Anda di halaman 1dari 9

Hipertensi Membunuh Diam-diam, Ketahui Tekanan Darah Anda

Dipublikasikan Pada : Rabu, 16 Mei 2018 00:00:00, Dibaca : 32.623 Kali

Jakarta, 16 Mei 2018

Hipertensi disebut sebagai si pembunuh senyap karena gejalanya sering tanpa keluhan.
Biasanya, penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru
diketahui setelah terjadi komplikasi.

Satu-satunya cara untuk mencegahnya adalah cek tekanan darah. Hipertensi dapat
dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet tidak sehat, kurang
konsumsi sayur dan buah, dan mengonsumsi garam berlebih.

Menurut data Riskesdas 2013 penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas, sebesar 36,3%
merokok, 93,5% kurang konsumsi buah dan sayur, 52,7% konsumsi garam lebih dari 2 ribu
mg/hari, 15,4% obesitas, dan 26,1% kurang aktifitas fisik.

Hipertensi merupakan penyebab paling umum terjadinya kardiovaskular dan merupakan


masalah utama di negara maju maupun berkembang. Kardiovaskular juga menjadi
penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya.

Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi.
Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya
yang minum obat.

Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada
2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada
9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.

Di Indonesia, berdasarkan dara Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar


25,8%, prevalensi tertinggi terjadi di Bangka Belitung (30,%) dan yang terendah di Papua
(16,8%). Sementara itu, data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) tahun 2016
menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas
sebesar 32,4%.

Selain itu, menurut data BPJS Kesehatan, biaya pelayanan hipertensi mengalami
peningkatan setiap tahunnya, yakni Rp. 2,8 triliun pada 2014, Rp. 3,8 triliun pada 2015, dan
Rp. 4,2 triliun pada 2016.

Untuk mengendalikannya, Pemerintah melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan


Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Harapannya, seluruh komponen bangsa dengan sadar mau membudayakan perilaku
hidup sehat dimulai dari keluarga.

Germas dilakukan dengan melakukan aktifitas fisik, menerapkan perilaku hidup sehat,
konsumsi pangan sehat dan bergizi, melakukan pencegahan dan deteksi dini penyakit,
meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik, dan meningkatkan edukasi hidup
sehat.

Karena itu, bertepatan dengan Hari Hipertensi Sedunia 2018, Kementerian Kesehatan
mengimbau seluruh masyarakat agar melakukan deteksi dini hipertensi secara teratur.
Selain itu juga menerapkan pola hidup sehat dengan perilaku CERDIK (Cek kesehatan
secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat
yang cukup, dan Kelola stres).

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes
melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan
alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id. (D2)
Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018
Dipublikasikan Pada : Jumat, 02 November 2018 00:00:00, Dibaca : 192.641 Kali

Jakarta, 2 November 2018

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah menyelesaikan Riset Kesehatan


Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas Maret (Badan
Pusat Statistik). Terintegrasinya riset ini sangat penting karena dimungkinkan analisis yang
lebih mendalam. Status kesehatan dan determinan kesehatan bisa dilihat dari faktor sosial
ekonomi, sehingga informasi yang dihasilkan lebih komprehensif.

Data Riskesdas juga dapat digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM), sehingga dapat diketahui perubahan pencapaian sasaran
pembangunan kesehatan di setiap level wilayah, dari tingkat kabupaten/kota, provinsi
maupun nasional.

Pengumpulan data Riskesdas yang dilakukan pada 300.000 sampel rumah tangga (1,2 juta
jiwa) telah menghasilkan beragam data dan informasi yang memperlihatkan wajah
kesehatan Indonesia. Data dan informasi ini meliputi Status Gizi; Kesehatan Ibu; Kesehatan
Anak; Penyakit Menular; Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi
Mulut; Disabilitas dan Cidera; Kesehatan Lingkungan; Akses Pelayanan Kesehatan; dan
Pelayanan Kesehatan Tradisional.

Status Gizi

Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi pada balita di Indonesia. Proporsi
status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%.
Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013)
menjadi 17,7%.

Namun yang perlu menjadi perhatian adalah adanya tren peningkatan proporsi obesitas
pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas 2007), 14,8%
(Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018).

