Anda di halaman 1dari 6

Bintang yang Paling Terang

Hara, 12 tahun. Hara dahulunya merupakan anak yang ceria, ia sangat senang bergaul dan
bermain dengan teman-temannya. Ia kerap merasa bosan di dalam rumah karena tidak ada anak
seusianya yang bisa diajak bermain bersama. Hara dan Fada, kakak perempuannya terpaut jarak
usia yang cukup jauh, yakni 11 tahun. Oleh karena itu, ia kerap pergi keluar rumah untuk
bermain dengan teman-teman di kampungnya. Setiap keluar rumah, ia menegur sapa setiap orang
yang ia temui.
Namun, sejak 5 tahun yang lalu, Hara kerap kali murung, Kejadian yang tidak
mengenakkan kala itu mau tidak mau dilaluinya. Waktu itu, selesai Hara menjuarai lomba
menyanyi tingkat kota madya di salah satu lomba pentas seni, ia dan kedua orang tuanya
mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu membuat Hara dan kedua orang tuanya berpisah. Papa
dan mama Hara dinyatakan hilang setelah kecelakaan itu. Selama 2,5 tahun dilakukan pencarian,
tetapi tidak membuahkan hasil apa-apa. Pada saat itu, kakaknya baru saja mendapatkan beasiswa
untuk berkuliah di London. Setelah kecelakaan itu, Fada mengambil cuti selama 1 bulan, akan
tetapi Fada tidak bisa meninggalkan kampusnya terlalu lama, karena ia bisa didenda dalam
jumlah yang besar dan mendapat sanksi, bahkan dikeluarkan. Akhirnya Fada terpaksa
meninggalkan Hara dan menitipkan Hara pada bibinya.
“ Hara, sabtu ini kamu enggak berangkat sekolah lagi? ”, tanya Bibi Rum kepada Hara.
“ Hara rindu papa mama, Bi,” jawab Hara.
“ Kamu mau ke sana lagi, Ra? Tapi tempat itu bahaya, kamu bisa jatuh ke dalam jurang itu
kalau tidak berhati-hati,” nasihat Bibi Rum.
“ Hara akan hati-hati, Bi,”
“ Ya sudah, Hara. Nanti bibi temani kamu, ya”
“ Terima kasih,Bi,” kata Hara kepada Bibi Rum.
Hara sering sekali tidak masuk sekolah di akhir pekan untuk pergi ke tempat di mana ia
harus merelakan berpisah dengan papa mamanya. Bibi Rum yang sabar, selalu mengantar Hara
ke tempat itu.
Setiap malam, Fada juga rajin menelpon Bibi Rum untuk mengetahui kondisi adiknya dan
menanyakan kabar Bibi Rum.
“ Assalamu’alaikum”
“ Waalaikumusalam, Kak.”
“ Udah belajar belum, Ra?”
“ Udah Kak, ini habis sholat isya.”
“ Hara, bentar lagi di kampus kakak ada lomba menyanyi untuk anak seusiamu. Kamu ikutan,
ya. Nanti kakak pesenin tiket ke London buat kamu. Kakak yakin kamu bisa dapat juara,
Dik,” kata Fada kepada Hara yang tersambung lewat telepon.
“ Aku enggak mau, Kak,”jawab Hara selang beberapa menit setelah Fada memberi kabar.
“ Kenapa? Katanya adik kakak ini ingin jadi penyanyi,”goda Fada.
“ Aku nggak mau lagi bernyanyi. Apalagi ikut lomba menyanyi,” kata Hara kemudian
menyerahkan telepon itu kepada Bibi Rum dan berjalan ke kamar.
“ Ya udah, nggak papa. Kamu yang rajin, ya, sekolahnya,” belum sempat mendengar pesan
dari kakaknya, Hara sudah menyerahkan telepon itu kepada Bibi Rum.
“ Hara sudah pergi ke kamar, Fada. Dia mungkin masih trauma setelah kejadian yang
menimpanya seusai lomba menyanyi 5 tahun yang lalu,” kata Bibi Rum pada Fada.
“ Iya, Bi. Fada mengerti. Bibi dan Hara sehat, kan?”
“ Alhamdulillah sehat. Fada jaga diri, ya, di sana.”
“ Iya, Bi. Fada titip salam buat Hara, ya.”
“ Nanti bibi sampaikan ke Hara.”
“ Assalamualaikum”
“ Waalaikumsalam”

Satu tahun telah berlalu, Fada akhirnya dapat menyelesaikan pendidikannya di London.
Alhamdulillah, akhirnya pendidikanku di London sudah usai, aku akan dapat lebih sering
bertemu dengan Hara, Apa kabarnya ya? gumam Fada dalam hati. Sebelumnya, Fada sempat
merasa sedih karena pada saat wisudanya, papa dan mama tidak bisa mendampinginya, Bibi
Rum juga sedang sibuk-sibuknya dengan usaha kuenya yang belum lama lauching dan sudah
banyak mendapat pesanan. Fada tidak berharap banyak kepada Hara untuk ikut menemaninya
saat wisuda karena ia mengetahui kondisi adiknya yang belum memungkinkan.
Sehari setelah wisudanya, Fada memesan tiket dengan tujuan Indonesia. Setibanya di
bandara, Fada langsung memesan taksi dan pulang ke rumah bibinya.
“ Assalamu’alaikum,” kata Fada sambil mengetuk pintu rumah.
“ Waalaikumsalam,” kata sesorang dari dalam rumah.
“ Kak Fada!” teriak Hara sambil memeluk kakaknya.
“ Hara, kakak kangen banget sama kamu.”
“ Bibi masih di bakery, ya? ”
“ Iya, Kak. Kakak mau ke sana? ”
“ Boleh. Kamu anterin kakak, ya.”

Sesampainya di toko kue milik Bibi Rum.


“ Assalamu’alaikum, Bi,” kata Fada sambil menjabat tangan Bibi Rum.
“ Waalaikumsalam. Ya Allah, Fada!! Kamu kenapa nggak telepon bibi, bibi kan bisa
jemput kamu di Bandara. Sekarang kamu udah lulus, ya. Tambah cantik lagi.”
“ Nggak papa, Bi. Lagian pasti bibi sibuk banget, ya. Itu antrian di kasir sampai panjang
gitu.”
“ Iya, Nih. Alhamdulillah. Oh ya, sampai lupa kamu sama Hara udah makan siang
belum?”
“ Udah, Bi,” kata Fada
“Belum, Bi,” kata Hara hampir bersamaan.
“ Fada bantuin bibi, ya,” kata Fada.
“ Fada bantu Bibi ambilin makan siang buat Hara aja, ya. Dapurnya di belakang. Bentar
lagi bibi nyusul.”
“ Siap, Bi.”
Tiga puluh menit kemudian.
“Sudah selesai makannya?” tanya Bibi Rum.
“ Udah, Bi.”
“ Sekarang kita pulang, Yuk!”
“ Oke, Bi,” kata Hara kemudian berjalan lebih dulu ke mobil.
“ Fada, bibi perhatikan sejak tadi Hara tidak murung sama sekali. Justru ia terlihat sangat
bersemangat. Mungkin karena kamu akhirnya pulang. Pertama kalinya setelah sekian
lama Fada, Hara kembali tersenyum dan seriang itu,” kata Bibi pada Fada yang berjalan
di sebelahnya.
Ingin rasanya Fada menangis karena selama ini adiknya selalu murung. Namun, Fada
berusaha menahan air matanya jatuh.
Setibanya di rumah, Fada banyak menceritakan pengalamannya di London kepada
adiknya, Hara. Dari awal ia masuk kuliah hingga beberapa kejadian menarik yang ia alami
selama ia tinggal di sana.
“ Kak Fada, Hara juga ingin pergi ke London,” kata Hara setelah banyak mendengar
cerita-cerita dari Fada.
Tiba-tiba Fada teringat akan suatu hal,
“Hara, sebentar lagi ada lomba menyanyi untuk anak seusia kamu di kota kita,” kata Fada
“ Kakak tahu darimana? Kan, Kakak baru aja sampai di Bogor.”
“ Zaman sekarang, sumber informasi bisa didapatkan dari mana saja. Bisa lewat browser,
koran, atau yang lain.”
“Hara tidak suka menyanyi lagi, Kak,” tolak Hara.
“Wahh.. padahal ini kesempatan emas, lho. Kamu juga bisa pergi ke London, kalau kamu
memenangkan perlombaan ini,” kata Fada sambil sambil terus membujuk Hara, berharap Hara
mau menerima tawarannya.
“ Hara pikir-pikir lagi, Kak,” kata Hara.
Seminggu kemudian, tiba waktunya untuk pendaftaran lomba menyanyi tingkat provinsikola
Jawa Barat dan sekitarnya. Fada sudah berniat untuk mendaftarkan Hara dalam perlombaan itu
tanpa sepengetahuan Hara. Fada ingin agar adiknya kembali melanjutkan mimpinya, dan tidak
terus-menerus bersedih mengingat kejadian yang menimpanya beberapa tahun yang lalu.
“ Hara besok kakak ajak kamu jalan-jalan, ya.”
“ Asyik! Hara mau, Kak. Kita jalan-jalan kemana?” kata Hara senang.
“ Nanti Hara ikut Kakak aja, pokoknya kamu nggak akan nyesel, deh.”
Keesokan harinya, Fada mengajak Hara ke tempat perlombaan itu. Kerumunan orang yang
memenuhi barisan untuk pendaftaran ulang menjadi pemandangan yang pertama kali Hara dan
Fada lihat siang itu.
“Kenapa kita kesini, Kak?” tanya Hara kepada Fada.
“Kita akan menyaksikan bintang baru yang lahir di sini.”
“Bintang baru?” tanya Hara penasaran.
Fada langsung mengajak Hara untuk masuk ke dalam GOR, duduk di barisan para penonton.
Hara masih merasa kebingungan, tetapi mencoba menikmati beberapa peserta seusinya yang
sedang menyanyi di panggung.
“Hara Linea! Silakan menuju panggung!” pembawa acara memanggil nama Hara dari atas
panggung.
“Kak?” Hara merasa kebingungan dan menoleh ke Fada.
“Ayo maju, Hara! Nama kamu dipanggil. Ini yang kakak maksud bintang baru yang bersinar
akan lahir di sini.”
“ Tapi Hara nggak mau, Kak,” kata Hara ragu.
“Kamu belum mencobanya, Hara. Kakak percaya kamu bisa, kalau kamu mau mencoba dan
berusaha.”
“ Hara Linea,” panggil si pembawa acara untuk kedua kalinya.
“ Semangat Hara!” kata Fada menyemangati.
Akhirnya Hara mau menuju panggung untuk ikut berpartisipasi dalam lomba menyanyi itu,
Hara menyanyi dengan indahnya, meski sempat merasa demam panggung karena sudah
bertahun-tahun tidak naik ke atas panggung untuk menyanyi.
“Good job, Hara. Kamu melakukannya dengan baik,” kata Fada setelah menemui Hara di
belakang panggung.
Pengumuman lomba pun tiba, Hara tidak terlalu berharap dapat memenangkan perlombaan
karena ia merasa kurang maksimal dalam penampilannya baru saja.
“ Berdoa saja, Hara. Semoga kamu juga bisa ke London setelah perlombaan ini.”
“ Hara tidak yakin, Kak,” kata Hara masih tidak percaya ia mengikuti lomba menyanyi lagi.
“ Juara pertama lomba menyanyi tingkat provinsi tahun ini adalah Hara Linea, peserta nomor
urut 21,” kata pembawa acara dengan logat bahasanya yang terdengar khas.
“Hara kamu bisa mewujudkan mimpi kamu,” kata Fada sangat bahagia sambil memeluk
adiknya.
“ Terimakasih, Kak. Kakak benar, bintang itu kembali bersinar. Tetapi itu terjadi karena
bintang yang paling terang telah membantunya. Dan bintang yang paling terang itu adalah
Kak Fada.” kata Hara memeluk Fada dengan eratnya.
Hara menuju panggung untuk menerima hadiah dan piagam penghargaan atas kejuaraannya.
Setelah perlombaan hari itu, Hara tidak terus-menerus murung mengingat kejadian yang
dialami ia dan orang tuanya lima tahun yang lalu. Hara juga ingin kembali meneruskan
mimpinya untuk menjadi penyanyi. Berkat dukungan dan semangat dari kakak dan bibinya, Hara
kembali bersemangat dan ceria seperti dulu lagi.
Hara banyak diundang dalam event-event, baik itu on air ataupun off air ara juga lebih giat
berlatih untuk memaksimalkan setiap performance nya. Fada tidak pernah absen until mengantar
jemput adiknya kursus, mengantarnya untuk setiap penampilan Hara. Bibi Rum juga tidak
pernah lupa untuk membuatkan bekal agar kedua ponakannya tidak pernah merasa kelaparan.
Tidak lupa setiap seminggu sekali, Hara dan Fada tetap menyempatkan untuk pergi ke tempat
dimana mereka berpisah dengan kedua orangtuanya dan memanjatkan doa untuk orangtuanya.
Nama : Naura Shada Kirana
Kelas : XI IPA 6

Anda mungkin juga menyukai