Anda di halaman 1dari 15

PENDEKATAN SEJARAH DAN BUDAYA DALAM

STUDI ISLAM

Dosen Pengampu : Fatkhu Yasik, M. Pd.

Disusun oleh :

Bayu Wisnu Mukti


Muhammad Khatami
Muhammad Rivaldi
Andini Halimatussa’diah
Maria Merlynda
Nur Hasanah
Umrah

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA
JL. Taman Amir Hamzah No.5 Pegangsaan Menteng Jakarta Pusat.
10320 Indonesia.

2
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberi
nikmat iman serta sehat, sehingga proses pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan seperti yang diharapkan. Tak lupa sholawat dan salam senantiasa
menjadi acuan kami kepada Nabi Muhammad saw. agar tidak pernah merasa
bangga diri atas hasil dari penulisan makalah ini karena beliaulah suri tauladan,
manusia sempurna, panutan umat. Semoga kita semua bisa mendapatkan
syafa’atnya dan bertemu di hari akhir nanti.
Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan beberapa dari bagian
sedikit materi pembahasan pada mata kuliah Pengantar Studi Islam, kami mohon
bimbingan serta arahannya dari Bapak​ ​Fatkhu Yasik, M. Pd. selaku dosen.
Kami sadar banyak sekali kekurangan dan kekeliruan disana-sini, maka
dari itu mohon dengan sangat kritik beserta sarannya agar bisa menjadi evaluasi
untuk memperbaiki karya selanjutnya di kesempatan lain.

3
Jakarta, 06 Mei 2019

Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B.Rumusan Masalah 2
C.Tujuan Pembahasan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Metodologi Sejarah 3
1. Pengertian Sejarah 3
2. penulisan Sejarah 3
3. Sumber Sejarah 5
B.Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam 5
1. Pendekatan Al-Qur’an Dan Budaya 5
2. Pengembangan Agama Islam melalui Budaya Material 6
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
B.Saran 8
Daftar Pustaka 9

4
5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama wahyu yang menuntut otensitas dan tidak boleh terdistorrsi.
Namun dalam fungsinya sebagai pandangan hidup ia selalu dihadapkan pada
progresivitas problematika kehidupan manusia yang mampu mengakomodasi
perubahan yang terjadi. Dalam konteks inilah, dalam kajian Islam dikenal ada dua
pendekatan; pendekatan normatif dan pendekatan historis yang masing-masing
memiliki implikasi berbeda. Pendekatan normatif, yang masih menjadi focus pada
penghormatan terhadap nilai normatif dan pensakralan terhadap teks.
Implikasikasinya, pemahaman terhadap Islam menjadi sangat legal-formal dan
rigid. Keilmuan Islam menjadi repetitive dan involutif, yang seringkali paradox
dengan problematika kemanusiaan. Sedangkan pendekatan historis lebih focus
pada makna substansial yang berada dibalik simbol dan teks keagamaan.
Implikasinya, kajian Islam menjadi lebih progresif dan kompatibel dengan
progresivitas kehidupan. Namun demikian, pendekatan ini sering dikritik akan
membuat Islam kehilangan autensitasnya.

Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan entitasnya


masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman bi Affan, yaitu pada
tahun ke 7 Hijriyah sampai masa Ali bin Abi Thalib yang mereka anggap
menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah permusuhan, bahkan
pembunuhan sekalipun. Persoalan politiklah yang meluas menjadi masalah pada
zaman ini.

6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metodelogi sejarah?
2. Bagaimana proses pendekatan budaya dalam studi islam?
3. Dengan cara apa agama berkembang ditengah-tengah budaya?
C. Tujuan Pembahasan
1. Pengertian sejarah.
2. Pengenalan agama melalui budaya.
3. Cara memadukan budaya dan agama.
4. Mencoba memahami kembali sumbangsih penerapan agama dalam
pelestarian budaya.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metodologi Sejarah
1. Pengertian Sejarah

Dalam pengertian yang lebih seksama sejarah adalah “Kisah dan Peristiwa
masa lampau umat manusia”. Memang banyak sekali definisi yang telah di buat
oleh para ahli tentang arti sejarah. Namun definisi di atas tampaknya lebih
representatif manakala sejarah itu di lihat dalam pengertiannya secara subyektif
dan sekaligus secara obyektif. Sejarah sebagai kisah atau cerita merupakan makna
yang subyektif, yakni peristiwa masa lalu yang telah menjadi pengetahuan
manusia; sedangkan peristiwa sejarah di katakan sebagai suatu kenyataan obyektif
1
sebab masih di luar pengetahuan manusia.

Untuk mempertegas pemaknaan sejarah sebagai ilmu, kiranya terlebih


dahulu perlu di telusuri dari asal usul kata sejarah itu sendiri. “Sejarah” di katakan
berasal dari bahasa arab “syajarah”, yang artinya adalah “pohon kehidupan”.
Dalam bahasa asing lainnya, istilah sejarah di sebut sebagai ​Histore (​ Prancis),
Geschicte ​(Jerman), ​Histoire ​atau ​Geschiedenis ​(Belanda), dan ​History ​(Inggris).
Akar kata dari ​History ​itu sendiri berasal dari kata ​Historia (​ Yunani) yang berarti
pengetahuan tetang gejala-gejala alam terutama mengenai umat manusia yang
bersifat kronologis, sedangkan yang tidak bersifat kronologis di pakai kata
Scientia a​ tau ​Science.

2. Penulisan Sejarah

Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengikisan atas


peristiwa-peristiwa manusia yang telah terjadi di masa lalu. Pengikisan

1
Abdurrahman, Dudung. 1999. ​Metode Penelitian Sejarah. ​Cet.1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
hal: 1

8
sejarah itu jelas sebagai suatu kenyataan subyektif, karena setiap orang
atau setiap generasi dapat mengarahkan sudut pandangnya terhadap apa
yang telah terjadi itu dengan berbagai interpretasi yang erat kaitannya
dengan sikap hidup, pendekatan, atau orientasinya. Oleh karena itu
perbedaan pandangan terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau, yang
pada dasarnya obyektif dan absolut, pada gilirannya akan menjadi suatu
kenyataan yang relatif. Serangkaian perang yang terjadi di zaman nabi
Muhammad SAW misalnya, adalah peristiwa yang telah lalu dan
pelaku-pelakunya sudah tiada;
Tetapi penulis sejarah kemudian bisa saja menafsirkannya sebagai
perang di jalan Allah SWT, bantuk ekspansi islam, pola dakwah, dan
2
seterusnya.

Ibnu Khaldun, sejarawan muslim terkenal, menyebutkan tujuh faktor yang di


pandangnya sebagai kelemahan dalam karya historigrafi yaitu:
● Sikap pemihakan sejarawan kepada mazhab tertentu.

● Sejarawan terlalu percaya terhadap penukil berita sejarah.

● Sejarawan gagal menangkap maksud-maksud apa yang di lihat dan didengar


serta menurunkan laporan atas dasar persangkaan yang keliru.

● Sejarawan memberikan asumsi yang tak beralasan terhadap sumber berita.

● Ketidaktahuan sejarawan dalam mencocokkan keadaan dengan kejadian yang


sebenarnya.

● Kecendrungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang


yang berpengaruh.

2
Ahmad Farabi, muhammad Kharis Ambusai, and Zaimuddin Al-Mahdi Mokhan, “Studi Islam
Dengan Pendekatan Sejarah,” 2017, hal. 3.

9
● Sejarawan tidak mengetahui watak berbagai kondisi yang muncul dalam
peradaban.

3. Sumber Sejarah
a. Sumber tertulis

Kumpulan data verbal yang berbentuk tulisan, dalam arti sempit biasa di
sebut dokumen. Adapun beberapa contoh dari sumber tertulis adalah sebagai
berikut:
● Otobiografi
● Surat pribadi
● Surat kabar
● Dokumen pemerintah
● Cerita roman

b. Sumber tidak tertulis


Yang termasuk dalam sumber tidak tertulis adalah ​artifact d​ an sumber
lisan. ​Artifact d​ apat berupa foto-foto, bangunan, atau alat-alat.

B. Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam


1. Pendekatan Al Qur’an dan Budaya
Jika disepakati bahwa Studi Islam ​(Islamic Studies) ​menjadi disiplin ​ilmu
tersendiri. Maka telebih dahulu harus di bedakan antara ​kenyataan, pengetahuan​,
​ etidaknya ada dua kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama,
dan ilmu. S
kenyataan yang disepakati ​(agreed reality), y​ aitu segala sesuatu yang dianggap

