Anda di halaman 1dari 144

TRANSPORTASI DAN PEMBANGUNAN WILAYAH

Ahmad Noor (1810115110009)

Program Studi Pendidikan Geografi, Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam


kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat
Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografis Indonesia
yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar. Perairan yang yang terdiri dari
sebagian laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan
melalui darat, perairan, dan udara guna untuk menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah peran transportasi dalam
perekonomian dan pembangunan. Fungsi dari transportasi diibaratkan sebagai
urat nadi perekonomian sebagai fasilitas penunjang pembangunan.
Ketersediaan transportasi berkorelasi positif dengan kegiatan ekonomi
dan pembangunan dalam masyarakat. Transportasi mempunyai peranan yang
sangat penting bukan hanya melancarkan arus barang dan mobilitas manusia,
tetapi jasa transportasi juga membantu tercapainya alokasi sumber daya ekonomi
secara optimal, artinya kegiatan produksi dilaksanakan secara efektif dan efisien,
kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, selanjutnya
kesenjangan antar daerah dapat ditekan menjadi sekecil mungkin.
Peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan pembangunan
adalah merupakan sasaran pembangunan, dengan demikian fungsi transportasi
terhadap perkembangan ekonomi dan pertumbuhan pembangunan sangat positif
dan menentukan. Fungsi transportasi dikatakan sebagai “sektor penunjang
pembangunan” dan sebagai “sektor pemberi jasa”. Transportasi sebagai
penunjang pembangunan dan perekonomian, maka kebutuhan angkutan bahan-
bahan pokok dan komoditas harus dapat dipenuhi oleh sistem transportasi yang
berupa jaringan jalan, kereta api, serta pelayanan pelabuhan dan bandara yang
efisien. Angkutan udara, darat, dan laut harus saling terintegrasi dalam satu
sistem logistik dan manajemen yang mampu menunjang pembangunan nasional.

49
B. Pembahasan
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan
kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial
demografis wilayah memiliki pengaruhterhadap kinerja transportasi di
wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memilikipengaruh
signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah menin gkatnya
jumlah penduduk yang tinggi karenatingkat kelahiran maupun urbanisasi.
Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnyapenduduk yang
secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari
transportasiwilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14).
Transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana trans
berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau
membawa. Jaditransportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke
sebelah lain atau dari suatutempat ke tempat lainnya. Transportasi seperti itu
merupakan suatu jasa yang diberikanguna memuat barang atau orang untuk
dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya.Abbas Salim (2006)
mengemukakan bahwa transportasi adalah kegiatan pemindahanbarang
muatan dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dikatakan juga
bahwatransportasi menjadi dasar untuk pembangunan ekonomi dan
perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya
transportasi menyebabkan adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan
menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat, dan budaya suatu
bangsa atau daerah. Kamaluddin (2003) menyatakan bahwa transportasi atau
pengangkutan merupakan sarana ekonomi yang berfungsi untuk menunjang
pemindahan sesuatu (manusia, hewan, dan barang) dari suatu tempat tujuan
dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility ) dan
kegunaan waktu (time utility).
Sakti Adji Adisasmita (2012) mengemukakan bahwa trasportasi
adalah saranapenghubung atau yang menghubungkan antara daerah produksi
dan pasar, atau dapatdikatakana pendekatan daerah produksi dan pasar atau
sering kala dikatakan menjembatani produsen dan konsumen. Siregar (2012)
mengemukakan bahwa kegiatan pengangkutan dapat terlaksana jika
terpenuhi hal-hal: (1) Ada barang atau jasa atau orang yang diangkut; (2)
Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan; dan (3) Adanya jalan raya
tempat melintasnya kendaraan angkutan. Menurut Raharjo Adisasmita
(2010) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan. Dalam kegiatan transportasi diperlukan empat
komponen yakni : tersedianya muatan yang diangkut, terdapatnya kendaraan
50
sebagai sarana angkutannya, adanya jalan yang dapat dilaluinya dan
tersedianya terminal.
Untuk setiap bentuk transportasi terdapat empat unsur pokok
transportasi, yaitu: jalan, kendaraan dan alat angkutan, tenaga penggerak, dan
terminal. Ahmad Munawar menjelaskan dalam bukunya bahwa ada lima
unsur pokok dalam sistem transportasi yaitu:
1. Orang yang membutuhkan.
2. Barang yang dibutuhkan.
3. Kendaraan sebagai alat angkut.
4. Jalan sebagai prasarana angkutan.
5. Organisasi yaitu pengelola angkutan

Kelima hal di atas, yang dikemukakan oleh Ahmad Munawar, sedikit


berbeda dengan pendapat Rustian Kamaluddin. Menurut pendapat penulis
dalam usaha memperlancar sistem transportasi sebaiknya semua elemen
dimasukkan dalam unsur pokok sistem transportasi yang terdiri dari:
1. Penumpang/barang yang akan dipindahkan.
2. Kendaraan/alat angkutan sebagai sarana.
3. Jalan sebagai prasarana angkutan.
4. Terminal.
5. Organisasi sebagai pengelola angkutan.
Pengangkutan atau pemindahan penumpang/barang dengan
transportasi adalah untuk dapat mencapai tempat tujuan dan
menciptakan/menaikkan utilitas atau kegunaan dari barang yang diangkut.
Utilitas yang dapat diciptakan oleh transportasi atau pengangkutan tersebut,
khususnya untuk barang yang diangkut ada dua macam, yaitu: (1) utilitas
tempat atau place utility, dan (2) utilitas waktu atau time utility.
Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga
wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara
wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki
kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa
fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih
luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah
tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan.
Morlok (1988) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan
tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam
mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya
pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. Pertukaran ini diawali
dengan proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses
51
penawaran dan permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain
diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan
untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum.
Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan
ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-
unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other
living facilities (Hadi Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation adalah jaringan
transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem
transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis
yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan
permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan
kuantitas jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan
permukiman lainnya di dalam satu kesatuan permukiman.
Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain
selalu melalui jalur- jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan
dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang.
Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan bagian dari
sistem transportasi. Transportasi merupakan hal yang penting dalam suatu
sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan
tempat lain tidak terwujud secara baik (Bintarto, 1982).
Hurst (1974) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin
pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa.
Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah
dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu
wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan
keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua
lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk
memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga
mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.
Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya
interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan
masalah pertama yang harus ditangani.
Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak
tersebut dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak
waktu timbul karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum
dipergunakan sampai besok. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui

52
proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan
barang yang bersangkutan.
Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan
karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan
barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa
dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian
menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga
memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini
berarti memberi manfaat waktu (Schumer, 1974). Pembangunan suatu jalur
transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang
tentunya bernilai ekonomis.
Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain
mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat
memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi
memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar
proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh
manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian nantinya
interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat
kesenjangan antar daerah.
Realitas transportasi publik di beberapa bagian dari kota besar di
Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik.
Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah
penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah
melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan
peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi meng-
ganggu perkembangan suatu wilayah/kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi
perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu - isu ketidaksepadanan misalnya,
dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural poverty) dan
kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain
pembangunan jalan yang menying kirkan masyarakat akibat pembebasan
lahan, perambahan ruang - ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan
ruang jalan untuk parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan
-angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi mencip
takan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak mampu
melindungi mereka.
Peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan pembangunan
adalah merupakan sasaran pembangunan, dengan demikian fungsi
transportasi terhadap perkembangan ekonomi dan pertumbuhan
53
pembangunan sangat positif dan menentukan. Fungsi transportasi dikatakan
sebagai “sektor penunjang pembangunan” dan sebagai “sektor pemberi jasa”.
Transportasi sebagai penunjang pembangunan dan perekonomian, maka
kebutuhan angkutan bahan- bahan pokok dan komoditas harus dapat
dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan, kereta api, serta
pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. Angkutan udara, darat, dan
laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang
mampu menunjang pembangunan nasional.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat merupakan kebutuhan turunan.
Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan
tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan
permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak
tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara
heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan.
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi
dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda
tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda
transportasi berjarak sedang atau jauh.
Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang
sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi
tidak mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan
merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.
Keterkaitan antara transportasi dengan lingkungan meliputi spektrum
yang sangat lebar. Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari
infrastruktur transportasi yang secara fisik mempengaruhi lingkungan
sekitarnya atau akibat pengoperasian fasilitas tersebut.
Faktor –faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda
transportasi bersifat sangat dinamis karena tingkat gangguannya tergantung
dari volume penggunaan, jenis moda, dan teknologi yang digunakan.
Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini
yang umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus
berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia. Pada lingkup
makroskopis, tingkat dan skala gangguan terhadap lingkungan akibat
transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu
kondisi perekonomian global dan nasional, kebijakan transportasi (sistem
pengadaan, standar lingkungan, dsb), struktur sektor transportasi (moda-
moda yang dioperasikan, kelembagaan, keterlibatan swasta dan pemerintah,
54
karakteristik pasar, dsb), serta aspek-aspek operasional dari kegiatan
transportasi (sistem manajemen, tingkat penggunaan, penerapan teknologi,
dan sebagainya). Bagi transportasi perkotaan, polusi udara akibat transportasi
jalan merupakan dampak yang boleh dikatakan paling problematis, terutama
di negara-negara berkembang di mana perkembangan infrastruktur sangat
tertinggal dibanding perkembangan kebutuhan yang mengakibatkan
kemacetan yang sangat ekstensif. Disamping itu, faktor lalulintas lainnya
(kebisingan, vibrasi, kerusakan fisik, perasaan tak aman/nyaman) dan faktor
badan jalan (intrusi visual/estetika, pemisahan lahan, konsumsi lahan,
perubahan akses, nilai lahan, pengaruh terhadap kehidupan alam, situs
budaya, sejarah) masing-masing memberikan dampak tertentu pada
lingkungan sekitarnya.
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah
tidak memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat
menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan
memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya manusia sangat berperan penting
dalam pembangunan suatu daerah. Indeks pembangunan manusia (IPM)
bermanfaat untuk membandingkan kinerja pembangunan manusia baik
antarnegara maupun antar daerah.
Menurut Sjafrizal (2008) tolak ukur keberhasilan suatu pembangunan
ekonomi daerah dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara
umum sebagai ukuran kemajuan suatu daerah, tingkat pertumbuhan,
pendapatan perkapita dan pergeseran/perubahan struktur ekonomi.
Pencapaian keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan
ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing
daerah serta diperlukan perencanaan pembangunan yang terkoordinasi antar
sektor, perencanaan pembangunan disini bertujuan untuk menganalisis secara
menyeluruh tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh suatu daerah.
Keterbatasan sumber daya di suatu daerah baik sumber daya alam, sumber
daya manusia, sumber daya finansial maupun sumber daya lainnya
merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar daerah untuk
dapat menggerakkan seluruh perekonomian.

55
C. Kesimpulan
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan
kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial
demografis wilayah memiliki pengaruhterhadap kinerja transportasi di
wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memilikipengaruh
signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya
jumlah penduduk yang tinggi karenatingkat kelahiran maupun urbanisasi.
56
Tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnyapenduduk yang
secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari
transportasi wilayah (Susantoro& Parikesit, 2004:14).
Peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan pembangunan
adalah merupakan sasaran pembangunan, dengan demikian fungsi
transportasi terhadap perkembangan ekonomi dan pertumbuhan
pembangunan sangat positif dan menentukan. Fungsi transportasi dikatakan
sebagai “sektor penunjang pembangunan” dan sebagai “sektor pemberi jasa”.
Transportasi sebagai penunjang pembangunan dan perekonomian, maka
kebutuhan angkutan bahan- bahan pokok dan komoditas harus dapat
dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan, kereta api, serta
pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. Angkutan udara, darat, dan
laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang
mampu menunjang pembangunan nasional.

DAFTAR PUSTAKA
57
Ade Sjafruddin, P. . (no date) ‘Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk
Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan’, pp. 1–11.
Aminah, S. (2004) ‘Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan’.
Elita, T. and St, S. (1993) ‘YANG BERKELANJUTAN TERHADAP
LINGKUNGAN DI PERKOTAAN ( Studi Literatur )’, pp. 49–63.
Hapsari, D. K. (no date) ‘Pembangunan Kota Berbasis pada Transportasi Kota yang
Berkelanjutan’, pp. 1–8.
Kadir, A. (no date) ‘TRANSPORTASI : PERAN DAN DAMPAKNYA DALAM
PERTUMBUHAN EKONOMI SOSIAL’, pp. 121–131.
Musnaini (2011) ‘ANALISIS KUALITAS LAYANAN KONSUMEN TERHADAP
KEUNGGULAN BERSAING JASA TRANSPORTASI DARAT PADA PT .
KERETA API INDONESIA ( PERSERO ) KELAS ARGO’, (2), pp. 1–8.
Nempung, J. dan T. (2016) ‘Peranan transportasi laut dalam menunjang arus barang
dan orang di kecamatan maligano kabupaten muna’, 1(April), pp. 189–200.
Novita, D. and Gultom, H. (2017) ‘STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
WILAYAH BERBASIS SEKSTOR UNGGULAN DI KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA’, 01(01), pp. 1–7.
Sitorus, B. et al. (no date) ‘PERAN TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG
KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL DANAU TOBA’, 04(01),
pp. 9–24.
Wardana, D. P. (2016) ‘PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI TERHADAP
PEMBANGUNAN MANUSIA DI KALIMANTAN TIMUR’, 12, pp. 179–191.

58
PENGARUH SISTEM PENANGANAN TRANSPORTASI YANG
BERKELANJUTAN TERHADAP LINGKUNGAN DI

PERKOTAAN (Studi Literatur)

*) Tiurma Elita Saragi ST.MT, Email :


Saragih_27@yahoo.com Dosen Tetap Fakultas Teknik Prodi
Sipil UHN - Medan

ABSTRACT
The growth of population has led to an increase in human activities and
transportation requirement. As number of motor vehicle traffic increased, the
traffic stagnation and air pollution or noise became more problematic. To
prevent the decline in environmental quality and remaining to support and
reasonable transportation system needed to be developed is a sustainable
transportation system. The objective of this research would be to identify the
recent urban transportation system in this case the sustainability on urban area.

To know the description of transportation system concept application in


urban area, the research has been conducted on aspects related to standard or
parameters of sustainable transportation including the growth of motor vehicle
and the fuel consumption. The result of research indicated that the sustainable
transportation system was unapplied in urban areas completely.

To apply this system there should be an integrated attempt, including


urban layout, traffic regulation, utilization of alternative energy for motor
vehicles, mass rapid application and so on.

Keywords : Identify, Transportation, Sustainibility, Urban, Area.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat

59
dalam melaksanakan segala aktivitas sosial ekonominya. Pertambahan
penduduk dan luas kota menyebabkan jumlah lalu lintas juga meningkat.
Sedangkan sistem lalu lintas mendekati jenuh, sehingga bertambahnya jumlah
lalu lintas berpengaruh besar terhadap kemacetan lalu lintas, yang berarti pula
bertambahnya waktu dan biaya perjalanan didalam sistem lalu lintas tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk, penyebaran daerah pemukiman dan
kegiatan ekonomi telah turut serta mendukung pertambahan jumlah dan jenis
sarana angkutan didalam kota dikarenakan perjalanan interzona semakin
bertambah banyak baik jumlah dan jarak perjalanannya, sedangkan sistem
transportasi yang ada tidak mencerminkan keberlanjutan.
Pengaruh transportasi yang berdampak negatif ini dapat berupa beban langsung
maupun tidak langsung bagi masyarakat yang antara lain (Sutomo, 1993):
1. Gangguan kesehatan
2. Penurunan kualitas lingkungan
3. Biaya ekstra untuk penanganan masalah lingkungan
4. Penggunaan energi yang tidak efisien
Sistem transportasi yang berkelanjutan sangat erat keterkaitannya
dengan jenis kendaraan yang beroperasi . Selain itu transportasi berkelanjutan

60
merupakan bagian terpenting dari suatu pembangunan berkelanjutan sebab
transportasi adalah faktor pendukung utama bagi pembangunan suatu kota. Oleh
karena itu kebijakan yang diterapkan dalam mengelola perkembangan sistem
transportasi menjadi bagian terpenting dalam konteks pembangunan kota
berkelanjutan (Ade Sjafruddin, 2000).

Ada 5 (lima) unsur pokok transportasi, yang saling terkait dan


mendukung satu sama lain yaitu:
a) Manusia, yang membutuhkan transportasi
b) Barang, yang diperlukan manusia
c) Kendaraan, sebagai sarana transportasi
d) Jalan, sebagai prasarana transportasi
e) Organisasi, sebagai pengelola transportasi
Pada dasarnya, kelima unsur diatas saling terkait untuk terlaksananya
transportasi,

1.2 Moda Transportasi


Ada banyak jenis kendaraan yang bisa digunakan sebagai alat
transportasi dan masing-masing dapat digolongkan berdasarkan jenis moda
transportasi. Adapun moda transportasi dibagi atas 3 (tiga) jenis yaitu
a. Transportasi darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik
oleh hewan (kuda, sapi, kerbau) atau manusia.
b. Transportasi air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit.
c.Transportasi udara: pesawat terbang..1

1.3 Fungsi dan Manfaat Transportasi


a) Fungsi Transportasi (Regional dan Lokal)
Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi
antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem
transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan
prasarana (jalan).
b) Manfaat Transportasi
Transportasi mempunyai banyak manfaat dalam kehidupan manusia.
Manfaat tersebut adalah manfaat sosial, ekonomi, politik dan fisik.

2. Sistem Transportasi yang Berkelanjutan


Istilah berkelanjutan sangat berhubungan dengan timbulnya istilah
pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan pada tahun 1980, dan
dipopulerkan oleh laporan pada tahun 1987 dari World Comission on
Environment and Development (UNCED).

50
Sampai saat ini tidak ada defenisi universal dari keberlanjutan
(sustainable), transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Beberapa defenisi diantaranya adalah:


1. Transportasi berkelanjutan yaitu menggabungkan pertimbangan
ekonomi, teknis dan berwawasan lingkungan dan merupakan wujud
awal dari keprihatinan akan interaksi antara transportasi dan lingkungan.
2. Sistem transportasi yang berkelanjutan yaitu sistem transportasi yang
dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelayanan
transportasi terhadap kualitas udara perkotaan maupun global.

Secara lebih spesifik untuk sektor transportasi (The Center for Suistainable
Transportation, 1997) yang berpusat di Kanada merumuskan suatu defenisi
bahwa transportasi berkelanjutan ada lah suatu sistem yang:

1. Memungkinkan suatu akses yang sangat mendasar bagi individu dan


masyarakat untuk dipenuhi dengan selamat dan dengan cara yang
konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem dan dengan
kesetaraan didalam dan diantara generasi.
2. Terjangkau beroperasi secara efisiensi, memberikan pilihan-pilihan
moda transportasi dan mendukung perkembangan ekonomi.
3. Membatasi emisi dan limbah dan kemampuan bumi untuk menyerapnya,
meminimasi konsumsi penggunaan lahan serta produksi kebisingan.

2.1 Indikator Keberlanjutan


Newman dan Kenworhty 1999, mengidentifikasi indikator-indikator
keberlanjutan bagi pembangunan kota-kota dengan mengacu yang disarankan
oleh Bank Dunia dan mengelompokkannya kedalam 5 (lima) kategori yaitu:
1. Energi dan kualitas udara
2. Air, mineral dan limbah
3. Lahan, ruang hijau dan keragaman hayati
4. Transportasi
5. Fasilitas kebutuhan hidup manusia dan kesehatan
Indikator yang secara langsung memberikan implikasi terhadap isu
keberlanjutan transportasi diantaranya meliputi:

1. Yang berkaitan dengan energi dan kualitas udara:


a. Pengurangan total energi perkapita
b. Peningkatan proposi bahan bakar alternatif (gas alam) dan bahan bakar
terbarukan (angin, sinar matahari dan bahan bakar organik)
c. Pengurangan jumlah total polusi udara perkapita
51
d. Pengurangan gas efek rumah kaca
e. Pencapaian hari dengan kualitas udara tidak melebihi standar kesehatan
f. Pengurangan jumlah kendaraan rata-rata dan konsumsi bahan bakar rata-
rata dari kendaraan baru.
g. Pengurangan jumlah kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi

2. Yang berkaitan dengan lahan, ruang hijau dan keragaman hayati


a. Peningkatan ruang hijau, terutama di sekitar daerah sabuk hijau kota
b. Peningkatan jumlah lokasi yang secara khusus berorientasi terhadap
angkutan umum
c. Peningkatan kepadatan populasi dan lapangan kerja di lokasi yang
berorientasi angkutan umum
3. Yang berkaitan dengan transportasi
a. Pengurangan penggunaan mobil pribadi
b. Peningkatan angkutan umum, berjalan, bersepeda dan carpooling
c. Pengurangan komuter rata-rata dari dan ke tempat kerja
d. Peningkatan kecepatan angkutan umum relatif terhadap mobil pribadi
e. Peningkatan kilometer pelayanan angkutan umum relatif terhadap
penyediaan jalan
f. Peningkatan tingkat pengembalian biaya angkutan umum dari tarif

2.2 Peranan Transportasi Dalam Pengembangan Kota


Strategi pengembangan suatu bagian wilayah kota dengan mengadopsi
secara langsung konsep pusat pertumbuhan hampir selalu didapatkan pada
dokumen-dokumen perencanaan kota di Indonesia, baik itu RUTR kota RTDR
suatu bagian wilayah kota serta dokumen lainnya.
J. Michael Thompson mengistilahkan pendekatan tersebut sebagai low
cost strategy (gambar 2.1), yaitu peningkatan aksesbilitas kawasan perkotaan
dengan titik berat pada pengembangan jalan raya yang relatif murah dan mudah
dibandingkan dengan pengembangan jalan baja atau rel.

Gambar 2.1 Low-cost Strategy


Sumber: Jurnal Bayu Arie Wibawa (1996)

52
Strategi pengembangan transportasi di beberapa kota diluar negeri justru
memperlihatkan strategi yang berimbang terhadap berbagai jenis moda
angkutan umum, khususnya pengembangan angkutan jalan baja atau rel
(gambar 2.2 )

Gambar 2.2 Traffic-limitation Strategy


Sumber: Jurnal Bayu Arie Wibawa (1996)

2.2.1 Transportasi Di Dalam Lingkungan Perkotaan


Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan
dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Namun demikian sektor ini
dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar.
Dengan semakin berkembangnya perkotaan itu sendiri dalam wilayah
spasial (ruang) dasn aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban
pencemaran. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan
kota.
Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan
implikasi/dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama
pencemaran udara kebisingan. Ada tiga aspek utama yang khususnya
perencanaan udara dan kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan
(Moestikahadi 2000), yaitu:

a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia)


b. Aspek reyakasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi,
sarana jalan, sistem lalu lintas, dan factor transportasi lainnya.
c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi.
Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan
pola ruang (spasial pattern), derajat kesemrawutan dan tingkat pertumbuhan

53
ekonomi dari suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang
digunakan orang di perkotaan (Miller 1985):
a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda
motor, sepeda atau berjalan kaki.
b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, opelet dan sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang
menjalani rute tetap atau disewa untuk sekali jalan dan sebagainya.

2.2.2 Pola Perjalanan Di Daerah Perkotaan


Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-
tempat tujuan bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pelayanan, mengambil
bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai diluar rumah, serta banyak
tujuan yang lain.

2.2.3 Kebijakan Transportasi


Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan.
Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu
lintas yang baik

2.2.4 Pengaruh Transportasi Terhadap Lingkungan


Transportasi dalam bentuk lalu lintas kendaraan bermotor di jalan-jalan
di dalam kota dapat menyebabkan terjadinya:
1. Kemacetan (traffic congestion)
2. Kecelakaan (traffic accident)
3. Pencemaran udara (air pollution)
4. Kebisingan (traffic noise)

Unsur-unsur utama pencemaran lingkungan yang berasal dari lalu lintas


kendaraan bermotor adalah pencemaran udara, kebisingan dan getaran.
Pencemaran udara akibat transportasi terutama terpusat di sekitar daerah
perkotaan dan pada prinsipnya disebabkan oleh lalu lintas di perkotaan.
Studi yang telah dilakukan di Indonesia maupun negara lain di dunia
menunjukkan bahwa lalu lintas kendaraan bermotor terutama di perkotaan
merupakan sumber pencemaran udara terbesar. Penelitian di kota-kota besar di
Indonesia oleh LPM ITB (Soedomo dkk, 2002) melaporkan kontribusi emisi
HC, NOx, dan CO dari transportasi masing-masing mencapai sekitar 70-80 %,
34-83 %, dan 97-99 % dari total sumber polusi udara.

54
Tabel 2.1 Distribusi pencemaran udara di lima kota besar di Indonesia

Pencemar Total Transporta Pemukim Persampah Industri


an ton si an an
udara per % % %
kapita
Jakarta
CO 378200. 98.8 0.1 1.0 0.1
4
Nox 20964.7 73.4 9.6 1.1 15.9
Sox 28238.6 26.5 10. 0.2 62.6
7
Hidrokarbon 15429.7 88.9 2.2 7.7 1.2
Debu 7382.0 44.1 33. 8.4 14.6
0
Surabaya
CO 54800.0 96.8 0.3 2.6 0.3
Nox 5650.0 33.6 21. 1.7 43.2
5
Sox 10100.0 1.7 10. 0.1 87.6
6
Hidrokarbon 3100.0 71.0 7.4 17.2 4.4
Debu 6225.6 12.6 51. 8.6 27.7
2
Bandung
CO 97300.0 97.4 0.1 2.4 0.1
Nox 2800.0 56.3 11. 3.0 29.6
1
Sox 2092.0 12.6 18. 0.7 68.0
8
Hidrokarbon 2270.0 78.5 2.2 17.5 1.8
Debu 1121.1 27.4 33. 19.4 20.0
2
Semarang
CO 50108.7 98.8 0.1 1.1 -
Nox 3319.3 82.5 16. 1.2 -
3
Sox 2204.5 63.5 36. 0.3 -
2
Hidrokarbon 2329.9 87.6 4.0 8.4 -
Debu 1377.0 41.2 51. 7.6 -
2
Medan
CO 4381.1 99.8 0.2 0.0 -
Nox 2925.3 76.1 23. 0.0 -
9
Sox 2030.1 49.0 51. 0.0 -
0
Hidrokarbon 7365.0 25.3 74. 0.0 -
7
Debu 1373.9 33.3 66. 0.0 -
55
6

Sumber: Soedomo dkk (2002)

2.2.5 Usaha Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara Akibat Transportasi


Pencemaran udara di perkotaan didominasi oleh transportasi kendaraan
bermotor, sehingga usaha yang lebih efektif dalam mengurangi pencemaran
udara di perkotaan adalah dengan memperkecil emisi gas buang dari kendaraan
bermotor. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan (Miller 1985), yaitu:
1) Mengembangkan sistem angkutan massal (mass rapid transist system)
perkotaan dan menggalakkan pemakaian sepeda.
2) Mengurangi kendaraan bermotor
Mengurangi kendaraan bermotor di perkotaan dapat dilakukan dengan
berbagai usaha, seperti:

56
a. Menyediakan jalur khusus untuk kendaraan umum (bis, taksi) dan
sepeda khususnya pada jam-jam sibuk/padat lalu lintas.
b. Menghapuskan atau mengurangi biaya tol jalan atau jembatan untuk
kendaraan dengan tiga atau empat penumpang
c. Mengenakan pajak untuk tempat-tempat parkir kendaraan
d. Melarang kendaraan bermotor pada beberapa jalan atau pada daerah
tertentu.
3) Mengubah mesin kendaraan bermotor
Usaha mengubah mesin kendaraan bermotor agar gas buang yang dihasilkan
lebih sedikit mencemari udara (kurang polutif)

4) Menggunakan bahan bakar alternatif (al. gas) yang ramah lingkungan


Tabel dibawah ini menunjukkan jenis bahan bakar dengan unsur gas yang
terkandung didalamnya.

Tabel 2.2 Jenis Bahan Bakar dengan unsur gas yang terkandung

Jenis Unsur Solar/Diesel Bensin


Gas
CO 11 % 89 %
HC 27 % 73 %
Nox 39 % 61 %
SO2 85 % 15 %
Pb - 100 %
C 67 % 33 %
CO2 47 % 53 %
Sumber: Marsangkap
Hutabarat 1997

Tabel 2.3 Pengaruh Zat Pencemar Udara

Zat
Pencema Sumber / Asal / Proses Pengaruh yang ditimbulkan
r

SO2 Pembakaran BBM yang tidak


C Sempurna
O

Pengecoran Pb dari accu bekas,


pembakaran BBM.
57
B i dengan Hb Iritasi pada selaput lendir, dapat
e darah merus bangunan, korosi
r membentuk CO- mematikan tanaman.
e Hb
a
k
s
H2S Pabrik kulit, pabrik gula. Bau busuk, konjungtivitis, pusing.

Pengecoran timbal, gas Mengganggu proses


buangan Pb kendaraan. pembentukan sel darah merah
dan produksi Hb
NH3 Pabrik kulit, Industri kimia
Iritasi pada selaput lendir, mata
dan org pernafasan.

Debu
berser Pabrik kapas, pabrik asbes Pneukoniosis, pengaruh
at Pleural Sumber: Paiter, 1974

58
2.3 Penerapan Konsep
Ada beberapa negara yang perlu dijadikan contoh dan perbandingan
dalam upaya penerapan sistem transportasi berkelanjutan ini, khususnya dalam
pengembangan angkutan massal sebagai solusi bagi permasalahan
transportasinya.
Perencanaan pelayanan transportasi diatur dengan jaringan Mass Rapid
Transit (MRT) yang mulai beroperasi tahun 1987, melayani jalur-jalur sibuk.
Light Rail Transit (LRT) melayani sebagai feeder kejaringan MRT. Tahap
pertama sudah beroperasi sepanjang 8 kilometer dengan 13 stasiun dari daerah
pemukiman Bukit Panjang. Bus melayani dengan nyaman pada jalur-jalur yang
kurang sibuk dan sebagai pelengkap untuk jaringan MRT dan LRT yaitu
berjumlah 11400 buah.