Kesehatan Ibu

Kesehatan ibu di Indonesia juga membaik terlihat dari meningkatnya proporsi pemeriksaan
kehamilan dari 95,2% (Riskesdas 2013) menjadi 96,1%, proporsi pemeriksaan kehamilan (k1
ideal) dari 81,3% (Riskesdas 2013) menjadi 86%, proporsi pemeriksaan kehamilan (k4) dari
70% (Riskesdas 2013) menjadi 74,1%, proporsi persalinan di fasilitas kesehatan dari 66,7%
(Riskesdas 2013) menjadi 79,3%.

Sama halnya dengan proporsi pelayanan kunjungan nifas lengkap yang meningkat dari
32,1% (Riskesdas 2013) menjadi 37%.

Kesehatan Anak

Perlu menjadi perhatian adalah data cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak umur
12-23 bulan, Riskesdas 2018 menunjukkan cakupan imunisasi sebesar 57,9%. Angka ini sedikit
menurun jika dibandingkan Riskesdas 2013 sebesar 59,2%.

Adapun proporsi berat badan lahir <2500 gram (BBLR) sebesar 6,2% dan proporsi panjang
badan lahir <48 cm sebesar 22,7%. Penyakit Menular

Prevalensi penyakit menular seperti ISPA, malaria dan diare pada balita mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA turun dari 13,8%
menjadi 4,4%, malaria turun dari 1,4% menjadi 0,4%, sama halnya dengan diare pada balita
juga turun dari 18,5% menjadi 12,3%.

Penting untuk diperhatikan adalah prevalensi TB Paru berdasarkan diagnosis dokter tidak
mengalami pergeseran, yakni sebesar 0,4% dan prevalensi pneumonia yang naik dari 1,6%
menjadi 2%.

Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi Mulut

Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis,
diabetes melitus, dan hipertensi.

Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik dari 7%
menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan
pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hasil
pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%.

Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan pola hidup, antara
lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

Sejak tahun 2013 prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu
7,2% (Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Data proporsi
konsumsi minuman beralkohol pun meningkat dari 3% menjadi 3,3%. Demikian juga proporsi
aktivitas fisik kurang juga naik dari 26,1% menjadi 33,5% dan 0,8% mengonsumsi minuman
beralkohol berlebihan. Hal lainnya adalah proporsi konsumsi buah dan sayur kurang pada
penduduk 5 tahun, masih sangat bermasalah yaitu sebesar 95,5%.

Peningkatan proporsi gangguan jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018 cukup
signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7%.

Untuk kesehatan gigi dan mulut, Riskesdas 2018 mencatat proporsi masalah gigi dan mulut
sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan dari tenaga medis gigi sebesar 10,2%.
Adapun proporsi perilaku menyikat gigi dengan benar sebesar 2,8%.

Disabilitas dan Cidera

Riskesdas 2018 menunjukkan proporsi disabilitas pada umur 5-17 tahun sebesar 3,3% dan
pada umur 18-59 tahun sebesar 22%. Pada umur 60 ke atas 2,6% mengalami disabilitas
berat dan ketergantungan total. Terjadi penurunan cidera yang terjadi dijalan raya yaitu
dari 42,8% (Riskesdas 2013) menjadi 31,4%.

Kesehatan Lingkungan

Data kesehatan lingkungan terlihat dari pemakaian air per hari dan pengelolaan sampah.
Dibandingkan dengan Riskesdas 2013, dirumah tangga pemakaian air < 20L per orang per
hari turun dari 5% menjadi 2,2%. Untuk pengelolaan sampah, rumah tangga yang
mengelola dengan membakar sebesar 49,5%.

Akses Pelayanan Kesehatan

Riskesdas 2018 menunjukkan proporsi pengetahuan rumah tangga terhadap kemudahan


akses ke rumah sakit sebagai berikut; mudah 37,1%; sulit 36,9%; dan sangat sulit 26%. Analisis
dilihat dari jenis transportasi, waktu tempuh dan biaya.

Pelayanan Kesehatan Tradisional

Pelayanan kesehatan tradisional Riskesdas 2018 dilihat dari pemanfaatan taman obat
keluarga (toga), proporsinya sebesar 24,6%. Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan
tradisional sedikit meningkat, dari 30,4% (Riskesdas 2013) menjadi 31,4%.

Data dan informasi hasil Riskesdas 2018 diatas adalah indikator Riskesdas yang dilakukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Indikator yang dilakukan secara
terintegrasi dengan Susenas akan dirilis bersama dengan Badan Pusat Statistik. Data-data
ini bersifat deskriptif, sedangkan analisis lebih detil akan dilaporkan secara khusus. Hasil
Riskesdas ini dapat diakses melalui www.litbang.kemkes.go.id.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian
Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui
nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan
alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
Sebagian Besar Penderita Hipertensi tidak Menyadarinya
Dipublikasikan Pada : Rabu, 17 Mei 2017 00:00:00, Dibaca : 71.192 Kali

Jakarta, 17 Mei 2017

Prevalensi Hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi di


Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%).
Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang
terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang
terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita Hipertensi tidak menyadari menderita Hipertensi ataupun
mendapatkan pengobatan.

Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti
Stroke, Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan. Stroke (51%) dan
Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi.

Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya
peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mata, jantung,
ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer itu sendiri.

Selain itu Hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 45-54 tahun (11,9%),
dan umur 55-64 tahun (17,2%). Sedangkan menurut status ekonominya, proporsi Hipertensi
terbanyak pada tingkat menengah bawah (27,2%) dan menengah (25,9%).

Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan
komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan satu milyar orang di dunia
menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi Hipertensi akan terus meningkat tajam
dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena
Hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun,
dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya menderita
Hipertensi sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban biaya kesehatan.

Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Tahun 2015 menunjukkan sebanyak 1,3
juta orang atau 0,8% peserta JKN mendapat pelayanan untuk penyakit Katastropik, yang
menghabiskan biaya sebanyak 13,6 triliun rupiah atau 23,9 % yang terdiri dari; Penyakit
Jantung (11,59 %), Gagal Ginjal Kronik (4,71 %), Kanker (4,03 %), Stroke (1,95%), Thalasemia
(0,73%), Cirosis Hepatitis (0,42%), Leukemia (0,3%), Haemofilia (0,16%).

Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian Hipertensi di


antaranya, pertama meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian
Hipertensi dengan perilaku 'CERDIK'. Kedua meningkatkan pencegahan dan pengendalian
Hipertensi berbasis masyarakat dengan 'Self Awareness' melalui pengukuran tekanan darah
secara rutin. Ketiga, penguatan pelayanan kesehatan khususnya Hipertensi, pemerintah
telah melakukan berbagai upaya seperti: meningkatkan akses ke Fasilitas Kesehatah
Tingkat Pertama (FKTP), optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu pelayanan.
Keempat Salah satu upaya pencegahan komplikasi Hipertensi khususnya Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah di FKTP menggunakan Carta Prediksi Risiko yang di adopsi dari WHO.

Hari Hipertensi Dunia

Hari Hipertensi Dunia diperingati setiap tanggal 17 Mei. Tema Global Hari Hipertensi Dunia
yang diusung pada Tahun 2017 ini adalah 'Ketahui Tekanan Darahmu' dengan tema
nasional 'Cegah Hipertensi dengan Pendekatan Keluarga'. Tema ini dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat yang dimulai dari keluarga untuk
mencegah dan mengendalikan hipertensi, dan melakukan pengukuran tekanan darah
secara berkala bahwa hipertensi dapat dicegah dan diobati.

Kegiatan yang dilakukan diantaranya menyelenggarakan 'Bulan Pengukuran Tekanan


Darah' yang dimulai dari tanggal 1 hingga 31 Mei 2017 Bekerja sama dengan organisasi
profesi seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), dan Perhimpunan Hipertensi
Indonesia (PERHI), melaksanakan sosialisasi dan diseminasi informasi tentang Hipertensi
melalui berbagai media cetak, elektronik, dan media tradisional serta pemasangan
spanduk, umbul-umbul berisi pesan tentang Hipertensi.

Kementerian Kesehatan mengimbauan agar semua pihak baik pemerintah, swasta


maupun masyarakat agar dapat berpartisipasi dan mendukung upaya pencegahan dan
pengendalian hipertensi, menerapkan Hidup Sehat yang dimulai dari keluarga,
mengendalikan faktor risiko hipertensi dengan deteksi dini dan pengobatan segera,
menerapkan perilaku CERDIK dari waktu ke waktu dan seumur hidup
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan
RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui
nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669,
dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.

Anda mungkin juga menyukai