pengetahuan ibu tentang cara yang tepat untuk dapat memperlancar

pengeluaran ASI (Dinkes, 2015).

Mengingat banyak terjadi perubahan perilaku dalam masyarkat

khususnya ibu-ibu yang cenderung menolak menyusui bayinya sendiri

terutama pada ibu-ibu yang bekerja dengan alasan air susunya hanya

sedikit atau tidak keluar sama sekali, keadaan ini memberikan dampak

negative terhadap status kesehatan gizi serta tingkat kecerdasan anak.

Upaya yang dilakukan tenaga kesehatan agar ibu mendapatkan

pengetahuan tentang cara yang tepat untuk dapat memperlancar

pengeluaran ASI. Dengan memberikan edukasi diharapkan ibu dapat

mengerti dan memahami akan pentignya mengkonsumsi makanan yang

kaya akan protein dan mineral untuk kelancara pengeluaran ASI dan ibu

dapat menyusui bayinya secara ekslusif selama 6 bulan (Badriah, 2011).

Air Susu Ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama

pada bulan-bulan pertama, karena mengandung zat gizi yang diperlukan

bayi untuk membangun dan menyediakan energy (Khasanah, 2011). ASI

adalahair susu yang keluar dari seorang ibu pasca melahirkan bukan

sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari

sel-sel yang hidup seperti sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor
pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus

(Nugroho,2011).

Salah satu indikator kelancaran ASI yaitu makanan ibu sehari-hari

harus cukup dan berkualitas, baik untuk menunjang pertumbuhan dan

menjaga kesehatan bayinya.Selain itu hormone oksitosin dapat

memperlancar ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu, maka

bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu disebut “rooting reflex

(reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan

bantuan lidahnya. Let down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada

ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran

(IDAI, 2010). Bayi yang sehat dapat mengosongkan payudara sekitar 5-7

menit dan lambung bayi akan kosong dalam waktu 2jam. Frekuensi

penyusuan 1013 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah

melahirkan. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam

menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah satu sampai dua

minggu kemudian (Siti Maryam, 2016).

Kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi ibu akan

mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksinya. Oleh karena itu ibu harus

memproduksi sekitar 800-1.000 cc ASI setaip harinya (Siti Maryam,

2016). Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa

kriteria sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya

mencukupi bagi bayi pada 2-3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah

sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar
dari puting dengan sendirinya, ASI yang kurang dapat dilihat saat

stimulasi pengeluaran ASI, ASI hanya sedikit yang keluar, bayi baru lahir

yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8

kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi

tertidur atau tenang selama 2- 3 jam,(Bobak, 2010).

Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi

bayi adalah karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi

mengeluarkan BAB yang berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang

dinamakan dengan mekonium, BAB ini berasal dari saluran pencernaan

bayi, serta cairan amnion. Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang

bayi dapatkan, bayi yang meminum ASI, umumnya pola BABnya 2-5 kali

perhari, BAB yang dihasilkan adalah berwarna kuning keemasan, tidak

terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan

susu formula, umumnya pola BABnya hanya 1 kali sehari, BAB berwarna

putih pucat (Bobak, 2012).

Nutrisi Ibu yang sedang menyusui harus dapat tambahan energi,

protein, maupun vitamin dan mineral.Pada 6 bulan pertama masa

menyusui saat bayi hanya mendapat ASI saja, ibu perlu tambahan nutrisi

700

kalori/hari.Bulan berikutnya 500

kalori/hari dan tahun kedua 400

kalori/hari (Elisabeth, 2015).

Dampak yang terjadi apabila ASI tidak


keluar dengan lancer yaitu saluran ASI

tersumbat (obstructed duct).Sering kali

ibu mengeluh, di dalam payudaranya

terdapat benjolan atau bahkan bayi

kurang suka menyusu akibat aliran ASI

yang kurang lancar.Biasanya karena

saluran ASI tersumbat. Jika air susu

jarang dikeluarkan, maka air susu akan

mengental sehingga menyumbat lumen

saluran (Elisabeth, 2015).

Menurut laporan dari Dinas Kesehatan

tiap provinsi tahun 2013, cakupan

pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah

54,3% (Pusdatin, 2015). Dari data

provinsi Tangerang jumlah bayi yang

mendapatkan ASI Eksklusif pada tahun

2015 sebanyak 5.474 bayi (67,36%).

Hal ini terlihat adanya peningkatan

dibandingkan tahun 2014 yang hanya

sebanyak 5.033 bayi (59,74 %) itu

disama artikan masih belum mencapai

angka yang diharapkan Kemenkes


sebesar 80% tentang pemberian ASI

Ekslusif (Kementerian kesehatan,

2015).

Di atas telah disebutkan bahwa untuk

pengeluaran ASI yang adekuat

dibutuhkan hormone oksitosin yang

dibutuhkan hormone oksitosin yang

dilpaskan dari hipofisi anterior.Untuk

sintesis oksitosin, bahan dasarnyadapat

diperoleh dengan mengkonsumsi

kacang-kacangan. Selain oksitosin ada

dikandungan kacang-kacangan adapun

kandungannya lainnya seperti protein,

karbonhidrat, lemak,mineral dan

vitamin (Akhmad, 2017).

Salah satu jenis keanekaragaman

hayati tersebut adalah kacangkacangan

yaitu Kacang hijau

(Phaseolus radiate L) merupakan

tanaman kacang-kacangan yang

penting dalam peningkatan gizi


masyarakat, tumbuhan yang termasuk

suku polong-polongan (Fabaceae) ini

memiliki banyak manfaat dalam

kehidupan sehari-hari sebagai sumber

bahan pangan berprotein nabati tinggi

dan sebagai bahan makanan. Kacang

hijau mengandung nilai gizi yang

cukup tinggi dalam 100gr biji kacang

hijau kering mengandung 22.2 gr

protein, 6.29 gr karbonhidrat, 124 gr

kalsium, 326 mg fosfor, 0.64 gr

vitamin B1 dan 6 IU vitamin C.

Kacang hijau baik untuk sumber

protein nabati, tiamin atau vitamin B1

mengubah karbonhidrat menjadi

energy karena ibu menyusui energy

lebih besar dibandingkan saat hamil.

Bila kekurangan tiamin ibu jadi mudah

tersinggung sulit konsentrasi dan

kurang bersemangat. Mood yang baik

akan memicu hormone oksitosin

mengeluarkan ASI (Akhmad, 2017).


Kacang hijau dapat digunakan sebagai

kelancaran produksi ASI, selain tiamin

dalam kandungan kacang hijau

terdapat kandungan polifenol dalam

kacang hijau dapat mempengaruhi

peningkatan produksi ASI (Shohib,

2006). Manfaat lainnya dalam kacang

hjiau adalah dapat mencegah resiko

kanker payudara, menjaga tekanan

darah, sebagai sumber zat besi,

melinduhi kulit, meningkatkan kadar

hemoglobin (Edu Healty & Heltty,

2008).

Berdasarkan data studi pendahulaun

yang pernah diteliti Yuni Widaryanti di

BPM Sumbermulyo Jogoroto Jombang

2015 terdapat 7 ibu nifas menunjukkan

bahwa 4 (57.1 %) responden yang ASI

nya keluar dengan lancar sesudah

mengkonsumsi sari kacang hijau

sedangkan 3 (42.9 %) responden yang

ASI nya tidak bisa keluar dengan


lancar. Studi pendahuluan yang

dilakukan di Puskesmas Kecamatan

Cipondoh tanggal 15 Oktober2017

diperoleh data ibu melahirkan

sebanyak 1320 orang pada tahun 2016. Data kunjungan nifas di poli KIA pada

bulan Oktober sampai bulan November

2017 sebanyak 190 orang dengan rata -

rata 95 orang per bulan atau 25 orang

tiap minggunya.Kunjungan nifas

biasanya 5 hari setelah post partum,

saat kunjungan ibu menceritakan ada

yang ASInya sudah keluar dan ada

yang ASInya keluar namun sedikit, itu

dikarenakan ibu tidak mengetahui

nutrisi pendamping yang baik untuk

memperlancar Produksi ASI.

Hasil wawancara dengan 5 ibu nifas, 3

diantaranya mengatakan bahwa merasa

khawatir dengan bayinya jika ASInya

belum keluar.Ia jugamengatakan

bahwa sambil menunggu ASInya

keluar, ibu sementara memberikan

susu formula untuk sementara. Dilema


yangterjadi pada ibu nifas ini

mendorongpeneliti untuk melakukan

penelitian lebih lanjut apakah ada

“Pengaruh Pemberian Sari Kacang

Hijau Terhadap Kelancaran Produksi

ASI Pada Ibu Nifas Di Puskesmas

Kecamatan Cipondoh Tangerang“?

Anda mungkin juga menyukai