Gambar 2.3 MRT (Mass Rapid Transit)


Sumber: www.khi.co.jp/sharyo/pro_final/train/mrt.jpg (2006)

Gambar 2.4 LRT (Light Railway Transportation)


Sumber: www.khi.co.jp/sharyo/pro_final/train/mrt.jpg (2006)

59
3. Analisis data dan pembahasan
3.1 Sumber Pencemar Udara
Pembangunan dan pengoperasian setiap fasilitas atau transportasi pasti
mempengaruhi lingkungan. Sebagai akibatnya, masalah tersebut menjadi suatu
pusat perhatian dan pertentangan yang utama. Beberapa di antara masalah-
masalah seperti misalnya polusi atau habisnya sumber daya harus dianggap
sebagai masalah internasional.

3.1.1 Kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM)


Ketersediaan bensin tanpa timbal (unlead gasoline) dan minyak solar
dengan kandungan belerang rendah merupakan faktor kunci dalam penurunan
emisi kendaraan, karena bahan bakar jenis tersebut merupakan prasyarat bagi
penggunaan teknologi kendaraan yang mutakhir yang mampu mengurangi emisi
kendaraan secara signifikan. Spesifikasi bahan bakar yang tersedia di Indonesia
mengikuti spesifikasi bahan bakar yang berlaku sampai saat ini sesuai dengan
Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas (Migas) No.
108 K/72/DDJM/1997 yang memperbolehkan kandungan timbal hingga 0.30
gram/liter serta tekanan uap (Reid Vapour Pressure) 62 kPa pada suhu 37,8 °C
uuntuk bahan bakar bensin. SK Dirjen Migas No. 113 K/72/DJM/1999 juga
memperbolehkan kandungan belerang hingga 5000 ppm dan angka setana
minimum 48 pada bahan bakar solar. Dengan kualitas bahan bakar sesuai
dengan spesifikasi tersebut sulit untuk mewajibkan produsen kendaraan
bermotor memasang peralatan pereduksi emisi (katalis) pada kendaraan.
Walaupun bensin tanpa timbal telah tersedia di beberapa wilayah di Indonesia,
namun ketidaktersediaan bensin tanpa timbal dihampir seluruh wilayah
Indonesia belum dapat mendukung penerapan teknologi tersebut. Alternatif
bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM adalah
biodiesel dan bahan bakar gas.

3.1.2 Emisi Kendaraan Bermotor


Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara
yang penting di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat
dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin.
Pada pembakaran sempurna, emisi paling signifikan yang dihasilkan dari
kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas karbon dioksida (CO2) dan
uap air, namun kondisi ini jarang terjadi. Hampir semua bahan bakar
mengandung polutan dengan kemungkinan pengecualian bahan bakar sel
(hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana (CH4). Polutan yang
dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara lain CO, HC,
SO2, NO2, dan partikulat. Tingginya emisi kendaraan bermotor disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
a. Sistem kontrol emisi kendaraan bermotor tidak diterapkan.

60
b. Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) berkala untuk
kendaraan umum tidak berjalan efektif.
c. Pemeriksaan emisi kendaraan di jalan sebagai bagian dari penegakan
hukum (terkait dengan pemenuhan persyaratan kelaikan jalan) belum
diterapkan.
d. Kendaraan bermotor tidak diperlengkapi dengan teknologi pereduksi emisi
seperti katalis karena tidak tersedianya bahan bakar yang sesuai untuk
penggunaan katalis tersebut.
e. Kualitas BBM yang rendah.
f. Penggunaan kendaraan berteknologi rendah emisi yang menggunakan
bahan bakar alternatif masih belum memadai.
g. Pemahaman tentang manfaat perawatan kendaraan secara berkala yang
dapat menurunkan emisi dan menigkatkan efisiensi penggunaan bahan
bakar masih kurang.
h. Disinsentif terhadap kendaraan-kendaraan yang termasuk dalam kategori
penghasil emisi terbesar belum diperkenalkan.

3.1.3 Sistem Transportasi dan Manajemen Lalu Lintas


Sistem manajemen transportasi dan tata ruang perkotaan mempengaruhi
pola pergerakan manusia dan kendaraan di suatu kota yang pada akhirnya
mempengaruhi kualitas udara. Pengendalian pencemaran udara melalui
peningkatan sistem transportasi terfokus pada dua aspek, yaitu pengurangan
volume kendaraan dan pengurangan volume kepadatan lalu lintas. Makin
banyak volume kendaraan yang beroperasi di jalan makin banyak jumlah emisi
gas buang total. Di negara-negara maju, walaupun catalytic converter telah
dapat mengurangi emisi gas buang per kendaraan per kilometer tempuh, jika
jumlah kendaraan semakin banyak dan jarak kilometer semakin bertambah
maka jumlah emisi total tetap meningkat. Artinya sistem transportasi
memegang peranan penting dalam pengendalian pencemaran udara perkotaan.
Jumlah kendaraan bermotor menunjukkan tingkat yang relatif tinggi.
Data selengkapnya adalah sebagai berikut (Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Perbandingan jumlah kendaraan bermotor di empat kota besar di


Indonesia, 1998.

Nama Kota Jumlah Kendaraan Jumlah Rasio


Bermot Pendudu Kendaraan/Pendu
or k duk
DKI 3.4 Juta 9.3 Juta 0.37
Jakarta
Surabaya 0.8 Juta 2.8 Juta 0.29
Bandung 0.4 Juta 2.4 Juta 0.17

61
Medan 0.6 Juta 1.9 Juta 0.32
Sumber: Statistik Nasional, 1998

62
Sebagai contoh kota Medan terus mengalami peningkatan jumlah
kendaraan bermotor. Peningkatan yang paling tinggi adalah sepeda motor.
Berikut tabel pertumbuhan kendaraan bermotor di kota Medan.

Tabel 3.2 Pertumbuhan Kendaraan bermotor di kota Medan


menurut jenisnya

Tahun Mobil Kendaraan Bus Sepeda Jumlah Peningkatan


/
Penumpa Barang Motor %
ng
2000 144.903 86.184 10.822
578.69 820.604 -
5
2001 146.592 88.346 10.879 619.98 865.804 5.2
7
2002 149.350 92.931 10.901 675.29 928.480 6.8
8
2003 161.298 95.258 11.101 730.95 998.610 7.0
3
2004 168.269 100.187 11.124 795.60 1.075.182 7.1
2
2005 162.156 109.046 11.367 891.15 1.173.723 8.4
4
2006 175.198 116.184 12.619 985.74 1.289.746 9.0
2
Sumber: DLLAJR Medan,

2007 Tabel 3.3 Baku mutu emisi gas buang


No Parameter Satuan Baku Mutu Emisi Gas Buang
1 kendaraanCO
bermotor Mg/l 45 %
2 HC Mg/l 1200
3 Pb Mg/l 0.026
4 Getaran Cm/det -

Sumber: Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Propinsi Sumut

3.2 Menuju Sistem Transportasi Perkotaan yang Ramah Lingkungan


Dalam mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat
energi, beberapa persyaratan spesifikasi dasar prasarana jalan yang digunakan
akan sangat menentukan. Permukaan jalan halus misalnya akan mengurangi
emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik atau
tanggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkata
kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan dan
juga akan mengurangi emisi pencemar udara keluar batas jalan kecepatan
tinggi. Dalam mencapai sistem transportasi darat tersebut ada beberapa hal yang

60
perlu dijalankan. Pertama, rekayasa lalu lintas. Kedua, pengendalian pada
sumber (mesin kendaraan). Ketiga, energi transportasi. Besarnya intensitas
emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan
karakter mesin juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan

3.3 Strategi Dan Kebijakan Transportasi Yang Berkelanjutan


Dari gambaran identifikasi keberlanjutan transportasi di kota Medan
terlihat beberapa hal yang mengancam keberlanjutan pelayanan tranportasi di
kota Medan. Oleh karena itu ada beberapa kebijaksanaan yang harus diterapkan
oleh pemerintah kota bekerja sama dengan masyarakat antara lain:

61
3.3.1 Angkutan Massal
Angkutan massal adalah salah satu alternatif kebijakan yang harus
segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan tranportasi perkotaan.
Angkutan massal yang dinilai sangat sesuai adalah angkutan jenis bus karena
disamping dana yang dibutuhkan lebih sedikit daripada membangun jaringan
kereta api yang baru, waktu yang dibutuhkan untuk memulai pengoperasian
lebih cepat, lingkungan fasilitas pengoperasian seperti jalan, terminal dan bus
angkutan mendukung untuk pelaksanaannya segera. Pengurangan
pengoperasian bus kecil diremajakan menjadi satu buah bus besar (Tamin,
2000). Untuk perencanaan pengoperasian angkutan massal ini di kota Medan
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang data-data dan alat-alat yang
diperlukan.

3.3.2 Pemakaian Bahan Bakar Ramah Lingkungan


Bahan bakar yang berbasis fosil yang digunakan dalam transportasi
umumnya tidaklah ramah lingkungan, tetapi bahan bakar inilah yang sangat
banyak dipakai oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu harus sudah
mulai dicari bahan bakar alternatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan
oleh bahan bakar tersebut. Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan antara
lain adalah bahan bakar gas sebab potensi dan produksi bahan bakar gas masih
sangat cukup bahkan sampai diekspor ke mancanegara. Dengan bahan bakar gas
emisi gas buang dapat dikurangi sebab kurang mengandung bahan-bahan yang
bersifat polutan dan batas emisi gas buangnya masih dibawah ambang, selain itu
harga bahan bakar ini lebih murah 40% daripada harga bahan bakar minyak dan
mesin kendaraan bermotor lebih awet karena tidak terjadi pengendapan sisa
BBM.

3.3.3 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


Untuk jalur hijau jalan RTH dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan khas
jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman perlu diperhatikan 2 (dua) hal
yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Tanaman juga bisa
ditanam di median jalan dan pulau jalan yang terbentuk oleh geometris jalan

62
seperti pada persimpangan atau bundaran jalan. Tanaman tersebut memiliki
kegunaan untuk menyerap polusi udara.

Gambar 3.1 Contoh tata letak jalur hijau jalan


Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/RTH/7.
(2006)

63
Gambar 3.2 Jalur tanaman tepi peneduh
Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/RTH/7.
(2006)

Gambar 3.3 Jalur tanaman tepi penyerap polusi udara


Sumber:
http://www.penataanruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/RTH/7.
(2006)

Pada pembangunan sektor jalan harus dengan berlandaskan lingkungan


dimana pembanngunan tersebut tidak boleh memberi dampak seperti penurunan
muka air tanah, banjir dll. Pembangunan jalur hijau sepanjang jalan raya sangat
penting karna dapat mereduksi tingkat kebisingan lingkungan pemukiman dan
akan mengurangi emisi pencemar udara.

64
3.3.4 Penggunaan Kendaraan Tak Bermotor
Sepeda dan becak, dalam hal ini adalah becak tanpa bahan bakar minyak
sangat sesuai untuk angkutan jarak dekat.. Transportasi ini merupakan bagian
dari transportasi yang ada di perkotaan. Fasilitas pengguna transportasi ini
cukup efektif bila ditinjau dari segi biaya dan dari segi lingkungan sangat

65
mendukung program pengurangan emisi gas buang. Sedangkan berjalan kaki
merupakan perekat bagi sistem transportasi.

4. KESIMPULAN
Sumber terbesar pencemaran udara di perkotaan adalah dari sektor transportasi
seperti kualitas bahan bakar minyak (BBM), emisi kendaraan bermotor, sistem
transportasi dan manajemen lalu lintas serta pertumbuhan kendaraan bermotor yang
sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
AK, Eryus, (2001), Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Jenis dan Dampaknya
Terhadap Lingkungan Hidup, Jurnal Management Transport Sekolah Tinggi
Manajemen Transportasi Trisakti, Jakarta.
Arie wibawa, Bayu, (1996), Tata Guna Lahan dan Transportasi dalam Pembangunan
Berkelanjutan di Jakarta, Tugas Mata Kuliah Manusia dan Lingkungan,
Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro,
Jakarta.
Miller, G.T. (1985). “Living in The Environment: An Introduction to Environmental
Science, 4th Ed., Wadsworth Publishing Company Inc., Belmot, California.
Moestikahadi, S. (2000). “Pencemaran Udara”, Penerbit ITB, Bandung. Poernomosidhi,
S. (1995). “Review on Road Environment Condition and
Research on Traffic Noise and Air Pollution in Indonesia”, Paper for the
Technical Visit to Public Work Research Institute, Tsukuba, Japan, 25th Sept.-6th
Oct. 1995.

