Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
id
SERAT MUDHATANYA:
Suntingan Teks dan Ajaran Kepemimpinan
SKRIPSI
Disusun oleh
USWATUN CHASANAH
C0105050
SERAT MUDHATANYA:
Suntingan Teks dan Ajaran Kepemimpinan
Disusun oleh:
USWATUN CHASANAH
C0105050
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Endang Tri W., M.Hum Drs. Sisyono Eko W., M.Hum
NIP 195811011986012001 NIP 196205031988032001
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Daerah
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SERAT MUDHATANYA:
Suntingan Teks dan Ajaran Kepemimpinan
Disusun oleh
USWATUN CHASANAH
C0105050
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Uswatun Chasanah
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar Ra’d: 11)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
- Ibundaku tercinta
- Keluarga
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai bila tanpa bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
ini.
2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang juga telah memberikan
4. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku Pembimbing Kedua, yang juga
membimbing penulis sejak awal hingga akhir studi di Jurusan Sastra Daerah.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
7. Kepala dan staff Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan
8. Kepala dan staff Perpustakaan Museum Sana Budaya Yogyakarta yang telah
9. Seluruh staf dan karyawan Tata Usaha Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Mita, Daning, Ruma, Ebi, mbak Wik, mbak Ambar, Tantri, Ama yang telah
11. Saudara-saudariku pengurus dan anggota SKI, BPM, BKM, dan BEM FSSR
12. Berbagai pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati
commit to user
Penulis
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
D A F T A R IS I … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … ix
C. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 17
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
‘kagaliha’ ………………………………………………….
‘dahuru’ ……………………………………………………
‘kalintu’ ……………………………………………………
‘angsring’ …………………………………………………..
Tabel 4.12 Variasi penulisan kata ‘blêdug’ dan kata ‘balêdug’ ................ 57
Tabel 4.13 Variasi penulisan kata ‘saknagari’ dan kata ‘saknêgari’ ........ 57
Tabel 4.14 Variasi penulisan kata ‘glêpung’ dan kata ‘galêpung’ ........... 57
‘pênjênêngan’........................................................................... 58
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
hal. : halaman
PB : Paku Buwana
SM : Serat Mudhatanya
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
xiii
perpustakaan.uns.ac.id 1
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang masih dapat dilihat dan dinikmati adalah artefak yang umumnya berupa
bangunan, seperti candi, masjid, kraton, dan bangunan lainnya. Tetapi sebenarnya,
masih ada satu jenis artefak lagi yang sering diabaikan dan ditinggalkan oleh
karangan tulisan tangan, baik yang asli maupun salinannya, yang mengandung
teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu
(Darusuprapta, 1984:10).
beragam, berbanding lurus dengan jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia.
Hampir setiap suku mempunyai peninggalan naskah ini. Salah satunya adalah
masyarakat Jawa, yang secara kepemilikan naskah menduduki urutan pertama dari
penyebarluasan hasil penelitian agar karya luhur nenek moyang kita tidak sekedar
Suatu bidang ilmu yang erat kaitannya dengan upaya penanganan naskah
adalah filologi. Cara kerja filologi diperlukan sebelum naskah didayagunakan dan
commitkepentingan.
disebarluaskan untuk berbagai macam to user Tugas utama filolog adalah
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
berikut:
wulang.
dan sebagainya.
Dari beberapa jenis naskah Jawa yang telah disebutkan di atas, penulis
tertarik untuk mengkaji naskah Jawa jenis sastra piwulang. Sejarah telah mencatat
bahwa naskah Jawa jenis piwulang sempat mengalami masa keemasan setelah
Salah satu dari sekian banyak karya sastra piwulang tersebut adalah Serat
Mudhatanya (selanjutnya disebut SB). Kata Mudhatanya berasal dari dua kata,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
Djawa, kata “mudha” mempunyai dua arti yakni ”enom” yang berarti ”muda”
dan ”bodho” yang berarti ”bodoh” (hal. 323). Kata “tanya” berarti ”bertanya”
(hal. 592). Dari pemaknaan secara etimologis dari judul tersebut, bisa diketahui
bahwa teks ini berisikan tentang seorang pemuda yang bertanya karena ketidak-
tahuannya.
Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990) dengan
nomor PB C56 dan dalam katalog Girardet-Susanto tahun 1983 dengan nomor
dalam kondisi masih tersimpan disana dan hanya berjumlah 1 buah naskah.
Serat Mudhatanya terdapat pada sebuah buku cukup tipis yakni terdiri
dari 130 halaman, berukuran 21,2 cm x 16,8 cm. Selain Serat Mudhatanya
ternyata dalam naskah ini ada satu judul lain, yakni Serat Kawontenanipun
Pergerakan Komunis. Hal itu bisa dilihat dalam cover luar naskah ini yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
Kemudian pada cover dalam naskah juga terdapat perbedaan lagi, judul
Setelah dibaca secara teliti, ternyata naskah ini terdiri dari 2 bentuk teks,
yakni prosa dan tembang macapat. Dua bentuk teks yang berbeda jika
dihubungkan dengan dua judul naskah yang berbeda penulisannya pula, ada
1. Jika didasarkan pada gambar 1.1, dua teks yang berbeda bentuk memiliki
judul masing-masing, yakni teks yang berbentuk prosa memiliki judul ”Serat
2. Jika didasarkan pada gambar 1.2, dua teks yang berbeda bentuk tersebut
include dalam satu judul, yakni judul Serat Mudhatanya, sehingga bisa
Teks yang berbentuk prosa disajikan dalam bentuk dialog antara dua
tokoh. Hal-hal yang didialogkan atau didiskusikan antara dua tokoh tersebut
Nabi Adam, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Yusuf) dan sahabat-sahabat
Nabi Muhammad yang biasa disebut dengan khulafaur rasyidin (Abu Bakar ash-
Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Juga
Jawa mulai dari Kyai Ageng Sela hingga Paku Buwana VIII.
Teks yang berbentuk tembang macapat terdiri dari tiga pupuh, yaitu
Durma (24 bait), Pangkur (32 bait), dan Asmaradana (38 bait). Gaya tulisannya
sama dengan gaya tulisan teks yang berbentuk prosa. Teks ini berisi tentang
Batavia. Dalam katalog Behrend disebutkan bahwa teks lain ini merupakan surat
Setelah kedua teks ini dibaca lebih teliti lagi, ternyata di antara keduanya
tidak mempunyai keterikatan. Keduanya saling berdiri sendiri dengan isi atau
Koemoenis mewakili teks yang berbentuk tembang macapat. Teks yang berbentuk
prosa termasuk dalam kategori naskah Jawa jenis sastra piwulang, sedangkan teks
yang berbentuk tembang macapat termasuk dalam kategori naskah Jawa jenis
sejarah. Akhirnya, secara otomatis teks yang berbentuk tembang macapat, yang
berisi sejarah, tereliminasi dari objek kajian penelitian ini karena tidak sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
dengan sasaran objek penelitian ini, yakni naskah Jawa manuskrip jenis sastra
piwulang.
Teks Serat Mudhatanya terdapat pada halaman 1-37 dan halaman 53-90,
halaman 38-52. Pada halaman 63-70, teks dicoret dengan tanda silang oleh
penulis sebagai penanda bahwa teks tersebut sudah tidak terpakai (tidak perlu
dibaca). Tinta yang digunakan dari awal sampai akhir tidak sama. Ada 3 jenis
tinta yang digunakan: tinta sejenis pulpen boxi berwarna hitam kebiru-biruan dan
cukup tebal (halaman iv & 1-52); tinta sejenis pulpen biasa berwarna hitam
kecoklatan dan sangat tipis (halaman 53-74 & 74i-90); tinta sejenis pulpen boxi
berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Naskah ini dikarang oleh RT
Legi, 28 Sura, Jimakir 1858 (28 Juli 1927). Naskah ini ditulis oleh dua orang
Terjemahan:
”Serat Mudhatanya ini yang mengarang Raden Tumenggung Purbadipura,
Abdi Dalem Bupati Anom commit to user Tengen di keraton Surakarta
Gedhong
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
gambar berikut:
Gambar 1.3 Akhir teks SM bagian pertama ditutup dengan tanda semacam
tanda tangan pengarang dan penulisnya, dan disertai keterangan teks tersebut
berlanjut ke halaman 53
a. Tulisan RT Purbadipura, bertuliskan “nyandhak kaca angka 53.
Purbadipura”
b. Tulisan Wignyaukara, bertuliskan “ingkang nyêrat Wignyaukara”
dalam penelitian ini. Pertama, sejauh ini penelitian yang dilakukan terhadap
naskah Serat Mudhatanya baru sebatas deskripsi naskah untuk inventarisasi bagi
pembuatan katalog yang dilakukan oleh T.E. Behrend pada tahun 1990 dan
peneliti untuk segera mengkaji naskah ini secara filologi untuk menghasilkan
terbitan naskah yang bersih dari kesalahan dan mudah dipahami oleh pembaca.
kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
Ketiga, ada beberapa hal yang sangat menarik dari naskah SM ini, yakni
a. Pemakaian tanda berhenti di setiap kalimat dibuat sama, yakni dengan tanda
pada lingsa (,). Tanda pada lungsi (.) peneliti temukan hanya dipakai ketika
Tanda
pada
lungsi
Gambar 1.4 Penulisan pada lungsi (.) pada judul teks SM (SM: 1)
Tanda
pada
commit to user lingsa
Gambar 1.6 Penulisan kata ‘Allah’ dengan huruf Arab. (SM: 23)
c. Pemakaian huruf Latin ketika menuliskan dua tokoh yang sedang berdialog,
yakni ditulis dengan huruf “a” dan “b” (“a”:orang pertama yang diasumsikan
kedelapan ajaran (kuwasa, purba, wisesa, kukum, adil, paramarta, dana, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
menuliskan suatu teks. Dan gaya menulis tersebut bukan suatu permasalahan
filologi melainkan suatu ciri tersendiri dari penulis naskah sebagai bentuk wujud
kreativitas. Di antara keempat gaya penulis naskah SM tersebut, ada satu yang
dikategorikan bisa menjadi permasalahan filologi yakni gaya penulis naskah yang
hanya menggunakan tanda pada lingsa (,) (untuk selanjutnya disingkat PLi) di
bagian tengah maupun di akhir kalimat. Hal tersebut akan mengganggu pembaca
dalam memahami teks. Oleh sebab itu, dibutuhkan hasil suntingan teks yang
bersih dari kesalahan-kesalahan sehingga didapatkan teks yang mudah dibaca dan
dimengerti oleh pembaca. Berikut contoh penggunaan tanda PLi atau koma dalam
paragraf:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
Transliterasi:
”Lamba punapa rangkêp (PLi) anggèr kêdah waspada (PLi) dados
botên kablowok ing rêmbag (PLi) sawatawis dipunêmong (PLi) mangatur-
aturipun kêdah kagalih ingkang panjang (PLi) sampun kasêsa anyagahi (PLi)
nanging bilih sampun sagah sampun ngantos nyidrani (PLi) ingkang sampun
kasagahakên kêdah kalêksanan (PLi) anggèr kêdah adhadhasar panggalih
lamba rumiyin (PLi) kaliyan pangandika arum manis mardawa mamalad
driya ingkang narik suka rêna (PLi) sampun ngêtrapakên pangandika sêrêng
sora (PLi) ingkang sarèh rèrèh ririh (PLi) sawatawis ingkang radi sumarah
ing karsa (PLi) ingkang botên rêkasa sangsara (PLi)
Keempat, isi dari naskah Serat Mudhatanya ini sangat menarik, yakni
bermasyarakat bagi generasi muda yang disajikan dalam bentuk dialog antara
seorang pemuda dengan seorang kyai atau ulama. Dalam Baoesastra Djawa
”enom” (muda) dan ”bodho” (bodoh). Dan pada halaman 592 kata “tanya”
bekal apa saja yang harus dimiliki bagi generasi muda ketika kelak terjun dalam
commit
kehidupan berkeluarga, bertetangga, to user
dan bermasyarakat. Di antaranya ada 8
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
pedoman yang benar-benar harus dipahami, yaitu kuwasa, purba, wisesa, kukum,
adil, paramarta, dana, dan pariksa. Dalam teks SM ini, kedelapan pedoman
”Purba: mêngku dhatêng samukawis agêng alit, amis bacin, èwêt pêkèwêt,
gampil angèl, ruwêt rêntêng, papa sangsara. Sadaya kukubanipun ing ngriku,
punika anggèr ingkang kajibah mêngku.” (SM: 7)
Berikut kutipannya:
kutipannya:
5. Adil berarti bersikap adil terhadap siapapun, sesuai dengan usaha yang telah
”Adil: punika tumrap dhatêng putra wayah sadhèrèk santana abdi agêng alit.
Manawi prakawisan rêbat lêrês. Dhatêng sasaminipun putra wayah sadhèrèk
santana abdi, kêdah dipuntêtêpakên ing pangadilanipun ingkang jêjêg.
Babasan utang nyaur, nyilih ngulihake. Utang lara nyaur lara, utang pati
commitkenging
nyaur pati, sapiturutipun. Botên to user dlemok cung, kêdah wradin.