10
nyata ​karena kita bersepakat menetapkannya sebagai kenyataan; kenyataan yang
dialami o​ rang lain dan kita akui sebagai kenyataan. Kedua, kenyataan yang
didasarkan atas p​ engalaman kita sendiri ​(experienced reality). B
​ erdasarkan
adanya dua jenis k​ enyataan itu, pegetahuan pun terbagi menjadi dua macam;
pengetahuan yang ​diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh
melalui pengalaman l​ angsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh
dengan cara mempercayai ​apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar
segala sesuatu melalui​ ​pengalaman kita sendiri.
Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, tetapi ada satu hal yang mesti
diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan ​(claim) ​agar orang
​ enjadi sesuatu yang ​sahih (valid) a​ tau benar
membangun ​apa yang diketahui m
(true).​ Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua
sumber pengetahuan yang kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas.
Sumber tradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui warisan atau transmisi
dari generasi ke generasi ​(al-tawatur).​ Sumber pengetahuan kedua adalah
autoritas ​(authority),​ yaitu pengetahuan yang dihasilkan melalui penemuan
penemuan baru oleh mereka yang mempunyai wewenang dan keahlian di
bidangnya. Penerimaan autoritas sebagai pengetahuan bergantung pada status
orang yang menemukannya atau menyampaikannya.
Al-Qur’an diturunkan bermaksud membentuk pemahaman yang
komprehensif mengenai nilai-nilai islam, maka pada bagian ke dua yang berisi
kisah-kisah dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin mengajak di lakukannya
perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis, dan juga melalui
metafor-metafor yanf berisi hikmah tersembunyi, manusia di ajak merenungkan
hakikat dan makna kehidupan. Banyyak sekali ayat yang berisi semacam ini,
tersirat maupun tersurat, baik menyangkut hikmah historis ataupun menyangkut
simbol-simbol. Misalnya symbol tentang rapuhnya rumah laba-laba, tantang

11
luruhnya sehelai daun yang tak luput dari pengamatan tuhan, atau tentang
keganasan samudera yang telah menyebabkan orang-orang kafir berdoa.

2. Pengembangan Agama Islam Melalui Budaya Material


Kebudayaan tampil sebagai perantara yang secara terus menerus
dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi
kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula
digunakan ntuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau
agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat.
Pengalaman agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh
penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. Misalnya kita
membaca kitab fikih, maka fikih yang merupakan pelaksanaan dari nash
Al-Qur’an maupun hadist sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan
manusia. Dengan demikian agama menjadi membudaya atau membumi di
tengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya yang demikian
itu berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama
itu berkembang. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut
seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama. Misalnya manusia menjumpai
kebudayaan berpakaian, bergaul bermasyarakat, dan sebagainya. Ke dalam produk
kebudayaan tersebut unsur agama ikut berintegrasi. Dalam pakaian model jilbab,
kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengalaman agama. Sebaliknya tanpa
adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama islam juga
telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan
bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha,
sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428)
di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas
Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga
susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah,

12
benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid
Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan antara
Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan perpaduan berbagai
corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekat gaya India sedang atapnya dibuat
dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159). Kenyataan adanya
tersebut membuktikan bahwa agama-agama di Indonesia telah membuat manusia
3
makin berbudaya sedang budaya adalah usaha manusia untuk menjadi manusia.

3
Laode Monto Bauto, “Persfektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat
Indonesia ( Suatu Tinjauan Sosiologi Agama )” 23, no. 2 (2014): hal. 24.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah di katakan berasal dari bahasa arab “syajarah”, yang artinya


adalah “pohon kehidupan”. Dalam bahasa asing lainnya, istilah sejarah di sebut
sebagai ​Histore (​ Prancis), ​Geschicte ​(Jerman), ​Histoire a​ tau ​Geschiedenis
(Belanda), dan ​History (​ Inggris). Akar kata dari ​History i​ tu sendiri berasal dari
kata ​Historia (​ Yunani) yang berarti pengetahuan tetang gejala-gejala alam
terutama mengenai umat manusia yang bersifat kronologis, sedangkan yang tidak
bersifat kronologis di pakai kata ​Scientia ​atau ​Science.

Islam historis ​merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap


pemikiran manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka
islam pada tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah kebudayaan.

Melalui pendekatan sejarah ini seseorang di ajak untuk memasuki


keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini,
maka seseorang tidak memahami agama keluar dari konteks historisnya, Karena
pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.
Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar
B. Saran
Bagaimanapun pendekatan sejarah dalam studi Islam merupakan hal penting
yang tidak dapat diabaikan begitu saja bagi seseorang yang ingin memahami Islam
dengan benar. Karena semakin dalam kita memahami sejarah, maka semakin dalam
pula pemahaman kita terhadap islam sebagai agama yang paling benar di sisi Allah
SWT.

14
Daftar Pustaka

Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Cet.1, Jakarta: Logos


Wacana Ilmu.

Bauto, Laode Monto. “Persfektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan


Masyarakat Indonesia ( Suatu Tinjauan Sosiologi Agama )” 23, no. 2 (2014):
11–25.

Farabi, Ahmad, muhammad Kharis Ambusai, and Zaimuddin Al-Mahdi Mokhan.


“Studi Islam Dengan Pendekatan Sejarah,” 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai