Anda di halaman 1dari 2

BENITO MUSSOLINI DAN FASISME DI ITALIA

Cici Widariyanti 170731637568

Benito Mussolini lahir pada hari minggu, 23 Juli 1883 dengan nama asli
Benito Amilcare Andrea Mussolini (Aryani, 2010: 34). Ia seorang Perdana Menteri
Italia pada tahun 1922-1925 yang dikenal sebagai diktator sekaligus pencetus fasisme
pertama di dunia. Bakat politik Mussolini merupakan warisan dari ayahnya yang
bernama Alessandro, yaitu seorang pandai besi yang menganut paham sosialis dan
aktif dalam dunia perpolitikan Italia. Mussolini kecil termasuk anak yang nakal di
usianya, namun ia tumbuh menjadi pribadi yang pemberani dan pantang menyerah
berkat didikan dari ayahnya. Ia sebenarnya termasuk anak yang cerdas di sekolah,
pelajaran favoritnya adalah sejarah terutama Romawi kuno. Mussolini merupakan
ketua geng dari teman-temannya, ia sampai dikeluarkan dari sekolah karena kerap
berkelahi hingga membawa senjata tajam. Ketika Mussolini bersekolah di Giosue
Carducci, ia mulai menampakkan bakat berorasi dalam dirinya. Orasi politiknya yang
mengkritik tentang kondisi sosial sampai dimuat oleh harian resmi partai sosialis.
Ketika dewasa ia kerap ditahan karena kritikannya terhadap aturan sosial, bahkan
pada tahun 1903 ia sampai dikembalikan dari Swiss ke Italia karena kritikannya
tersebut. Kemampuan orasi dan kritik yang disampaikan oleh Mussolini
menyebabkan ia banyak dilirik oleh para kelompok pekerja untuk diajak menjadi
bagian dari mereka. Ketika Mussolini pindah ke Milan, ia merupakan kekuatan yang
berpengaruh bagi kelompok-kelompok buruh proletar disana. Ia mengumpulkan
kekuatan buruh proletar dalam sebuah gerakan fascio. Inilah cikal bakal gerakan fasis
yang lahir di saat perekonomian Italia memburuk akibat perang dan pengangguran
merebak dimana-mana (Aryani, 2010: 38).
Fasisme muncul akibat penentangan terhadap paham lain seperti komunisme
sosialisme dan liberalisme (Hasan, 2011: 1). Paham tersebut muncul setelah
melemahnya wibawa pemerintah yang memicu ketidakpercayaan rakyat. Tujuan
fasisme sendiri adalah membentuk negara otoriter-totaliter. Fasisme di Italia yang
dipelopori oleh Benito Mussolini dimulai dengan perannya sebagai penggerak
demonstrasi menentang pengangguran dan tingginya harga barang. Pada tahun 1914
ia mendirikan organisasi fasis sekaligus menerbitkan surat kabar yang beraliran fasis.
Di dalam perkembangannya organisasi tersebut berubah menjadi gerakan politik,
pada tahun 1919 gerakan fasis yang terdiri dari sekumpulan penjahat kriminal
menolak parlemen dengan mengedepankan kekerasan fisik. Setelah Mussolini terpilih
menjadi anggota parlemen pada 1921, ia meyakini bahwa untuk mengatasi berbagai
permasalahan di Italia, perlu adanya satu kepemimpinan ditaktor dengan kharisma
yang kuat. Melihat kerusuhan yang disebabkan oleh gerakan fasis pimpinan
Mussolini, Raja Victor Emmanuel III kemudian menyerahkan kekuasaannya sebagai
pemimpin Italia untuk membentuk pemerintahan yang baru. Selama memerintah,
Mussolini menerapkan diktatorisme dan sistem sensor yang sangat ketat (Aryani,
2010: 40). Ia melakukan penyerangan terhadap negara-negara lain seperti Ethiopia
sehingga Italia menjadi negara yang ditakuti pada saat itu.
Di dalam perkembangannya, fasisme kemudian mengobarkan semangat
nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) dan berusaha menimbulkan perasaan
anti terhadap hal yang berbau asing (Hasan, 2011: 1). Fasisme lebih terlihat sebagai
wujud kediktatoran Mussolini dalam menjalankan pemerintahan Italia. Bentuk-
bentuk kediktatoran Mussolini antara lain yaitu sekolah dijadikan alat untuk
mengajarkan fasisme, buruh diawasi oleh pemerintah, pers disensor, gerak wanita
dibatasi, ekonomi dikendalikan penuh dan oposisi dihancurkan. Tidak ada yang
berani mengkritik atau menentang keputusannya, sehingga dapat dipastikan bahwa
seluruh rakyat Italia tunduk di bawah peraturan Mussolini.
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa
penerapan ideologi fasisme di dalam pembelajaran sejarah sebaiknya diambil sisi
positifnya saja. Hal itu dikarenakan keberhasilan dalam pembelajaran tidak bisa
ditentukan oleh peran satu orang saja, tetapi semua memiliki kontribusi untuk
mencapai keberhasilan tersebut. Selain itu konsep diktator juga kurang tepat
diterapkan di dalam pembelajaran, mengingat guru bukan lagi pusat dari
pembelajaran yang memiliki wewenang penuh atas jalannya pembelajaran, tetapi
peran dominan di dalam pembelajaran justru dimiliki oleh peserta didik (student
center). Oleh sebab itu ideologi fasisme yang dapat diterapkan di dalam pembelajaran
sejarah misalnya dengan menumbuhkan rasa cinta tanah air namun tidak memandang
rendah bangsa lain, mengajarkan peserta didik untuk patuh pada aturan dan norma
yang berlaku, mengembangkan kemampuan berkomunikasi peserta didik melalui
presentasi, peduli terhadap permasalahan sosial serta mengajarkan sikap
kepemimpinan yang baik. Hal yang paling penting adalah peserta didik harus mampu
menganalisis secara mandiri mengenai fasisme Italia di bawah kepemimpinan
Mussolini, untuk diambil segi positif dan negatifnya.

Daftar Rujukan

Aryani, R. 2010. Fasisme Italia 1922-1944. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta:


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Hasan, K. 2011. Analisis: Propaganda Fasisme. (Online), (http://repository.


unimal.ac.id/2315/1/13%2520HANDOUT%2520PROPAGANDA%2520
%2520FASISME%2520-13.pdf), diakses 7 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai