Banjarmasin
A. Latar Belakang
49
B. Pembahasan
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan
kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial
demografis wilayah memiliki pengaruhterhadap kinerja transportasi di
wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memilikipengaruh
signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah menin gkatnya
jumlah penduduk yang tinggi karenatingkat kelahiran maupun urbanisasi.
Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnyapenduduk yang
secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari
transportasiwilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14).
Transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana trans
berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau
membawa. Jaditransportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke
sebelah lain atau dari suatutempat ke tempat lainnya. Transportasi seperti itu
merupakan suatu jasa yang diberikanguna memuat barang atau orang untuk
dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya.Abbas Salim (2006)
mengemukakan bahwa transportasi adalah kegiatan pemindahanbarang
muatan dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dikatakan juga
bahwatransportasi menjadi dasar untuk pembangunan ekonomi dan
perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya
transportasi menyebabkan adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan
menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat, dan budaya suatu
bangsa atau daerah. Kamaluddin (2003) menyatakan bahwa transportasi atau
pengangkutan merupakan sarana ekonomi yang berfungsi untuk menunjang
pemindahan sesuatu (manusia, hewan, dan barang) dari suatu tempat tujuan
dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility ) dan
kegunaan waktu (time utility).
Sakti Adji Adisasmita (2012) mengemukakan bahwa trasportasi
adalah saranapenghubung atau yang menghubungkan antara daerah produksi
dan pasar, atau dapatdikatakana pendekatan daerah produksi dan pasar atau
sering kala dikatakan menjembatani produsen dan konsumen. Siregar (2012)
mengemukakan bahwa kegiatan pengangkutan dapat terlaksana jika
terpenuhi hal-hal: (1) Ada barang atau jasa atau orang yang diangkut; (2)
Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan; dan (3) Adanya jalan raya
tempat melintasnya kendaraan angkutan. Menurut Raharjo Adisasmita
(2010) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan. Dalam kegiatan transportasi diperlukan empat
komponen yakni : tersedianya muatan yang diangkut, terdapatnya kendaraan
50
sebagai sarana angkutannya, adanya jalan yang dapat dilaluinya dan
tersedianya terminal.
Untuk setiap bentuk transportasi terdapat empat unsur pokok
transportasi, yaitu: jalan, kendaraan dan alat angkutan, tenaga penggerak, dan
terminal. Ahmad Munawar menjelaskan dalam bukunya bahwa ada lima
unsur pokok dalam sistem transportasi yaitu:
1. Orang yang membutuhkan.
2. Barang yang dibutuhkan.
3. Kendaraan sebagai alat angkut.
4. Jalan sebagai prasarana angkutan.
5. Organisasi yaitu pengelola angkutan
52
proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan
barang yang bersangkutan.
Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan
karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan
barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa
dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian
menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga
memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini
berarti memberi manfaat waktu (Schumer, 1974). Pembangunan suatu jalur
transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang
tentunya bernilai ekonomis.
Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain
mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat
memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi
memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar
proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh
manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian nantinya
interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat
kesenjangan antar daerah.
Realitas transportasi publik di beberapa bagian dari kota besar di
Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik.
Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah
penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah
melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan
peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi meng-
ganggu perkembangan suatu wilayah/kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi
perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu - isu ketidaksepadanan misalnya,
dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural poverty) dan
kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain
pembangunan jalan yang menying kirkan masyarakat akibat pembebasan
lahan, perambahan ruang - ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan
ruang jalan untuk parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan
-angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi mencip
takan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak mampu
melindungi mereka.
Peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan pembangunan
adalah merupakan sasaran pembangunan, dengan demikian fungsi
transportasi terhadap perkembangan ekonomi dan pertumbuhan
53
pembangunan sangat positif dan menentukan. Fungsi transportasi dikatakan
sebagai “sektor penunjang pembangunan” dan sebagai “sektor pemberi jasa”.
Transportasi sebagai penunjang pembangunan dan perekonomian, maka
kebutuhan angkutan bahan- bahan pokok dan komoditas harus dapat
dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan, kereta api, serta
pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. Angkutan udara, darat, dan
laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang
mampu menunjang pembangunan nasional.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat merupakan kebutuhan turunan.
Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan
tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan
permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak
tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara
heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan.
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi
dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda
tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda
transportasi berjarak sedang atau jauh.
Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang
sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi
tidak mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan
merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.
Keterkaitan antara transportasi dengan lingkungan meliputi spektrum
yang sangat lebar. Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari
infrastruktur transportasi yang secara fisik mempengaruhi lingkungan
sekitarnya atau akibat pengoperasian fasilitas tersebut.
Faktor –faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda
transportasi bersifat sangat dinamis karena tingkat gangguannya tergantung
dari volume penggunaan, jenis moda, dan teknologi yang digunakan.
Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini
yang umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus
berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia. Pada lingkup
makroskopis, tingkat dan skala gangguan terhadap lingkungan akibat
transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu
kondisi perekonomian global dan nasional, kebijakan transportasi (sistem
pengadaan, standar lingkungan, dsb), struktur sektor transportasi (moda-
moda yang dioperasikan, kelembagaan, keterlibatan swasta dan pemerintah,
54
karakteristik pasar, dsb), serta aspek-aspek operasional dari kegiatan
transportasi (sistem manajemen, tingkat penggunaan, penerapan teknologi,
dan sebagainya). Bagi transportasi perkotaan, polusi udara akibat transportasi
jalan merupakan dampak yang boleh dikatakan paling problematis, terutama
di negara-negara berkembang di mana perkembangan infrastruktur sangat
tertinggal dibanding perkembangan kebutuhan yang mengakibatkan
kemacetan yang sangat ekstensif. Disamping itu, faktor lalulintas lainnya
(kebisingan, vibrasi, kerusakan fisik, perasaan tak aman/nyaman) dan faktor
badan jalan (intrusi visual/estetika, pemisahan lahan, konsumsi lahan,
perubahan akses, nilai lahan, pengaruh terhadap kehidupan alam, situs
budaya, sejarah) masing-masing memberikan dampak tertentu pada
lingkungan sekitarnya.
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah
tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat
menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan
memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya manusia sangat berperan penting
dalam pembangunan suatu daerah. Indeks pembangunan manusia (IPM)
bermanfaat untuk membandingkan kinerja pembangunan manusia baik
antarnegara maupun antar daerah.
Menurut Sjafrizal (2008) tolak ukur keberhasilan suatu pembangunan
ekonomi daerah dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara
umum sebagai ukuran kemajuan suatu daerah, tingkat pertumbuhan,
pendapatan perkapita dan pergeseran/perubahan struktur ekonomi.
Pencapaian keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan
ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing
daerah serta diperlukan perencanaan pembangunan yang terkoordinasi antar
sektor, perencanaan pembangunan disini bertujuan untuk menganalisis secara
menyeluruh tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh suatu daerah.
Keterbatasan sumber daya di suatu daerah baik sumber daya alam, sumber
daya manusia, sumber daya finansial maupun sumber daya lainnya
merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar daerah untuk
dapat menggerakkan seluruh perekonomian.
55
C. Kesimpulan
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan
kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial
demografis wilayah memiliki pengaruhterhadap kinerja transportasi di
wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memilikipengaruh
signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya
jumlah penduduk yang tinggi karenatingkat kelahiran maupun urbanisasi.
56
Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnyapenduduk yang
secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari
transportasi wilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14).
Peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan pembangunan
adalah merupakan sasaran pembangunan, dengan demikian fungsi
transportasi terhadap perkembangan ekonomi dan pertumbuhan
pembangunan sangat positif dan menentukan. Fungsi transportasi dikatakan
sebagai “sektor penunjang pembangunan” dan sebagai “sektor pemberi jasa”.
Transportasi sebagai penunjang pembangunan dan perekonomian, maka
kebutuhan angkutan bahan- bahan pokok dan komoditas harus dapat
dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan, kereta api, serta
pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. Angkutan udara, darat, dan
laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang
mampu menunjang pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
57
Ade Sjafruddin, P. . (no date) ‘Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk
Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan’, pp. 1–11.
Aminah, S. (2004) ‘Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan’.
Elita, T. and St, S. (1993) ‘YANG BERKELANJUTAN TERHADAP
LINGKUNGAN DI PERKOTAAN ( Studi Literatur )’, pp. 49–63.
Hapsari, D. K. (no date) ‘Pembangunan Kota Berbasis pada Transportasi Kota yang
Berkelanjutan’, pp. 1–8.
Kadir, A. (no date) ‘TRANSPORTASI : PERAN DAN DAMPAKNYA DALAM
PERTUMBUHAN EKONOMI SOSIAL’, pp. 121–131.
Musnaini (2011) ‘ANALISIS KUALITAS LAYANAN KONSUMEN TERHADAP
KEUNGGULAN BERSAING JASA TRANSPORTASI DARAT PADA PT .
KERETA API INDONESIA ( PERSERO ) KELAS ARGO’, (2), pp. 1–8.
Nempung, J. dan T. (2016) ‘Peranan transportasi laut dalam menunjang arus barang
dan orang di kecamatan maligano kabupaten muna’, 1(April), pp. 189–200.
Novita, D. and Gultom, H. (2017) ‘STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
WILAYAH BERBASIS SEKSTOR UNGGULAN DI KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA’, 01(01), pp. 1–7.
Sitorus, B. et al. (no date) ‘PERAN TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG
KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL DANAU TOBA’, 04(01),
pp. 9–24.
Wardana, D. P. (2016) ‘PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI TERHADAP
PEMBANGUNAN MANUSIA DI KALIMANTAN TIMUR’, 12, pp. 179–191.
58
PENGARUH SISTEM PENANGANAN TRANSPORTASI YANG
BERKELANJUTAN TERHADAP LINGKUNGAN DI
ABSTRACT
The growth of population has led to an increase in human activities and
transportation requirement. As number of motor vehicle traffic increased, the
traffic stagnation and air pollution or noise became more problematic. To
prevent the decline in environmental quality and remaining to support and
reasonable transportation system needed to be developed is a sustainable
transportation system. The objective of this research would be to identify the
recent urban transportation system in this case the sustainability on urban area.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat
59
dalam melaksanakan segala aktivitas sosial ekonominya. Pertambahan
penduduk dan luas kota menyebabkan jumlah lalu lintas juga meningkat.
Sedangkan sistem lalu lintas mendekati jenuh, sehingga bertambahnya jumlah
lalu lintas berpengaruh besar terhadap kemacetan lalu lintas, yang berarti pula
bertambahnya waktu dan biaya perjalanan didalam sistem lalu lintas tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk, penyebaran daerah pemukiman dan
kegiatan ekonomi telah turut serta mendukung pertambahan jumlah dan jenis
sarana angkutan didalam kota dikarenakan perjalanan interzona semakin
bertambah banyak baik jumlah dan jarak perjalanannya, sedangkan sistem
transportasi yang ada tidak mencerminkan keberlanjutan.
Pengaruh transportasi yang berdampak negatif ini dapat berupa beban langsung
maupun tidak langsung bagi masyarakat yang antara lain (Sutomo, 1993):
1. Gangguan kesehatan
2. Penurunan kualitas lingkungan
3. Biaya ekstra untuk penanganan masalah lingkungan
4. Penggunaan energi yang tidak efisien
Sistem transportasi yang berkelanjutan sangat erat keterkaitannya
dengan jenis kendaraan yang beroperasi . Selain itu transportasi berkelanjutan
60
merupakan bagian terpenting dari suatu pembangunan berkelanjutan sebab
transportasi adalah faktor pendukung utama bagi pembangunan suatu kota. Oleh
karena itu kebijakan yang diterapkan dalam mengelola perkembangan sistem
transportasi menjadi bagian terpenting dalam konteks pembangunan kota
berkelanjutan (Ade Sjafruddin, 2000).
50
Sampai saat ini tidak ada defenisi universal dari keberlanjutan
(sustainable), transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Secara lebih spesifik untuk sektor transportasi (The Center for Suistainable
Transportation, 1997) yang berpusat di Kanada merumuskan suatu defenisi
bahwa transportasi berkelanjutan ada lah suatu sistem yang:
52
Strategi pengembangan transportasi di beberapa kota diluar negeri justru
memperlihatkan strategi yang berimbang terhadap berbagai jenis moda
angkutan umum, khususnya pengembangan angkutan jalan baja atau rel
(gambar 2.2 )
53
ekonomi dari suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang
digunakan orang di perkotaan (Miller 1985):
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda
motor, sepeda atau berjalan kaki.
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, opelet dan sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang
menjalani rute tetap atau disewa untuk sekali jalan dan sebagainya.
54
Tabel 2.1 Distribusi pencemaran udara di lima kota besar di Indonesia
56
a. Menyediakan jalur khusus untuk kendaraan umum (bis, taksi) dan
sepeda khususnya pada jam-jam sibuk/padat lalu lintas.
b. Menghapuskan atau mengurangi biaya tol jalan atau jembatan untuk
kendaraan dengan tiga atau empat penumpang
c. Mengenakan pajak untuk tempat-tempat parkir kendaraan
d. Melarang kendaraan bermotor pada beberapa jalan atau pada daerah
tertentu.
3) Mengubah mesin kendaraan bermotor
Usaha mengubah mesin kendaraan bermotor agar gas buang yang dihasilkan
lebih sedikit mencemari udara (kurang polutif)
Tabel 2.2 Jenis Bahan Bakar dengan unsur gas yang terkandung
Zat
Pencema Sumber / Asal / Proses Pengaruh yang ditimbulkan
r
Debu
berser Pabrik kapas, pabrik asbes Pneukoniosis, pengaruh
at Pleural Sumber: Paiter, 1974
58
2.3 Penerapan Konsep
Ada beberapa negara yang perlu dijadikan contoh dan perbandingan
dalam upaya penerapan sistem transportasi berkelanjutan ini, khususnya dalam
pengembangan angkutan massal sebagai solusi bagi permasalahan
transportasinya.
Perencanaan pelayanan transportasi diatur dengan jaringan Mass Rapid
Transit (MRT) yang mulai beroperasi tahun 1987, melayani jalur-jalur sibuk.
Light Rail Transit (LRT) melayani sebagai feeder kejaringan MRT. Tahap
pertama sudah beroperasi sepanjang 8 kilometer dengan 13 stasiun dari daerah
pemukiman Bukit Panjang. Bus melayani dengan nyaman pada jalur-jalur yang
kurang sibuk dan sebagai pelengkap untuk jaringan MRT dan LRT yaitu
berjumlah 11400 buah.
59
3. Analisis data dan pembahasan
3.1 Sumber Pencemar Udara
Pembangunan dan pengoperasian setiap fasilitas atau transportasi pasti
mempengaruhi lingkungan. Sebagai akibatnya, masalah tersebut menjadi suatu
pusat perhatian dan pertentangan yang utama. Beberapa di antara masalah-
masalah seperti misalnya polusi atau habisnya sumber daya harus dianggap
sebagai masalah internasional.
60
b. Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala untuk
kendaraan umum tidak berjalan efektif.
c. Pemeriksaan emisi kendaraan di jalan sebagai bagian dari penegakan
hukum (terkait dengan pemenuhan persyaratan kelaikan jalan) belum
diterapkan.
d. Kendaraan bermotor tidak diperlengkapi dengan teknologi pereduksi emisi
seperti katalis karena tidak tersedianya bahan bakar yang sesuai untuk
penggunaan katalis tersebut.
e. Kualitas BBM yang rendah.
f. Penggunaan kendaraan berteknologi rendah emisi yang menggunakan
bahan bakar alternatif masih belum memadai.
g. Pemahaman tentang manfaat perawatan kendaraan secara berkala yang
dapat menurunkan emisi dan menigkatkan efisiensi penggunaan bahan
bakar masih kurang.
h. Disinsentif terhadap kendaraan-kendaraan yang termasuk dalam kategori
penghasil emisi terbesar belum diperkenalkan.
61
Medan 0.6 Juta 1.9 Juta 0.32
Sumber: Statistik Nasional, 1998
62
Sebagai contoh kota Medan terus mengalami peningkatan jumlah
kendaraan bermotor. Peningkatan yang paling tinggi adalah sepeda motor.
Berikut tabel pertumbuhan kendaraan bermotor di kota Medan.
60
perlu dijalankan. Pertama, rekayasa lalu lintas. Kedua, pengendalian pada
sumber (mesin kendaraan). Ketiga, energi transportasi. Besarnya intensitas
emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan
karakter mesin juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan
61
3.3.1 Angkutan Massal
Angkutan massal adalah salah satu alternatif kebijakan yang harus
segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan tranportasi perkotaan.
Angkutan massal yang dinilai sangat sesuai adalah angkutan jenis bus karena
disamping dana yang dibutuhkan lebih sedikit daripada membangun jaringan
kereta api yang baru, waktu yang dibutuhkan untuk memulai pengoperasian
lebih cepat, lingkungan fasilitas pengoperasian seperti jalan, terminal dan bus
angkutan mendukung untuk pelaksanaannya segera. Pengurangan
pengoperasian bus kecil diremajakan menjadi satu buah bus besar (Tamin,
2000). Untuk perencanaan pengoperasian angkutan massal ini di kota Medan
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang data-data dan alat-alat yang
diperlukan.
62
seperti pada persimpangan atau bundaran jalan. Tanaman tersebut memiliki
kegunaan untuk menyerap polusi udara.
63
Gambar 3.2 Jalur tanaman tepi peneduh
Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/RTH/7.
(2006)
64
3.3.4 Penggunaan Kendaraan Tak Bermotor
Sepeda dan becak, dalam hal ini adalah becak tanpa bahan bakar minyak
sangat sesuai untuk angkutan jarak dekat.. Transportasi ini merupakan bagian
dari transportasi yang ada di perkotaan. Fasilitas pengguna transportasi ini
cukup efektif bila ditinjau dari segi biaya dan dari segi lingkungan sangat
65
mendukung program pengurangan emisi gas buang. Sedangkan berjalan kaki
merupakan perekat bagi sistem transportasi.
4. KESIMPULAN
Sumber terbesar pencemaran udara di perkotaan adalah dari sektor transportasi
seperti kualitas bahan bakar minyak (BBM), emisi kendaraan bermotor, sistem
transportasi dan manajemen lalu lintas serta pertumbuhan kendaraan bermotor yang
sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
AK, Eryus, (2001), Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Jenis dan Dampaknya
Terhadap Lingkungan Hidup, Jurnal Management Transport Sekolah Tinggi
Manajemen Transportasi Trisakti, Jakarta.
Arie wibawa, Bayu, (1996), Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan
Berkelanjutan di Jakarta, Tugas Mata Kuliah Manusia dan Lingkungan,
Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro,
Jakarta.
Miller, G.T. (1985). “Living in The Environment: An Introduction to Environmental
Science, 4th Ed., Wadsworth Publishing Company Inc., Belmot, California.
Moestikahadi, S. (2000). “Pencemaran Udara”, Penerbit ITB, Bandung. Poernomosidhi,
S. (1995). “Review on Road Environment Condition and
Research on Traffic Noise and Air Pollution in Indonesia”, Paper for the
Technical Visit to Public Work Research Institute, Tsukuba, Japan, 25th Sept.-6th
Oct. 1995.
66
Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Menunjang Pembangunan
Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan
1. Pendahuluan
Isu kebijakan pengembangan sistem transportasi sekarang dan ke depan adalah bagaimana
setiap negara memainkan perannya dalam bingkai sistem transportasi berkelanjutan
(sustainable transportation). Wacana ini berawal dari keprihatinan akan interaksi antara
transportasi dan lingkungan. Kesadaran bahwa kualitas lingkungan telah terpengaruh
secara luar biasa oleh aktivitas transportasi, yang terus berakumulasi dengan berjalannya
waktu, membangkitkan perhatian banyak kalangan akan “kekeliruan” yang telah
dipraktekkan selama ini dalam penentuan kebijakan dan perencanaan. Praktek pengelolaan
infrastruktur transportasi di satu pihak serta kebutuhan masyarakat untuk melaksanakan
aktivitasnya di pihak lain tidak mungkin diteruskan seperti sebelumnya, melainkan perlu
diamati dengan “kacamata” yang berbeda. Biaya yang harus ditangggung oleh masyarakat
dalam melakukan perjalanan tidak hanya sekedar out-of-pocket costs, melainkan juga
dampaknya terhadap lingkungan. Ide pengembangan transportasi berkelanjutan merupakan
bagian esensial dari masalah pembangunan berkelanjutan (sustainable debevelopment).
Makalah ini membahas permasalahan transportasi yang berkaitan dengan kebijakan dan
strategi pengembangan sistem transportasi, isu-isu pembangunan keberlanjutan
(sustainability) yang perlu diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan
infrastruktur transportasi, serta usulan langkah-langkah strategis untuk mengatasi
67
permasalahan transportasi ke depan.
Interaksi perkembangan wilayah dengan sistem transportasi merupakan hubungan yang tak
terpisahkan yang mana pengaruhnya terakumulasi
1
sejalan dengan waktu. Suatu wilayah dengan segala karakteristiknya menawarkan daya
tarik tertentu bagi berlangsungnya suatu aktivitas, sementara sistem transportasi
menyediakan aksesibiltas yang sangat diperlukan agar aktivitas-aktivitas yang diinginkan
bisa dilaksanakan dan berkembang. Isu-isu utama perkembangan wilayah yang signifikan
dikaitkan dengan permasalahan transportasi, terutama di negera berkembang seperti
Indonesia, menyangkut:
pertumbuhan penduduk dan urbanisasi;
perkembangan bentuk perkotaan;
perkembangan jenis aktivitas/tata-guna lahan;
kebijakan dekonsentrasi planologis dan otonomi daerah;
pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan Pemerintah terbaru yang terkait ditetapkan melalui Perpres No. 32/2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-
2025. Perpres tersebut menetapkan Penguatan Konektivitas Nasional sebagai salah satu
dari 3 strategi utama. Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen
kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah
(RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu
dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.
2
3. Pembangunan Berkelanjutan
Secara lebih spesifik untuk sektor transportasi, sebuah lembaga penelitian yang berpusat di
Kanada yang fokusnya tentang masalah transportasi
3
berkelanjutan, The Centre for Sustainable Transportation (1997), merumuskan suatu
definisi bahwa transportasi berkelanjutan adalah suatu sistem yang :
memungkinkan kebutuhan akses yang sangat mendasar dari individu dan
masyarakat untuk dipenuhi dengan selamat dan dengan cara yang konsisten
dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan dengan kesetaraan di dalam serta
di antara generasi;
terjangkau, beroperasi secara efisien, memberikan pilihan moda-moda
transportasi, dan mendukung perkembangan ekonomi ;
membatasi emisi dan limbah yang masih dalam kemampuan bumi untuk
menyerapnya, meminimasi konsumsi sumber-sumber yang tak terbarukan,
menggunakan dan mendaur ulang komponen-komponennya, dan meminimasi
penggunaan lahan serta produksi kebisingan.
Elemen pertama dari isu keberlanjutan (sustainability) muncul pada arena global di “UN
Conference on the Human Environment” di Sockholm tahun 1972. Pada konferensi ini 113
negara menekankan perlunya mulai membersihkan lingkungan dan terutama untuk mulai
proses penanganan isu lingkungan secara global (Newman dan Kenworthy, 1999)
mengingat masalah-masalah polusi udara, polusi air, dan kontaminasi kimia tidak
mengenal batas. Masalah kemunduran sumber alam juga dibahas, karena kesadaran telah
tumbuh bahwa kerusakan hutan, air tanah, tanah, dan cadangan ikan telah terjadi melewati
batas-batas negara. Selanjutnya, suatu pertemuan para ahli lingkungan di tahun 1990
mendiskusikan kebutuhan akan agenda lingkungan untuk masa yang akan datang mengenai
keberlanjutan kota-kota. Salah satu pernyataan pada pertemuan yang dinamakan “The First
International Ecocity Conference “ di Berkeley, California, tersebut menekankan bahwa “
sementara membuat penyesuaian- penyesuaian kecil karena kita terganggu oleh
degenenerasi ekologis dari planet ini, kita telah gagal untuk memperhatikan bahwa struktur
terbesar yang dibuat manusia – kota – telah secara radikal menyimpang dari kehidupan
yang sehat di atas bumi, dan berfungsi dengan hampir tanpa mengindahkan
kesejahteraannya dalam jangka panjang”. Hal ini kemudian diikuti dengan bangkitnya
agenda-agenda keberlanjutan secara international; setiap wilayah dan kota mencoba untuk
mengaitkan isu tersebut secara simultan ketika berusaha mengatasi masalah-masalah
ekonomi dan sosial agar sejalan dengan pertimbangan ekologi. Pada Earth Summit tahun
1992 yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, yang melibatkan 179 negara atau
merepresentasikan 98 % dunia, telah disepakati agenda-agenda lingkungan global; di
antaranya adalah “the Rio Declaration” pernyataan kesepakatan tentang keberlanjutan dan
“Agenda 21” merinci rencana-rencana aksi.
Selanjutnya melalui Kyoto Protocol (To The United Nations Framework Convention On
Climate Change), 11 Desember 1997, lebih dari 160 negara telah berkomitmen untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca (green house gases), di antaranya komitmen 40 negara
industri untuk mengurangi emisi 5,2 % di bawah level pada 1990 sebelum tahun 2012.
Pada Earth Summit
4
berikutnya (World Summit On Sustainable Development, Johannesburg, South Africa,
September 2002) dirumuskan langah-langkah untuk memperkuat komitmen global
terhadap sustainable development, khususnya berkaitan dengan Agenda 21 and the Rio
Declaration, dan komitmen spesifik oleh Pemerintahan dalam rangka pencapaian
Millennium Development Goals di bidang kemiskinan, pendidikan dasar, gender, anak-
anak, kesehatan ibu, pemberantasan penyakit, kelestarian lingkungan, dan kemitraan
global.
Isi-isu strategis lebih lanjut yang menyangkut perubahan iklim dirumuskan di Bali (United
Nations Climate Change Conference, 2007, 180 negara). Pada konferensi ini negara-negara
yg berpartisipasi mengadopsi Bali Roadmap sebagai proses dalam 2 tahun menuju suatu
kesepakatan mengikat tahun 2009 di Copenhagen, Denmark. Bali Roadmap terdiri dari
beberapa keputusan yang memberikan arahan untuk mencapai kondisi iklim yang lebih
aman pada masa yang akan datang. Copenhagen Climate Conference (CCC, Desember
2009, 193 negara) sebagai tindak lanjut dari Konferensi Bali dilaksanakan untuk
menyepakati protokol baru - Copenhagen Protocol - untuk menggantikan Kyoto Protocol
dalam upaya mencegah pemanasan global dan perubahan iklim dengan target mengurangi
emisi dunia setengahnya sampai dengan 2050. CCC gagal menyepakati suatu kesepakatan
yang mengikat (a legally binding pact), namun muncul kesepakatan 193 negara peserta
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencegah kenaikan suhu global tidak lebih
dari 2o C menjelang 2020 yang mana negara peserta secara individual menetapkan target
masing- masing. Pertemuan lanjutan dilaksanakan di Cancun, Mexico (Desember 2010),
yang hasilnya berupa kesepakatan pengembangan Green Climate Fund dan Climate
Technology Center, serta berusaha untuk mendapatkan komitmen untuk perioda ke-dua
bagi Kyoto Protocol. Pertemuan berikutnya direncanakan di Durban, Afrika Selatan,
Desember 2011, untuk merumuskan langkah lanjut atas Kyoto Protocol, Bali Action Plan,
dan Cancun Agreements.
Di tingkat Asia 44 kota telah menyepakati Kyoto Declaration for the Promotion of
Environmentally Sustainable Transport (EST) in Cities (24 April 2007) berupa
komitmen untuk mengimplemtasikan “integrated policies, strategies, and
programmes addressing key elements of EST such as public health; land-use
planning; environment- and people-friendly urban transport infrastructure; public
transport planning and transport demand management (TDM); non-motorized
transport (NMT); social equity and gender perspectives; road safety and
maintenance; strengthening road side air quality monitoring and assessment; traffic
noise management; reduction of pollutants and greenhouse gas emission; and
strengthening the knowledge base, awareness, and public participation”.
Masalah keberlanjutan pembangunan merupakan isu yang setiap negara dituntut untuk
memberikan fokus pada agenda global ini. Bersangkutan dengan masalah transportasi, isu
keberlanjutan merupakan konsekuensi logis yang keterkaitannya sangat langsung, karena
perkembangan wilayah
5
dan tata guna lahan secara fundamental dipengaruhi oleh jaringan transportasi. Evolusi dari
perkembangan sistem transportasi memberikan bentuk dasar terhadap karakteristik tata
guna lahan, meskipun prosesnya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi,
sosial, dan politik. Oleh karena itu kebijakan yang diterapkan dalam mengelola
perkembangan sistem transportasi menjadi bagian sentral dalam konteks pembangunan
berkelanjutan.
Keterkaitan antara transportasi dengan lingkungan meliputi spektrum yang sangat lebar.
Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari infrastruktur transportasi yang secara
fisik mempengaruhi lingkungan sekitarnya atau akibat pengoperasian fasilitas tersebut.
Faktor –faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda transportasi bersifat sangat
dinamis karena tingkat gangguannya tergantung dari volume penggunaan, jenis moda, dan
teknologi yang digunakan. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian
transportasi ini yang umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus
berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia.
Pada lingkup makroskopis, tingkat dan skala gangguan terhadap lingkungan akibat
transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu kondisi
perekonomian global dan nasional, kebijakan transportasi (sistem pengadaan, standar
lingkungan, dsb), struktur sektor transportasi (moda-moda yang dioperasikan,
kelembagaan, keterlibatan swasta dan pemerintah, karakteristik pasar, dsb), serta aspek-
aspek operasional dari kegiatan transportasi (sistem manajemen, tingkat penggunaan,
penerapan teknologi, dan sebagainya). Bagi transportasi perkotaan, polusi udara akibat
transportasi jalan merupakan dampak yang boleh dikatakan paling problematis, terutama di
negara-negara berkembang di mana perkembangan infrastruktur sangat tertinggal
dibanding perkembangan kebutuhan yang mengakibatkan kemacetan yang sangat ekstensif.
Disamping itu, faktor lalu- lintas lainnya (kebisingan, vibrasi, kerusakan fisik, perasaan tak
aman/nyaman) dan faktor badan jalan (intrusi visual/estetika, pemisahan lahan, konsumsi
lahan, perubahan akses, nilai lahan, pengaruh terhadap kehidupan alam, situs budaya,
sejarah) masing-masing memberikan dampak tertentu pada lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan pengalaman terlibat dalam lebih dari 1.000 proyek sektor transportasi di
seluruh dunia sejak tahun 1940-an yang mencakup dana hampair 50 milyar US$, Bank
Dunia (World Bank, 1995) mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam menuju sistem
transportasi berkelanjutan. Tantangan tersebut terdiri dari perbaikan terhadap hal-hal yang
belum terselesaikan (unfinished business) serta antisipasi terhadap berbagai masalah baru
akibat perubahan aspirasi masyarakat, implikasi dari kompetisi global, serta konsekuensi
yang beragam dari motorisasai yang sangat cepat.
6
Tantangan yang belum terselesaikan mencakup, pertama, peningkatan akses dan
keterjangkauan. Hal ini terutama berkaitan dengan negara berkembang di mana akses dari
perdesaan yang masih terbelakang terhadap pasar dan fasilitas lain yang perlu peningkatan.
Yang perlu mendapat fokus perhatian menyangkut jaringan transportasi perdesaan dan
pelayanan angkutan umum sehingga biaya transportasi secara umum, baik untuk barang
maupun orang, bisa ditekan. Ke-dua adalah penanganan krisis pemeliharaan. Praktek
pemeliharaan yang tidak memadai terhadap infrastruktur jalan menyebabkan biaya yang
sangat besar dalam bentuk penurunanan nilai aset dan dalam jangka panjang juga
menyebabkan kenaikan biaya pengelolaan secara menyeluruh. Setiap rupiah penundaan
pemeliharaan diperkirakan dapat menyebabkan kenaikan biaya operasi kendaraan sebesar
tiga rupiah.
Sedangkan tantangan baru mencakup aspek-aspek berikut. (a) Peningkatan respon terhadap
kebutuhan pelanggan. Peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan karakteristik
pasar akan membangkitkan tuntutan yang lebih bervariasi dan kualitas pelayanan yang
lebih baik. (b) Penyesuaian terhadap pola perdagangan global. Liberalisasi perdagangan
membawa kecenderungan volume barang dan jarak pengiriman menjadi lebih tinggi.
Negara berkembang sangat mengandalkan pertumbuhan ekonominya melalui ekspor
barang-barang manufaktur. (c) Mengatasi tingkat motorisasi yang sangat cepat. Kota
menjadi motor perkembangan ekonomi, terutama di negara berkembang, dan populasi
urban meningkat dengan cepat. Dipacu oleh peningkatan pendapatan, pemilikan kendaraan
di kota- kota negara berkembang meningkat lebih cepat dari pada proporsi ruang perkotaan
yang digunakan menjadi jalan.
6. Tantangan di Indonesia
Dari berbagai faktor lingkungan, polusi udara merupakan faktor yang langsung berdampak
pada kehidupan masyarakat, yaitu berupa berbagai gangguan kesehatan. Studi-studi yang
telah dilakukan di Indonesia maupun negara-negara lain menunjukkan bahwa lalu-lintas
kendaraan bermotor terutama di perkotaan merupakan sumber pencemaran udara terbesar.
Penelitian di lima kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang dan
Medan, oleh Lembaga Pengabdian pada Masyarakat ITB (Soedomo et.al., 1992)
melaporkan kontribusi emisi HC, NOx , dan CO dari transportasi masing-masing mencapai
sekitar 70-88%, 34-83%, dan 97-99% dari total sumber polusi udara. Besarnya kontribusi
emisi sektor ini saja tidak saja ditentukan oleh volume lalu lintas dan jumlah kendaraan,
tetapi juga oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota, khususnya di daerah- daerah
pusat kota dan perdagangan. Sering terjadinya kemacetan lalu lintas di pusat kota dan
perdagangan, menyebabkan turunnya efisiensi penggunaan bahan bakar. Hal ini disertai
dengan tingkat emisi yang lebih besar, terutama CO, HC, dan debu.
Isnaeni dan Lubis (2000) melakukan simulasi terhadap kecenderungan transportasi di dua
kota besar, Jakarta dan Bandung, dan dampaknya
7
terhadap pencemaran udara akibat emisi gas buang. Hasil simulasi secara umum
memperlihatkan bahwa komposisi polutan utama sebagai dampak dari interaksi sistem
transportasi perkotaan adalah CO (+ 80%), NOx (+ 10%) dan HC (+ 9%). Sedangkan SO2
dan SPM hanya memberikan kontribusi minor. Total emisi gas buang untuk Jakarta pada
tahun dasar 1995 diperkirakan sekitar 430 ribu ton/tahun dan untuk Bandung sekitar 150
ribu ton/tahun. Temuan dari simulasi di Jakarta dan Bandung ini paling tidak memberikan
indikasi mengenai pengaruh yang sangat signifikan dari pemenuhan kebutuhan transportasi
perkotaan terhadap kondisi lingkungan. Kecenderungan ini akan terus berlanjut jika tidak
diantisipasi dengan tindakan-tindakan nyata.
Kota-kota Indonesia yang relatif berkembang cepat dibanding kota-kota di negara maju,
terutama dalam hal pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang memicu pertumbuhan
kebutuhan aktivitas sosial ekonomi, tidak mempunyai
8
pilihan lain dalam memandang masa depannya, kecuali segera merespons tuntutan global
mengenai keberlanjutan perkotaan yang layak hidup. Sejumlah kebijakan dasar harus
dirumuskan agar arah yang diambil dapat secara tepat dan efektif menjawab permasalahan.
Beberapa hal pokok dibahas di bawah ini.
Berkaitan dengan aspek regulasi, yang perlu mendapat perhatian adalah baik yang
menyangkut tahap perencanan dan pembangunan infrastruktur maupun sistem operasinya.
Standar perencanaan dan desain perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan
masa depan atas green infrastructures. Misalnya, penetapan baku mutu lingkungan perlu
diikuti
9
dengan pembuatan peraturan-peraturan yang mendukung dan penegakan hukum yang
konsisten, baik pada level pusat maupun daerah.
Kesiapan sosial budaya juga memerlukan perhatian. Penyesuaian kebijakan dan langkah-
langkah pendekatan yang diambil dengan permasalahan dan kebutuhan lokal menjadi
sangat penting. Dalam konteks transportasi, permasalahannya adalah bagaimana
mengendalikan ketergantungan pada mobil pribadi dan pengendalian kebutuhan, dan ini
memerlukan perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Peningkatan kebutuhan tidak
sepenuhnya harus diikuti oleh penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang
harmonis antara kebutuhan dan penyediaan. Sesuai dengan prinsip dasar bahwa
transportasi adalah kebutuhan ikutan (derived demand), maka yang penting orang dan
barang, bukan kendaraan, yang berpindah dengan kualitas pelayanan yang memadai.
Setiap langkah yang akan dilakukan menuntut adanya suatu perencanaan terpadu.
Keterpaduan suatu sistem transportasi perkotaan paling tidak ditinjau dari sisi-sisi
kebijakan, rencana dan program, pendanaan, dan pelayanan. Keterpaduan sistem tersebut
diarahkan agar meningkatkan kemudahan penggunaan oleh masyarakat, meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber daya, meningkatkan interaksi antar kawasan, meningkatkan
partisipasi masyarakat, termasuk peran swasta, dan menurunkan pencemaran lingkungan
dan tingkat kecelakaan. Semua pihak terkait perlu melakukan koordinasi yang efektif untuk
mencapai hal ini. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan dilaksanakan sesuai
tanggung jawab institusi yang bersangkutan. Dalam hal pendanaan, baik yang menyangkut
sumber-sumber pembiayaan dan alokasinya untuk setiap program disusun secara
transparan dan akuntabel pada seluruh proses.
Yang juga perlu mendapat perhatian adalah bahwa langkah-langkah yang dibahas di atas
perlu didukung dengan riset pada berbagai bidang yang terkait. Penerapan hasil-hasil
penelitian yang dikembangkan di negara lain dapat dilaksanakan sepanjang sesuai dengan
kondisi iklim, geografi, dan sebagainya. Berbagai disiplin ilmu terkait dituntut untuk
memberikan kontribusi positif dalam kerangka kerja yang saling melengkapi. Dalam
konteks ini, setiap lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri memiliki tanggung jawab
bersama untuk mampu menjawab berbagai tantangan tersebut secara sistematis dan
berkelanjutan.
10
8. Kesimpulan
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan dan kesehatan dalam memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda dengan
variabel moderator. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan
merupakan variabel moderator. Variabel pengeluaran pemerintah sektor kesehatan yang
berpengaruh positif dan signifikan dalam memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pembangunan ekonomi. Kemudian variabel pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan dan kesehatan bukan merupakan variabel moderator dalam memperkuat
pengaruh tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia. Sedangkan variabel
tingkat kemiskinan berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap pembangunan
manusia di Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian ini menjadi dasar pertimbangan
kebijakan pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Dalam upaya penanggulangan
kemiskinan untuk peningkatan pembangunan manusia yang dilakukan secara
komprehensif yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan
secara terpadu.
PENDAHULUAN
Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi
manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan, serta
mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan sosial, antara
ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan
individu. Pembangunan yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan berkeadailan
sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya terhadap hak atas
pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program pembangunan harus
diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan melalui komitmen visi
pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui konsep pembangunan yang
berpihak kepada orang miskin (pro-poor development).
180
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah tidak
memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat menggunakan Sumber
Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya
manusia sangat berperan penting dalam pembangunan suatu daerah. Indeks
pembangunan manusia (IPM) bermanfaat untuk membandingkan kinerja pembangunan
manusia baik antarnegara maupun antar daerah.
Seiring dengan peningkatan IPM Nasional dan Provinsi Kalimantan Timur
diikuti pula penurunan setiap tahun dari jumlah penduduk miskin di Provinsi
Kalimantan Timur. Dari laju penurunan angka kemiskinan tersebut belum dapat
dikatakan sebagai daerah yang angka kemiskinannya rendah. Hal ini disebabkan oleh
jumlah angka kemiskinan yang relatif masih tinggi bila dibandingkan dengan total
jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data BPS, jumlah
penduduk miskin di Kalimantan Timur pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan
yaitu dari 247,10 ribu jiwa di tahun 2011 menjadi 246,10 ribu jiwa. Besar kecilnya
jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh ukuran garis kemiskinan, karena penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan.
Kondisi jumlah penduduk miskin menurut sembilan kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Timur setelah pemekaran tidak termasuk Kabupaten Mahakam Ulu
(Mahulu) pada tahun 2013 terbanyak ada di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki
persentase penduduk miskin sebesar 9,06%. Sedangkan persentase penduduk miskin
terrendah ada pada Kota Balikpapan sebesar 2,48%. Perkembangan persentase
penduduk miskin dalam lingkup provinsi juga menunjukkan adanya penurunan, dimana
pada tahun 2006 persentase penduduk miskin Provinsi Kalimantan Timur sebesar
11,41% turun menjadi 6,38% pada tahun 2013.
Kebijakan anggaran pada sektor pendidikan dan kesehatan dapat menjadi salah
satu tolak ukur dalam pembangunan manusia. Seperti pada pemerintah daerah
kabupaten/kota dan provinsi di Kalimantan Timur secara umum sudah mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan anggaran ini juga didorong dengan
peningkatan pendapatan yang diperoleh masing-masing pemerintah daerah. Pada tahun
2006 pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan untuk sektor pendidikan
dan kesehatan sebesar 561,41 milyar rupiah menjadi 1.742,20 milyar rupiah pada tahun
2013 atau terjadi peningkatan rata-rata selama delapan tahun sebesar 35,57%.
Peningkatan ini tidak serta merta selalu mengalami peningkatan, karena pada tahun
2010 terjadi penurunan sebesar 24,74% atau 292,56 milyar rupiah, tetapi pada tahun
2011 hingga tahun 2013 kembali mengalami peningkatan anggaran.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya sebagai
salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan
ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang dianggap lebih baik guna
mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM dan pembangunan ekonomi khususnya
pembangunan ekonomi di daerah.
Kewenangan otonomi daerah, diberikan kepada masing-masing pemerintah
daerah kabupaten/kota untuk menyusun perencanaan pembangunan
181
dan anggaran keuangannya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakatnya. Selain untuk membiayai pembangunan sektor- sektor
ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembiayaan publik sektor pendidikan
dan kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2002) mengenai Pembangunan Manusia Dan
Kinerja Ekonomi Regional Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
dengan multi persamaan dengan metode two-stage least square (TSLS). Penelitian
Rinda Ayun Anggraini dan Luthfi Muta’ali (2010) tentang Pola Hubungan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011.
Penelitian Rinda Ayun Anggraini dan Luthfi Muta’ali (2010) tentang Pola Hubungan
Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2007-2011. Bambang Bemby Soebyakto dan Abdul Bashir (2014) dalam penelitiannya
yang berjudul Analisis Tipologi Dan Hubungan Antara Indeks Pembangunan Manusia
Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini Klassen Typology,
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi
diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social development is
economic development” (Mubyarto, 2004). Menurut Todaro (2000), sumber daya
manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber daya material, merupakan
faktor paling menent ukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi
suatu bangsa bersangkutan. Laporan tahunan UNDP secara konsisten menunjukkan
bahwa pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama
(sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan
sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia (sosial).
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas
produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan
tingkat pendapatan yang semakin besar (Todaro, 2006). Sedangkan menurut Salvatore
(2006) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana PDB riil per kapita meningkat
secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa
kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan
tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber
produksi.
Teori Jumlah Penduduk Optimal, Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik.
Menurut teori tersebut, berlaku the law of diminshing return menyebabkan tidak semua
penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, akan menurunkan
tingkat output perekonomian. Agar penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan
output, yang harus dilakukan adalah investasi barang modal dan sumber daya manusia
yang menunda terjadinya gejala the law of diminshing return atau hukum hasil yang
semakin menurun.
182
Teori Pertumbuhan Neo Klasik Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan
berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakannya. Fokus dari
teori neo klasik mengenai stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan
masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi. Adapun beberapa asumsi
penting dalam memahami model Solow (Rahardja. 2001:195):
Teori pertumbuhan endogen dikembangkan oleh Romer (1986) merupakan
pengembangan teori pertumbuhan Klasik-Neo Klasik. Kelemahan model Klasik maupun
Neo klasik terletak pada asumsi bahwa teknologi bersifat eksogen.
Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang
bersamaan oleh E.S. Domar (1947, 1948) dan R.F. Harrod (1939, 1948). Keduanya
melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan
meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan output. Sumber
dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan
nasional) yang ditabung (Boediono, 1985:68).
Menurut W. W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu
masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi
banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja
dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial
dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960).
Menurut W. W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu
masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi
banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja
dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial
dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960),
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka dapat di gambarkan model
skematis atau kerangka konsep sebagai berikut:
183
Pengeluaran
Pemerintah Sektor
Pertumbuha Pendidikan
n Ekonomi
(X3)
(X1) Indeks
Pembangunan
Manusia (Y)
Tingkat
Kemiskina
Pengeluaran
n (X2)
Pemerintah Sektor
Kesehatan
(X4)
Gambar.1.
Kerangka Konsep Penelitian
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
184
dari total pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang diukur dalam satuan rupiah.
b. Sektor kesehatan (X4) adalah pengeluaran pemerintah sektor kesehatan
dari total pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang diukur dalam satuan rupiah.
185
Alat Analisis
Data-data yang digunakan, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
analisis statistik, dimana berdasarkan kerangka konsep jika dijabarkan secara matematis,
maka hubungan variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Y= f (X1, X2, X3, X4) …(1)
Secara ekonometrika persamaan (1) diubah untuk menunjukkan hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen yang dianalisis menggunakan
teknik analasis regresi berganda dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + …(2)
Dimana :
Y = Indeks Pembangunan Manusia
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Tingkat Kemiskinan
X3 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan sebagai variabel
moderator
X4 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan sebagai variabel
moderator
β0 = Konstanta
β1 … β4 = Koefisien Regresi
= error term.
PEMBAHASAN
Hasil analisis yang diperoleh dari hasil pengolahan data dari model penelitian
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan Terhadap IPM
Di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian ini pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan pengujian
secara parsial menggunakan uji t pada taraf signifikan sebesar 5%. Dari hasil analisa
diperoleh nilai masih dibawah 0,05.
Hubungan positif dan tidak signifikannya variabel pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Timur tidak sesuai dengan teori dan hipotesis
yang telah dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari adanya pertumbuhan
ekonomi tidak membawa perubahan pada capaian pembangunan manusia secara
langsung. Pertumbuhan ekonomi diakibatkan karena adanya peningkatan pada sektor-
sektor perekonomian. Namun peningkatan tersebut tidak dapat meningkatkan
pembangunan manusia (IPM).
Namun dalam hal ini pembangunan ekonomi masih diyakini harus sejalan denga
n pembangunan sosial sehingga pertumbuhan ekonomi dapat menyumbang langsung
terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan sosial; dan sebaliknya, pembangunan sosial
dapat menyumbang langsung terhadap pembangunan ekonomi. Salah satu strategi
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah adalah
186
berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan memacu pertumbuhan
sektor-sektor dominan. Pembangunan pada sektor-sektor tersebut mendorong
tersedianya kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan dan memeratakan
distribusi pendapatan antar anggota masyarakat. Sehingga akan mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan prasayarat tercapainya pembangunan
manusia. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi akan terjamin peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Hal
tersebut sesuai dengan teori atau proses penetasan ke bawah (trickle down effect).
Dalam bidang ekonomi, pembangunan lebih ditekankan pada peningkatan yang
bersamaan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sehingga akan
mendongkrak daya beli untuk dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat.
Hubungan negatif dan tidak signifikannya variabel tingkat kemiskinan terhadap
variabel pembangunan manusia (IPM) tidak sesuai dengan hipotesis dan teori. Hasil ini
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tidak mempunyai efek atau pengaruh secara
langsung terhadap masalah pencapaian pembangunan manusia melalui program-
program pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mempunyai kapabilitas untuk
melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. Dengan demikian, tingkat
kemampuan seseorang untuk mengakses sumber daya sangat mempengaruhi tingkat
kesejahteraannya. Jika individu tidak berada dalam kondisi miskin, maka segala
kebutuhan dasarnya akan terpenuhi. Selain dapat mencukupi kebutuhan makannya,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan juga dapat terpenuhi.
Penduduk miskin dapat melanjutkan sekolahnya, berobat ke dokter atau puskesmas,
mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
Pemenuhan kebutuhan tersebut akan meningkatkan kualitas penduduk yang pada
akhirnya dapat meningkatkan IPM. Meskipun tidak mempengaruhi secara langsung,
perbaikan IPM melalui pendidikan dan kesehatan terhadap orang miskin di suatu
wilayah akan berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan/atau
peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dan melepaskannya dari lingkaran kemiskinan.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan
merupakan variabel mediator yang memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap IPM, tetapi tidak signifikan. Hubungan positif dan tidak signifikannya variabel
pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dalam memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia di Kalimantan Timur tidak
sesuai dengan hipotesis dan teori yang ada. Dengan anggaran tersebut, pemerintah
belum dapat meningkatkan pelayanan dan fasilitas-fasilitas pendidikan seperti bangunan
sekolah, buku-buku, kebutuhan laboratorium, ataupun beasiswa untuk murid yang tidak
mampu. Dengan
187
demikian, kebijakan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, merupakan
investasi yang secara tidak langsung dapat memperbaiki kualitas manusia.
Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan
sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan
berbagai problem krusial seperti masalah pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan
narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Selain itu, investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan
ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang harus
didukung dengan pembiayaan yang memadai dan merata.
Dalam APBD, sektor pendidikan pada umumnya mendapat alokasi terbesar
sebagai cerminan dari prioritas untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Kalimantan Timur dan sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan pengalokasian yang
baik dan tepat sasaran, investasi untuk sektor pendidikan dapat meningkatkan kualitas
manusia yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian kemajuan sosial
(berkurangnya angka kemiskinan) dan pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor kesehatan
merupakan variabel mediator yang memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap IPM dengan pengaruh yang signifikan. Hubungan positif dan signifikannya
variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dengan pembangunan manusia
di Kalimantan Timur sesuai dengan teori dan hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini.
Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan banyak dinikmati
oleh masyarakat. Anggaran tersebut cenderung memberikan kontribusi yang nyata
dalam meningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Banyak masyarakat
memperoleh bantuan biaya pengobatan di rumah sakit melalui jaminan kesehatan
daerah, sehingga banyak yang berobat yang menggunakan layanan jaminan kesehatan
tersebut.
Namun masih adanya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan lebih
banyak digunakan untuk batas penggunaan tertentu (khusus) yang tidak bersifat meluas.
Anggaran tidak merata digunakan untuk program dan kegiatan yang bersifat kuratif,
prefentif, dan operasional. Dan ketiga, meskipun ada peningkatan anggaran sektor
kesehatan untuk jasa pelayanan, program-program kesehatan, maupun suplai obat dan
alat-alat kesehatan, namun tidak diikuti oleh fasilitas tambahan seperti infrastruktu jalan,
puskesmas, dan lain-lain. Sehingga hal ini hanya sedikit atau bahkan tidak memberikan
pengaruh terhadap kualitas kesehatan dan pembangunan manusia.
Hal serupa telah dilaporkan dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007
(World Bank, 2007) yang menyebutkan bahwa hingga saat ini belum pernah ada
publikasi yang melaporkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah
untuk sektor kesehatan terhadap tingkat kematian ibu dan bayi yang
188
melahirkan. Meskipun ada kenaikan anggaran untuk sektor kesehatan, dalam
penggunaannya tidak sesuai dengan masalah dan keadaan riil di lapang.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dengan Tingkat Kemiskinan
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan ditemukan tidak memiliki
kekuatan tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan
Timur. Hasil yang diperoleh pada uji residual, menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan bukan merupakan variabel moderating, tetapi merupakan
variabel yang berdiri sendiri sebagai variabel prediktor (independen) yang berpengaruh
terhadap pembangunan manusia (IPM). Selain itu, pada uji residual tersebut, ternyata
diketahui bahwa variabel pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan tidak
memperkuat pengaruh tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia.
Dari uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa IPM tidak bisa berdiri sendiri
sebagai variabel independen dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Hal tersebut
mengandung makna bahwa untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang
di-proxy dengan IPM harus didukung dengan kebijakan pemerintah melalui alokasi
sumber pendanaan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang memang
ditujukan untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Kualitas pembangunan
manusia, sebagaimana diungkapkan oleh UNDP, terkait dengan aspek pemenuhan
kebutuhan akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk
mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya
yang bisa memenuhi standar hidup.
Pengeluaran atau belanja pemerintah untuk sektor pendidikan merupakan salah
satu bentuk investasi dalam modal sumberdaya manusia (human capital investment).
Oleh karena itu, peranan dan kedudukannya dalam mendorong kemajuan ekonomi di
dalam suatu negara amatlah penting. Pentingnya peranan investasi dalam pendidikan
juga diperkuat oleh hasil yang dilakukan oleh Widodo, Waridin dan Maria (2011) yang
menyatakan bahwa alokasi belanja pemerintah untuk sektor publik (sektor pendidikan
dan kesehatan) tidak dapat berdiri sendiri sebagai peubah independen dalam
mempengaruhi kemiskinan, tetapi harus berinteraksi dengan peubah lainnya yaitu
indeks pembangunan manusia. Temuan dalam studi ini juga diperkuat oleh temuan dari
beberapa lainnya di sejumlah negara di Asia antara lain Fan, Zhang dan Zhang (2002) di
China, yang menyebutkan bahwa pengeluaran untuk sektor pendidikanlah yang
memiliki dampak paling besar terhadap penurunan kemiskinan.
Hal ini merupakan keterbatasan studi ini, karena studi ini lebih menekankan
kepada political will dari pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur
dalam pembangunan manusia yang dilihat dari kebijakan pengeluaran sektor publik
yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pembangunan manusia yaitu pengeluaran
bidang pendidikan.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan Dengan Tingkat Kemiskinan
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
189
Hasil yang diperoleh pada uji residual, menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah sektor kesehatan bukan merupakan variabel moderating, tetapi merupakan
variabel yang berdiri sendiri sebagai variabel prediktor (independen) yang berpengaruh
terhadap pembangunan manusia (IPM), dimana hasil perhitungan juga menunjukkan
pengaruh yang tidak signifikan. Selain itu, pada uji residual tersebut, ternyata diketahui
bahwa variabel pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan tidak memperkuat pengaruh
tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia (IPM). Hal ini mengindikasikan
bahwa variabel tingkat kemiskinan tidak berfungsi sebagai variabel independen maupun
berinteraksi dengan variabel independen lainnya (variabel pengeluaran pemerintah
lainnya) dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia.
Dari uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tidak bisa
berdiri sendiri sebagai variabel independen dalam mempengaruhi pembangunan
manusia. Hal tersebut mengandung makna bahwa untuk menurunkan tingkat
kemiskinan harus didukung dengan kebijakan pemerintah melalui alokasi sumber
pendanaan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang memang ditujukan
untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Kualitas pembangunan manusia,
sebagaimana diungkapkan oleh UNDP, terkait dengan aspek pemenuhan kebutuhan
akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan
pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa
memenuhi standar hidup.
Dalam berbagai literatur yang ada, menunjukkan bahwa tingkat perekonomian
yang tinggi akan mempengaruhi pembangunan manusia melalui peningkatan kapabilitas
penduduk yang konsekuensinya adalah pada produktivitas dan kreativitas penduduk.
Oleh karena itu, dukungan sumber dana dari pemerintah terutama untuk kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas pembangunan manusia seperti pembangunan
bidang pendidikan dan bidang kesehatan, sangat menentukan dalam peningkatan
kualitas pembangunan manusia yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. (Aloysius Gunadi Brata, 2002).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kecenderungan adanya peningkatan
pengeluaran pemerintah sektor publik, namun karena masih minimnya alokasi dana
tersebut menyebabkan belum adanya pengaruh pengeluaran sektor kesehatan tersebut
terhadap kemiskinan dan jika diinteraksikan dengan variabel pembangunan manusia
(IPM), pengaruhnya masih sangat kecil. Menurut Agus Salim (2007), pengeluaran
pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, merupakan suatu kebijakan yang pro poor yang mempunyai dampak yang
negatif terhadap kemiskinan melalui dampaknya terhadap pertumbuhan dan pemerataan.
Di samping itu, kebijakan pengeluaran tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan melalui dampaknya terhadap pembentukan modal manusia (human
capital). Kebijakan inilah yang yang dianggap sebagai kebijakan yang berdampak ganda
(win win policies).
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pengeluaran
pemerintah tidak ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, maka pembangunan
manusia tidak akan terwujud. Secara logis hal ini bisa dikaitkan
190
dengan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin, di mana jika
pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin semakin tidak
terjangkau, maka kemiskinan akan terus meningkat. Hal tersebut disebabkan karena
penduduk miskin yang sakit dan tidak mampu berobat karena layanan kesehatan yang
rendah dan minimnya pengetahuan dari pasien yang bersangkutan untuk menghindari
penyakit tersebut, maka secara otomatis dia tidak akan mampu memenuhi ke butuhan
dasar dirinya sendiri bahkan mungkin keluarganya.
Lingkaran setan inilah yang menyebabkan sulitnya pemerintah dalam
mengurangi kemiskinan, terutama jika kebijakan pemerintah yang dijalankan bukan
kebijakan yang pro poor. Hal ini tercermin dari masih minimnya alokasi dana
pemerintah yang digunakan untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Menurut
Novianto (2003), esensi utama dari masalah kemiskinan adalah masalah aksesibilitas.
Aksesibilitas berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat
untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya
menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara. Seseorang atau sekelompok
orang yang miskin, mempunyai daya aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap
berbagai kebutuhan dan layanan dibandingkan mereka yang termasuk golongan
menengah ataupun golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat
miskin yaitu: 1) akses untuk mendapatkan makanan yang layak, 2) akses untuk
mendapatkan sandang yang layak, 3) akses untuk mendapatkan rumah yang layak, 4)
akses untuk mendapatkan layanan kesehatan, 5) akses untuk mendapatkan layanan
pendidikan,
6) akses kepada leisure dan entertainment, dan 7) akses untuk mendapatkan kualitas
hidup yang layak. Untuk mengatasi masalah kemiskinan, peranan pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pembangunan manusia sangat besar diharapkan. Investasi
pemerintah untuk pembangunan manusia, baik itu di bidang pendidikan dan kesehatan
ataupun bidang lainnya yang berkaitan dengan pelayanan publik, merupakan suatu
kegiatan yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dimana hasil analisis dan pembahasan dari masing-masing variabel adalah
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan tidak berpenggaruh signifikan
terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan Timur.
2. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan tidak memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.
3. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.
191
4. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan tidak memperkuat pengaruh
tingkat kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.
5. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan tidak memperkuat pengaruh tingkat
kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan
Timur.
SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Meningkatkan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur, maka perlu
ditingkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia bisa dimulai dari perbaikan dan perhatian pada sektor
pendidikan, kesehatan dan berlanjut pada sektor-sektor lainnya.
2. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penentu dan pengambil
kebijakan hendaknya menentukan prioritas pembangunan pada daerah dan
sektor yang yang perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus. Sehingga
diperlukan koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk
menyamakan visi dan misi pembangunannya dalam rangka untuk mencapai
kemajuan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia yang merata.
3. Hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan pengaruh terhadap pembangunan manusia Provinsi Kalimantan
Timur. Hal ini, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemerataan
pembangunan dan distribusi pendapatan masyarakat.
4. Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai peranan infrstruktur sosial,
baik itu dari pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit, puskesmas,
sekolah, dan lain-lain terhadap capaian pembangunan manusia. Oleh karena
itu, perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai peranan dan dampak tersebut
terhadap pembangunan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Tarmizi, 2010. Modal Manusia Dan Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal E-
Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 3, Oktober 2010. Hal. 1-11.
Anggraini, Rinda, Ayun, dan Luthfi Muta’ali, 2013. Pola Hubungan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2007-2011, Jurnal Bumi Indonesia, Vol. 2, No. 3, hal. 233-242.
Anonim, Kaltim Dalam Angka Tahun 2004 - 2014, BPS Kaltim, Samarinda. Azahari,
A., 2000. Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Indeks
Pembangunan Manusia Sektor Pertanian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Volume 15. No.1. Hal 56-69.
193
Firdausy, C.M. 1998. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan.
Jakarta.
Mankiw, N., Gregory, 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Tiga. Salemba Empat,
Jakarta.
Mirza, D.S., (2012), “Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009”,
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang,
diakses dari http://journal.unnes.ac.id
Rahardja, 2001, Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung, 2005. Teori Ekonomi Makro: Suatu
Pengantar, Lembaga Penerbit FE UI.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith, 2006. Ekonomi Pembangunan, Edisi ke-
sembilan, Erlangga, Jakarta.
UNDP, 2011, Human Development Report, Oxford University Press, New York, diakses
dari http://hdrstats.undp.org
1
Oktober 2017 Volume 01 No. 01
ABSTRACT
Economic development is an absolute process undertaken by a nation in
improving the lives and welfare of the entire nation. Economic development that refers
to the leading sectors will have an impact on the acceleration of economic growth. This
research is done to determine the strategy and policy direction suitable to build the
leading sector of langkat regency in order to increase economic growth of langkat
regency.in the previous research it was found that the leading sector of langkat regency
was agriculture forestry and fishery sector. The analysis method used in this research is
descriptive SWOT analysis. Obtained some strategiest that are considered suitable for
the development of agriculture forestry and fishery sector as the leading sector of
langkat regency
Keyword : SWOT, leading sector, regional economic development
ABSTRAK
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang dilakukan oleh suatu
bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.
pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan akan berdampak pada
percepatan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan strategi
dan arah kebijakan yang cocok untuk membangun sektor unggulan wilayah kabupaten
langkat agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten langkat.
Pada penelitian sebelumnya di peroleh bahwa sektor unggulan kabupaten langkat adalah
sektor pertanian kehutanan dan perikanan. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis SWOT. Dari hasil analisis diperoleh beberapa strategi yang
dianggap cocok untuk membangun sektor pertanian kehutanan dan perikanan sebagai
sektor unggulan kabupaten langkat.
Kata kunci : SWOT, sektor unggulan, strategi pembangunan ekonomi wilayah
3
Desi Novita , Hartono Gultom
7
Desi Novita , Hartono Gultom
9
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS
SEKTOR UNGGULAN
1
0
perkebunan, khususnya
perkebunan rakyat
- Menghidupkan dan
memperkuat lembaga
petani kebun
1
1
Desi Novita , Hartono Gultom
1
3
ANALISIS KUALITAS LAYANAN KONSUMEN TERHADAP KEUNGGULAN
BERSAING JASA TRANSPORTASI DARAT PADA PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) KELAS ARGO
Musnaini (musnain@gmail.com)
Fakultas Ekonomi, Universitas
Jambi
Abstract
This research was intended to verify and analyze the influences of service quality of the
customer Argo class train Indonesia. Analysis method is descriptive statistical and Multiple
regression with SPSS software. The sampling Technique was purposive sampling, the
instrument to collect the data was questionnaire with e-mail of 116 customer of Argo class
train. This research result a simultaneous analysis 84.7% of tangible variable (X1),
reliability (X2), responsiveness (X3), Assurance (X4) and Empathy (X5) were positive
significant and positive influence of train competitive advantage of PT. Kereta Api Indonesia
(Argo Class).
PENDAHULUAN
Kualitas layanan telah mendapat perhatian yang sangat besar baik dalam praktek perusahaan
maupun untuk kepentingan penelitian. Salah satu alas an untuk menaruh perhatian yang besar
terhadap kualitas layanan adalah karenakualitas layanan merupakan faktor yang vital dalam
menciptakan superior value untuk pelanggan. Menurut Menon, Jaworski dan Kohli (1997,
p.187) terciptanya superior value bagi pelanggan merupakan batu loncatan bagi perusahaan
untuk memperoleh keunggulan kompetitif. Sedangkan (Droge, Vickery dan Markland (1995,
p.669-670) dalam Fanny (2006) berpendapat keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan
pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar perusahaan.
Untuk sektor pelayanan public kualitas layanan yang menjadi faktor penting bagi masyarakat
luas, salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi darat adalah PT. Kereta
Api (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berada di bawah naungan
Departemen Perhubungan PT. Kereta Api (Persero) ditunjuk oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan layanan jasa transportasi darat. Keberadaan kereta api diharapkan bukan
sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi sebagai alat angkut dan
distribusi saja akan tetapi, lebih untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat
sebagai pemakai jasa kereta api, dengan memberikan kenyamanan, keamanan dan ketepatan
waktu. Sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap jasa transportasi
publik domestik. Keunggulan kompetitif jasa transpotasi PT. Kereta Api (Persero), dalam
rangka pemerataan pelayanan kepada semua lapisan masyarakat dan meningkatkan layanan
konsumen, selain mengoperasikan sejumlah kereta api komersial yang berfungsi sebagai
subsidi silang pada pelayanan kereta api kelas ekonomi, PT Kereta Api Indonesia (Persero)
juga mengoperasikan sejumlah rangkaian kereta api Kelas Publik adalah kelas layanan kedua
tertinggi, dengan kereta penumpang kelas eksekutif (52 penumpang) dan bisnis (64
penumpang), Kelas Argo adalah kelas layanan tertinggi PT Kereta Api Indonesia (Persero),
yaitu dengan kereta penumpang berkapasitas 50/52 orang per kereta, kelas retrofit kelas
Retrofit adalah Kereta sekelas Argo tetapi bukan argo, dan kelas ekonomi unggulan serta
ekonomi, kelas Komuter adalah kereta api yang beroperasi dalam jarak dekat,
menghubungkan kota besar dengan kota- kota kecil di sekitarnya atau dua kota yang
berdekatan. Penumpang kereta ini kebanyakan adalah para penglaju bermobilitas tinggi yang
pulang-pergi dalam sehari sedangkan untuk divisi Jabotabek PT Kereta Api Commuter
Jabotabek (KCJ) yang malayani seluruh masyarakat Indonesia.
Banyaknya variasi kelas Kereta Api Indonesian dan standar pelayanan minimum dalam aspek
Keselamatan, Ketepatan waktu, Pelayanan, dan Kenyaman, maka kualitas layanan harus
dikembangkan untuk menciptakan superior value berdasarkan keterlibatan konsumen
(keinginan, kebutuhan dan harapan konsumen) akan kualitas layanan yang di berikan oleh
jasa transportasi publik PT. Kereta Api Indonesia khususnya kelas Argo untuk keunggulan
bersaing.
1. Bagaimana gambaran Kualitas Pelayanan Jasa Transportasi pada PT. Kereta Api
Indonesia Kelas Argo?
2. Bagaimana Analisis Kualitas Layanan Konsumen Terhadap keunggulan bersaing Kelas
Argo PT. Kereta Api Indonesia?
Hipotesis: Semakin baik kualitas layanan maka akan semakin tinggi keunggulan bersaing
kelas Argo PT.Kereta Api Indonesia.
Tujuan Penelitian:
1. Untuk mencari gambaran kualitas pelayanan kelas Argo PT. Kereta Api Indonesia.
2. Untuk menguji dan menganalisisi secara empiris kontribusi positif dan signifikansi
kualitas layanan terhadap keunggulan bersaing Jasa Transportasi PT. Kereta Api
Indonesia kelas Argo.
3. Untuk menganalisis tingkat kualitas layanan dan keunggulan bersaing PT.Kereta Api
Indonesia kelas Argo.
TINJAUAN TEORI
1. Kualitas Layanan
Kualitas layanan merupakan penciptaan superior value bagi pelanggan untuk meningkatka
kinerja bisnis/pemasaran perusahaan. Menurut Zeithmal dan Bitner (2000) bahwa kualitas
layanan adalah total pengalaman yang hanya dapat di evaluasi oleh pelanggan. Sedangkan
kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Gaspersz (2002) menyebutkan ada 9
dimensi untuk perbaikan kualitas layanan yaitu:
1. Ketepatan waktu pelayanan (waktu tunggu dan waktu proses).
2. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan langsung dengan
pelanggan eksternal.
3. Tanggung jawab dalam penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan
ekternal.
4. Kelengkapan pelayanan dan sarana pendukung serta pelengkap lainnya.
5. Kemudahan mendapatkan pelayanan (banyaknya outlet,petugas, staf administrasi dll).
6. Variasi model pelayanan (inovasi pelayanan, feature dari pelayanan).
7. Pelayanan pribadi (permintaan khusus).
8. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan, lingkungan, ruang tunggu,
music, ac dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan seperti tempat parkir, ketersediaan informasi,
ruang pelayanan dll.
2. Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing didefinisikan sebagai posisi unik yang dikembangkan oleh organisasi
dalam berhadapan dengan pesaingnya. Variabel ini memiliki tiga dimensi, yaitu daya tahan
terhadap peniruan dari pesaing, kemampuan memenuhi harapan pelanggan, dan kemampuan
mengembangkan teknologi layanan.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang
menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia (Persero)
meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi
UU No. 13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah diberi
kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus
2008 PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan pemisahan Divisi Jabotabek menjadi PT
Kereta Api Commuter Jabotabek (KCJ) untuk mengelola kereta api penglaju di daerah
Jakarta dan sekitarnya. selama tahun 2008 jumlah penumpang melebihi 197 juta
Pemberlakuan UU Perkeretaapian No. 23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT
Kereta Api Indonesia (Persero) dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia.
Kelas Argo adalah kelas layanan tertinggi PT Kereta Api Indonesia (Persero), yaitu dengan
kereta penumpang berkapasitas 50/52 orang per kereta. Layanan yang disediakan adalah
tempat duduk yang bisa diatur, pendingin udara, hiburan audio visual dan layanan makanan.
Yang dioperasikan untuk melayani rute yaitu:
1. Argo Wilis yang melayani rute Bandung–Surabaya Gubeng.
2. Argo Jati yang melayani rute Gambir–Cirebon.
3. Argo Dwipangga yang melayani rute Gambir-Yogyakarta–Solo Balapan.
4. Argo Sindoro yang melayani rute Gambir–Semarang Tawang.
5. Argo Bromo Anggrek yang melayani rute Gambir–Surabaya Pasar Turi.
6. Argo Gede yang melayani rute Gambir–Bandung.
7. Argo Muria yang melayani rute Gambir–Semarang Tawang.
METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian adalah explanatory research yang menelaah hubungan kausalitas antar
varibel-variabel penelitian melalaui pengujian rumusan masalah dengan dan Descriftive
statistical (Table and Grafik) Menurut Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, 1995,
Sugiyono (2009) dapat didefinisikan bahwa :“Metode Deskriptif adalah suatu metode
yang digunakan untuk menggambar atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas dan statistic inferensial: uji
validitas dan reliabilitas,Multiple regression.
2. Objek dan Teknik sampling. Penelitian dilakukan pada konsumen PT. Kereta Api
Indonesia (persero) kelas Argo. Menggunakan data primer (responden yang
menggunakan kelas Argo PT.KAI) dan data sekunder (dokumentasi perusahaan BUMN
Indonesia, Undang-Undang Perkereta Apian Indonesia). Teknik Pengambilan sampel
menggunakan Purposive Sampling. Pengumpulan data primer pengeiriman Kuisioner
dengan e-mail untuk 150 responden pada bulan Januari-Maret 2011 dan yang
dikembalikan sebanyak 116 kuisioner.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrument untuk masing-masing variabel dapat di
sajikan pada tabel 1:
Dari hasil analisis pada table 1, menunjukkan semua indicator penelitian dapat di percaya dan
handal dalam mengukur variabel penelitian karena nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) dan
Alpha >0,6 (reliable).
Dari hasil analisis deskriftif berdasarkan jenis kelamin rata-rata konsumen yang
menggunakan kelas argo PT. Kereta Api Indonesia adalah wanita sebesar 45.3%, rata umur
31-40 pengguna kelas Argo PT Kereta Api Indonesia adalah =52 orang (45%), rata-rata
pelanggan sudah menggunakan kelas Argo PT.Kereta Api Indonesia lebih dari 9 kali
(loyalitas tinggi), dimana responden tersebut rata-rata memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta
yang memiliki mobilitas berpergian tinggi karena kepentingan bisnis.
Y= Keunggulan bersaing, a= intersep atau konstanta. Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2)
Daya Tanggap (X3) Jaminan (X4) Empati (X5). b1-b5=koefisien arah gerak atau laju
perubahan nilai Y per unit peningkatan nilai X. e= standar error atau kesalahan pengganggu.
Dari nilai B dan singifikan positif (+), artinya hubungan antara variabel kualitas layanan
dengan keunggulan bersaing searah, artinya semakin baik dan konsisten PT. Kereta Api
Indonesia memberikan kualitas layanan kelas Argo, maka keunggulan bersaing semakin kuat
pada jasa transportasi darat.
b. Dependent Variabel: Y
ANOVA
Dari uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung 7.997 dengan tingkat signifikansi 0.000.
Karena probobilitas 0.000 jauh dibawah 0.005 maka model regresi dapat dipakai untuk
memprediksi Keunggulan bersaing kelas Argo PT.Kereta APi Indonesia atau bisa dikatakan
secara bersama-sama Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2) Daya Tanggap (X3) Jaminan
(X4) Empati (X5) bisa memprediksi tingkat keunggulan bersaing kelas Argo PT.Kereta Api
Indonesia dalam industry jasa transportasi darat.
4. Implikasi Penelitian
Dari analisis statistica deskriftive dan Analisis pengujian hipotesa membuktikan bahwa
semakin baik dan tinggi tingkat konsistennya penerapan kualitas layanan (bukti pisik,
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati) dimana kecepatan dan keakuratan kinerja
layanan, kecepatan dan keakuratan dalam merespon dan menyelesaikan komplain dari
pelanggan, serta citra/ reputasi kualitas layanan akan memberikan kotribusi positif dan
signifikan sebesar 84.7% memberikan kontribusi positif dan kuat untuk keunggulan bersaing
kelas argo PT. Kereta Api Indonesia dalam industry jasa transportasi darat.
Dengan terciptanya kualitas layanan yang prima dan konsisten dapat dijadikan suatu strategi
yang dapat diunggulkan oleh perusahaan dalam persaingan pasar jasa transportasi umum pada
PT.Kereta Api Indonesia, khususnya dalam pelayanan kelas Argo, karena selain kelas argo
PT.Ketera Api Indonesia juga memiliki kelas bisnis, retrofit, eksekutif, ekonomi dan ekonomi
unggulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas layanan merupakan suatu
strategi yang dapat diwujudkan guna meningkatkan keunggulan bersaing di pasar industry
yang sama maupun jasa transportasi darat lain seperti pesaing utama kereta api yaitu jasa
transportasi Bis atau jasa transportasi lainnya. Adanya pengaruh positive keunggulan bersaing
terhadap pertumbuhan pelanggan menandakan bahwa keunggulan bersaing adalah salah satu
bagian yang berhubungan dengan penciptaan superior value bagi pelanggan.
Secara teoritis bahwa kualitas layanan didefinisikan sebagai derajat mutu dari layanan yang
dihasilkan perusahaan, memiliki tiga dimensi yaitu kecepatan dan keakuratan kinerja layanan,
kecepatan dan keakuratan dalam merespon dan menyelesaikan komplain dari pelanggan, serta
citra/ reputasi kualitas layanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa derjat kualitas layanan
berpengaruh positif kuat terhadap keunggulan bersaing PT. Kereta Api Indonesia khususnya
kelas Argo yang melayani perjalan jauh yang mana konsumen membutuhkan superior value
untuk kenyamanan, ketepatan waktu, keamanan, ketanggapan dan kehandalan dalam
pelayanan, karena rata-rata konsumen wanita pembisnis. Penelitian ini juga memberikan
Pembuktian untuk mengkonfirmasikan pendapat clow dan Vorhies (1993, p.22). Tjiptono
(1995, p. 54), serta Menon, Jaworski, dan Kohli (1997,
p. 187) mengenai adanya hubungan antara kualitas layanan dengan keunggulan bersaing.
KESIMPULAN
Fanny Krishnamurti. 2006. Analisis Pengaruh Interaksi Antar Departemen Dan Sistem
Informasi Pemasaran Terhadap Kualitas Layanan, Keunggulan Bersaing Dalam
Meningkatkan Kinerja Pasar. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Jaworski, Bernard J., and Ajay K. Kohli, 1993, “Market Orientation: Antecedents and
Consequences”, Journal of Marketing 57 (July) : 53 – 70
Kohli, Ajay K., and Bernard J. Jaworski, 1990, “Market Orie ntation: The Construct,
Research Propositions, and Managerial Implications”, Journal of Marketing 54
(April) : 1 – 18
Menon, Ajay, Bernard J. Jawo rski, and Ajay K. Kohli, 1997, “Product Quality: Impact of
Interdepartmental Interactions”, Journal of the Academy of Marketing Science 25 (3)
: 187 – 200
Menon, Anil, Sundar G. Bharadwaj, and Roy Howell, 1996, “The Quality and Effectiveness
of Marketing Strategy: Effects of Functional and Dysfunctional Conflict in
Intraorganizational Relationships”, Journal of the Academy of Marketing Science 24
(4): 299 – 313
Nova Retnowati.2008. pengaruh kualitas layanan, orientasi layanan dan strategi harga
terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Desertasi. Universitas Brawijaya.
Malang.
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3ES,
Jakarta Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Zeithaml, Valarie A. and Bitner 2000. Service Quality, Profitability and the economic
Worth of Customers: What We know and What We Need to Learn. Journal of the
Academy of Marketing Sciences. Vol.28(1) pp 67-85.
Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April
2016 E-ISSN: 2503-1937
Page: 189-200
ABSTRACT
This study aimed to determine the roles of sea transportation in supporting the
flow of goods and people at Maligano District in Muna Regency. Sources of information
used in this study were 7 informants, comprising of: 1 head of Maligano District (key
informant), 2 merchants, 2 farmers, and 2 ship owners. Data were analyzed using a
method of descriptive analysis by describing the characteristics and condition of the
subject of the study or by analyzing the data obtained descriptively. Results of analyzing
the obtained data led the researcher to conclude that the construction of port and
procurement of K.M. Rembulan and speed boats had played a role in the increase of
merchants or people doing economic activities around the port, resulting in the increase
of people’s incomes, as well as in the flow of goods and people as can be seen from the
increased number of passengers and quantity and kinds of goods that are transported
via Maligano-Raha route since it is easier now for the people to move between the two
areas by sea.
1. Pendahuluan
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 199
merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi kehidupan perekonomian
masyarakat, karena lancar atau tidaknya proses pengangkutan khususnya pengangkutan
laut mempengaruhi tingkat aktivitas maupun perkembangan ekonomi masyarakat.
Tingkat perekonomian masyarakat yang baik senantiasa membutuhkan sarana
transportasi yang memadai yang merupakan mobilitas masyarakat yang menunjang
aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari.
Transprotasi laut merupakan salah satu subsektor transportasi yang turut menjadi
bagian penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kepulauan. Hal ini juga menjadi
salah satu sasaran dalam peningkatkan perekonomian nasional dalam menunjang
perdagangan antar pulau seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara khususnya
Kecamatan Maligano. Wilayah kepulauan di Kecamatan Maligano menjadikan
transportasi laut sebagai salah satu alat bantu yang digunakan untuk menghubungkan
satu pulau dengan pulau lainnya yang terus dikembangkan. Orientasi merupakan
kegiatan yang dilakukan dalam bentuk peninjauan untuk mendapatkan suatu cara atau
sikap yang tepat dalam membangun kegiatan perdagangan antar pulau dengan
menggunakan kapal motor dan speed boat yang sekaligus menjadi salah satu tindak
untuk memenuhi kebutuhan transportasi.
Transportasi laut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian
nasional dan daerah sebagaimana amanat dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta menjadi sarana vital
yang menunjang tujuan persatuan dan kesatuan nasional. Perlu diketahui juga kontribusi
transportasi laut menjadi semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah
paling kecil bila dibandingkan dengan biaya transportasi darat dan udara.
Perkembangan transportasi laut di Kecamatan Maligano sangat memegang peranan
penting. Dengan adanya pembangunan pelabuhan pada tahun 1995, pengadaan speed
boat, dan kapal penumpang KM Rembulan pada tahun 2002 merupakan suatu proses
arus pelayaran dengan melayani rute Maligano-Raha. Dengan adanya perkembangan
tersebut tentu bisa berdampak positif baik bagi penumpang dan proses distribusi barang,
maupun aktivitas masyarakat lainnya. Selain itu, usaha tersebut juga menyediakan
lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.
Rute atau jalur pelayaran dari setiap kapal mesin dan speed boat ditetapkan
untuk meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat lokal. Rute yang ditetapkan
tersebut merupakan kerja sama antara stakeholder di daerah. Stakeholder yang
dimaksud adalah pemerintah daerah, pihak yang memiliki sarana transportasi
masyarakat lokal yang bekerja sama dalam membangun perekonomian daerah. Salah
satu rute penyeberangan yang turut membangun ekonomi daerah adalah rute
transportasi laut dari Kecamatan Maligano menuju Kota Raha di Kabupaten Muna
untuk memindahkan orang dan barang.
Di mana usaha transportasi laut yang beroperasi terdiri dari 1 unit kapal motor
dan 4 buah speed boat yaitu KM Rembulan, Maligano Start, Satria Jaya Saniava, Prima
Dona, Lintas Samudra. Adapun kapasitas atau daya tampung masing-masing untuk KM
Rembulan memuat kurang lebih 120 orang, dimana tarif penumpang perorangnya Rp.
17.000,- sedangkan speed mempunyai kapasitas atau daya tampung kurang lebih 100
orang, dengan tarif perorangnya Rp. 20.000,- serta kecapatan waktu yang ditempuh KM
Rembulan dan speed kurang lebih satu jam. Adapun jumlah penumpang dalam setiap
tahun berubah-ubah, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dengan dikembangkannya pembangunan pelabuhan Maligano serta
ditingkatkannya jumlah unit kendaraan yang beroperasi di pelabuhan Maligano yang
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 190
telah menunjang dalam mempercepat penyeberangan barang dan jasa dari Kecamatan
Maligano menuju Kota Raha, maka akan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi
masyarakat Kecamatan Maligano sehingga hal ini menarikpeneliti untuk melakukan
penelitian peranan transportasi laut dalam menunjang arus barang dan orang di
Kecamatan Maligano Kabupaten Muna.
2. Kajian Literatur
Konsep Transportasi
Transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana trans berarti
seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi
transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu
tempat ke tempat lainnya. Transportasi seperti itu merupakan suatu jasa yang diberikan
guna memuat barang atau orang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Abbas Salim (2006) mengemukakan bahwa transportasi adalah kegiatan pemindahan
barang muatan dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dikatakan juga bahwa
transportasi menjadi dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat
serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan adanya
spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat
istiadat, dan budaya suatu bangsa atau daerah. Kamaluddin (2003) menyatakan bahwa
transportasi atau pengangkutan merupakan sarana ekonomi yang berfungsi untuk
menunjang pemindahan sesuatu (manusia, hewan, dan barang) dari suatu tempat tujuan
dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility ) dan kegunaan
waktu (time utility).
Sakti Adji Adisasmita (2012) mengemukakan bahwa trasportasi adalah sarana
penghubung atau yang menghubungkan antara daerah produksi dan pasar, atau dapat
dikatakana pendekatan daerah produksi dan pasar atau sering kala dikatakan
menjembatani produsen dan konsumen. Siregar (2012) mengemukakan bahwa kegiatan
pengangkutan dapat terlaksana jika terpenuhi hal-hal: (1) Ada barang atau jasa atau
orang yang diangkut; (2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan; dan (3) Adanya
jalan raya tempat melintasnya kendaraan angkutan. Menurut Raharjo Adisasmita (2010)
transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan. Dalam kegiatan transportasi diperlukan empat komponen yakni : tersedianya
muatan yang diangkut, terdapatnya kendaraan sebagai sarana angkutannya, adanya jalan
yang dapat dilaluinya dan tersedianya terminal.
Fungsi transportasi memegang peranan pening dalam usaha mencapai tujuan
pengembangan ekonomi dalam suatu bangsa. Adapun tujuan pengembangan ekonomi
yang bisa diperankan oleh jasa transportasi adalah : (Burhanuddin, 2003).
1) Meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para
konsumen, industri dan pemerintah.
2) Mengembangkan indusri nasional yang dapat menghasilkan devisa serta
mensupply pasaran dalam negeri.
3) Menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 191
diperlukan dukungan perbankan dalam penyediaan kredit murah bagi peremajaan
armada.
2) Mengurangi bahkan menghapus pungutan-pungutan tidak resmi di pelabuhan,
sehingga tarif yang ditetapkan otoritas pelabuhan tidak jauh berbeda dengan biaya
yang secara riil dikeluarkan pengguna jasa kepelabuhan, melalui peningkatan
kordinasi bagi semua instansi yang terkait dalam proses bongkar muat barang.
Menurut H.F.Ruru (1993) peranan transportasi dari sudut ekonomi adalah:
merangsang pertumbuhan ekonomi, melancarkan dan memudahkan distribusi bahan-
bahan kebutuhan yang berbeda, alat untuk menstabilkan harga, mengurangi isolasi
daerah, menunjang perluasan pasar, dan menunjang terciptanya spesialisasi yang luas.
Sedangkan menurut Widyahartono (1986) bahwa manfaat transportasi laut adalah
sebagai berikut:
1) Transportasi laut merupakan jangkauan terhadap sumber yang dibutuhkan suatu
daerah dan memungkin digunakan sumber yang lebih murah ataupun lebih tinggi
mutunya. Sebagai tambahan barang yang tidak bisa didapatkan di daerah
setempat, didapatkan di daerah lain.
2) Pemakaian sumber daya lebih efisien menyakibatkan timbulnya kekhususan setiap
daerah ataupun pembagian setiap tenaga kerja yang sesuai, yang mengakibatkan
pemahaman jumlah barang yang dikonsumsi, yang berhubungan erat dengan ini
adalah memungkinkan untuk melayani daerah yang luas, sehingga keuntungan
ekonomi dalam skala produksi dapat dimanfaatkan
3) Karena penyaluran barang tidak lagi terbatas pada daerah setempat saja, maka
barang-barang dapat disalurkan dari sumber-sumber alternatif lainnya, apabila
sumber yang biasa dipakai tidak dapat memenuhi semua kebutuhan.
Nasution (2008), mengemukakan bahwa transportasi bukanlah tujuan, melainkan
sarana untuk mencapai tujuan. Dalam hubungan tersebut, akan dikemukakan peranan
transportasi dalam berbagai aktivitas manusia di tinjau dari tiga aspek yaitu:
1) Aspek ekonomi
Transportasi adalah bagian dari suatu kegiatan perekonomian karena dengan
transportasi yang lancar dan memadai maka hasil produksi, distribusi dari
berbagai sektor akonomi seperti pertanian, akan lebih mudah dan lancar untuk
dipasarkan (disalurkan). Dengan kata lain alat transportasi merupakan jembatan
yang mendekatkan sentra-sentra produksi dengan sentra konsumsi untuk
meningkatkan, nilai guna dan nilai waktu suatu barang dan jasa.
2) Aspek sosial budaya
Sebagai makhluk sosial, dalam memenuhi kebutuhan tertentu manusia
memerlukan hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
yang tentu memerlukan alat transportasi yang murah, mudah, cepat dan
menyenangkan, sehingga bisa saling beriteraksi.
3) Aspek politik
Transportasi akan mempermudah jaringan aparat pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab sebagai motifator pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan terutama dalam bidang pertahanan, keamanan sehingga dapat
melakukan mobilisasi agar bisa berjalan lancar.
Sementara Salim ( 2006 ), mengemukakan bahwa peranan transportasi meliputi :
1) Dalam kehidupan masyarakat
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 192
Transportasi bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti hasil–hasil produksi dan
bahan baku suatu daerah dapat dipasarkan kepada perusahaan industri.
2) Spesialisasi secara geografis
Tiap – tiap daerah mempunyai kekhususan dalam arti spesialisasi yang berbeda
untuk masing–masing daerah (wilayah), dengan transportasi dapat
menghubungkan berbagai daerah sehingga dapat mendorong perkembangan dan
pertumbuhan wilayah, dapat melakukan akses antar wilayah dengan lancar dan
cepat.
3) Produksi yang ekonomis
Suatu produksi akan bermanfaat dan ekonomis, bila cukup tersedia modal. Karena
ada transportasi dan produksi dalam arti untuk pelemparan hasil produksi ke
pasar (market).
4) Pembangunan nasional dan HANKAMNAS
3. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
langsung dari sejumlah informan melalui observasi dan wawancara. Sumber informasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan yaitu sebanyak 7 orang dengan
rincian sebagai berikut : 1 orang Camat Maligano (key informan), 2 orang pedagang, 2
orang petani, serta 2 orang pemilik kapal. Data Sekunder diperoleh dari dokumentasi
catatan bongkar muat penumpang/barang dari Kantor Pelabuhan Maligano. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, dengan bantuan
persentase.
Jumlah Pedagang
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 194
“kami menyiapkan sarana dan prasarana dipelabuhan dalam rangka memediasi
kepentingan pengguna jasa pelabuhan, sehingga dapat memberikan dampak
positif terhadap peningkatan ekonomi pada masyarakat Kecamatan Maligano,
karena dengan dibenahinya pelabuhan maka memberikan ruang kepada para
pedagang untuk bisa melakukan aktifitas jual beli disekitaran pelabuhan” (La
Ode Zafrullah, 36 Tahun).
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 196
dipelabuhan ini juga senang karena apabila mereka mau belanja sesuatu, mereka
tidak perlu jau-jauh harus mencari diluar wilayah pelabuhan ini karena kami
suda menyediakan apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.”..(Wa Enga, 27
tahun).
Jumlah Penumpang
Penyeberangan laut rute Maligano – Raha merupakan salah satu rute pelayaran
antar pulau yang dilakukan masyarakat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Muna sebagai jalur pelayanan yang membantu masyarakat untuk
bepekergian atau berpindah dari Kecamatan Maligano menuju Kota Raha dan
sebaliknya. Penumpang yang menggunakan jalur transportasi laut pada rute Maligano-
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 197
Raha bukan hanya masyarakat di Kecamatan Maligano tetapi juga masyarakat luar dari
Kecamatan Maligano yaitu masyarakat dari Buton Utara. Sebelum pengadaan KM.
Rembulan dan speed boat jumlah penumpang setiap tahun masih sangat sedikit
dibandingkan dengan setelah pengadaan KM. Rembulan dan speed, dimana pada tahun
1999 jumlah penumpang 19.615, pada tahun 2000 yaitu 23.176 penumpang pada tahun
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 198
2001 yaitu 23.438 orang, dengan kecepatan waktu yang di tempuh dari Kecamatn
Maligano menuju Kota Raha yaitu 2 jam.
Namun Setelah adanya pengembangan transportasi laut yaitu pengadaan KM.
Rembulan dan speed sebagaimana Tabel 3 menunjukkan jumlah penumpang yang
melintasi rute Maligano–Raha, tahun 2002 mengalami peningkatan bahkan hampir dua
kli lipat atau sebesar 93,69 persen. Jumlah penumpang terus mengalami pertumbuhan
setiap tahunnya hingga tahun 2012. Jumlah penumpang pada tahun 2013 mengalami
penurunan 5 persen lebih disebabkan oleh cuaca buruk. Sementara jumlah penumpang
pada tahun 2015 juga mengalami penurunan disebabkan masyarakat masyarakat beralih
ke rute lain yaitu Pure-Raha. Tetapi tidak begitu berpengaruh besar terhadap jumlah
perkembangan penumpang karena letak Kecamatan Maligano adalah yang paling
strategis. Kondisi kegiatan transportasi dengan jumlah penumpang menggambarkan
adanya kegiatan ekonomi yang berlangsung pada masyarakat Maligano yang melakukan
transportasi melalui laut ke Kota Raha. Hal ini menunjukaan bahwa dengan adanya
pengembangan transpotasi laut maka jumlah penumpang yang melintasi Maligano-
Raha, semakin bertambah dan kecepatan yang digunakan untuk melintasi rute ini lebih
cepat yaitu kurang lebih 1 jam.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 199
sehingga dapat mempermudah jarak dan menghemat waktu tempuh dalam perjalanan
masyarakat pengguna jasa speed boat.
Speed boat yang beroperasi pada pelabuhan Maligano sebanyak 4 unit, dengan
jadwal operasi setiap hari adalah 2 (dua) unit yang beroperasi sekali dalam sehari dan 2
unit lainnya beroperasi sebanyak 2 (dua) kali dalam sehari. Dengan jadwal
penyeberangan yang telah disusun sedemikian rupa maka dapat mengakomodir setiap
kepentingan penyeberangan bagi penumpang atau pengguna jasa angkutan laut. umlah
kapasitas penumpang minimum bagi speed boat adalah sebanyak kurang lebih 20 orang
dan jumlah kapasistas maksimum sebanyak 100 orang. Hal in berdasakan hasil
wawancara bersama pemilik kapal Speed pada tanggal 15 November 2015 sebagai
berikut:
Disamping itu ada juga petikan wawancara bersama ABK Speedboat yang
dilakukan wawancara pada tanggal 16 November 2015 sebagai berikut:
“kalau kita menyeberang itu tergantung jumlah penumpang yang ada. Jumlah
speed ini ada empat buah, dan yang berangkat itu sesuai daftar keberangkatan.
Kalau lagi sepi biasanya asal sudah cu kup sesuai kapasitas paling rendah yah
kita berangkat. Kan kalau yang datang belakangan nanti pada speed
keberangkatan berikutnya. Kalaupun padat penumpang yah bisa satu kali
berangkat dua speed. (Dirman, 21 Tahun)
Dari hasil dua wawancara tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa apabila speed
itu sudah memenuhi standar keberangkatan sesuai kapasitas, maka segera akan
berangkat, sebab jadwal keberangkatan sudah diatur. Dan apabila bertepatan dengan
pengguna jasa angkutan laut itu lagi padat, maka yang diberangkatkan itu bisa
bersamaan lebih dari satu speedboat.
Perkembangan jumlah dan jenis barang serta jumlah kendaraan roda dua yang
di angkut sebelum dan sesudah keberadaan KM rembulan dan speed boat pada rute
Maligano-Raha sajikan pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa setelah adanya
pengadaan KM. Rembulan dan speed jumlah kendaraan dan hasil pertanian yang di
angkut semakin meningkat di mana jumlah kendaraan dari tahun 2002-2014 selalu
peningkatan, jumlah kendaraan 2014 yaitu 7.825 unit dan pada tahun 2015 menurun
menjadi 6.094 unit karena masyarakat menggunakan rute lain.sedangkan hasil
pertanian setiap tahun meningkat di mana pada tahun 2015 paling tertinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 76 ton karena hasil panen seperti jambu
mete, nilam,pisang dan kopra paling banyak diproduksi, yang didukung oleh musim
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 200
yang baik.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 201
Tabel 4 Jumlah dan Jenis Barang yang Diangkut
Rute Maligano-Raha Tahun 1999-2015
Tahun Kendaraan roda dua (unit) Hasil Pertanian (ton)
1999 3.182 17
2000 3.417 18
2001 3.290 20
2002 4.136 22
2003 4.157 24
2004 4.232 25
2005 5.180 25
2006 5.136 25
2007 5.652 27
2008 6.112 31
2009 6.130 31
2010 7.288 42
2011 7.354 53
2012 7.156 54
2013 7.162 42
2014 7.825 58
2015 6.094 76
Total 83.614 535
Sumber Data : Kantor Pelabuhan (2015)
5. Kesimpulan
Daftar Pustaka
2.Yogyakarta: FE-UG.
H,M,N,Purwostjipto. 2003. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. jilid 6,
Djambatan, Jakarta.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 202
Nasution, M, N. 2008. Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Poerdarminta, W, J, S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Ruru, H, F. 1993, Bahan Kuliah Ekonomi Pengangkutan, ujung pandang.
Sukirno, Sadono .2006 .Pengantar Teori Mikro Ekonomi , Edisi Ketiga Raja Grafindo,
Persada . Jakarta.
Sutarsih, Saleh. 2003. Studi Usaha Angkutan Mikrolet Trayek Kota Kendari. IESP:
Skripsi Unhalu.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 203
PERAN TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG KAWASAN
STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL DANAU TOBA
ABSTRACT
The research objective is to identify and analyze the development problems of Lake Toba
regional and support the accelerated development. The results are on the development of
tourism region of Lake Toba of which improve accessibility and connectivity of transport
from / to the tourist locations around the area of Lake Toba to build toll roads Kualanamu-
Parapat, Silangit-Parapat and feeder roads as well as liaison adequate and smooth
traffic, safe, congratulations. This research is Qualitative descriptive using a qualitative
analysis approach and public policy analysis to find the steps of developing national
tourism strategic areas.
Keywords: national tourism strategic area, accessibility and connectivity area of lake
toba
ABSTRAK
9
PENDAHULUAN membangun dan meningkatkan akses jalan
ke kawasan wisata tersebut, mulai dari
Danau Toba merupakan membangun Jalan Lingkar Danau Toba di
danau alam yang terbentuk dari Pulau Samosir, hingga memperbarui dan
sebuah danau tekto-vulkanik dengan melakukan peningkatan jalan. Melalui
ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 Balai Besar Pengembangan Jalan Nasional
kilometer terletak di Provinsi Sumatera (BBPJN) Wilayah-I Sumatera Utara,
Utara. Danau ini merupakan danau terbesar diusulkan kegiatan pembangunan akses
di Indonesia dan Asia Tenggara, dan jalan untuk tahun jamak (multiyears) 2016-
di tengah danau terdapat sebuah pulau 2019. Untuk tahap pertama, biayanya
vulkanik bernama Pulau Samosir. mencapai dua puluh miliar rupiah lebih
Keindahan Danau Toba dapat dan selanjutnya diperhitungkan lima puluh
dirasakan ketika kita tiba sana. Oleh karena satu miliar lima ratus juta rupiah hingga
itu, tak salah kiranya apabila Presiden RI sembilan puluh tujuh miliar rupiah setiap
menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan tahunnya sampai akhir tahun 2019.
Strategis Pariwisata Nasional. Penetapan
Selain infrastruktur jalan diperlukan
Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan
infrastruktur transportasi, seperti
Strategis Pembangunan Nasional,
pembangunan dermaga penyeberangan dan
sebagaimana hal ini tertuang dalam
kapal penyeberangan untuk mengangkut
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
wisatawan serta kendaraan yang akan
2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
menyeberang ke Pulau Samosir. Pada
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
sektor transportasi, tahun 2014 telah selesai
2015. Pembangunan kawasan Danau Toba
dilakukan pekerjaan peningkatan dermaga
ini dilakukan sebagai upaya Pemerintah
penyeberangan di Simanindo Kabupaten
untuk meningkatkan devisa negara melalui
Samosir dengan biaya empat miliar tiga
meningkatnya jumlah wisatawan baik lokal
ratus juta rupiah, Peningkatan dermaga
maupun internasional, karena mereka bisa
penyeberangan Balige Kabupaten Toba
berkunjung ke kawasan-kawasan Danau
Samosir dengan biaya empat miliar lima
Toba, Parapat, Pulau Samosir, Tomok, Tuk-
ratus juta rupiah. Peningkatan Dermaga
Tuk, Ambarita, Simanindo, dan Panguruan.
Danau di Botaen Lontung Kabupaten
Agar rencana pembangunan
Samosir dengan biaya dua miliar empat
kepariwisataan tersebut berjalan lancar,
ratus juta rupiah, Peningkatan Dermaga
diperlukan koordinasi lintas Kementerian.
Danau di Onan Rungu Kabupaten Samosir
Terkait hal ini, Menteri Koordinator
dengan biaya enam miliar enam ratus juta
Kemaritiman menjelaskan, terdapat 9
rupiah. Menuju kawasan Danau Toba
(sembilan) rencana, yaitu perpanjangan
dapat dicapai melalui penerbangan melalui
landasan Bandar Udara Sibisa,
Bandara Silangit yang pada saat ini terdapat
Pembangunan resor turis resor,
3 kali/hari frekuensi keberangkatan dan
Pembangunan Jalan Tol Kualanamu-
kedatangan oleh beberapa maskapai
Parapat, Pendalaman Tano Ponggol, dan
penerbangan dengan waktu tempuh 1 jam
pembersihan Danau Toba. Kemudian,
45 menit Jakarta-Silangit.
dilakukan penyediaan lahan seluas 500
Permasalahan kawasan Danau
hektare untuk eco-tourism wilayah wisata
Toba, terkait dengan pencemaran sampah
Danau Toba, pembuatan Perpres Badan
rumah tangga dan limbah pertanian serta
Otoritas Pariwisata Danau Toba, dan
pemberian izin usaha perhutanan dari
kampanye ‘Bersih-Senyum’ bagi warga
Pemerintah Kabupaten Samosir pada tahun
sekitar Danau Toba. (BPIW, 2016) 2012, membuat kerusakan lingkungan. Hal
Kementerian Pekerjaan Umum tesebut terjadi karena penebangan pohon
dan Perumahan Rakyat juga berencana besar-besaran yang menyebabkan longsor
10
serta banjir yang menimbulkan korban jiwa. berarti transportasi merupakan suatu jasa
Pencemaran lingkungan berupa limbah yang diberikan, guna menolong orang dan
padat dan limbah cair serta polusi udara barang untuk dibawa dari suatu tempat
yang menjangkau jarak beberapa kilometer ke tempat lainnya. Dengan demikian,
dari lokasi pabrik Indorayon di Sosorladang transportasi dapat diberi definisi sebagai
Porsea sempat menjadi isu pokok selama usaha dan kegiatan mengangkut atau
bertahun-tahun karena menyangkut membawa barang dan/atau penumpang
penurunan kesehatan manusia, hewan, dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dapat
ternak, bahkan ikan di daerah sekitarnya. ditegaskan lagi bahwa transportasi adalah
Penebangan hutan yang tidak terkendali jasa yang dipergunakan sebagai alat untuk
se bagai bahan baku industri berdampak memperoleh keuntungan-keuntungan
buruk karena kerusakan hutan dan jalan ekonomis dalam berbagai kegiatan
yang dilalui kendaraan truk yang melebihi usaha dan hubungan kemasyarakatan
kapasitas daya dukung jalan. Kerusakan (Kamaluddin, 2003).
hutan mengakibatkan hutan tidak berfungsi Berfungsinya alat pendukung proses
sebagai reservoar atau cadangan sumber perpindahan ini sesuai dengan yang
air yang mengalir ke Danau Toba sehingga diinginkan, tidak terlepas dari kehadiran
debit air jauh berkurang, keindahan dan seluruh subsistem tersebut secara serentak.
keaslian flora juga berubah. Masing-masing unsur tidak bisa hadir dan
Meskipun izin usaha perusahaan beroperasi sendiri-sendiri, semuanya harus
yang melanggar sudah dicabut dan kegiatan terintegrasi secara serentak (Miro, 2005).
penebangan hutan telah dihentikan, Menurut Galtung (dalam Trijono, 2007),
kerusakan lingkungan di Danau Toba pembangunan merupakan upaya untuk
masih belum teratasi sehingga wilayah memenuhan kebutuhan dasar manusia,
Danau Toba perlu untuk direvitalisasi baik secara individual maupun kelompok,
serta pembenahan sikap masyarakat dengan cara-cara yang tidak menimbulkan
untuk mendukung gerakan masyarakat kerusakan, baik terhadap kehidupam sosial
sehat sebelum pekerjaan pembangunan maupun lingkuangan alam. Pembangunan
pariwisata Danau Toba dikembangkan. Hal adalah suatu usaha pertumbuhan dan
ini perlu mendapat apresiasi pengembangan perubahan yang berencana dan dilakukan
pariwisata Danau Toba agar dapat secara sadar oleh suatu bangsa, negara,
diwujudkan dengan komitmen yang kuat. dan pemerintah menuju modernitas dalam
Dari hal di atas, dibutuhkan analisis rangka pembinaan bangsa. (Siagian, 2005)
permasalahan khususnya terhadap Sebagaimana diatur dalam Undang
aksesibilitas dan konektivitas kawasan Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pariwisata Danau Toba melalui pendekatan Pembentukan Peraturan Perundang-
kebijakan publik untuk mencari solusi undangan kebijakan nasional tersebut
terhadap permasalahan pada transportasi seyogianya berupa suatu undang-undang
darat. Metode yang digunakan adalah percepatan pembangunan daerah tertinggal
metode deskriptif-kualitatif melalui (UU PPDT). Kebijakan nasional diambil
studi pustaka, literatur, benchmarking, sebagai upaya agar terdapat koordinasi
dan pengamatan lapangan. Sebagaimana yang baik dan tidak menegasikan otonomi
asal kata transportasi berasal dari bahasa daerah yang sudah berjalan. Mengingat
Latin yaitu transportare, trans berarti kebijakan nasional tersebut akan mengatur
seberang atau sebelah lain dan portare tentang pemenuhan hak-hak konstitusional
berarti mengangkut atau membawa. Jadi dan hak-hak asasi, serta hak dan kewajiban
transportasi berarti mengangkut atau warga negara.
membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau Tujuan percepatan pembangunan
dari suatu tempat ke tempat lainnya. Ini daerah tertinggal, yaitu : 1) memberikan
11
dan menjamin pemenuhan hak dan dapat dikembangkan menjadi daya tarik
kesempatan kepada setiap warga negara wisata alam yaitu pantai, keindahan alam,
dan daerah tertinggal untuk mewujudkan danau, dan kondisi lingkungan dan strategi
keadilan dan kesejahteraan agar setara pengelolaan pariwisata Samosir.
dengan daerah lainnya dalam wilayah Berdasarkan stategi ST-SO-WT-
NKRI; 2) memberdayakan masyarakat WO, Pardede dan Suryawan menegaskan
daerah tertinggal melalui pembukaan bahwa penyediaan sumber daya manusia
atau peningkatan akses dalam berbagai yang berkualitas dan memadai dalam
bidang sehingga mereka mampu menjaga bidang pariwisata, melalui pendidikan
harkat dan martabat sebagaimana warga dan pelatihan tentang sadar wisata, harus
negara Indonesia lainnya; 3) meningkatkan semakin ditingkatkan, perekrutan tenaga
kualitas sumber daya manusia melalui kerja di Kabupaten Samosir juga agar lebih
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, mengutamakan masyarakat setempat, yang
termasuk namun tidak terbatas pada dalam hal ini masyarakat di Kabupaten
kesehatan, pendidikan, dan lapangan Samosir. Begitu pula, instansi setempat
pekerjaan; 4) meningkatkan ketersediaan mesti mengembangkan kepariwisataan
sarana dan prasarana di dalam daerah dengan cara membuat paket wisata,
tertinggal, antara lain energi (listrik), peningkatan fasilitas umumyangmenunjang
transportasi, telekomunikasi, dan sarana kepariwisataan, dan meningkatkan kerja
perdagangan; dan 5) mempercepat sama serta hubungan yang lebih baik
terciptanya keseimbangan pembangunan dengan pihak Dinas Pariwisata dan
daerah tertinggal dengan daerah lainnya, Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara juga
sehingga terjadi harmonisasi kehidupan dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
antar masyarakat. di daerah pariwisata lain, seperti Bali dan
Penelitian bersifat deskriptif kualitatif
Lombok (Pardede, 2016)
dengan menggunakan metode pendekatan Berdasarkan penelitian yang
analisis kualitatif dan analisis kebijakan berjudul Pengembangan Destinasi
publik untuk menemukan langkah konkret Pariwisata di Kepulauan Selayar Sulawesi
dalam kaitannya dengan pengembangan Selatan dilakukan oleh Nurul Nadjmi,
kawasan strategis pariwisata nasional. Wiendu Nuryanti, Budi Prayitno, dan
Pengumpulan data menggunakan Nindyo Soewarno, dapat disimpulkan
teknik pengumpulan data sekunder, sebagai berikut Pengembangan destinasi
bersumber dari berbagai sumber dari Pariwisata kepulauan yang ada di
BPS Kabupaten Samosir, Kementerian Kepulauan Selayar dalam hal ini Klaster
Perhubungan, dan Kementerian PU PERA. Selayar – Takabonerate, sangat erat
kaitannya dengan pembagian jenis wisata
yang terdapat di kawasan destinasi,
HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga pembagian daerah-daerah inti
dan pendukung menjadi sangat penting
Berdasarkan penelitian yang
untuk mendapatkan kawasan destinasi
dilakukan oleh Fransiska Roslila Eva
wisata yang terarah dan teratur. Kebijakan
Purnama Pardede dan Ida Bagus Suryawan
dan Program pengembangan destinasi
tentang strategi pengelolaan Kabupaten
Pariwisata klaster Selayar – Takabonerate,
Samosir sebagai daya tarik wisaata alam
dengan pengembangan daya tarik wisata
di Provinsi Sumatera Utara (2016),
bahari Selayar, memiliki pokok program
potensi Pulau Samosir memiliki potensi
intensifikasi produk dengan melakukan
sangat beragam dan terdiri atas berbagai
kegiatan dukungan intensifikasi
destinasi dan dikategorikan menjadi dua
produk melalui pengembangan “wisata
potensi, antara lain potensi alamiah yang
bahari” di Pulau Selayar, intensifikasi
12
fasilitas penunjang kepariwisataan Pintu Pohan Meranti, Siantar Narumonda,
dengan melakukan kegiatan dukungan Parmaksian, Lumban Julu, Uluan, Ajibata
pengembangan objek wisata pendukung di dan Bonatua Lunasi) dengan Ibu Kota
kawasan “wisata bahari” di Pulau Selayar, Balige memiliki penduduk 38.088 jiwa pada
dukungan pengembangan fasilitas tahun 2015, tingkat kepadatan penduduk di
penunjang wisata (parking area, visitor
centre shelter, sign and posting, community Balige sebesar 418.32 jiwa/km2.
centre, rescue point, rest area, seafood Produk Domestik Regional Bruto
promenade) di Pulau Selayar, dukungan (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro
pengembangan akses laut (saranakegiatan ekonomi suatu wilayah. PDRB
prasarana transportasi, rute dan moda) suatu wilayah menggambarkan struktur
dan fasilitas pelabuhan di Bulukumba, ekonomi daerah, peranan sektor sektor
pelabuhan ferry di Pamatata dan Benteng ekonomi dan pergeserannya yang
dan Bandara H. Aroeppala di Pulau didasarkan pada PDRB atas dasar
Selayar. Pengembangan infrastruktur harga berlaku. Di samping itu PDRB
kepariwisataan, peningkatan kapasitas dan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi
peran serta masyarakat dengan kegiatan baik secara total maupun per sektor dengan
kampanye sapta pesona (sosialisasi membandingkan PDRB tahun berjalan
sadar wisata) pemberdayaan kelompok terhadap tahun sebelumnya menggunakan
sadar wisata, traning need assessment dasar harga konstan pada 2010. PDRB
bagi masyarakat lokal. Peningkatan Kabupaten Toba Samosir atas dasar harga
SDM dan pelaku usaha kepariwisataan, tahun 2015 sebesar Rp. 5.181.286,1 juta.
pemetaan, analisis dan perluasan pasar,Berdasarkan dasar harga konstan 2010
dengan melakukan kegiatan analisis PDRB Kabupaten Toba Samosir pada
pasar pengembangan daya tarik wisata di 2015 sebesar Rp. 4.355.221,01 juta. atau
kawasan “wisata bahari” di Pulau Selayar. mengalami pertumbuhan sebesar 4,24%
Kabupaten Toba Samosir merupakan dibanding dengan 2014.
Kabupaten terdiri atas 16 (enam belas) Masyarakat sekitar Danau Toba
kecamatan dengan luas wilayah 2.021,80 memiliki mata pencarian sebagai petani
dan nelayan. Masyarakat di sana juga
km2. Daerah tersebut terletak di Danau
mengandalkan kekayaan alam di sekitar
Toba dengan 16 kecamatan (Kecamatan
tempat pemukiman di Danau Toba, seraya
Balige, Tampahan, Laguboti, Habinsaran,
menjunjung tinggi budaya dan tradisi serta
Borbor, Nassau, Silaen, Sigumpar, Porsea,
kearifan lokal Danau Toba.
14
Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir
Gambar 2 Kondisi dan Presentasi Jalan Di Kabupaten Toba Samosir
15
2
16
3
17
Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir
Gambar 3 Grafik Angkutan Danau di setiap Dermaga Tahun 2015
18
rencana membangun objek wisata baru mencakup lapangan golf seluas 100
di sekitar Danau Toba, tepatnya kawasan hektare. Berdasarkan informasi Kompas
zona otorita pariwisata di Kabupaten Toba Travel, daerah tersebut merupakan lahan
Samosir, Sumatera Utara. Objek wisata itu Badan Otorita Pariwisata (BOP) Danau
akan berkonsep eco tourism (ekowisata). Toba, yang mencakup Desa Pardamean dan
Pembangunan objek wisata tersebut Sigapiton.
20
Gambar 6. Visualisasi Dermaga Wisata Ajibata di Kab. Toba Samosir
21
Permasalahan yang sedang dihadapi berbagai lokasi, disertai berbagai fasilitas
adalah belum didukung oleh lokasi yang berkualitas, akan memperpanjang
galangan kapal, sehingga untuk melakukan lama tinggal wisatawan (length of stay)
docking atau perbaikan masih mencari dan menambah tingkat penginapan hotel
lokasi docking yang terdekat namun dengan (occupancy rate), dan home stay.
biaya pengangkutan kapal yang cukup
tinggi, padahal pembangunan kapal baru Dengan terbentuknya Badan Otorita
belum dapat dilaksanakan karena terkait Danau Toba, dan rencana Pemerintah akan
anggaran. menyiapkan infrastruktur dengan anggaran
Selain itu, terdapat juga permasalahan sebesar Rp.21 triliun untuk mempercepat
peningkatan aksesibilitas jalur darat kawasan Danau Toba, diharapkan dapat
dilakukan dengan pembangunan jalan membangkitkan kembali wisata Danau Toba
tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi menjadi daerah tujuan wisata yang unggul.
yang proses pembebasan lahannya Oleh karena itu, perlu diikuti rencana aksi
hingga Februari 2016 mencapai 83% dan mengembangkan kepariwisataan Danau
ditargetkan akan beroperasi pada 2017. Toba melalui langkah-langkah konkret.
Kawasan kaldera Danau Toba dengan Pariwisata dan konservasi dapat
panjang ± 100 km dan lebar ± 30 km sebagai berjalan dalam satu harmoni hubungan
destinasi wisata atau objek wisata yang simbiosis mutualisme atau saling
sangat lengkap dengan pemandangan alam menguntungkan, yaitu penerimaan dari
yang indah, juga memiliki keanekaragaman wisata disisihkan sebagian untuk konservasi
budaya dan sejarah, karena misalnya masih penjaga lingkungan, yaitu keindahan alam/
terdapat batu zaman megalitik. Kehidupan panorama yang dapat terus dinikmati
sosial budaya dan eksotisme tradisi wisatawan.
masyarakat Batak, baik yang mendiami Menanamkan peduli lingkungan
tepian danau maupun Pulau Samosir, turut kepada anak-anak, pemuda/pemudi, dididik
menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk di sekolah untuk kerja bakti menanam
berkunjung. Sementara itu, sumbangan pohon, menjaga kebersihan. Juga,
dari sektor lapangan usaha pendukung mendorong kearifan lokal, seperti melarang
wisata bagi PDRB di 7 Pemerintah Daerah merusak lingkungan dan mengawasinya,
di kawasan Danau Toba, yakni Kabupaten pembuatan tanaman biota danau, mendanai
Simalungun, Samosir, Toba Samosir, pelatihan dan modal usaha produktif yang
Dairi, Tapanuli Utara, Karo, dan Humbang menunjang kegiatan pariwisata, seperti
Hasundutan juga terlihat masih rendah. pemandu wisata, kuliner, kerajinan tangan,
Organisasi Pendidikan, Ilmu tenunan ulos, dan lain-lain. Hal ini telah
Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB diungkapkan Goleman (2009), ketika
(UNESCO) berencana akan menilai ia mengisahkan bagaimana tumbuhnya
kembali Taman Bumi Nasional Kaldera kecerdasan ekologis yang ditunjukkan
Danau Toba pada 2017. Taman Bumi Global suku Sher di dataran tinggi Tibet.
UNESCO (UNESCO Global Geopark, Perlu diperhatikan bahwa
UGG) merupakan konsep pembangunan pengembangan kawasan ekowisata
yang mengedepankan konservasi, edukasi, terpadu Danau Toba harus melibatkan
dan pengembangan sosial ekonomim masyarakat agar memberikan dampak
masyarakat. Pembangunan memerlukan ekonomi langsung bagi penduduk. Areal
unsurgeologi, biologi, danbudaya. Pelibatan di lokasi sekitar 400 hektare yang akan
sosial ekonomi masyarakat bisa dengan dikembangkan adalah untuk perhotelan,
menyediakan rumah tinggal (homestay) dan pusat konsumsi, wisata air, dan ekowisata.
cindera mata kepada wisatawan. Dengan Begitu pula, agar dilengkapi dengan taman
kemudahan ketersediaan penginapan di bunga untuk situs ekowisata dan dapat
menjadi objek wisata sekaligus fasilitas
22
pendidikan atau riset bagi masyarakat. ditingkatkan. Dengan demikian, dalam
Terkait dengan hal di atas, tata kelola pemerintahan untuk koordinasi
dibutuhkan pengembangan transportasi antar kementerian/lembaga perlu terus
untuk meningkatkan aksesibilitas dan ditingkatkan dalam pengembangan Danau
konektivitas dari dan ke kawasan Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata,
Toba untuk menjangkau 7 kabupaten. serta diperlukan upaya selain melaksanakan
Karena berfungsi sebagai promoting pembangunan perlu kiranya agar
dan servicing, transportasi perlu terus menurunkan tingkat kerusakan lingkungan,
dibenahi dan dikembangkan mengingat menurunkan tingkat kerusakan kawasan
mampu menciptakan nilai tempat (place hutan lindung dari penebangan liar, serta
utility), nilai waktu (time utility) yang mengubah pola pikir masyarakat setempat
menumbuhkan bangkitan (generating) yang kurang ramah terhadap turis domestik
tarikan, dan distribusi dalam pemindahan maupun mancanegara, agar meningkatkan
barang dan penumpang. pariwisata nasional. Yang juga patut
Dengan menghubungkan wisatawan dicatat, sebagai pendukung gerak laju
ke lokasi-lokasi wisata secara cepat, pertumbuhan ekonomi dan kepariwisataan
tepat, aman, dan nyaman dengan nasional, terkait dengan pengembangan
biaya terjangkau, maka kemudahan- Danau Toba sebagai destinasi wisata,
kemudahan yang diciptakan transportasi dibutuhkan investasi untuk pembangunan
menjadi pembangkit dan pendorong bagi galangan kapal guna membangun kapal
perkembangan ekonomi dan kemajuan yang dibutuhkan sebagai alat transportasi
daerah. di kawasan Danau Toba.
Sarana dan prasarana transportasi
perlu dikembangkan dan ditingkatkan
kualitas pelayanannya, seperti sarana DAFTAR PUSTAKA
transportasi darat, armada bus, dan
kendaraan yang berukuran tepat, kapal Badan Pengembangan Infrastruktur
penyeberangan di danau dan sungai dengan Wilayah. 2016. BPIW Koordinasikan
tonase tepat, dermaga, dan pesawat udara Pengembangan Kawasan Wisata
yang berukuran sesuai dengan kemampuan Danau Toba. [diakses]. http://
landasan pacu. bpiw.pu.go.id/article/detail/bpiw-
koordinasikan -pengembangan -
kawasan-wisata-danau-toba. [16
SIMPULAN Januari 2017].
Daya tarik alam dan budaya di Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba
Kawasan Danau Toba berpotensi besar Samosir. 2016. Indeks Pembangunan
dalam mengembangkan pariwisata, namun Manusia (IPM) di Kabupaten Toba
belum dimanfaatkan secara maksimal. Samosir Tahun. [diakses]. https://
Dukungan transportasi dalam menunjang tobasamosirkab.bps.go.id/ [27
Danau Toba sebagai kawasan strategis
pariwisata masih belum optimal. Oleh Desember 2016].
karena itu, masih diperlukan keseriusan
dan perhatian baik pemerintah, swasta, Goleman, Daniel. 2000. Kecerdasan
dan masyarakat, serta ketersediaan Emosi : Mengapa Intelegensi Lebih
anggaran pembangunan untuk infrastruktur Tinggi Daripada IQ, Alih Bahasa T.
transportasi, serta pembenahan terhadap Hermay. Jakarta: Gramedia Pustaka
aksesibilitas dan konektivitas dari dan Utama.
menuju objek wisata Danau Toba perlu terus
Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi
23
Transportasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. [UU RI] Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun
2004
[Kemenhub RI] Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia. 2016. Usulan
Kegiatan Mendukung Pengembangan
Kawasan Strategis Nasional Danau
Toba 2016 - 2019. Jakarta: Kemenhub
RI.
24
Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Jakarta: UU RI
25
Transportasi Publik dan Aksesibilitas
Masyarakat Perkotaan
Siti Aminah
Jurusan Ilmu Politik FISIP, Universitas
Airlangga
Abstract
Mass or public transportation system is not yet fully accessible by the public. The
problem is not only related to a fare matter, but is also due to the continuing
development of mass transportation system that does not meet the publics’ real need of
mass transportation. In principle, public transportation should openly allow all groups
with the society to have access for it; it should especially provide fairness guarantee for
the poor.
Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah, operator
saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir -akhir ini mengedepankan
wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan
keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat
pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.
Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan
transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara,
serta konsumsi minyak dan energi. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk
memaksimalkan pertukaran (barang-barang, jasa, hubung-an persahabatan, pengetahuan
dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk
memaksimalkan kegiatan pertukaran.
Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, ya itu dari lingkup
pelayanan spasialnya yang menjadi dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan
pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transpor -tasi dipilah menjadi transportasi
privat dan publik. Transportasi publik dapat diartikan sebagai angkutan umu m, baik orang
maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar.
Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme.
Fenomena mencuatnya persoalan trans-portasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat
ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku ma -syarakat
dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai
sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans -portasi oleh
masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada
perubahan itu menyang -kut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi.
Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti adanya pemerin -tah
membuat kebijakan untuk pengadaan transpor itu mulai dari yang bersifat teknis, sosiologis
hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagai -nya. Ini
berlanjut pada interaksi pemerintah dengan kekuatan kapital. Untuk membangun sistem
transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan
transportasi publik. Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi
kebijakan transportasi publik.
Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah transportasi harus di -
harmonisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk
mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil
berpenumpang satu (single-occupant car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkat-kan integrasi transportasi dan perencanaan
pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit
atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan
sistematis dapat memuncul-kan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan
memperbaikinya.
Isu NMT (Non Motorize Transport-ation) belum dimunculkan secara tegas, padahal
NMT dapat menjadi solusi banyak hal dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas,
konsumsi bahan bakar yang berdampak pada penciptaan langit bersih, serta aksesibilitas
bagi kaum miskin untuk melakukan mobilitas secara lebih murah. Sistem transportasi
yang sekarang telah membuat golongan miskin mengeluarkan 20% - 40% pendapatan
untuk transportasi.
Sektor swasta harus dilibatkan. Kendaraan dan bahan bakar diproduksi dalam jumlah
besar oleh pihak swasta. Sedangkan beberapa perusahaan bahan bakar publik sangat
dikenal dengan kelambanannya dalam merespon perminta -an pembersihan lingkungan.
Memberi kesempata n pada sektor swasta untuk berkembang, memproduksi dan menjual
teknologi yang diperlukan untuk transpor-tasi bersih merupakan kunci dalam menuju
transportasi berkelanjutan. Mendorong pihak-pihak tersebut untuk maju dengan
antusiasme, bukan suatu hal yang m udah. Keberlanjutan politik harus dikembangkan.
Terlepas dari menariknya kebijakan teknologi sekarang ini, tahap yang harus
diperhatikan adalah perubahan dalam angin politik pada partai yang sedang memimpin
kota, atau pun multi partai yang harus berbagi tanggung jawab politik. Sektor swasta tidak
akan melangkah dengan kekuatan penuh jika mereka selalu memiliki keyakinan bahwa
hukum akan berubah bersama dengan bergantinya politisi.
Sistem Transportasi
Berkelanjutan
Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang
berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis
pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan
baru sistem transpor -tasi di era globalisasi saat ini. Persoalan transportasi menjadi
persoalan yang memerlukan perhatian dan kajian dari berbagai perespektif ilmu (Schipper,
2002:11 -25). Pada awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi
berkelanjutan ( sustainable transportation).
Sebetulnya apakah sistem transportasi yang berkelanjutan itu? Jika kita merujuk pada
beberapa literatur yang ada, sistem transportasi yang berkelanjutan adalah suatu sistem
transportasi yang dapat mengakomodasikan aksesibilitas semaksi -mal mungkin dengan
dampak negatif yang seminimal mungkin. Sistem transportasi yang berkelanjutan
menyangkut tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak
lingkungan.
Aksesibilitas diupayakan dengan perenca -naaan jaringan transportasi dan keragaman
alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Kesetaraan
diupayakan melalui penye-lenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat, men - junjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian
penggunaan r uang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam
setiap peng -ambilan kebijakan.
Pengurangan dampak negatif di -upayakan melalui penggunaan energi ramah
lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan ya ng
memprioritaskan keselamatan. Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh
iklim globalisasi menempatkan persoalan trans-portasi menjadi layanan kebutuhan atau
aksesi -bilitas yang harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjad i
penting seiring dengan meningkatnya peradaban umat manusia.
Logika Transportasi Publik
Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya berdiri pabrik -pabrik perakitan
kendaraan bermotor berbagai macam merk. Dalam konteks ini, transportasi dapat dis ebut
sebagai arena walfare colonialism, karena menjadi tumbal bagi pemerintah, pengusaha,
dan masyarakat. Bisa
dilihat bahwa kekacauan sektor transportasi di Surabaya tanpa disadari sebagai implikasi
kebijakan yang kurang memperhatikan kepentingan masyarak at.
Fenomena mencuatnya persoalan transportasi publik di kota -kota besar di Indonesia
saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat
dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimakn ai
sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda transportasi oleh
masyarakat.
Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan
itu menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bag i pemerintah
penyelenggaraan transportasi publik berarti pemerintah membuat kebijakan untuk
pengadaan transport itu mulai dari bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti
pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini berlanjut pada in teraksi
pemerintah dengan kekuatan kapital.
Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi
dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Teoritisi dan analis negara
menghindari debat tentang apakah fungsi negara dapat direduksi menjadi kebutuhan atas
modal sebagai tujuan akhir, sebagaimana di-ungkapkan Althusser. Jadi teoretisi negara
percaya bahwa orang tidak dapat mengkaji negara modern tanpa meneliti kapital
dibandingkan dengan orang dapat mengkaji ekonomi tanpa meneliti fungsi negara
(Skoepol, 1979). Masyarakat sebagai obyek, merupakan penentu dalam menetukan
kebijakan yang dibuat oleh negara terutama yang berkaitan dengan usaha pensejahteraan
masyarakatnya.
Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh iklim globalisasi
menempatkan persoalan transportasi menjadi layanan kebutuhan atau aksesibilitas yang
harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjadi penting seiring dengan
meningkatnya peradaban umat manusia. Secara empiris, perkembangan kehidupan
manusia dan kemajuan teknologi transportasi berpengaruh pada perubahan social dan
ekonomi regional.
Sebagaimana dikemukakan Cooley (1994:17 -18) bahwa:
“The character of transportation as a whole and in detail, at any particular time and
throughout its history, is altogether determined by its inter -relations with physical and
social forces and conditions. To understand transportation means simply to analyze
these inter -relations. So far, attention has been fixed as much as possible on the
simpler and more obvious conditions, the physical. We now approach the more
complex question of the social relations of transportation. The need for the movement
of things and persons underlies every sort of social organization, every institution
whate ver.
Aktor Pengelola
Kepentingan
Publik
Negara mempunyai peranan penting dalam transportasi publik. Dalam beberapa dekade
belakangan ini terlihat dahsyatnya perubahan politik -ekonomi menuju titik minimal
peranan negara, dan pada saat yang bersamaan men capai titik maksimal peran pengusaha.
Ketika badan publik yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka
pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan membayar, bukan
didasarkan pada penghormatan atas hak-hak warga negara.
Perusahaan memberikan pelayanan kepada publik hanya kalau dirinya bisa
memperoleh keuntungan, dan perusahaan tidak bisa dituntut bertanggung jawab terhadap
nasib warga negara yang tidak mendapatkan pelayanan publik (Santosa,
2005).Kemandirian negara sebagai tuntutan dan kebutuhan industrialisasi serta
pembangunan ekonomi, membutuhkan aliansi -aliansi baru antara negara dan kekuatan-
kekuatan sosial politik, sosial ekonomi baik dalam tataran nasional maupun
internasional. Negara sebagai kekuatan mandiri menjadi subyek yang memiliki
kepentingan-kepentingan sendiri yang berbeda dengan kepentingan dari kekuatan sosial
yang ada di masyarakat (Shin, 1989:7).
Hadiz & Robison (2004) dalam Organizing Power in Indonesia: The Politics of
Oligarchy in an Age of Markets mendalami kajian atas konflik dramatis yang terjadi di
Indonesia setelah menguat-nya kapitalisme pasar internasional (era globalisasi). Dalam
skema teori ini, rejim yang ada dalam orde reformasi juga berusaha membandingkan
respon kapi -talisme pasar itu. Terutama negara hendak mengkonsolidasikan kekuatan
otoritarian menghadapi sisa -sisa hegemoni oligarki politik yang sudah mengakar. Ber -
kembangnya praktik patronase bisnis menunjukkan bahwa sentralisasi ekonomi dan
politik menjadikan negara sebagai aktor utama. Negara menjadi tumbuh kuat dan sebagai
sebuah negara otoriter birokratis rente yang memunculkan para pemburu rente di kalangan
pejabat pemerintah.
Richard Robison dalam karyanya The Rise of Capital (1986) dengan jelas me-
nyebutkan praktik konspirasi dunia usaha yang cukup kompleks. Konspirasi itu ada dan
tak ter -bantahkan. Hubungan ini sering diartikan sebagai solidaritas vertikal yang terjadi
hanya dalam masyarakat patrimonial.
Permasalahan transportasi publik perkotaan terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya
kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Surabaya telah
menimbulkan berbagai macam permasalah-an transportasi, antara lain adalah: kemacetan lalu lintas dan
struktur perkotaan. Dengan adanya konsentrasi permintaan per-jalanan di wilayah pusat kegiatan
ekonomi dan bisnis (Surabaya Selatan, Pusat dan Utara) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah
dan membuat angkutan bus serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan
perjalanan ke tempat tujuan atau tempat kerja masih terpusat pada kawasan tertentu, di tengah kota.
Di Surabaya ada otorita angkutan Su -rabaya yang mengeluarkan ijin trayek, terdiri dari
DLLAJ Propinsi Jatim, DLLAJ Sidoarjo, dan DLLAJ Kota Surabaya. Kondisi angku tan
darat di kota Surabaya memerlukan penanganan secara kompre -hensif dengan melibatkan
berbagai pihak terkait. Menurut Ramelan, Kabag Angkutan Dishub Pemkot Surabaya:
“Karena namanya angkutan, ini saya ngomong agak teoritis ya…angkutan proses
pergerak an dari satu tempat ke tempat lain menggunakan sarana dan prasarana,
prasarana itu jalan, di jalan ada penunjangnya seperti terminal, halte pokoknya yang
ada di kiri kanan jalan itu termasuk prasarana. Disamping prasarana ada sarana, sarana
itu kendaraan. Sejarah angkutan awalnya orang berjalan kaki terus ada perkembangan
proses akhirnya untuk memindahkan barang diglindingkan dari atas kebawah,
dihanyutkan dari sungai terus akhirnya terinspirasi dengan mengglindingkan timbullah
roda. Kendaraan pertama kali ditarik oleh manusia. Berkembang terus tenaganya
diganti pake hewan terus terakhirnya mesin uap terus sampai mobil.”
Surabaya sebagai kota yang sedang giat tumbuh dan berkembang maka bisa dipas -tikan
bahwa ke depannya kota Surabaya dipenuhi oleh kendara an bermotor (mobil dan sepeda
motor) sebagai moda angkutan yang dipilih masyarakat karena sifatnya yang cepat, efisien,
dan dapat melambang-kan status dirinya sebagai seorang yang sukses dalam menjalani
kehidupan yang menjalankan nilai-nilai modernitas. Ketika pelayanan bus merosot, orang
akan ber -usaha mendapatkan kendaraan pribadi baik itu mobil maupun motor. Dengan
meningkatnya perjalanan pribadi maka kemacetan semakin meningkat dan perjalanan
menjadi lambat atau kecepatan menjadi berkurang.
Dengan merosotnya kecepatan bus, produktivitas akan merosot dan biaya menjadi lebih
besar. Karena biaya naik maka ongkos bus juga harus naik atau pelayanan disubsidi atau
dicabut harus disubsidi atau dicabut. Naiknya ongkos angkutan atau dicabutnya pelayanan
akan men gantar pada penurunan yang akan mengantar pada minat naik bus yang akan
mengantar pada lebih banyaknya perjalan-an dengan kendaraan pribadi dan kemacet -an
yang lebih parah. Fasilitas yang ada dalam
angkutan publik, bus kota, angkot (mikrolet/bemo) masih be lum memberikan
kenyamanan bagi peng-gunanya. Angkutan umum dengan trayek tetap, yakni: (1) Bus
kota: Kapasitas duduk 50 -60, dengan 3 + 2 pola tempat duduk. Dengan orang berdiri,
muat sampai 100 orang.
Hampir semua ijin dari DLLAJ Tk.I Jawa Timur, karena m enggunakan terminal
Purabaya, dengan sebanyak 400 bus yang diizinkan untuk 25 trayek. Damri diizinkan 233
bus, sedangkan operator swasta rata-rata 6 bus. Angkot dengan kapasitas duduk 13
berjumlah trayek sebanyak 57 adalah 4684 angkot yang diizinkan.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pemkot bidang transportasi Surabaya, Kabag
Dishub Pemkot Surabaya menje-laskan bahwa jumlah mikrolet di Surabaya sebanyak
5.173 unit dan kapasitas 62.076 tempat duduk, yang terbagi atas 59 trayek utama, dan
jumlah taksi d i Surabaya yang memperoleh ijin Surat Perizinan Wali Kota (SPW)
sebanyak 5.835 unit, namun hanya 5.130 unit yang direalisasikan. Menurutnya jumlah itu,
hanya 4.170 unit yang saat ini beroperasi dan masih belum cukup menjamin baiknya sistem
transportasi pub lik kota. Potensi angkutan umum lainnya adalah Angguna (yang sudah
kurang populer dan armadanya semkain hari berkurang, hanya tinggal beberapa saja)
dengan kondisi yang sebenarnya sudah tak layak. Pada awalnya berjumlah 1.178 unit,
tetapi kini kurang dari 10% yang beroperasi, sedangkan sisanya dinyatakan dalam kondisi
rusak.
Sementara itu, bus kota yang beroperasi di Surabaya adalah 445 unit, 12 unit di
antaranya izinnya dikeluarkan oleh Dishub Kota Surabaya. Izin untuk 433 unit lainnya
dikeluarkan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Jawa Timur karena
rutenya tidak hanya mencakup wilayah Surabaya, dan Sidoarjo. Masalah lain yang terkait
dengan transportasi adalah ter-batasnya perhatian Pemkot terhadap pelayanan di
bidang transportasi seperti
masala
h kebersihan tempat terutama pemberhentian (terminal -halte) dan ketidaknyamanan yang
dirasakan penumpang didalam bemo-lyn dan bus kota yang disebabkan oleh fasilitas
tempat duduk penumpang yang kurang nyaman, keamanan, ruang dalam angkutan
umum yang
sempit
(misalnya: sebagai akibat kete-ledoran sopir menempatkan ban cadangan didalam bemo -
lyn) atau banyaknya pengamen di dalam bus kota. Kenyamanan yang relatif lebih baik
diantara angkutan massal (kecuali taxi) adalah kereta api komuter Surabaya – Sidoarjo.
Keberadaan operator-operator yang ada, mencakup: (i). Tunggal: Pelayanan Damri;
(ii). Tunggal:Perusahaan swasta tunggal; (iii). Campuran:Damri/perusahaan swasta
tunggal; (iv). Campuran: Damri / banyak perusahaan swasta; (v). Campuran: Banyak
perusahaa n swasta. Keseluruhan jumlah bus yang diizinkan untuk trayek bus kota rata -
rata 17, dan armada bus yang diizinkan operator swasta rata-rata 6 bus. Untuk menjangkau
kebutuhan masyarakat, pemerintah dan operator melakukan pe-layanan melalui bus kota.
Ada ti ga kategori pelayanan bus kota, yaitu: (1) reguler:11 trayek 191 bus berijin; (2)
patas: 9 trayek 178 bus berijin; (3) patas AC: 7 trayek 31 bus berijin
Masyarakat Surabaya masih tinggi ketergantunganya pada moda angkutan berbasis
motor. Terdapat tiga alasan dalam hal ini, yaitu: (1) perjalanan bukan motor masih belum
menjadi banyak subyek riset, berbeda dengan perjalanan motor. Disparitas ini
mencerminkan bias kultur dan riset yang mengkonseptualisasikan perjalanan sebagai
fenomena ketergan -tungan pada kendaraan bermotor. Banyak studi transportasi berfokus
pada masalah pengurangan emisi dan kemacetan. Sehingga terlalu banyak data mengenai
transportasi automobil dan terlalu sedikit yang berbicara tentang perjalanan bukan motor.
(2) perjalanan merupakan feno-mena yang kompleks, dengan banyak va-riabel
mempengaruhi sebagaimana sering dan dengan alat apa masyarakat melaku-kan
perjalanan. Banyak variabel demo -grafi dan sosio
ekonomi mempengaruhi pola perjalanan, termasuk pula perjalanan bukan
motor. Variabel -variabel bentuk urban hanya menjadi seperangkat variabel yang
dipercaya berpengaruh dalam hal ini, (3) variabel bentuk kota sendiri sulit untuk
diuraikan. Ini dipercaya dapat mem -pengaruhi kecenderungan untuk mening-katkan
kegiatan bersepeda dan berjalan, sepe rti tingkat kepadatan tinggi serta pola
jalan, sering ditempatkan pada area yang sama, sehingga menyulitkan untuk me -nentukan
faktor bentuk urban mana yang lebih penting. Sebagai akibat dari kesulitan ini, maka tidak
ada metodologi yang diterima secara uni versal dalam literatur-literatur ilmiah untuk
menguraikan pengaruh variabel bentuk urban terhadap perilaku perjalanan individu.
Wawancara dengan Kasie Dishub Kota Surabaya diperoleh penjelasan bahwa masalah
transportasi publik seperti trayek (baru), melipu ti: (1) masalah utama: sistem satu arah.
Sistem ini sangat tidak ramah terhadap pengguna angkutan umum; (2) peningkatan
kendaraan -kendaraan angkutan umum yang kecil pada jalan -jalan utama, dan tidak
adanya pengembangan jaringan trayek bus kota. (3) pengembangan jaringan trayek angkot
dan bus. Sistem Pengaturan dan Perijinan cenderung bersifat kaku, rumit dan parsial, yang
tampak dari: (1) setiap kendaraan diizinkan untuk satu trayek selama lima tahun; (2)
beberapa operator pada satu trayek sulit menyetujui perubahan; (3) Trayek-trayek yang
terikat pada terminal; (4) Terlalu banyak kategori kendaraan, tingkat pela-yanan, trayek
yang dibawah wewe -nang• wewenang yang berbeda; (5) Setiap kendaraan disebut dalam
ijin trayek. (6) Bus -bus dimiliki oleh 33 operator kecil (atau sendiri• sendiri untuk angkot);
(7) Pengatur, pemilik, pengemudi, pengguna berkepentingan berbeda• beda.
Kasie Dishub Kota Surabaya juga mengatakan bahwa persoalan yang menyangkut
trayek, dan sistem pengaturan dan perijinan telah menganggu sistem transportasi kota.
Surabaya dalam dina - mika keseharian terutama pada jam-jam sibuk (pagi, tengah hari
dan sore menjelang malan), jalan-jalan protokol atau jalan utama menuju arah
permukiman di Selatan kota Surabaya dan Barat kota Surabaya benar-benar macet.
Kemacetan di Sura-baya telah cukup mengganggu aktivitas ekonomi, politik dan sosial
budaya. Hal ini harus diantisipasi sedini mungkin supaya tidak telanjur menjadi seperti
Jakarta. Berbagai pihak mengusulkan pembenahan moda transportasi massal berbasis rel
sebagai jalan keluarnya.
Surabaya berbeda dengan Jakarta, yang sudah memiliki angkutan massal berbasis rel
(KRL) yang bisa menjangkau semua kelompok masyarakat dan titik -titik padat bisa
diatasi dengan kehadiran KRL. Se-dangkan Surabaya kereta komuter yang melayani
trayek Surabaya-Sidoarjo, Surabaya-Lamongan sebagai langkah awal untuk mengatasi
persoalan dalam transpor -tasi publik. Tetapi bagaimanapun, masya-rakat kota Surabaya
belum mengandalkan transportasi publik yang ada sebagai pilihan moda angkut annya
dalam perjalanan kese-hariannya. Warga kota Surabaya dan Sidoarjo, Gresik, Lamongan,
dan Madura masih memilih moda angkutan yang bersifat pribadi, yaitu mobil dan motor.
Apakah masyarakat tidak tahu tentang adanya alternatif transportasi publik yan g bisa
diakses untuk melakukan perjalanan? Pengembangan akses warga terhadap pelayanan
publik didorong melalui kebijakan pengembangan transportasi yang memihak pada orang
miskin. Mengingat perpolitikan dibalik pengembangan sistem transportasi tersembunyi d i
balik berbagai teknikalitas dan dengan mudahnya terabaikan oleh hegemoni teknokrat.
Sebagaimana diutarakan oleh Kasie Dishub Kota Surabaya:
”Peran Pemkot adalah sebagai regulator kebijakan, dan Pemkot tidak berjalan sendiri,
ada sisi swasta yang bekerjasama dengan pemerintah, selama ini penyediaan
transportasi yang nyaman, mungkin masih belum dapat terpenuhi, karena pemerintah
hanya regulator, kebijakannya saja.”
“Nah sekarang saatnya untuk mulai mengakomodasi kepentingan masyarakat, ini
arahnya kita a kan menuju kearah operator seperti swasta, selama ini belum, sehingga
kenyamanan itu belum tercapai, selama ini kan menyangkut setoran ya, trus kita tidak
bisa ngasih subsidi karena kepemilikannya pribadi.”
“Saya ambil contoh tarif, berdasarkan aturan da ri pusat. Ini contoh, kita menentukan
tarif taxi sekian itu kita bahas dengan LSM, melibatkan perguruan tinggi, pengusaha
dan semua unsur kita libatkan, dari user, itu dari tarif. Menentukan trayeknya saja itu
juga kita libatkan, dari masyarakat, pengusaha .”
Pemerintah mengalami kesulitan dalam mengatur hal -hal yang berkaitan dengan
transportasi publik: (1) terlalu banyak operator pada setiap trayek, yang membuat
pengendalian rumit, (2) pembagian trayek antar beberapa operator, dan sistem setoran,
mengaki batkan tiadanya yang bertanggung-jawab atas pelayanan yang disediakan pada
trayek, (3) basis data dan perolehan informasi yang kurang, yang menghambat
perencanaan, pengaturan, (4) tidak ada yang bertanggung jawab atas pelayanan, (5) tidak
adanya satu bagia n pemerintahan dengan tugas utama untuk memastikan penyediaan
pelayanan bus yang layak dan efisien di Surabaya, (6) ijin trayek tidak membawa
kewajiban menyediakan pelayanan, maka tidak bus, (7) diketahui sebelumnya berapa
banyak bus yang akan muncul untuk trayek mana dan pada hari apa.
Salah satu solusi yang dibuat Pemkot Surabaya untuk mengatasi persoalan transportasi
publik mengacu pada Perpres 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres ini lebih merupa kan regulasi yang
dibuat demi menyenangkan investor ketimbang demi kepentingan publik.
Perpres ini dikritik karena memberi kewenangan pada pemerintah untuk mencabut hak
tanah demi pembangunan proyek-proyek infrastruktur semacam monorail ini. Rencana
pengg unaan Perpres 36/2005 ini dikatakan Wakil Ketua Komisi D (Pembangunan) DPRD
Jatim Bambang Suhartono mengatakan:
“Kalau upaya musyawarah deadlock terus, Panitia Sembilan Pemkot Surabaya, jangan
ragu -ragu
“Saya sepakat dengan penerapan perpres itu. Kalau nggak pakai itu, kapan selesainya
pembangunan jalan?”
Sementara itu, tokoh masyarakat RT 2/RW 5 yang tinggal di antara pertigaan Jalan Jemur
Andayani hingga pertigaan Jalan Siwalankerto mengadakan pertemuan membahas
rencana pembangunan frontage road. Hasilnya, mereka sepakat menolak jika tanahnya
digunakan untuk proyek tersebut.
Kebijakan
Transportasi
Publik
Tidak hanya pemerintah yang menghadapi masalah da lam mengelola transportasi publik,
tetapi juga operator/pengusaha menghadapi masalah yang mencakup hal -hal berikut: (1)
keuntungan yang rendah karena pembatasan tarif dan biaya -biaya yang meningkat, (2)
tidak ada kepastian kelaikan usaha, (3) efisiensi yang rendah disebabkan penundaan lama
di terminal, (4) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus, (5) operasi dibatasi
oleh sistem perizinan, beberapa operator pada satu trayek, dan berbagai pungutan liar, (6)
keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan, (7) hampir tidak ada ruang
untuk prakarsa trayek -trayek baru atau jenis- jenis pelayanan baru, (8) operator sebagai
penyewa bus, bukan operator bus, dan (9) keuntungan yang menurun karena peningkatan
kemacetan.
Dari penuturan Ali Yakub, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, mengatakan ada cara
yang sudah ditempuh untuk meningkatkan fasilitas dalam angkutan yang dikelola operator
-operator (swasta):
“Di pihak swasta, ada organisasi pemilik angkutan, ini yang kita ajak untuk sama -
sama membangun masalah tansportasi. Di Pemkot namanya BPTD, badan pengelola
transpottasi daerah yang anggotanya unsur-unsur pemerintah, NGO, Organda, Dishub
kita ajak untuk membahas masalah itu, sering kita adakan pertemuan untuk membahas
transpotasi. Hasilnya pentarif -an, tarif taksi, bemo atau mikrolet, lyn, ijin trayek, itu
kita survei dulu, liat kenda -raannya, pangkalannya, peremajaanya itu di sini...”
Jalur lalu lintas kota Surabaya yang akan dijangkau oleh moda transportasi publik yang
berdasar pada prinsip transportasi berkelanjutan bisa dilihat pada gambar berikut.
Kurangnya perhatian terhadap mass transportation me-nyebabkan kota Surabaya macet
pada titik -titik tertentu dan pada jam-jam tertentu. Transportasi massa yang disediakan
mengandalkan bus yang kapasitas dan kualitasnya tidak memadai. Pemerintah seakan
menutup mata terhadap kecenderungan setiap individu untuk memiliki mobil pribadi.
Pemerintah justru mengakomodir supremasi transportasi berbasis pemilikan mobil pribadi
ini dengan membangun jaringan tol di tengah kota.
Sistem transportasi massa berbasis kereta api tidak dikembangkan sebagai -mana
dilakukan di kota-kota metropolitan di belahan dunia lain. Ini artinya, jelas bahwa
pemerintah provinsi/kabupaten/kota di Indonesia sampai saat ini memposi -sikan diri
sebagai arena pemasaran mobil dan sepeda motor dan sistem transportasi yang terbentuk,
hanyalah konsekuensi dari pemanjaan terhadap pembeli dan pengguna mobil da n sepeda
motor.
Pernyataan kebijakan dan visi untuk angkutan umum (seperti kelaikan usaha, prioritas
bus, pembatasan kendaraan pribadi, kinerja lingkungan, perbaikan -perbaikan fisik;
peningkatan pelayanan; sistem tender dan ijin baru, ada tiga komponen se benarnya,
costumer atau masyarakat, ada operator itu pengusaha dan pemerintah).
Posisi pemerintah sebagai regulator yang mengatur kepentingan masyarakat dan
pengusaha masih lemah, begitu pengakuan Kasie Dishub Kota Surabaya. Lebih lanjut
ditambahkan bahwa :
“Jadi sepertinya kan berbeda pengusaha prinsipnya untuk cari untung dengan biaya
murah dan mendapat untung sebanyak–banyakya, prinsip masyarakat bagaimana
dengan uang yang serendah mungkin mendapat fasilitas yang nyaman, nah fungsi kita
menjaga itu aga r ada keseimbangan sebagai regulator.”
Berdasarkan Pasal 57 Kep. Menhub. No. 35 Tahun 2003 maka tiap -tiap daerah
berwenang untuk membuat Perda tentang perijinan trayek. Namun hal ini kadang malahan
membuka peluang untuk terjadinya KKN dibidang perijinan trayek tersebut.
Permasalahannya disebabkan ketidakseragaman metode pengaturan antar satu daerah
dengan daerah lain.
Dua prinsip yang dianut oleh Dishub dalam penentuan trayek baik secara terbuka
maupun tertutup (penunjukan) sama mudahnya membuka peluang untuk terjadinya kolusi
dengan pelaku usaha. Walaupun dalam setiap pembelaanya selalu dikatakan bahwa telah
diadakan survei ter - lebih dahulu terhadap jalur trayek yang baru atau yang akan
ditambah.
Periode penerapan ijin trayek diusul -kan untuk masa tiga tahun, yang mengatur hal-hal
berikut: (1) trayek (termasuk jalan yang digunakan, terminal, tempat berhenti, dan variasi -
variasi yang diperbolehkan), (2)tarif pelayanan, (3) kendaraan (jenis kendaraan yang
diperbolehkan, jumlah minimum kendaraan yang harus tersedia), dan (4) syarat-syarat lain
(operator wajib menyerahkan data secara teratur. Sanksi -sanksi yang dapat diterapkan
untuk kegagalan memenuhi kriteria• kriteria dalam ijin, Kuasa DLLAJ untuk mem-berikan
perintah kepada operator.
Aksesibilitas Masyarakat
Pelayanan angkutan publik buruk bisa dili -hat dari: (1) tingkat pelayanan rendah (yang
meliputi waktu tunggu tinggi, lamanya waktu perjalanan, ketidak -nyamanan dan
keamanan didalam angkut-an umum); (2) tingkat aksesibilitas rendah (bisa dilihat d ari
masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayanan oleh angkutan
umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-rata masih dibawah 70%, bahkan
dibawah 15% terutama di kota metropolitan, kota sedang, menengah dan (3) biaya tinggi .
Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan pelayanan
angkut -an umum yang mengakibatkan masyara -kat harus melakukan beberapa kali
pindah angkutan dari titik asal sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan
kurangnya keterpautan moda.
Kondisi ini mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan angkutan
umum yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding dengan biaya yang harus dikeluarkan
jika menggunakan angkutan pribadi, seperti sepeda motor atau mob il. Pemerintah kota
Surabaya mulai men-contoh Jakarta menempuh Bus Rapid Transit (populer disebut bus
way). Sementara itu, sistem jaringan jalan yang ada menunjukkan dominasi pergerakan
lalu lintas arah Utara - Selatan, sedangkan arah Timur-Barat belum ada akses langsung.
Dilihat dari kualitasnya, dari seluruh jalan yang ada di Surabaya, kondisi jalan yang
baik 50,7%, sedang 29,15%, kurang 20,10%, dan untuk kepadatan jalan, secara umum
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari angka rasio volume terhadap kap asitas yaitu
sebagian besar ruas jalan menunjuk-kan derjat kejenuhan lebih dari 0,8 terutama terlihat
pada ruas jalan di tengah kota yang menunjukkan terjadinya keje -nuhan tersebut.
Angkutan umum perkota -an yang ada telah menjangkau sebagian besar wilayah kota,
meliputi 57 trayek dengan jumlah moda angkutan 4.684; 14 trayek bus non patas (431
armada bus kota), 8 trayek patas AC, armada taksi 3.540, dan 1178 angguna.
Keberadaan sarana angkutan umum tersebut didukung dua terminal Tipe A, yaitu
terminal Purabaya (Bungurasih), dan Tambak Osowilangun, yang masing -masing
melayani perjalanan keluar dan ma-suk kota Surabaya, serta terminal Bratang yang lebih
kecil, terminal Joyoboyo yang merupakan terminal transportasi dalam kota. Secara
keseluruhan permasalahan prasarana dan sarana transportasi kota Surabaya cukup banyak,
diantaranya ada -lah buruknya layanan angkutan publik. Hal ini terlihat dari penumpang
yang naik ken -daraan berdesakan sehingga tidak nyaman dan rawan kejahatan.
Data Dispenda tahun 2002, memper -lihatkan jumlah pengguna kendaraan pribadi kota
Surabaya lebih tinggi di-bandingkan angkutan public, dan jumlah masing -masing jenis
kendaraan juga cenderung meningkat pada tiga tahun terakhir ini. Sedangkan
pertumbuhan jalan relative tetap, kondisi ini berpotensi memacetkan lalu lintas. Setelah
bus way, Pemkot berencana untuk
mengem-bangkan proyek pembangunan monorail ini sendiri ditarget selesai tahun 2010.
Proyek ini rencana akan dimulai awal 2007.
Pemerintah sebagai regulator juga berkepentingan member i subsidi pada transportasi
publik.
Menurut penjelasan Kabid transportasi kota Surabaya:
“Di negara maju tepatnya angkutan masih disubsidi jadi tidak ada angkutan umum
yang bisa hidup dari pendapatannya kecuali taksi. Kalau seperti bemo, mikrolet,
bus k ota itu masih di subsidi oleh pemerintah….”
Pemkot juga bersusaha menawarkan perbaikan fasilitas kepada operator atau pengusaha
dengan tidak boleh menaikkan tarif, tapi pengusaha tidak mau menerima usulan
pemerintah ini.
Kesimpulan
Karakter umum transportasi publik melayani masyarakat dengan mobilitas dan akses pada
pekerjaan, sumber-sumber sosial ekonomi politik, pusat kesehatan, dan tempat rekreasi.
Apapun motivasi ma-syarakat, baik yang sadar dan memu -tuskan untuk memilih
transportasi umum ataupun yang terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain, ada
kecenderungan penumpang transportasi umum tidak memiliki mobil dan harus bergantung
pada transportasi umum.
Transportasi umum menyediakan layanan mobilitas dasar bagi orang -orang tersebut
dan juga bagi semua orang yang tidak memiliki akses mobil. Sistem trans -portasi masal
memang belum terwujud, artinya sampai saat ini belum bisa dijang -kau masyarakat,
kepentingan masyarakat belum terpenuhi, yang tidak hanya terkait dengan soal tarif, tetapi
sistem tr ansportasi berkelanjutan yang bisa menjangkau kebutuhan nyata masyarakat.
Mobilitas berkelanjutan (sustainable mobility) menyatukan segala macam upaya untuk
mencapai keseimbangan biaya dan keuntungan sektor transportasi. Ini menandai adanya
pergeseran dari pendekatan perencanaan transportasi tradisional, yang
mengkonseptualisasikan transport sebagai sebuah permintaan dan infrastruktur pendukung
bagi pertumbuhan ekonomi, menuju pendekatan kebijakan melalui bukti dan perkiraan
resiko, serta untuk mengetahui kemungkinan per-tumbuhan yang tidak terkendali.
Perluasan kapasitas jalan dan hambatan jalan dapat dikurangi dengan menekan
permintaan yang terlalu berlebih atas penggunaan jalan. Meskipun, telah jelas mengenai
perlunya berbagai macam transportasi publik, masih terdapat tendensi untuk mengadakan
transportasi publik yang berbiaya besar dengan tawaran pilihan yang sangat terbatas.
Subsidi pada umumnya muncul karena keinginan untuk mempertahankan layanan tertentu
pada biaya yang rendah. Namun pengalaman, menunjukkan keuntungan yang diantisipasi,
pelayanan yang lebih baik, mengurangi penggunaan mobil dan hambatannya, serta
patronase yang lebih tinggi, yang mengarah pada peningkatan viabilitas menjadi
ekspektasi jangka pendek.
Pertumbuhan motorisasi, yang kemu dian menyebabkan meningkatnya arus telah
menarik perhatian pemerintah untuk meningkatkan kapasitas jalan. Untuk sejumlah alasan,
hal ini menjadi relevan dengan upaya mengakomodasi lalu lintas.
Pemkot, perlu untuk memperhatikan signifikansi jangka panjang akomodasi lalu lintas
yang termotorisasi dalam hubungan berkecepatan tinggi, memiliki pengaruh besar
terhadap bentuk kota. Bagaimanpun transportasi publik harus bisa diakses se -mua
kelompok masyarakat, karena itu transportasi publik juga perlu memberikan j aminan
kenyamanan pada kelompok ma -syarakat miskin. Karena dengan mobilitas tinggi dari
pengguna mobil berarti mobilitas yang rendah bagi yang lain, sementara akses fasilitas
yang tersebar sesuai dengan pengguna mobil mengurangi rangkaian fasilitas yang dapat
dikonsentrasikan pada semua pusat ataupun suburban.
Daftar Pustaka
Anonim, Surabaya dalam Angka 2004 (Surabaya: BPS Jawa Timur, 2004).
Hadiz, Vedi R & Richard Robison, Organizing Power in Indonesia: The Politics of
Oligarchy in an Age of Markets (London: Routledge Curzon, 2004).
Santosa, Purwo, “Menata Sistem Trans -portasi: Mendekatkan Demokrasi deng -an Rakyat,”
dalam
Jurnal Wacana, 19, Tahun VI (Yogyakarta: Insist, 2005).
Schipper, Lee, Sustainable Urban Transport in the 21st Century: Challenges for the
Developing World (New Delhi: MacMillan, 2002).
Shin, Yoon Hwan, Demistifying the Capitalist State: Political Patronage, Bureaucrartic
Interest,
Skoepol, Theda, States and Social Revolution (New York: Cambridge Univ. Press, 1 979).
Susantoro, Bambang & Danang Parikesit, “1 -2-3 Langkah: Langkah Kecil yang Kita
Lakukan Menuju Transportasi yang Berkelanjutan,” Majalah Transportasi Indonesia,
Vol. 1, Jakarta, 2004:89-95.