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Têgêsipn yen si dhadhap kang utang, mung nyaur samene, yen si waru kang
utang kudu nyaur samene, punika dlêmok cung namanipun. Sampun ngantos
makatên, kêdah sami-sami pamidananipun, sarta kêdah têtêp ingkang sampun
kasêbut ing anggèr, anggèr botên kenging mèncèng.” (SM: 8)
6. Paramarta berarti berhati lembut dan mempunyai sifat belas kasihan terhadap
kutipannya:
bermasyarakat saat ini. Seorang pemuda yang nantinya bakal menjadi seorang
sosial ekonomi masyarakatnya. Masyarakat yang adil dan makmur lahir dari
yang berlaku di masyarakat. Piwulang atau ajaran ini juga dilengkapi dengan
dan kisah perjuangan Nabi-Nabi sebelumnya seperti Nabi Adam, Daud, Sulaiman,
Yusuf serta kisah beberapa khalifah seperti Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib (SM: 18-35). Juga beberapa kisah
tentang gaya kepemimpinan beberapa pemimpin atau raja-raja di Jawa mulai dari
B. Batasan Masalah
kemungkinan naskah ini bisa diteliti dari berbagai sudut pandang. Untuk itu
Batasan masalah tersebut lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian
filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan
seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja filologis, yakni meliputi
kritik dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana suntingan teks dari Serat Mudhatanya yang bersih dari kesalahan
D. Tujuan Penelitian
1. Menyajikan suntingan teks dari Serat Mudhatanya yang bersih dari kesalahan
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
1. Manfaat Praktis
di dalamnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Teoretis
b. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum
terungkap isinya.
F. Sistematika Penulisan
jelas mengenai laporan hasil penelitian. Laporan penelitian ini akan dibagi
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan
BAB IV Pembahasan
BAB V Penutup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Filologi
dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata Philos yang berarti
“senang” dan Logos yang berarti “pembicaraan” atau “ilmu”. Jadi Filologi berarti
Istilah filologi muncul pada saat para ahli dihadapkan pada upaya
(1980), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi
tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum dan lain sebagainya (hal.1).
paling mendekati aslinya dan menyediakan terbitan naskah yang mudah dipahami.
filologi ialah mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan (dalam
sebuah karya sastra klasik ‘terbaca/dimengerti’ pada dasarnya ada dua hal yang
B. Objek Filologi
terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks (hal.2). Siti Baroroh Baried pun
berpendapat sama, filologi mempunyai objek naskah dan teks (hal.3). Dijelaskan
juga bahwa objek penlitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan
berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau
(hal.54).
manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah sesuatu yang
abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan
digunakan apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari
satu. Teori tersebut tak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua
perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Ada naskah yang
bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Ada naskah yang ditulis pada
kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Ada naskah yang berbentuk puisi dan
ada pula yang berbentuk prosa. Ada naskah yang berisi sejarah/babad,
sebagai berikut: naskah bertuliskan huruf Jawa carik, ditulis pada kertas,
naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan
oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni Serat Mudhatanya
penting sekali untk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu.
penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah,
jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah,
bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar teks
4. Transliterasi naskah
dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi
5. Kritik teks
kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan
teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih
dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.
naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks.
Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah
yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik. Jika peneliti melakukan
yang tepat. Kesemuanya itu dicatat dan ditempatkan pada aparat kritik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
7. Sinopsis
keseluruhan isi secara utuh. Maksud mengemukakan sinopsis suatu teks yaitu
menyeluruh.
Istilah serat wulang berasal dari kata serat dan wulang. Serat mempunyai
adalah tulisan yangh berisi tentang suatu ajaran. Ajaran tersebut tentunya
pemikiran tentang pengajaran moral secara baik menurut ukuran suatu bangsa.
Ajaran dalam serat wulang pada umumnya merupakan nilai-nilai yang berasal dari
Baru ini mempunyai kedudukan sebagai abdi dalem di kraton, kabupaten, sebagai
wali, kyai, atau guru di pondok pesantren. Para pujangga yang berfungsi sebagai
juru jarwa, juru anggit, juru penget, juru citra, juga juru penglipur
(Darusuprapta, 1980:12).
sastra Jawa. Sebagai karya sastra lama, serat wulang ini mengandung nilai-nilai
rohani dan ajaran moral/etika yang ditujukan pada masyarakat pembacanya. Hal
ini merupakan suatu bukti bahwa karya sastra lama bersifat didaktis (Edi Subroto
dkk., 1996:4). Sifat didaktik ini dimungkinkan karena orang Jawa tidak memisah-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
misahkan nilai-nilai luhur yang dimiliki yakni nilai religius, filosofis, etis dan
estetis. Karya sastra yang sarat dengan nilai-nilai estetis (menyangkut tata karma,
sebagai pegangan hidup dalam membentuk sikap pribadi yang ideal (Sadewa,
lahiriah yang disebut budi luhur, seperti mematuhi aturan berumah tangga, aturan
mencintai tanah air, mengendalikan hawa nafsu, menjauhi berbuat jahat. Terdapat
pula ajaran untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai upaya untuk mendasari
E. Kepemimpinan Jawa
melalui naskah-naskah lama, baik berupa fiksi maupun nonfiksi yang cukup
melimpah. Karya sastra Jawa lama itu memuat berbagai hal, seperti bahasa,
naskah Jawa itu banyak yang berisi ajaran kepemimpinan yang disampaikan oleh
para pujangga atau para raja pada masa itu (Pardi Suratno, 2009:2)
menjadi perhatian bagi para pemimpin Jawa saat ini. Oleh sebab itu, banyak pihak
Sebagai sosok intelektual dan pemimpin rakyat yang menyadari dirinya sebagai
Jawa saat itu, seperti yang dilakukan oleh Pakubuwana IV (melalui karya yang
terkenal di Jawa. Ajaran Asthabrata terdapat dalam Sêrat Rama Jarwa atau
Sêrat Nitisruti. Di dalamnya disampaikan ada 8 ajaran yang harus dimiliki oleh
santosa; suci.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
oleh Bogdan R.C dan S.K. Bikeln dalam M. Attar Semi (1993) bahwa pendekatan
kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua hal yang berupa
sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya
Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya Yogyakarta karya T.E. Behrend pada
commit
tahun 1990 dan dalam Descriptive to userof the Javanese manuscripts and
Catalogus
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta karya Girardet-
Sutanto pada tahun 1983. Data penelitian adalah naskah dan teks yang berjudul
Serat Mudhatanya koleksi museum Sana Budaya dengan nomor katalog PB C56.
Dalam teknik pengumpulan data ini, mengacu pada langkah awal dari cara
yakni naskah jenis piwulang. Pengertian inventarisasi naskah dalam penelitian ini
dengan membaca katalog. Kemudian mendaftar semua judul naskah yang sama.
naskah, deskripsi naskah (nomor catalog, ukuran naskah, tulisan naskah, bahasa
memotret naskah dengan kamera digital (tanpa blitz). Teknik wawancara juga
diperlukan guna memperdalam kajian isi sebagai data sekunder guna melengkapi
data primer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
Analisis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi.
Analisis data akan diolah sesuai dengan teori tahapan/langkah kerja penelitian
dengan langkah kerja menurut Edward Djamaris, yakni mulai dari penentuan
naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks dan aparat kritik, dan
terjemahan. Pada naskah tunggal, langkah kerja perbandingan naskah dan dasar-
dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi tidak berlaku. Analisis data pada
kajian isi dilakukan setelah terjemahan. Karena secara garis besar isi naskah
secara keseluruhan dapat diketahui dan lebih jelas setelah kerja filologi yang lain
selesai.
metode edisi standar dan metode edisi diplomatik. Untuk teks Serat Mudhatanya
ini menggunakan metode edisi standar (biasa). Edisi standar menurut Lubis dalam
Edisi standar adalah suatu usaha perbaikan dan meluruskan teks sehingga
terhindar dari berbagai kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan yang timbul
ketika proses penulisan. Tujuannya ialah untuk menghasilkan suatu edisi yang
baru dan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, misalnya
dengan mengadakan pembagian alinea-alinea, pungtuasi, huruf besar dan kecil,
membuat penafsiran (interpretasi) setiap bagian atau kata-kata yang perlu
penjelasan, sehingga teks tampak mudah dipahami oleh pembaca modern.
(Nabilah Lubis, 2001:96).
Metode edisi standar digunakan jika isi naskah dianggap sebagai cerita
biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa,
sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edward Djamaris,
commitdalam
1991:15). Hal-hal yang dilakukan to useredisi standar ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
tafsiran, menyusun daftar kata sulit sehingga memudahkan pembaca atau peneliti
Tahap akhir dari analisa data dengan mengungkapkan isi yang terkandung
dalam teks ini yakni dengan teknik analisis interpretasi digunakan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
BAB IV
ANALISA DATA
A. Kajian Filologis
menuliskan, melaporkan obyek penelitian pada saat ini, berdasarkan data yang
ditemukan atau sebagaimana adanya. Kajian ini terdiri atas lima bagian, yakni:
deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks dan aparat kritik,
serta terjemahan.
ini:
1. Deskripsi Naskah
wujud fisik naskah maupun isi naskah dengan tujuan untuk mempermudah
dilakukan terhadap naskah yang menjadi objek penelitian ini berpedoman pada
informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor naskah; (3) tempat
(6) ukuran naskah; (7) ukuran teks; (8) tebal naskah/ jumlah halaman; (9) jumlah
baris pada setiap halaman; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa
commit
naskah; (13) bentuk teks; (14) huruf, to user
aksara, tulisan; (15) keadaan naskah; (16)
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
umur naskah; (17) ikhtisar teks/ cerita; dan (19) catatan lain. Berikut deskripsi
Naskah ini tercatat dalam katalog T.E. Behrend, Katalog Induk Naskah-
Koemoenis” dan pada cover dalam naskah juga pada bagian jilidan luar
Dua bentuk teks yang berbeda jika dihubungkan dengan dua judul naskah
1. Jika didasarkan pada judul di hard cover, dua teks yang berbeda bentuk
2. Jika didasarkan pada judul di bagian jilidan luar dan cover dalam, dua teks
yang berbeda bentuk tersebut menjadi satu dalam satu judul, yakni judul
berkaitan.
Setelah kedua teks ini dibaca lebih teliti lagi, ternyata di antara keduanya tidak
dalam kategori naskah Jawa jenis piwulang, sedangkan teks yang berbentuk
tembang macapat termasuk dalam kategori naskah Jawa jenis sejarah. Karena
sasaran penelitian ini adalah naskah manuskrip jenis piwulang bukan sejarah,
maka judul yang dipilih adalah Serat Mudhatanya. Dan judul Serat
Museum Sana Budaya Yogyakarta (1990) pada halaman 504, naskah ini
terdaftar dengan nomor PB C56 dengan nomor rol film 112 no.10.
Teks SM dikarang oleh R.T.Purbadipura, hal ini dapat dilihat dari kutipan
Terjemahan:
sekaligus sebagai penulis teks SM, tetapi beliau hanya menulis pada halaman
bernama Wignyaukara. Hal ini bisa dilihat dari kutipan halaman 37 teks SM
berikut:
”...................................................................
a : inggih nggèr ndhèrèkakên wilujêng
b : sampun kyai
a : inggih
Ingkang ngarang Purbadipura
Ingkang nyêrat Wignyaukara”
Terjemahan:
“…………………..
a : ya nak, silahkan. Semoga selamat.
b : cukup sekian kyai
a : ya
Yang mengarang Purbadipura
Yang menulis Wignyaukara”
Selain naskah Serat Mudhatanya, beliau juga aktif menulis lebih dari 15 judul.
Sebagian besar bertemakan ajaran didaktik yang bernuansa Islam, etika hidup
Serat Sri Papara, Serat Resi Danardana, Serat Sriyatna, Serat Sri Hascarya,
Serat Sri Sekaringpuri, Serat Sri Dirgayuswa, Serat Sri Hutomo, Bab
dan lain-lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
Naskah ini ditulis pada tahun 1858 Jawa. Sebagaimana yang tertulis pada
Terjemahan:
Naskah SM dikemas dalam sebuah buku tulis cukup tebal dengan ketebalan
1,1 cm. Kertas yang dipakai kertas lokal, bergaris (garisnya berwarna biru
muda). Kertasnya cukup tebal. Terdapat garis bantu dengan pensil untuk
batas margin.
Penulis menemukan ada 2 jenis kertas lain di luar kertas asli dari buku yang
kertas asli dari buku. Dua jenis kertas lain tersebut yang satu ditempelkan
dengan kertas asli dari buku, yang satunya hanya disisipkan, tidak
1) Kertas asli dari buku itu sendiri: kertas lokal, bergaris (garisnya
berwarna biru muda), kualitas kerta cukup tebal, tiap halaman ada 25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
baris, berukuran 21,2 cm x 16, 8 cm, warna kertas coklat muda agak
kekuning-kuningan.
tiap halaman ada 23 baris, kualitas kertas lebih tipis bila dibandingkan
denga kertas asli dari buku, ukuran kertas sama dengan kertas yang asli
dari buku, yaitu 21,2 cm x 16, 8 cm, warna kertas coklat muda agak
kekuning-kuningan.
cm.
Keadaan naskah secara fisik baik utuh/ lengkap, tidak ada lembaran-lembaran
naskah yang hilang, ada beberapa lubang kecil di halaman bagian awal tetapi
tidak sampai mengenai tulisan, dijilid, hard cover berwarna hitam bercorak
keemasan. Ada sekitar 2-3 lembar di bagian pertengahan naskah yang disobek
Teks pada halaman 63-70 (8 hal) dicoret dengan tanda silang oleh penulis
sebagai penanda bahwa teks tersebut sudah tidak terpakai (tidak perlu dibaca).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
Dari uraian tentang bahan naskah diatas, yakni ada 3 jenis kertas yang
▪ Margin atas : 2 cm
Ukuran margin kanan dan kiri antara halaman ganjil (halaman sebelah
Ukuran margin kanan dan kiri antara halaman ganjil (halaman sebelah
Margin kanan : 2 cm
Pada kertas ini, teks ditulis hanya satu muka (tidak recto verso), maka
tidak ada pembedaan antara halaman ganjil (halaman sebelah kiri) dengan
Tebal naskah SM berukuran 1,1 cm dengan jumlah halaman 130 halaman atau
54-57 4 hal
commit to user
59-74 16 hal
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
75-90 16 hal
Kawontenanipun
Pergerakan Komunis
(berbentuk tembang
macapat)
ditulisi)
Penulisan teks pada setiap halaman ditulis secara bolak-balik, atau yang
yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Selain itu hanya
beberapa halaman yang ditulis secara satu muka (tidak recto verso), yaitu
pada halaman 74a sampai 74i. Ditulis satu muka karena kualitas kertasnya
cukup tipis dan tinta yang dipakai sangat tebal berwarna hitam pekat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
Sehingga kecil kemungkinan teks pada halaman tersebut ditulis secara recto
verso.
Teks ditulis ke arah lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar
a. Angka Jawa: pada halaman 1-74 dan 75-90, terletak di sebelah atas
tengah.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru, ragam krama dan ngoko,
disisipi oleh bahasa Arab. Bahasa naskah cukup mudah dipahami oleh
Karena teks SM ini ditulis oleh 2 penulis, maka bentuk tulisannya berbeda,
yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
a. Penulis I (Wignyaukara):
- Goresan pena sedang, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis,
b. Penulis II (Purbadipura):
halaman teks).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
Pungtuasi atau tanda baca yang peneliti temukan di dalam teks SM ada
a.
Dalam penulisan Jawa, tanda ini dikenal dengan istilah “pada lingsa”,
fungsinya sebagai tanda berhenti (tepatnya jeda) pada kata, frasa dan
Fungsi tanda ini di dalam teks SM: tidak hanya sebagai tanda jeda suatu
kata, frasa dan klausa di dalam kalimat tetapi juga sebagai tanda
berhenti kalimat itu sendiri. Sehingga tanda berhenti antara kata, frasa,
klausa dan kalimat di dalam teks SM ini tidak ada pembedaan tanda,
b.
Dalam penulisan Jawa, tanda ini dikenal dengan istilah “pada lungsi”,
- sebagai tanda berhenti suatu kalimat, tetapi fungsi ini sedikit sekali
dan 31
- commit
untuk mengapit kutipan tekstodari
usernaskah lain di luar teks SM
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
SM
c.
d.
atau pemerian
e.
Tanda yang mirip dengan huruf “L” ini dalam teks SM berfungsi untuk
f.
Tanda yang mirip dengan huruf “T” ini dalam teks SM mempunyai
fungsi yang sama dengan tanda sebelumnya, tanda yang mirip dengan
huruf “L”, yaitu sebagai tanda untuk menandai adanya kekurangan teks.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
g.
Tanda yang mirip dengan huruf “F” ini dalam teks SM mempunyai
fungsi yang sama dengan tanda sebelumnya, tanda yang mirip dengan
huruf “L” dan huruf “T”, yaitu sebagai tanda untuk menandai adanya
bagian kanan.
h.
bahwa kata yang hendak ditulis sama dengan kata diatasnya, sehingga
kata yang tersebut tidak perlu ditulis kembali, cukup dengan menuliskan
tanda ini.
Naskah ini dibuat pada tanggal 28 Sura tahun Jimakir 1858 atau 28 Juli
1927. Tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa naskah ini adalah
kepada juru tulis untuk menuliskan teks karangannya. Hal ini dikuatkan
Teks SM yang berbentuk teks dialog ini, mengisahkan dua orang, yakni
seorang kyai dan seorang murid, yang sedang berdialog membahas tentang
commit
etika hidup bermasyarakat dan to user
kepemimpinan. Dialog terjadi di rumah kyai.
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
Dialog antara kyai dan murid ini terjadi dalam 4 kali dialog dengan tema
dirinya sendiri, tidak ada rasa rikuh pakewuh. Jika ada dari anggota
pemimpin keluarga.
menjaga hubungan baik dengan orang lain, baik itu yang muda maupun
dicerna baru kemudian ditanggapi dengan bahasa yang baik dan santun,
Untuk itu, ada 8 hal yang harus dipahami oleh seorang pemimpin,
yakni:
kebajikan.
5) Adil berarti bersikap adil terhadap siapapun, sesuai dengan usaha yang
telah dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
sahabat Nabi yang dikutip dari Serat Tajussalatin, yakni Nabi Adam, Nabi
Musa, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
Berisi tentang deskripsi kondisi alam, yakni iklim dan cuaca yang
terjadi saat itu hubungannya dengan sikap penduduk (faktor sebab dan
akibat).
2. Kritik Teks
kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan
teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau
kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Baried berpendapat bahwa, “kritik teks
memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tepatnya
dengan teks aslinya (constitutio textus) (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994: 61).
Dengan kegiatan kritik teks ini, teks sudah dapat dibersihkan dari
kesalahan-kesalahan dan telah tersusun kembali seperti semula sehingga
dapat dipandang sebagai bentuk teks mula (arketip) yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan berbagai
penelitian dalam bidang ilmu-ilmu lain. (Sangidu, 2004: 82)
Berdasarkan kegiatan kritik teks yang telah dilakukan terhadap teks Serat
adisi, substitusi, ditografi, dan transposisi. Selain itu juga ditemukan beberapa
(1) Lakuna
Lakuna adalah pengurangan huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
Halaman/ Tertulis
No. Tertulis Jawa Edisi
Baris Latin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
akam aklam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id
(2) Adisi
Adisi adalah penambahan huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
(3) Substitusi
Substitusi adalah penggantian huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
Tertulis
No. Halaman/Baris Tertulis Jawa Edisi
Latin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id
un
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
un
(4) Transposisi
Transposisi adalah perpindahan letak huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
1. 5/2 kagaliya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
1. 57/18 dhahuru
dhahuru
2. 56/15 dahuru
1. 15/22 kalintu
kalèntu
3. 72/15-16 kêlèntu
1. 83/9-10 asreng
asring
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id
2. 83/7 angsring
dan ’Mukamad’
1. 15/9 Mukammat
3. 33/8 Mukammad
1. 72/18 Eslam
Islam (dengan
huruf ‘i’
72/13, 72/19, Eslam
Murda)
73/7, 80/19
2. 76/7 Nis
Nis
74/20 Nês
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
teks SM ini juga ditemui ada beberapa variasi dalam penulisan kata, berikut
uraiannya:
1. 54/16 blêdug
2. 58a/12 balêdug
1. 53c-54/22-1 saknagari
2. 54/8 saknêgari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
35/, 72/7
2. 62/17 pênjênêngan
3. Pedoman Transliterasi
Naskah Serat Mudhatanya ditulis dengan aksara Jawa. Oleh karena itu,
transliterasi merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk
penyuntingan teks. Transliterasi ini sebagai usaha agar teks naskah dapat dibaca
oleh masyarakat yang lebih luas, tidak hanya dari suku Jawa saja. Transliterasi
adalah pengalihan huruf demi huruf dari satu abjad ke abjad yang lain (Edward
Djamaris, 1991: 199). Namun, prinsip transliterasi tersebut tidak sepenuhnya bisa
diterapkan karena sistem ejaan penulisan aksara Jawa berbeda dengan sistem
ejaan penulisan aksara Latin. Untuk itu, dalam transliterasi ini digunakan
1) Penyajian teks perdialog, tiap dialog diberi judul Dialog I, Dialog II, Dialog
2) Tanda [ ] (kurung biasa), seperti tanda [1], [2], [3] dan seterusnya
7) Kutipan dari naskah lain yang berbentuk tembang macapat disajikan perbaris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id
Dengan kegiatan kritik teks ini, teks sudah dapat dibersihkan dari
kesalahan-kesalahan dan telah tersusun kembali seperti semula sehingga
dapat dipandang sebagai bentuk teks mula (arketip) yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan berbagai
penelitian dalam bidang ilmu-ilmu lain. (Sangidu, 2004: 82)
Berdasarkan kegiatan kritik teks yang telah dilakukan terhadap teks Serat
adisi, substitusi, ditografi, dan transposisi. Selain itu juga ditemukan beberapa
(1) Lakuna
Lakuna adalah pengurangan huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
Halaman/ Tertulis
No. Tertulis Jawa Edisi
Baris Latin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
akam aklam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id
(2) Adisi
Adisi adalah penambahan huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
(3) Substitusi
Substitusi adalah penggantian huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
Tertulis
No. Halaman/Baris Tertulis Jawa Edisi
Latin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id
un
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
un
(4) Transposisi
Transposisi adalah perpindahan letak huruf, kata, frasa, atau kalimat pada teks.
1. 5/2 kagaliya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
1. 57/18 dhahuru
dhahuru
2. 56/15 dahuru
1. 15/22 kalintu
kalèntu
3. 72/15-16 kêlèntu
1. 83/9-10 asreng
asring
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id
2. 83/7 angsring
dan ’Mukamad’
1. 15/9 Mukammat
3. 33/8 Mukammad
1. 72/18 Eslam
Islam (dengan
huruf ‘i’
72/13, 72/19, Eslam
Murda)
73/7, 80/19
2. 76/7 Nis
Nis
74/20 Nês
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
teks SM ini juga ditemui ada beberapa variasi dalam penulisan kata, berikut
uraiannya:
1. 54/16 blêdug
2. 58a/12 balêdug
1. 53c-54/22-1 saknagari
2. 54/8 saknêgari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
35/, 72/7
2. 62/17 pênjênêngan
3. Pedoman Transliterasi
Naskah Serat Mudhatanya ditulis dengan aksara Jawa. Oleh karena itu,
transliterasi merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk
penyuntingan teks. Transliterasi ini sebagai usaha agar teks naskah dapat dibaca
oleh masyarakat yang lebih luas, tidak hanya dari suku Jawa saja. Transliterasi
adalah pengalihan huruf demi huruf dari satu abjad ke abjad yang lain (Edward
Djamaris, 1991: 199). Namun, prinsip transliterasi tersebut tidak sepenuhnya bisa
diterapkan karena sistem ejaan penulisan aksara Jawa berbeda dengan sistem
ejaan penulisan aksara Latin. Untuk itu, dalam transliterasi ini digunakan
1) Penyajian teks perdialog, tiap dialog diberi judul Dialog I, Dialog II, Dialog
Tanda [ ] (kurung biasa), seperti tanda [1], [2], [3] dan seterusnya menunjukkan
pergantian halaman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
a. Dialog I (Pertama):
Sêrat Mudhatanya
B : Inggih.
sami wilujêng?
kaunjuk.
punika, sapisan lami botên kapanggih. Kaping kalih parlu nyaosi uninga
kula badhe pindhah griya dhatêng ing Purwasari, ondhêr distrik1 Lawiyan
A : Pamanggih kula prayogi benjing Kemis Lêgi tanggal ping 28 wulan Sura
rijêki jam 7:25, potipun jam 8:15. Prayogi [2] nipun katamtokakên jam 7:0
awit kala subanipun dhawah rasa kumpul sae. Wontên punapa ta nggèr
commit to user
1
dhistrik
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id
B : Mila pindhah, awit griya kula ingkang lami punika radi kalitên, mangka
anak putu batih kula kathah. Dados dhapur sêsak wontên ing griya lami.
angabulna.
A : Inggih.
B : Kajawi punika sarèhne kula punika sugih anak putu sadhèrèk kulawarga
batih kathah, supados sami sakeca manahipun kados pundi Kyai? Mugi
A : Anakku nggèr, saking trêsnane duwe wong tuwa [3] kaya aku, dadi karsa
2
pamrayoginipun commit to user
3
panêdha
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id
kaajaka nitih kareta botên mawi rencang. Salêbêtipun kareta lumajêng, ing
pitados dhatêng kadaripun Gusti Allah, sapa ala nemu ala, sapa bêcik
pangaksama. Nyipta yèn dosa lara tak apura, yèn dosa mati tak uripi.
manah gêla, cuwa, susah anggrêsah, wirang isin, gêngipun papa sangsara
4
dhêdhasar commit to user
5
kagaliya
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
kagalih kaliyan dana pariksa piyambak. Sampun lajêng tan nggêga aturing
Ora ana wong daleya ing gawe. Janji cukup pangane, ora ana panggawe
abot janji bobot.” Makatên punika kados sampun tamtu. Manawi sadaya
abdi sampeyan sampun karoban ing dana pariksa, tamtu lajêng gadhah
têmên. Sarta gadhah cipta: sampun ingkang sakit sanadyan dumugi ing
pêjah botên mingkuh. Awit namung sêdya mamalês sih kadarman ing
bêndaranipun.
Manawi para abdi sampun sumung [6] kêm, asih trêsna sayêktos
waja kacêmplungna ing sagara gêni, manahipun botên ajrih sêdya nêtêpi
dhawuh. Makatên wau witipun saking karoban ing sih dana marta. Sarta
sêsumuking lajêng badhe kados pu [7] ndi, lamba punapa rangkêp, anggèr
pangandika sêrêng sora, ingkang sarèh rèrèh ririh. Sawatawis ingkang radi
kulawarga.
Sampun: ”Ya bèn awak-awakmu dhewe, wong kowe tak bla [8] nja,
commit to user
6
dipunicali
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id
ngulihake. Utang lara nyaur lara, utang pati nyaur pati”, sapiturutipun.
kang utang, mung nyaur sêmene, yèn Si Waru kang utang kudu nyaur
punika tiyang pancen sugih mas picis raja brana miwah pamêdalipun
sapisan. Kaping kalih, bilih sampun sugih arta sangêt, bêbasan sampun
botên badhe pêjah. Manawi sampun pêjah, mangka tilar arta bandha
7
andadosakên commit to user
8
Ngêmpalakên
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
Ingkang kagêm anggèr tuwin ingkang badhe kangge tambal sulam bale
angambar.
kojur, pun liya lajêng gadhah grahita. Apa anggone gawe kabêcikan
marang aku iku, mung arêp panjaluk wêwalês bae”. Arak susah bilih
makatên.
ingkang botên kaliyan aturing liyan. Ingkang awon ingkang sae anggèr
sêthithi [13] k gawene iklik, yèn luput digitik? Sampeyan punapa kêrsa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id
sedya, tata, titi, sêtiti, ngati-ati, mêrak ati, sampun angas-ungase bêngis
rèmèh-rèmèh. Mirêngakên cariyos ingkang botên damêl alus saening budi. Sarta
lantur. Makatên malih anggèr, mêndhêt tatêdhan ingkang sampun dhawah ing siti,
botên mêlikan, inggih botên gadhah tindak tanduk nistha. Punika anggèr sampun
ngantos makatên.
sagêda sae ing salami-laminipun ing donya dumugi ing akerat taksih agama sae.
Punika botên liya amung mêndhêt têtuladan tindak tanduk ingsun priyagung kina
ingkang awon.
Kajawi punika pamanggih kula sadaya barang ingkang ewah kêdah mawi
ngaso kèndêl, kadosta kareta sêpur inggih mawi kèndêl ing sawatawis wontên ing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id
sêtasiyun utawi ing haltê. Parlunipun bok manawi supados radi lêrês sawatawis,
satunggalipun, mila kêdah dipun satitèkakên. Makatên uninga gêsang ugi parlu
sangêt mawi ngaso kèndêl, kangge nglêrêmakên tuwin nuntumakên jiwa raga.
Manawi para luhur Buda, sêmadi maladi mahêning ngêningakên cipta. Manawi
para mukmin ya [15] sami sêmbahyang tuwin tapakur rahman. Para agami
ngaso=kèndêl.
Wontên malih ingkang kula anggêp parlu, inggih punika ingkang kasêbut
....................................9
dinadèkên manungsa/
9
Baris pertama dari tembang Dhandhanggula yang tidak dikutip oleh penulis naskah, penulis
commit
naskah nampaknya langsung menuju ke baris to user
kedua.
10
Mukammad
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id
widagda ciptamaya//
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id
Sampun nggèr sawêg samantên atur kula. Kagem tuwin botên namung
sumangga. Wasana manawi wontên kalintu 11 tuwin lêpating atur kula, kula
nyuwun ngapuntên.
pitêdah punika. Mugi-mugi kula sagêda anglampahi. Rèhne sampun dalu anggèn
kula sowan panjênênganipun Kyai. Sarta sampun kaleksanan panuwun kula, kula
nyuwun pamit mantuk. Sanes dintên sowan malih, nyuwun wêwahing pitêdah.
putranipun anggèr.
b. Dialog II (Kedua):
B : Kulanuwun Kyai.
ngriki.
B : Inggih Kyai.
A : Inggih nuwun nggèr. Sampun radi lami anggèr botên tindak mariki.
Kyai.
11
kalentu commit to user
12
saèstu
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id
sadaya?
B : Inggih, anggèn kula sowan punika sapisan ngaturi uninga bilih kula
piwulangipun Kyai sampun wiwit kula angge. Kajawi punika bilih kêparêng kula
nyuwun wêwah ing piwulang malih. Supados wêwahing sasêrêpan kula. Sangêt-
saking panêdhanipun anggèr, anggèr katingal asih trêsna dhatêng kula, kula inggih
upami tatêdhan kula doyan sangêt dhatêng piwulangipun Kyai. Saupami malih,
tiyang karêm nêdha jèngkol [18] punapa sagêd ngêndhat dhatêng tiyang ingkang
pakarêmanipun nêdha jèngkol. Tamtu botên sagêd. Awit sampun kêlajêng dados
kêlajêng ajêng, kados pundi malih. Mila sumangga kalajêngna paring pitêdah
dhatêng kula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id
anggèr. Botên langkung inggih mugi kamirêngna. Kula criyos: kala anu punika
kula matur dhatêng anggèr, tiyang gadhah bale griya punika prasasat angratoni
ratu ingkang utami. Sanadyan anggèr dede ratu nanging prasasat angratoni
taksih karsa nyambut damêl kasap. Sabên dintên pandhe tosan, kaurupakên
saking putra wayah inggih botên karsa. Sabên dintên tansah katingal prihatos.
Kanjeng Nabi Adam, ”Aku [19] iki maune dikarsakake dening Gusti Allah dadi
kalipah ana suwarga. Nuju ana dosaku diudhunake marang ing donya kusniya
malebari iki, ngratoni anak putu. Mulane aku ora duwe bungah. Pancèn tak cêgah
sakpatute. Bok manawa dhompo panggawèhaku ngratoni kowe kabèh. Yèn luput
saka kurang titi pariksa. Yakti 14 nêmu dêduka manèh. Kaya aku diudhunake
marang bumi sap pitu. Yèn ratu kêrêp bungah-bungah, lan juwèh iku ilang sênêne.
Murwate ora nana kang kari.” Makatên nggèr bilih Kanjêng Nabi Adam.
13
kaprihatosakên commit to user
14
yêkti
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id
keblat Masjidil Aksa ing nagari Betal Mukadas. Punika mèh dipunrisak dening
tiyang kapir. Sultan Kanjêng Nabi Mungsa ngundhangi umat sadaya siyaga
parentahing ratu, iku sah yèn dènpatènana”. Kathah sangêt wadya balanipun
Kanjêng Nabi Mungsa, ngantos damêl senapati kalih wê [20] las. Satunggaling
senapati amêngkoni bala 220 èwu tiyang. Sangajênging senapati satunggal nama
wadyabala sarta mutusi sadayaning prakawis. Dene pêpatihipun nama Sèh Yusak:
mangkat saking Mêsir dhatêng Betal Mukadas. Untaping wadyabala agêng alit
jalêr èstri tumut mangun yuda sadaya. Solahipun golong gumulung kados
sagantên wutah ing dharatan. Sasat jagad prakêsa gonjing prabatarum. Nalika
punika Sultan Kanjêng Nabi Mungsa botên karsa nênitih amung ndharat kemawon
salamining pêrang punika. Manawi dalu kèndêl wontên ing margi. Para
ngandika: ”Hèh wong Mêsir, aja susah nguwèhi panglêrêman marang ingsun, awit
luwih gêdhe panggawehanira iki saka angarêpake pêrang. Ingsun ora sêdya
awit kuwatiring atiningsun. Yèn sira ingsun dhawuhi nyambut gawe ingkang
tumrap marang ingsun, iku ingsun sumêlang bok manawa nyuda marang
karingêt saking saka panggawehaningsun liyane prakawis pêrang, yèn sira ingsun
commit to user
15
têmpuk
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id
purih gawe pasanggrahan ana ing dalan tumrapingsun, besuk têmpuk ing aprang
yèn ana kêndhonira, ingsun ora bisa [21] nyrêngêni. Dene ingsun turu ana ing
dalan mung karo santosaning atiningsun bae aja kongsi dadi gawening wadyabala.
Malah dhamparingsun ora ingsun linggihi yèn durung tempuh ing aprang. Yèn
lêlambaran sabda ingkang mardu mardawa tanduking basa sastra cêtha wosing
miyos siniwaka lênggah ing dhampar kancana pinatik ing mutyara. Ing adhêp
para wadyabala agêng alit pêpak. Ingkang wontên ing arsa para kukuma17 tuwin
ngulama. Sadhèrèk sawêlas angadhêp wo [22] ntên ing kanan kering. Nalika
punika Kanjêng Nabi sawêg nuju gêrah malira. Kacriyos saya wêwah anusipun.
Wontên satunggaling punggawa ingkang matur, ”Dhuh gusti kajawi gêrah dalêm
16
Gêng-gênging commit to user
17
kukum
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id
manawa ana sawijining wong kang ingsun ratoni, êsak atine utawa kurang
kang mêngkoni). Sarupane wong Mêsir iki kabèh kang padha ingsun ratoni iku
sarina sawêngine ingsun ora mariksa dhewe, amung ngêndêlake marang ature
punggawa mantri bae. Manawa ingsun besuk ing pangayunaning Gusti Allah
didangu, ”He Yusup, duk sira ingsun dadèkake ratu ana ing donya,
panggawehanira nata niti pariksa sukêr gampanging karaton. Iku sapa18 wus sira
lakoni dhewe karo setiti.” Yen didangu mangkono kapriye aturingsun. Sa [23]
têmêne ingsun ora midêr pariksa dhewe, mung pracaya marang aturing punggawa
bae. Mulane ingsun rewangi prihatin kurang mangan kurang turu. Sadina sawêngi
mung roti gandum rong iris. Para wadya sarêng mirêng dhawuh makatên lajêng
pangimaman. Madhêp ing keblat salat kalih rêkaat, nyuwun dhumatêng ingkang
Maha Suci aturipun, ”Dhuh Gusti Allah ingkang paring karaton dhumatêng kula,
ingkang kalal saking Gusti Allah ing sadintên-dintênipun ingkang kula têdha,
commit to user
18
apa
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id
sampun ngantos kula nêdha mêndhêt saking pamêdaling nagari. Bilih kula
Nabi Dawud. Kaparingan ayat tumurun damêl rasukan tosan. Namung dipunjujut
sabên dintên dhawuh ngliwêt 1000 [24] kêndhil. Ingkang sakêndhilipun isi wos
momotan sadasa unta. Sadintên kaping kalih enjing lan sontên. Parlunipun
kaagêm ngingoni wadyabala ingkang pinuju sowan. Ingkang dipunliwêt wau arta
saking asiling nagari. Dene saliranipun piyambak sarta ingkang kagêm nipkah
wakul. Manawi sampun dados lajêng utusan nyade dhumatêng 19 pêkên. Bilih
dipundhahar sarta ingkang kagêm nipkah dhumatêng garwa. Sarta manawi dhahar
pados rencang pêkir utawi miskin kaajak kêmbul dhahar. Manawi botên angsal
commit to user
19
dhatêng
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id
kêbêntèrên, seyub sabab mega mêndhung sami mayungi, sarêng dumugi lêladan
tanah Ngarab, wontên sapinggiring nagari Mêkah, wontên pêkir satungga [25] l,
ngungun ngraosi dhatêng Kanjêng Nabi ingkang sawêg nganglangi, ngitêri jagad,
ungêlipun ”He Allah Kang Maha Agung, kalangkung têmên paring tuwan
ngungun wau. Sarêng sampun cêlak, Kanjêng Nabi Suleman uluk salam, pun
pêkir inggih dugi mangsuli salam. Kanjêng Nabi andangu ”Kisanak, punapa
sampeyan Sinuhun, dene kok agêng têmên”. Kanjêng Nabi Suleman ngandika ”O
kisanak pêkir, sampeyan sumêrêpa, kamulyan tuwin kaagungan kula wontên ing
kados kula punika tikêl kaping sèwu. Kisanak pêkir sampun maibèn tamtu
makatên. Kaliyan malih ing donya punika sampun masthi risak, botên langgêng,
ingkang têtêp lan ingkang langgêng punika namung ing jaman kapêjahan”. Kula
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
A : Layang Rama nuju têmbang Mijil. Angka kaca katon 440 dene larik 5
têtêp ananipun//
dhumatêng Sang Gunawan Wibisana. Lajêng kula sambêti taksih Sêkar Mijil
Sulastri Pelog Pathêt Barang (kala wau Mijil Maskenthar Salendro Pathêt
B : Botên dados punapa Kyai. Kula malah sênêng. Sêkar Mijil punika kok
sakeca kamirêngakên.
A : Iyah, botên ta nggèr. Tiyang sêpuh punika ingkang tamtu sarwa suda.
Punapa dene suwantên kula punika nèm mila pancen cêkak mawi radi
gêrok. [27]
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id
A : Hê’êm,
Ri ratri wirangrong/
tumuli ginotong/
dènidak-idak mrih/
pêndhême mangkono/
ngati-ati nganti/
Sayidina Ngali bin Katob, saprangkat senapatinipun sakabat nama Ki Seh Kalid.
Kalih pisan wau sami prawira ing ayuda, angrèh para prajurit lêksan kêthên.
wadyabala badhe kaangkatakên pêrang nglurugi para kapir ingkang mukir dhatêng
agami. Untaping wadya bala kados rob ing jalani [28] dhi. Busana maneka warni
kaliyan bagendha Sayidina Ngumar ing lampah karsa anyimpang mampir nuwèni
ingkang putra Sayidina Patimah. Kacariyos wêkdal punika sawêg karaos radi
kirang sakeca sariranipun. Panyimpangipun Kanjêng Nabi wau, wadya bala botên
wontên ingkang sumêrêp. Rawuh dalêmipun ingkang putra lajêng nèthèk kori.
Ngumar dhewe kang mèlu. Apa kowe ngidini, pamanmu Sayidina Ngumar tak
ajak mèlu malêbu ngomah”. Sayidina Siti Patimah matur, “Kados pundi anggèn
kula sagêd ngidini bilih paman Sayidina Ngumar ndhèrèk malêbêt griya, awit kula
(Putri ing Ngarab bilih kapanggih tiyang jalêr ingkang sanès mukrim, salira
21
Mukammad commit to user
22
Mukammad
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id
sakojur kêdah katutup sadaya namung mripat ingkang katingal). Gusti Kanjêng
23
Nabi ngandika “Nya, ênggèr sêbeku ênggonên, dadi bisa jarit loro.”
kori. Gusti Kanjêng Nabi kaliyan Sayidina Ngumar malêbêt dhatêng dalêm lajêng
sami lêlênggahan. Gusti Kang24 Nabi ngandika: ”Anakku nggèr, nggonmu turu
geneya dene ora nganggo lèmèk, amung gumlethak ana ing jrambah bae. Mangka
kowe lagi lara.” Sayidina Siti Patimah matur: ”Mila botên mawi lèmè25 saking
sayêktos botên dhawah. Anggèn kula sakit punika sabab tigang dintên tigang dalu
kula botên nêdha botên ngombe. Inggih saking botên wontênipun ingkang kula
têdha, sabab nipkahipun putra dalêm mantu tigang dintên lowong, saking sawêg
anglampahi ayahan dalêm nglurug pêrang punika.” Gusti Kanjêng Nabi mèsêm
kaliyan ngandika: ”Anakku nggèr, dêmi Gusti Allah muga angasihana marang
wong kang sabar ing bilahi lan coba. Laku mangkono iku ora nana kang nimbangi
ing bêcike. Aku iki dikarsakake dadi nabi ratu kalipah ing Gusti Allah diutus
dikakake26 pitutur marang wong kabèh amrih slamêt ing donya lan akerat padha
kasinungana sabar ing ati. Kacuwan bab siji ana ing donya yèn bisa nyabarake,
besuk ana ing akerat tampa wêwalês kabêcikan lan kabungah 27 atikêl kaping
dintên nuju miyos siniwaka lênggah ing Pasar Rukmi, para ngulama, punggawa,
23
nggèr
24
Kanjêng
25
lèmèk
26
ngandikakake
27
kabungahan commit to user
28
Mukammad
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id
mantri, agêng alit gumêlar sami sumewa sadaya. Panganggêpipun lastantun kados
Sayidina Abu Bakar Sidik nilap ing wadyabala. Nyêlamur dhatêng pêkên sade
nyampingipun parlu badhe kadhahar sarta kaagêm nipkah dhatêng ingkang garwa.
sami gadhah unjuk. Lampah makatên wau botên prayogi, dipunwastani kirang
santosa kramaning narpati. Kalipahing Gusti Allah sade nyamping dhatêng pêkên,
momor ing tiyang alit punika nyudakakên darajad. Sultan Abu Bakar Sidik
ngandika, ”Bênêr aturira iku, mungguh tumrape karatoningsun. Balik pangan lan
wajibing manungsa kudu mangan lan nipkahi marang rabine, kang mêtu saka
kaskaya tapak tangane dhewe. Ora kêna nganggo saka liyane. Yèn tinggal
ngupaya nipkahe dhewe pasthi duraka. Lan yèn gêlêm mangan dudu nipkahe
dhewe iku mangan ruba arane”. Sarêng kêncêng pangandikanipun makatên. Para
punggawa ambudidaya sampun ngantos sang nata [31] nyalamur sade nyamping
piyambak dhatêng pêkên. Lajêng dipunsudhiyani sakêdhik saka arta Betta Mal
(asiling nagari). Sarêng Sultan Bagendha Abu Bakar bade29 seda nimbali ingkang
commit to user
29
badhe
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id
tinimbang arta Betta Mal ingkang kadhahar. Awit sadintênipun namung wos
sumewa andhèr kados rob ing jalanidhi. Kanjêng Sultan lajêng ngukum-ukumi
sagunging wad, ingkang agêng-agêng sami munjuk. Mawi kaparêng nipkah sarta
dhaharipun Kanjêng Sultan dipuncaosi saking arta Betta Mal ing nagari. Dhawuh
wangsulanipun: ”Ingsun iki sira jumênêngake ratu ana ing nagari Madinah kene,
cilik lanang wado [32] n gêdhe cilik kabèh, kang padha masuk agamane swargi
30
gustiningsun Gusti Kanjêng Nabi Mukamad , iku kabèh kawêngku ana
panjênênganipun, dadi gêdhe bangêt sêsangganingsun ing karaton iki. Kang iku
dhuwit Betta Mal asil wêwêtoning nagara. Muga aja dadi rêngating atinira kabèh,
kawulaningsun kang padha kêkurangan: anak yatin31, wong papa sangsara, jompo,
sarta bot repoting praja kang amrih ayêm têntrême wêwêngkoningsun, supaya aja
kongsi ana wong sambat kurang kapenak jiwa ragane. Dene ingsun amung minta
dhewe mêtu saka tapak tanganingsun. Sarana adol bata ana ing desa Bangkèk
iringing gunung, rada kiwa sawatara adoh saka ing nagara. Anggoningsun ndêlik
30
Mukammad commit to user
31
yatim
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id
kalawan nêtêpi pangabêktiningsun Gusti Ingkang Maha Suci. Iku pasthi ingsun
parlokake dhingin. Eng [33] goningsun nyithak bata amung sambèn. Dianggo jaga
supaya aja nganggo nipkah lan panganingsun saka dhuwit Betta Maling nagara”.
minggah ing mimbar. Muji ing Gusti Allah muji ing Gusti Kanjêng Nabi
kèh kawulane Gusti Allah kang padha ana ing masjid, padha wêruha panggawe
kang luwih abot iku rong prakara, siji panggawehaning ratu adil, loro nipkahi
marang rabi. Loro pisan iku ora kêna gothang. Mungguhing karaton kudu tansah
micara supaya wêruh pratingkah sukêr sakit gampang ewuhing praja, yèn nganti
kalèru kang nindakake pasthi duraka gêdhe. Bab nipkah marang bojo yèn ora
ditêtêpi iya mangkono, kaya priye ingsun kudu nindaki rong prakara mau
kapraboningsun kudu awèh parentah kang bênêr bêcik. Enggoningsun tinitah dadi
lanang mêngku rabi kudu awèh nipkah, ing mangka ingsun iki samêngko wis
Sayidina Ngali bin Katob, bibar pa [34] sewakan karêmpakan ngrêmbag bab
pangandikanipun sang prabu. Gêlêng giliking rêmbag sayuk rujuk tiyang sapraja.
Rèhne sang prabu wau têmên sampun sêpuh tamtu botên kuwawi nyambut damêl.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id
Mila lajêng kapanci dipuncaosi dhahar saking arta Betta Mal. Nanging botên
watawis lami lajêng gêrah. Ngajêngakên badhe seda, arta Betta Mal ingkang
jumênêng ratu wontên ing Madinah, Bagendha Sayidina Ngali bin Katob wau.
seru, ribet) manggalih saking èngêt pakèwêtipun tiyang jumênêng ratu (makatên
ingkang jumênêng ratu. Sanadyan botên sapunika (ing donya) masthi benjing
pinanggih ing akerat (têgêse sawuse mati tansah dicatur kapi alane ora uwis-uwis
malah alane dianggo kaca brênggala, iya iku wong duraka ing akerat mêmêlas).
Mila Sultan Bagendha Sayidina [35] Ngali bin Katob, sanadyan saliranipun
sampun nyêkêl asma Sultan Kabir Mukmin. Ewadene taksih sangêt prihatos
saselaning pasewakan rintên dalu tansah ulah pamicara kaliyan sagung para
ngulama tuwin sagung para bèrbudi. Saking sangêting prihatos, Sultan Bagendha
commit to user
32
Mukammad
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id
dipunkunci kêkah sangêt, ingkang purun mêndhêt dhahar dalêm kemawon sintên.
Kados botên wontên, kajawi ajrih, raos punapa tiyang amung bubuk lan gandum”.
Nanging kêrsa dalêm têka makatên punika abdi dalêm kawula dèrèng andungkap.
tumuli ingsun kunci kukuh. Iku ingsun kuwatir [36] bok manawa kawruhan
yêktos. Inggih mangsa sagêda plêg botên ketang sapara dasanipun 33 inggih
têpa rahsaning sarira. Aku dislomot upêt anjingkat tur lara, kowe iya anjingkat,
awake, ing atase wibawa, suka, wirya, busana, boga, andrawina, punika tumrap
dhatêng putra, wayah, sadhèrèk, santana, abdi agêng alit sadaya, bilih sêdya utami
kêdah makatên. Awit ing agêsang punika pikajênganipun warni-warni. Sok botên
commit to user
33
dhasaripun
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id
botên sagêd amot. Têmahan ambaludag wutah dhatêng siti, ingkang malêbêt
sangêt ewadene dipunjogi toya saking pundi-pundi taksih malêbêt kemawon. [37]
sampun kalajêng botên doyan dhatêng warah wuruk. Gèk kados pundi, dipunjujua
kados pêksi inggih namung tiwas anjuju, botên sagêd malêbêt. Kajawi punika
panjênêngan. Rèhne sampun sawatawis dalu anggèn kula sowan Kyai. Manawi
B : Sampun Kyai.
A : Inggih.
[53c]
nggèr?
B : Anu Kyai wêkdal punika hawanipun dhateng badan kok kirang sêkeca.
A : Inggih lêrês makatên. Saya kula tiyang sêpuh, dhatêng badan raosipun
La tiyang mangsa kanêm tanggal kaping 16 ika34 dèrèng wontên jawah, dados
B : Inggih kok makatên wêkdal punika. Kula nyuwun criyosipun Kyai bilih
ingkang sambat awratên samangken. Sarta glagading jaman tansah umêg lêmban
dhatêng badan kirang sakeca, dhatêng manah kirang têntrêm tansah kêtir-kêtir
kuwatir. Kosok wangsulipun bilih pinuju jam 36 tata têntrêm raharja, tiyang
pamanggih manawi ngipe 37 barang ingkang têlês, sagêd lajêng enggal garing.
34
punika
35
wêkdal
36
jaman commit to user
37
ngêpe
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id
Akas dhangan dhatêng badan. Manawi nuju rêndhêng inggih katampi sakeca.
Raosipun dhatêng badan botên prungsang. Toya jawah wau sagêd nyuburakên
angina38 agêng inggih dipuntampi sae, sagêd nyirnakakên ambêt ingkang botên
[55] Manawi pinuju botên wontên angin, inggih sakeca botên ngraosakên
Kèngkènan larè alit dhatêng purun ingkang sawatawis têbih, inggih botên
Cêkakipun bilih wontên ing jaman tata têntrêm raharja wau, manah ing
tiyang sami sênêng suka rêna. Sadaya ingkang katingal kamirêngakên, namung
katampèn kaliyan sae kemawon. Mèh botên wontên ingkang nguciwani. Sanadyan
bêgo wong apisan upami, inggih botên ngraosakên susah. Langkung malih bilih
tiyang-tiyang ingkang anggadhahi manah suka rêna wau angsal sih dana
nindakakên jêjêging [56] adil, botên pisan ambaukapine inggih dhatêng sintên
kemawon botên mawi mawang tiyang, tamtu kenging adiling lêlêrêsan. Manawi
saèstu makatên tamtu lajêng gadhah cipta asih trêsna dhatêng tênggèn ingkang
38
angin commit to user
39
landhunging
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id
dipundunungi. Sêdya labuh labêt nêtêpi prasêtyaning manah kèndêl kèrêm katrêm
wontên praja ingkang dipunênggèni. Dumugining lêbur luluh sêdya labuh. Saking
kataman adil paramarta wau ngantos sami katingal sangêt ing sih trêsnanipun
sapurun-purunipun namung janji sagêd tumbas tanpa subasita yogya para ical.
Botên rukun dhatêng bangsa. Tingkah polah muna-muni kaduk purun kirang
sêsamining manusa. Manah [57] gadhah raos angrêsahakên, botên gadhah manah
wêlas dhatêng tiyang ingkang nandang sudra papa, botên sudi têtulung dhatêng
sumarêp 42 tuwin cêlak dhatêng tiyang ingkang katiwasan wau, namung ningali
kemawon.
Uyang wayang wuyung têgêsipun, badan manah ing tiyang botên sakeca.
Siyang dalu tansah kuwatir kêtir-kêtir. Gadha 43 raos bok bilih angsal sarusiku
anu-anu. Manah susah ngêsah mijêr ngalih panggenan mrika-mriki tansah kinuya-
nuya. Winaosnan iku kurang bênêr saiki kudu mangkene ora kêna mangkono,
40
jaman
41
dhahuru
42
sumêrêp
43
gadhah commit to user
44
pamrentahan
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id
santun ingkang dhatêng, tiyang ingkang nandhang raga botên angsal usapamarta
(usapamarta: jampi ingkang mêdal saking wêlas asih marma sabda sarma46, botên
parentah kaliyan sabda sêrêng sora. Dados ingkang ajrihan sami giris manahipun
sakitipun awit inggih narimah botên jêjampi, saking manawi kadhah47 panuwun
Manawi mangsa katiga manah ing tiyang sami ngrêsula saking panasipun
kêdah ngombe. Nêdha botên eca, tilem boten sakeca, balêdug angampak-ampak
kabur malêbêt dhatêng irung tuwin maripat botên sakeca sakit ing ganjêl. Mangka
balêdug wau ingkang kathah ubalan saking wradinan ingkang dipunsirami saking
kapanjêng jawah. Tamtu dhatêngipun radi lat . Trêkadhang botên nyambut damêl.
Raosing badan kêkês pating marinding sêmu sumêng ngêcêcês atis. Dhatêng
45
Pagêblug
46
darma
47
gadhah
48
Ngêpe commit to user
49
garingipun
perpustakaan.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id
manah sumpêg namung muntêl wontên salêbêting gri50 kemawon. Manawi pinuju
ambasêsêt. Bilih botên wontên angin, ganda-ganda ingkang botên eca mulêg
botên sagêd ical. Têmahan damêl sêsêging manah. Umor munêg-munêg kados
badhe mutah. Lajêng gadhah kintên makatên wau mahanani sakit. Tiyang ingkang
damêl bêbêrah, botên sagêd lêstantun. Angsala pandamêlan inggih kirang jênjêm
sabab para juragan kêrêp kêkirangan bahu sangking rêndhêngan. Lêlajêng muring-
muring dhatêng tiyang ingkang sami bêbêrah, trakadhang lajêng kèndêl botên
52
nyambut damêl. Para parentah dhatêng sor-soranipun tansah nindakakên
nanging tanpa dêduga lawan prayoga. Myang watara riringa haywa lali. Iku
angucap mênêng anendra, uga duga nora kari, miwah sabarang karya. Ing prakara
gêdhe kalawan cilik. Papat iku datan kantun. Kanggo ing sadina-dina, lan ing
wêngi nagara miwah ing dhusun, kabeh kang padha ambêkan. Papat iku datan
kari, kalamun ana manungsa. Anyinggahi dugi lawan prayogi, iku watêkan tan
patut. Amor marang wong kathah, wong dêksura daludur tan wruh ing ngêdur54.
50
griya
51
kêmbung
52
pamarentah
53
kêna commit to user
54
ngêdhur
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id
darajat [60] kaluhuran, tuwin angsala arta kathah pisan, kanggenipun nampèni,
bilih kaliyan manah rangu-rangu, botên katampèn kaliyan puja sokur. Sabab
sukamèt lumuh kèlangan, nuruti karsanira pribadi, tur sugih donya, botên pisan
bilih punika ingkang angsal sih. Bilih pangagêng makatên ambêg lêlabuhanipun
botên asih trêsna dhatêng nagari wutuh rahipun. Manah gêrah uyang ngalih
panggènan botên sêdya têtêp anggènipun gagriya wontên ing ngriku. [61] Labuh
labêt ajur luluh malih purana kêpêthuk kemawon sumimpang. Manawi dipunaruh-
aruhi èthok-èthok botên mirêng. Labêt saking mirêng punapa sampun kataman
Sêrat Menak Drig jilid 2 kaca angka 14 larik 5 saking ngandhap mungêl
dyan thilar59 aturipun, anggêp aturing bastak. Pasthining Hyang ngalamat jagad
55
wontên
56
sakwênang
57
agung
58
sanagari commit to user
59
tilar
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id
dahuru 60 . Atur bêcik kanthi nalar, tan nglastarèkakên janji. Mring aturan
ngomondaka. Kêna nurut buwang atur kang bêcik ujwalane ratu agung. Yen bakal
karusakan, sasar susur catur ala kang ginugu. Makatên nggèr ungelipun. Wallahu
akam61
sirah. Sirah punika isi utêg, utêg panggenan budi, budi tumurun dhateng jantu62,
jantung anggèn pikir-pikir awon ingkang sae ingkang ngriku, [62] lajêng kawêdal
sumrambah dhatêng tiyang sadaya kang prang dinas63. Lajêng mahanani jaman
makatên. Kula matur suwun dhatêng Kyai anggènipun paring cariyos dhatêng
kula. Sapunika kula nyuwun pamit badhe mantuk sanès dintên kemawon sowan
malih.
putra pênjênêngan.
60
dhahuru
61
Wallahu aklam
62
jantung commit to user
63
dhinas
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id
c. Dialog IV (Keempat):
[71]
Jiman : Inggih.
B : Kulanuwun Kyai.
B : Inggih Kyai.
B : (Srêg maju).
A : Nuwun nggèr panjêngan65 kêrêp rawuh ing griya kula. Kula dèrèng nate
B : Mangga ta, benjing punapa Kyai rawuh ing griya kula ngiras mariksani
griya kula enggal, tuwin satiba bingahipun anak lan semah kula.
A : Inggih Insa Allah, sanes dintên kula matur sabên dhatêng anggèr. Jiman
Jiman : Inggih.
[72]
64
pangèstunipun commit to user
65
panjênêngan
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id
wêwulang sadasa kados pundi. Manah kula manawi dipunparingi cariyos ingkang
A : Sokur alkamdulillah bilih anggèr makatên. Kula inggih lêga lila dhatêng
sagêd tamtu kula matur. Ingkang botên sagêd inggih matur balaka bilih dèrèng
sumêrêp.
B : Anu Kyai, karaton Jawi punika kula sampun sumêrêp. Ingkang miwiti
sapunika. Nanging bilih botên kêlèntu Kanjêng Sultan Dêmak punika bêbasanipun
rak namung madhahi. Talêcêripun ingkang kakung punika sintên ingkang wiwit
jêjêr [73] ripun putra kakung ingkang nurunakên karaton Jawi kemawon inggih
punika: Radèn Bondhan Kajawan, taksih Buda pêputra Kyai Agêng Gêtas
pasareyanipun. Lajêng kyai Agêng Sela punika wiwit ngagêm agami Eslam 68
66
Islam
67
Islam commit to user
68
Islam
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id
A : Sasumêrêp kula ing ngriki kados dèrèng wontên sêrat ingkang mligi
wiwit saking sintên dumugi sintên kula dêrêng sumêrêp Sêrat Jatipusaka wau.
mêsthi botên sagêd sumêrêp dhatêng Sêrat Jatipusaka wau. Mila bokcobi Kyai
kaparêng paring criyos dhatêng kula, ambêg lêlabuhanipun Kyai Agêng Sela
sapangandhap.
A : Manawi makatên inggih nggèr, kula cariyos nanging inggih mêksa merit
saking lêlampahanipun ingkang kasêbut ing Sêrat Babad. Namung manawi lêpat
69
Kyai commit to user
70
wontên
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id
[74]a
B : Anu Kyai kula punika angsring nggagas anak kaliyan bapa biyung. Anak
punika angsring botên sami mèmpêr kaliyan bapa biyungipun. Trakadhang plêg
tiyang sêpuhipun, punika kados pundi. Manawi kêparêng mugi paringa pitêdah.
pun sakêdhik mempêr biyungipun. Trakadhang botên mèmpêr babar pisan kaliyan
sudarmanipun kalih. Ingkang makatên wau, manawi lare warninipun plêg kaliyan
bapakipun punika nalika badhe dhumawah ing wiji, ingkang branta rumiyin
71
Kyai commit to user
72
Nis
perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id
bapakipun.
ibunipun [74c] punika nalika badhe andhawahakên, ingkang badhe nampèn ing
wiji, jalêr èstri sami sasarêngan adrêng ing trastanipun. Lajêng mahananipun
nampèni wiji, jalêr èstri botên gadhah niyat nunggil tilêm. Tangi tilêm ènjing
mempêr babar pisan. Makatên malih nglilir saking tilêm dalu têngah dalu. Wontên
salêbêting tilêm wau mêntas supina sumêrêp kêthèk, sarêng nglilir manahipun
dadosing lare lajêng kados ingkang dipun-gagas wau. Sanadyan amung sakêdhik
punika kados inggih botên liyan inggih saking tiyang sêpuhipun kalih. Têgêsipun
nalika badhe nètèsakên wiji ingkang dados. Bapa biyungipun manahipun sawêg
commit to user
73
anggadhah
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id
tawêkal . Punapa sawêg wêning. Punapa buthêg. Punapa nepsu. Punapa sawêg
mangkana. Amila sare dene wontên sêsorah kados ingkang kasêbut nginggil.
Prayogi bilih badhe nètèsakên wiji, mawi ya angèsthi ingkang sae. Sampun
Dasarata ing Ngayogya 76 , duk arsa pêputra [74]f Sri Jathara Rama Wijaya
B : Sanadyan sadaya wau sawêg nama sêsorah nanging manah kula marêm
74
mukmin
75
sontan-santun
76
Ngayodya commit to user
77
narendra
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id
Ga : Kanjêng Sinuhun Pakubuwana kaping Pitu, punika putra dalêm Sri PeBe
kaping Sakawan
Tha : Kanjêng Sinuhun Pakubuwana kaping Wolu, punika putra dalêm Sri
Sri PeBe V
Sri PeBe VII Sadherek sami putra dalêm Sri PeBe IV nanging sanes ibu.
Sri PeBe VIII Sri PeBe V : nalika pêputra Sri PeBe V taksih jumênêng
[75]
Sinuhun sumare ing Têgal Arum wau. Dados sadhèrèkan mrênah rayi
Ja : PB III
Ya : PB IV
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id
Nya : PB V
Ma : PB VI
Ga : PB VII╒
Ba : PB VIII ╒
Tha : PB IX
╒ : kaping pitu, kaping wolu punika sami putra kaping 4, dados sanes dalêm
Mangsuli
nendra, tansah puruhita dhatêng para sagêd ing jaman samantên. Ngèsthi
Eslam 79 . Rintên dalu tansah sêmbah Hyang nyuwun pitulung ing Gusti
Allah ingkang kaèsthi sagêda mêngku ing tanah Jawi. Sasêlaning ngabêkti
78
lêlabuhanipun
79
Islam commit to user
80
wapat
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id
lêlana tapabrata dhatêng ing wana. Mandhap ing jurang, minggah ing ardi.
Mila ngantos pêparab Bagus Anis, têgêsipun kêrêp kêkesahan ugi puruhita
dhatêng para sagêd ngantos dados sabatipun Kyai Bêluk ing Lawiyan.
tapabrata mardi budi utami. Mêmikir tata, titi, tatas, patitis. Amot mêngku
nistha madya utami. Lêpas ing [77] panggalih, mutusi ing sasmita. Pun
botên sah cêgah dhahar nendra têtêp ngabêkti ing suksa 81 awit taksih
81
suksma commit to user
82
nglêstantunakên
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id
kasêlak seda nanging ugi sampun mêling dhatêng ingkang putra Radèn
satampining siti Mataram upami dalu sampun mèh rahina sêmubang ing
[78]
mila têtêg, têguh, dhantêr ing panggalih, sanadyan sampun nama kagungan
kamuktèn saking ingkang rama (siti ing Mataram) ewadene taksih karêm
lêlana tapa brata mati raga, tansah wêgah dhahar nèndra, ngèsthi
mandraguna prawira têtêg têguh ing pakewuh priksa dhatêng mangsa kala.
botên katupiksa ing mêngsah. Saking rêmpit wingiding karsa alus lurusing
wadi ngantos botên kawadaka ing liyan. Bilih badhe mangsah pêrang
tiyang wêwêngkonipun agêng alit sami kinulit daging. Raos eca sakeca
sampun bapa kaliyan [80] para sadhèrèk rêmên sangêt anglampahi tapa
brata, bêkti ing Gusti Allah tuwin dhatêng para sêpuh. Asih sangêt dhatêng
agênging manahipun para wadyabala, para dhah ing nguja krama, welas
83
saèstu commit to user
84
wus
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id
tatrap [81] tuwin tansah ngicali susah panggrêsah ing panggalih. Namung
kêndêl dhatêng ing lêrês, sagêd pasang gêlar amrih sêkecaning lampah,
sampun têmpuk ing yuda. Amratignya sêpuh kalah sirna mênang ngukum.
dhatêng Ingkang Murba Misesa ing jagad pramudhita. Èwêt bilih tindak
punika manut ing lêlampahan. Awon manggih awon, sae manggih sae.
êgungakên, malah taksih radi asor raga. Taksih rêmên anjarah desa,
commit to user
85
Islam
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id
ingkang sajati. Botên amung pracaya dhatêng atur kemawon, mawi dipun-
priksa lan kraos dhatêng manah kumêlas lajêng ajrih, asih ayêm têntrêm
praja. Namung asring kalêbêtan atur ingkang lala cora tarkadhang inggih
pêthak sanes dintên abrit. Botên wantah ing karsa, rêmên sêsiliban,
manawi kagungan karsa asring kêncêng, botên keguh ing atur prasaja.
dhatêng wasita inggih lila pêparing raja brana. Nanging dhatêng wanita
lêmbat, sabar, narama 87 , tawêkal, rèrèh, ririh ing ngandika botên rèsèh.
Ngèstokakên dhawuh ing rama. Bêtah tapa brata pasrah ing Gusti Allah,
lêrês sae badhe sakeca botên lajêng dipunturuti. Nanging kagalih panjang
sarta kaèsthi wontên ing cênta maya. Tansah kèndêl wontên ing papan sêpi
Gusti ingkang nguwasani ing gêsang kita. Dados bilih kagungan karsa
mangka dèrèng têrang tetela saking Hyang Kang Murba, dèrèng karsa
86
bala-bala commit to user
87
narima
perpustakaan.uns.ac.id 112
digilib.uns.ac.id
alusing panggalih, tiyang siti tiyang liya bangsa agêng ngalit sami sih
trêsna sêdya biyantu labuh sakit dumugi pêjah dipuntampahi kaliyan suka
dawaning manah.
Rêmên [85] paring dana dhatêng putra santana wadya89. Sarta pinarcaya
panjênênganipun.
(Kartasura bêdhah).
88
ngati-ati
89
wadyabala
90
lêlabuhanipun
91
yasan commit to user
92
kakesahan
perpustakaan.uns.ac.id 113
digilib.uns.ac.id
kèngêtan nalika bêdhah ing Kartasura de [87] ning Cina. Bêdhah Pacina
wau taksih nglabêti dhatêng panggalih marêm kagungan raos marma was,
mila sangêt suka rêna nampèni panungkulipun ingkang raka, nama inggih
raka wau.
watak timur. Angsring karsa nampèni atur lala cora. Panggalih dalêm kèlu-
sagah ing gulangi pêrang anjabêl pasisir manca nagari. Têmahan dados
pakêpung wau nalika Garêbêg Mulut taun Jimawal angka 1717 aturipun
tiyang pitu mau macêthot. Rèhne ngojok-ojok kang botên sae. Ingkang
nêm kasusup ing Gupêrmèn lajêng kaucal. Ingkang satunggal pun jasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 114
digilib.uns.ac.id
lajêng karsa abêlakakên para ngulama tuwin para ngalim cariyos têtu [88]
ladan sae, miwah warni dalêm ngalus-alus tanpa cacad. Mawi lêgêm 93
Pulo Ambon.
Botên karsa lincat ing karsa. Kêncêng adil paramarta. Dana krama [90]
inggih marma dhatêng putra, santana, wadyabala. Mila sadaya sami suka
asih trêsna sumungkêm, sêdya labuh ing sakit sêpuh. Suka lila lêbura ing
dalu tansah manungku cipta hênêng hêning. Panggalih alus sabar botên nate duka.
commit to user
96
mênêp
perpustakaan.uns.ac.id 116
digilib.uns.ac.id
5. Sinopsis
keseluruhan isi secara utuh. Maksud mengemukakan sinopsis suatu teks yaitu
menyeluruh. Teks SM ini berbentuk prosa yang disajikan dalam bentuk dialog,
sinopsis dari teks SM ini, penulis akan terlebih dahulu menyajikan susunan
bermasyarakat.
Dialog III 53c-62 Gambaran kondisi jaman yang sejahtera dan jaman yang
commit
Paku Buwana VIII.to user
perpustakaan.uns.ac.id 117
digilib.uns.ac.id
a. Dialog I
Kepada para abdinya, pemimpin harus memahamkan terkait dengan hak dan
hubungan yang baik keapada sesama, menghormati yang tua dan mengasihi
yang muda.
pemimpin:
b. Dialog II
Keteladanan kepemimpinan dari para Nabi dan para sahabat Nabi yang
1) Nabi Adam
prihatin, dan tanpa rasa malu Nabi Adam bersedia bekerja pekerjaan yang
kasar.
2) Nabi Musa
Seorang pemimpin yang tegas, tangguh, dicintai semua rakyatnya. Hal itu
Masjid Al-Aqsa, semua rakyatnya ikut terjun di medan peperangan baik itu
yang tua, muda, lelaki maupun perempuan. Beliau sangat menyayangi kaum
3) Nabi Yusuf
beliau memutuskan untuk turut hidup susah karena khawatir jika ternyata ada
4) Nabi Dawud
Seorang pemimpin yang rela bekerja keras demi keluarga, para abdi dan
5) Nabi Sulaiman
menyayangi keluarga, para abdi, semua rakyatnya, dan semua makhluk yang
6) Nabi Muhammad
keluarga sehari-hari.
8) Umar
Di usianya yang semakin senja, beliau masih bertahan memimpin rakyat dan
c. Dialog III
Berisi gambaran kondisi jaman yang sejahtera dan jaman yang tidak sejahtera.
terhadap apa yang ada, tidak pernah mengeluh meskipun kondisi alamnya saat
itu sedang kemarau panjang ataupun musim penghujan. Sedangkan jaman yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 120
digilib.uns.ac.id
musim kemarau dan musim penghujan tiba. Selain itu jaman yang tidak
sejahtera juga didukung oleh sikap rakyatnya yang mulai terkikis moralnya.
d. Dialog IV
tidur), rajin menimba ilmu kepada orang-orang yang ahli. Di usianya yang
semakin senja, beliau semakin rajin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Raja yang gemar bertapa dan rajin menimba ilmu kepada orang-orang pintar.
Raja yang juga gemar bertapa, senantiasa menjauhi perbuatan tercela, tajam
akan terjadi.
Raja muda yang tangguh dan teguh, rajin bertapa dan patuh terhadap
ayahandanya.
Raja yang sangat menyayangi keluarga, para abdi dan punggawanya. Tetapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 121
digilib.uns.ac.id
Raja yang gemar bertapa, taat terhadap perintah agama Islam, sangat
Raja yang sangat menyayangi keluarga, para abdi dan punggawanya. Beliau
Raja yang sangat pemberani dan tangguh dalam peperangan, ramah, tetapi
Raja yang dermawan, tetapi kurang dewasa dan bijaksana, suka bermain
wanita, suka mengingkari janji, dan kurang tangguh dalam medan peperangan.
Raja yang penyabar, halus budi pekertinya, senantiasa bersyukur dan tawakal
Raja yang sangat menyayangi keluarga, para abdi dan punggawanya. Rajin
Raja yang penyabar, halus budi pekertinya dan baik hatinya. Tetapi terlalu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 122
digilib.uns.ac.id
Raja yang sangat menyayangi keluarga, para abdi dan punggawanya. Gemar
Raja yang kurang teguh pendirian sehingga mudah dipengaruhi oleh orang
lain.
Raja yang sangat pandai dalam hal kesusatraan, rajin mempelajari karya-karya
Raja yang sangat pemberani, tangguh, teguh pendirian, tegas, sabar, dan
senantiasa berlaku adil. Beliau sangat disayangi oleh rakyat, abdi dan para
Raja yang multi talenta (serba bisa). Hatinya sangat lembut, sabar, dan tidak
pernah marah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 123
digilib.uns.ac.id
B. Kajian Isi
pemimpin terhadap keluarga dan sanak saudaranya sampai pada sikap seorang
ini dilengkapi dengan contoh-contoh gaya kepemimpinan dari para Nabi, sahabat-
sahabat Nabi hingga para pemimpin Jawa mulai dari Kyai Ageng Sela sampai
Kajian isi Serat Mudhatanya akan disampaikan secara detail dan urut
susunannya perdialog, mulai dari dialog pertama hingga dialog keempat. Masing-
Dialog pertama ini berisi tentang etika hidup bermasyarakat bagi seorang
pemimpin dalam lingkup keluarga, tetangga, bawahan, dan pihak luar, juga
bersama dengan keluarga dan sanak saudaranya. Di dalam teks SM ini dijelaskan
sejahtera, seorang pemimpin atau kepala keluarga harus mampu bersikap seperti
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 124
digilib.uns.ac.id
a. Seorang kepala keluarga harus dekat dengan keluarga dan sanak saudaranya.
d. Pemimpin keluarga yang baik tidak hanya tampak baik di luar permukaannya
e. Setiap keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan harus didasari dengan hati
yang bersih.
f. Jika ada anggota keluarga atau sanak saudara yang melakukan kesalahan, tidak
orang banyak. Pilihlah saat yang tepat untuk menegurnya dengan teguran yang
lembut dan nasehat secukupnya sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan.
kinerjanya. Berikut beberapa sikap yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin
terhadap abdinya:
kewajibannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 125
digilib.uns.ac.id
(unsur senioritas).
d. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang ketika berbicara membuat hati
telah dilakukan.
Sebagai makhluk sosial, seorang pemimpin juga tidak bisa lepas dari hidup
bermasyarakat yang setiap hari selalu berinteraksi. Berikut beberapa sikap yang
a. Menjaga hubungan baik dengan orang lain, muda tua, lain bangsa, dan lain-
lain.
diuraikan di atas, di dalam teks SM ini juga dijelaskan ada delapan pedoman
(bekal) yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Delapan pedoman tersebut
adalah kuwasa, purba, wisesa, kukum, adil, paramarta, dana dan pariksa.
Berikut uraiannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 126
digilib.uns.ac.id
”Purba: mêngku dhatêng samukawis agêng alit, amis bacin, èwêt pêkèwêt,
gampil angèl, ruwêt rêntêng, papa sangsara. Sadaya kukubanipun ing ngriku,
punika anggèr ingkang kajibah mêngku.” (SM: 7)
Berikut kutipannya:
kutipannya:
5) Adil berarti bersikap adil terhadap siapapun, sesuai dengan usaha yang telah
”Adil: punika tumrap dhatêng putra wayah sadhèrèk santana abdi agêng alit.
Manawi prakawisan rêbat lêrês. Dhatêng sasaminipun putra wayah sadhèrèk
santana abdi, kêdah dipuntêtêpakên ing pangadilanipun ingkang jêjêg.
Babasan utang nyaur, nyilih ngulihake. Utang lara nyaur lara, utang pati
nyaur pati, sapiturutipun. Botên kenging dlemok cung, kêdah wradin.
Têgêsipn yen si dhadhap kang utang, mung nyaur samene, yen si waru kang
utang kudu nyaur samene, punika dlêmok cung namanipun. Sampun ngantos
makatên, kêdah sami-sami pamidananipun, sarta kêdah têtêp ingkang sampun
kasêbut ing anggèr, anggèr botên kenging mèncèng.” (SM: 8)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 127
digilib.uns.ac.id
6) Paramarta berarti berhati lembut dan mempunyai sifat belas kasihan terhadap
kutipannya:
perbutan nista:
budi pekerti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 128
digilib.uns.ac.id
h. cara berpakaian sekehendak hatinya, memakai baju yang sudah tidak layak
raja juga perlu istirahat sejenak (refreshing) untuk kembali menyegarkan pikiran.
diambil dari Serat Tajussalatin bagian kitab Tabihul Gapilin dalam pasal ke-5.
Di dalam teks SM ini, Nabi Adam digambarkan sebagai seorang raja yang
sebagai berikut:
a. Seorang raja yang bersedia bekerja pekerjaan kasar tanpa rasa malu, yakni
Berikut kutipannya:
”...punika taksih karsa nyambut damêl kasap. Sabên dintên pandhe tosan,
kaurupakên kangge dhahar ing sadintên-dintênipun.” (SM: 18)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 129
digilib.uns.ac.id
Terjemahan:
b. Selama hidupnya belum pernah makan enak. Tidak suka hidup bermewah-
mewah. Setiap hari senantiasa terlihat prihatin. Berikut pernyataan Nabi Adam
ketika ditanya oleh putranya tentang gaya hidup beliau yang senantiasa
prihatin:
”Aku iki maune dikarsakakke dening Gusti Allah dadi kalipah ana suwarga.
Nuju ana dosaku diudhunake marang ing donya kusniya malebari iki,
ngratoni anak putu. Mulane aku ora duwe bungah. Pancèn tak cêgah sak
patute. Bok manawa dhompo panggawèhaku ngratoni kowe kabèh. Yèn luput
saka kurang titi pariksa. Yakti nêmu duduka manèh. Kaya aku diudhunake
marang bumi sap pitu. Yèn ratu kêrêp bungah-bungah lan juwèh iku ilang
sênêne. Murwate ora nana kang kari.” (SM: 19)
Terjemahan:
Di dalam teks SM ini, Nabi Musa digambarkan sebagai seorang raja yang
orang-orang kafir, Nabi Musa menginstruksikan kepada semua bala tentara dan
semua rakyatnya untuk bersiap siaga perang melawan musuh Islam. Nabi Musa
commitKanabeyan
membagi dua pasukan, yakni pasukan to user dan pasukan Karaton. Beliau
perpustakaan.uns.ac.id 130
digilib.uns.ac.id
orang. Seh Nakib, salah satu senapati, bertugas untuk menggerakkan bala tentara
sekaligus memutuskan setiap permasalahan. Semua bala tentara dan semua rakyat
Ketika perang, Nabi Musa tidak bersedia naik di atas kuda atau tandu,
beliau beristirahat di jalan. Punggawa yang melihat kondisi beliau yang seperti
itu, tidak tega dan langsung menawarkan tempat beristirahat yang lebih layak,
sedang jatuh sakit malaria. Semua saudara dan para punggawanya berkumpul jadi
satu berada di samping beliau. Salah seorang dari mereka menanyakan perihal
sakitnya karena disamping sakit, Nabi Yusuf nampak memikirkan sesuatu yang
sangat berat. Dijawab oleh Nabi Yusuf bahwa beliau sangat khawatir terhadap
kondisi rakyatnya. Beliau tidak akan makan enak sebelum rakyat terpenuhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 131
digilib.uns.ac.id
kebutuhannya. Beliau merasa bersalah karena selama ini tidak bisa terjun
utusannya. Hal itu yang membuat beliau resah dan khawatir, kurang makan dan
kurang tidur, kesehariannya hanya makan roti gandum 2 potong. Mendengar hal
masjid kemudian mendirikan sholat dua rakaat. Beliau berdoa, memohon kepada
Allah SWT supaya diberi rezeki yang halal untuk hidup sehari-hari. Beliau tidak
ingin memakai uang negara untuk membiayai hidup beliau sehari-hari. Jika
sampai memakai uang negara adalah suatu kesia-siaan, percuma menjadi seorang
raja.
Nya, Allah memerintahkan kepada Nabi Dawud untuk membuat baju besi.
Perintah itu dijalankannya. Setiap hari Nabi Dawud membuat baju besi, kemudian
istri dan anak-anak beliau. Tidak hanya itu, beliau juga memberikan baju-baju
selalu menanak nasi sejumlah 1000 kendhil. Satu kendhilnya bisa untuk makan 10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 132
digilib.uns.ac.id
binatang onta. Setiap hari menanak dua kali, setiap pagi dan sore hari. Beliau
rumah beliau. Uang untuk menanak nasi tersebut, beliau ambil dari uang negara.
pasar. Ketika hendak makan, beliau selalu mengajak kepada kaum fakir dan
miskin untuk makan bersama. Jika tidak mendapati adanya orang fakir dan
berpuasa.
rakyatnya dari bangsa jin, angin, mega, dan awan. Karena begitu banyaknya yang
turut mengiringi, terlihat seolah-olah semua makhluk di bumi ini ikut semua.
Rombongan tersebut tidak ada yang merasa kepanasan karena dilindungi oleh
awan. Sesampainya di Arab, tepatnya di tepi kota Mekah, ada seorang fakir yang
sekarang ini masih jauh dibawah orang yang senantiasa memuji Allah dengan
la haula walaa quwatta illa billahil ‘aliyyil ‘adzim, sekaligus mengetahui makna
kalimat tersebut, maka besok ketika di akhirat orang tersebut akan mendapatkan
kemuliaan seperti kemuliaan Nabi Sulaiman saat itu. Nabi Dawud menambahkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 133
digilib.uns.ac.id
memusuhi agama Islam. Pasukan perang dibagi menjadi dua kelompok, pasukan
pertama dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib, pasukan kedua dipimpin oleh Khalid
sejenak menjenguk putrinya, Siti Fatimah, yang kabarnya sedang menderita sakit.
disebabkan karena sudah tiga hari tidak makan dan tidak minum. Tidak ada
sesuap nasipun yang bisa dimakan karena selama tiga hari itu pula suaminya, Ali
bin Abi Thalib, tidak memberinya nafkah karena harus bertempur di medan
beliau bersabda bahwa barang siapa yang sabar menghadapi cobaan dan ujian,
tersebut kemudian berkata kepada Abu Bakar bahwa perbuatan tersebut kurang
layak dilakukan oleh seorang raja. Kemudian dengan sangat bijaknya Abu Bakar
berkata, “Memang benar apa yang anda katakan. Namun, masalah kebutuhan istri,
anak-anak dan keluarga di rumah itu di luar tanggung jawab kerajaan. Sudah
menjadi kewajiban bagi seorang kepala keluarga untuk memberi nafkah keluarga
dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Jika sampai menggunakan uang negara yang
mengeluarkan sedikit uang dari Baitul Mal untuk diberikan kepada Abu Bakar.
kurma diminta untuk dijual dan uangnya digunakan untuk membayar uang dari
Baitul Mal yang dahulu pernah dipakai untuk biaya hidup sehari-hari.
8) Kepemimpinan Umar
kekhalifahan adalah Umar bin Khatab. Suatu hari datang beberapa punggawa
menghadap Umar. Kedatangan mereka hendak menawarkan uang dari Baitul Mal
punggawa-punggawa tersebut untuk memberikan uang dari Baital Mal itu kepada
rakyatnya yang lebih membutuhkan, seperti orang miskin, anak yatim, orang yang
teraniaya hidupnya, dan untuk kebutuhan negara yang mendesak. Jangan sampai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 135
digilib.uns.ac.id
ada rakyatnya yang hidup kekurangan dan menderita. Masalah biaya hidup Umar
Beliau mengusahakan dari tangan beliau sendiri dengan menjual batu bata di desa
Bangkek yang letaknya lumayan jauh dari rumah beliau. Beliau berpesan kepada
punggawa tersebut supaya tidak perlu merasa khawatir terhadap Umar dengan
pekerjaannya yang seperti itu. Pekerjaan membuat batu bata hanya sambilan,
hanya untuk jaga-jaga jangan sampai biaya hidup beliau sehari-hari menggunakan
uang Baitul Mal, masalah rakyat dan kenegaraan tetap beliau prioritaskan.
adalah Ustman bin Affan. Suatu hari yakni hari Jumat, usai mengimami shalat
kepada para jamaah dan semua rakyatnya. Beliau berkata bahwa ada dua jenis
yakni menjadi seorang raja yang adil dan pekerjaan memberikan nafkah kepada
dua pekerjaan tersebut untuk saat itu tidak bisa dilaksanakan secara optimal
karena kondisi beliau saat itu sudaah sangat tua. Para punggawa mendengar hal
tersebut merasa iba. Seorang pembesar dari punggawa tersebut, yakni Ali bin Abi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 136
digilib.uns.ac.id
sebagian dari uang Baitul Mal diberikan kepada Usman bin Affan untuk
Tidak lama kemudian, Usman bin Affan jatuh sakit. Kemudian Usman
menjual semua perkebunan miliknya untuk membayar uang dari Baitul Mal. Dan
Di dalam teks SM ini, penulis naskah menyebut nama Ali dengan Ali bin
Khatab. Menurut buku-buku sejarah Islam, seperti dalam buku “Kisah Teladan 20
Sahabat Nabi” karya Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, nama lengkap Ali yang benar
adalah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan untuk kata “Khatab” adalah nama dari
khalifah Umar, yakni Umar bin Khatab bukan Ali bin Khatab.
Ali bin Abi Thalib adalah seorang raja yang selalu waspada di setiap
Abi Thalib mendapat gelar Sultan Kabir Mukmin. Semasa pemerintahan Nabi
Ketika menjadi raja, setiap harinya beliau hanya makan roti gandum. Gandum
yang ditanam sendiri di kebunnya. Beliau sendiri juga yang membuat roti gandum
tersebut. Setelah jadi, roti tersebut disimpan dalam peti rapat-rapat. Punggawa
yang mengetahui hal itu langsung menanyakan kepada Ali kenapa sampai dikunci
rapat-rapat, padahal hanya gandum, tidak akan ada orang yang berkeinginan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 137
digilib.uns.ac.id
mengetahui hal itu, jika sampai diketahui oleh anak-anaknya pasti akan diganti
Dialog ketiga ini berisi tentang gambaran kondisi alam yang terjadi saat
itu serta bagaimana reaksi masyarakat dengan kondisi alam yang seperti itu.
Berikut ada dua macam kondisi suatu bangsa dilihat dari reaksi masyarakat
kemarau,musim angin besar, maupun musim tidak ada angin sama sekali,
tanaman semakin tumbuh subur. Air hujan juga bisa menyerap debu-debu
yang bertebaran. Selain itu, air hujan juga bisa menghanyutkan sampah-
Bagi mereka, musim kemarau, atau istilah Jawanya “katiga” pun juga bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 138
digilib.uns.ac.id
Ketika musim angin besar tiba, mereka juga menerimanya dengan senang
hati karena dengan adanya angin besar bisa menghilangkan bau di lingkungan
sekitar yang tidak sedap. Ketika tidak ada anginpun, mereka tidak mudah
Suatu kondisi bangsa yang tidak sejahtera ditandai dengan kondisi alam
yang cukup buruk dengan penerimaan masyarakat yang tidak baik pula.
kedinginan dan perut terasa kembung penuh udara sehingga mereka lebih
sedih dan berkeluh kesah karena cuacanya sangat panas. Debu-debu banyak
yang bertebaran membuat penglihatan jadi terganggu. Ketika tidak ada angin,
ketentraman masyarakat.
Selain kondisi alam yang buruk, suatu kondisi bangsa yang tidak nyaman
dan tidak tentram ditandai dengan sikap masyarakat saat itu yang berbuat
etika yang baik. Hilang rasa saling menghormati dan menghargai. Tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 139
digilib.uns.ac.id
Ketika masih muda, Kyai Ageng Sesela gemar sekali tentang hal-hal
Beliau juga gemar bertapa, rajin berpuasa, dan sedikit tidur. Beliau juga suka
kasampurnan. Saat usianya yang semakin lanjut, beliau rajin sekali melakukan
Hyang, dengan penuh harap memohon kepada Allah semoga beliau bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 140
digilib.uns.ac.id
Beliau gemar sekali bertapa di hutan, menuruni jurang dan mendaki gunung.
Karena kegemarannya itu hingga beliau mendapat gelar Bagus Awis. Selain
ilmunya, hingga bertemu dengan seorang kyai bernama kyai Beluk di desa
Laweyan.
Seorang raja yang gemar bertapa brata mardi budi utami. Cara
berpikirnya tata titi tatas patitis. Senantiasa waspada terhadap perbuatan nista.
Saat itu beliau sedang bertapa, hidup sementara di daerah Pajang. Beliau adalah
seorang raja yang dalam dan tajam cara berpikirnya, halus persaannya, tajam mata
batinnya, yakni bisa mengetahui kejadian yang bakal terjadi, hingga mendapat
beliau yang bisa memprediksi masa depan, banyak orang di daerah Pajang
daerah itu memberikan tanah di daerah Mataram, hingga beliau mendapat julukan
Seorang raja muda yang tangguh dan teguh. Meskipun telah mempunyai
kesaktian dari ayahandanya, tetapi beliau tetap rajin bertapa brata mati raga, rajin
berpuasa dan sedikit tidur, berharap kepada Yang Maha Murba Misesa semoga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 141
digilib.uns.ac.id
terlaksana apa yang telah diwasiatkan oleh ayahandanya, yakni seorang raja yang
bisa memimpin kerajaannya dan merangkul semuanya. Seorang raja yang penuh
Sinuhun Seda Krapyak adalah seorang raja yang penuh perhatian dan
ada satu hal kelemahan beliau yakni karakter beliau yang kurang teguh
Sinuhun Sultan Agung adalah seorang raja yang gemar bertapa, sangat
patuh terhadap perintah agama. Seorang raja yang sangat menghormati para ulama
yang ahli di bidang syariat, hakikat, tarikat, dan ma’rifat. Dalam menjalankan
teori yang dikenal dengan ambeg Trimurti, yakni 1)ambeging ratu utami,
Ambeging ratu utami adalah sebagai seorang raja harus senantiasa peka,
awas, waspada, adil, teguh pendirian, mampu membuat senang para jajaran
pemerintahan di bawahnya, mengasihi kaum fakir miskin, dan bijak dalam hal
Ambeging wali adalah sebagai seorang raja harus patuh terhadap ajaran
agama Islam, gemar bertapa, sedikit makan, sedikit tidur. Seorang raja harus
paham tentang ilmu hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Seorang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 142
digilib.uns.ac.id
raja yang senantiasa pasrah, tawakal terhadap keputusan Allah Yang Maha
pemberani, waspada, Raja harus kritis terhadap permasalahan yang ada. Dalam
Namun ada satu hal dari Sultan Agung yang kurang begitu bagus untuk
Sinuhun Tegal Arum adalah seorang raja yang sangat perhatian terhadap
membuat hati tentram bagi yang mendengar, tetapi terkadang ada yang tidak
Sinuhun Mangkurat Bawa adalah seorang raja yang sangat pemberani dan
merah. Jika sudah punya keinginan yang kuat, beliau akan berusaha keras
mewujudkannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 143
digilib.uns.ac.id
anak-anak. Sinuhun Mangkurat Mas adalah seorang raja yang dermawan, gemar
memberi kepada para punggawanya. Namun ada beberapa sikap dari Sinuhun
Mangkurat Mas yang tidak baik untuk diteladani yakni: suka bermain wanita,.
suka bercanda dan bersendau gurau secara berlebihan, suka mengingkari janji,
tidak patuh terhadap nasehat ayahandanya, kurang tangguh dan berani di medan
peperangan.
senantiasa bersyukur dan tawakal terhadap pemberian Allah, setiap pendapat dan
masukan dari jajaran pemerintahannya baik itu baik maupun buruk, tidak
langsung dituruti, melainkan dipikirkan lebih dalam lagi. Beliau adalah seorang
raja yang gemar menyepi di daerah yang sepi, untuk menenangkan hati dan
Sinuhun Prabu Amangkurat adalah seorang raja yang sangat perhatian dan
memberikan uang kepada mereka. Seorang raja yang tidak suka membanding-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 144
digilib.uns.ac.id
pemerintahannya dan para ulama. Namun ada satu hal dari beliau yang kurang
begitu bagus untuk diteladani yakni menerima semua pendapat dan masukan dari
Sinuhun PB III adalah seorang raja yang sangat perhatian dan mengasihi
keluarga, para abdi dan jajaran pemerintahan di bawahnya. Gemar bekerja dan
membuat benda-benda yang terbuat dari kayu. Beliau sangat menyukai karya
sastra hingga bersahabat dekat dengan seorang ahli sastra bernama Yasadipura I.
dipengaruhi oleh orang lain yakni ada tujuh orang. Begitu mudahnya beliau
menerima ide-ide buruk dari ketujuh orang itu. Ada beberapa punggawa yang
orang tersebut adalah Mbah Man, Wiradigda, Kandhuruhan, Pasêngah, Mat Saleh,
perintah agama dan menghormatai para alim ulama. Beliau semakin rajin
beribadah sesuai dengan tuntunan agama Islam dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Hingga sampai akhirnya beliau mendapat gelar Sinuhun Bagus
yang telah dimiliki. Beliau adalah orang yang supel terhadap siapapun. Gaya
teguh pendirian, tegas, waspada, sabar dan berlaku adil terhadap siapapun. Gaya
bicaranya sangat santun dan jelas. Karena sifat, karakter dan sikap beliau yang
patut diteladani, semua rakyat, para abdi dan punggawa sangat menyukai Sinuhun
sampai ke mancanegara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 146
digilib.uns.ac.id
Sinuhun PB VIII adalah seorang raja yang multi talenta (serba bisa).
Beliau gemar sekali melakukan olah budi, menenangkan diri dan mengheningkan
cipta di setiap siang dan malam harinya. Hatinya sangat lembut, penyabar dan
tidak pernah marah. Beliau sangat menyayangi keluarga, para abdi, punggawa dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 147
digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
adalah naskah pertama dan naskah tunggal, yang tersimpan di dalam museum
prosa dan disajikan dalam bentuk dialog, yang terdiri atas empat dialog.
tulis, yaitu lakuna, adisi, substitusi, ditografi, dan transposisi, juga ditemukan
suntingan edisi standar untuk menghasilkan suntingan teks yang bersih dari
kesalahan. Jadi, suntingan teks SM yang telah dihasilkan dalam penelitian ini
adalah suntingan atau edisi teks yang pertama dan bersih dari kesalahan
1) Berdasarkan kajian isi, naskah Serat Mudhatanya adalah naskah yang berisi
yang dilengkapi dengan beberapa contoh gaya kepemimpinan para Nabi, dan
commit
para sahabat Nabi Muhammad SAW,to serta
user gaya kepemimpinan raja-raja di
perpustakaan.uns.ac.id 148
digilib.uns.ac.id
Jawa. Ada delapan ajaran kepemimpinan yang harus dipahami dan diterapkan
negaranya, yakni: kuwasa, purba, wisesa, kukum, adil, paramarta, dana, dan
Adil berarti pemimpin harus bersikap adil terhadap siapapun, sesuai dengan
usaha yang telah dilakukan. Paramarta berarti pemimpin harus berhati lembut
dan mempunyai sifat belas kasihan terhadap siapapun, sabar dan pemaaf.
Dana berarti pemimpin harus rajin berderma dengan pemberian yang terbaik.
B. SARAN
dalam penelitian ini adalah secara filologis, sehingga telah dihasilkan edisi
kritik teks. Selanjutnya perlu tindak lanjut dan kerjasama dengan pihak-pihak
agar teks ini mudah dibaca, dipahami, dan dinikmati oleh masyarakat luas.
mendalam dan spesifik dari bidang-bidang ilmu terkait, seperti: ilmu sastra,
commit to user