Sembiring, Kumpul Ir.,M.Eng, (2002), Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Mendukung


Pembangunan Daerah dibutuhkan Sistem Transportasi Berkelanjutan, Seminar
Nasional FMIPA/UNIMED, Medan.
Sjafruddin, Ade, Ir., Msc, PhD, (2000), Tantangan Menuju Sistem Transportasi
Berkelanjutan, Seminar Nasional Tantangan Transportasi Perkotaan
Menghadapi Millenium III, Medan.
Sjafruddin, Ade, Ir., Msc, PhD. Dan Tumewu, willy, Ir., Msc. (2000), Kebijakan
Angkutan Perkotaan, Masalah dan Prospek Penanggulangannya, Seminar
Nasional, Tantangan Transportasi perkotaaan Menghadapi Millenium III,
Medan.
Sukarto, Haryono. (2006), Transportasi Perkotaan dan Lingkungan. Jurnal Teknik Sipil
Vol. 3, No. 2, Universitas Pelita Harapan, Jakarta.
Sutomo, Heru, Ir., Dr., Msc. (1998), Transportasi Berkelanjutan sebagai Tinjauan Awal,
Simposium I Forum Studi Transportasi Perguruan Tinggi, Aula Timur ITB,
Bandung.

66
Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Menunjang Pembangunan
Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan

Ade SJAFRUDDIN, Ph.D.

Kelompok Keahlian Rekayasa


Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan – ITB E-mail :
ades@trans.si.itb.ac.id

1. Pendahuluan

Isu kebijakan pengembangan sistem transportasi sekarang dan ke depan adalah bagaimana
setiap negara memainkan perannya dalam bingkai sistem transportasi berkelanjutan
(sustainable transportation). Wacana ini berawal dari keprihatinan akan interaksi antara
transportasi dan lingkungan. Kesadaran bahwa kualitas lingkungan telah terpengaruh
secara luar biasa oleh aktivitas transportasi, yang terus berakumulasi dengan berjalannya
waktu, membangkitkan perhatian banyak kalangan akan “kekeliruan” yang telah
dipraktekkan selama ini dalam penentuan kebijakan dan perencanaan. Praktek pengelolaan
infrastruktur transportasi di satu pihak serta kebutuhan masyarakat untuk melaksanakan
aktivitasnya di pihak lain tidak mungkin diteruskan seperti sebelumnya, melainkan perlu
diamati dengan “kacamata” yang berbeda. Biaya yang harus ditangggung oleh masyarakat
dalam melakukan perjalanan tidak hanya sekedar out-of-pocket costs, melainkan juga
dampaknya terhadap lingkungan. Ide pengembangan transportasi berkelanjutan merupakan
bagian esensial dari masalah pembangunan berkelanjutan (sustainable debevelopment).

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa membangun terus infrastruktur yang


dibutuhkan tidak selalu menjadi solusi yang terbaik. Setiap pembangunan infrastruktur
transportasi membawa dampak lingkungan, namun wilayah memiliki batas kapasitas
lingkungan tertentu untuk menerima dampak yang muncul. Di samping itu pembangunan
jaringan jalan, khususnya, yang hanya mengikuti tuntutan kebutuhan cenderung
mendorong peningkatan penggunaan kendaraan pribadi yang tidak efisien. Pertumbuhan
kebutuhan transportasi (demand) perlu dikendalikan agar seimbang dengan kemampuan
penyediaan jaringan (supply) serta kendala lingkungan.

Makalah ini membahas permasalahan transportasi yang berkaitan dengan kebijakan dan
strategi pengembangan sistem transportasi, isu-isu pembangunan keberlanjutan
(sustainability) yang perlu diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan
infrastruktur transportasi, serta usulan langkah-langkah strategis untuk mengatasi
67
permasalahan transportasi ke depan.

2. Isu Perkembangan Wilayah dan Transportasi

Interaksi perkembangan wilayah dengan sistem transportasi merupakan hubungan yang tak
terpisahkan yang mana pengaruhnya terakumulasi

1
sejalan dengan waktu. Suatu wilayah dengan segala karakteristiknya menawarkan daya
tarik tertentu bagi berlangsungnya suatu aktivitas, sementara sistem transportasi
menyediakan aksesibiltas yang sangat diperlukan agar aktivitas-aktivitas yang diinginkan
bisa dilaksanakan dan berkembang. Isu-isu utama perkembangan wilayah yang signifikan
dikaitkan dengan permasalahan transportasi, terutama di negera berkembang seperti
Indonesia, menyangkut:
 pertumbuhan penduduk dan urbanisasi;
 perkembangan bentuk perkotaan;
 perkembangan jenis aktivitas/tata-guna lahan;
 kebijakan dekonsentrasi planologis dan otonomi daerah;
 pertumbuhan ekonomi.

Rencana pembangunan Indonesia ke depan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan


masyarakat menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu bidang prioritas
rencana pembangunan sebagaimana dirumuskan dalam RPJP (Rencana Pembangunan
Jangka Panjang) dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). RPJM 2010-2014
menetapkan 11 bidang prioritas nasional yang salah satunya adalah bidang Infrastruktur
(termasuk transportasi) dengan tujuan “pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki
daya dukung dan daya gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan
…”.

Kebijakan Pemerintah terbaru yang terkait ditetapkan melalui Perpres No. 32/2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-
2025. Perpres tersebut menetapkan Penguatan Konektivitas Nasional sebagai salah satu
dari 3 strategi utama. Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen
kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah
(RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu
dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu.

Berbagai aspek perkembangan wilayah di atas memunculkan permasalahan transportasi


yang meliputi aspek-aspek operasional jaringan, finansial, ekonomi, lingkungan, dan
keselamatan. Indikasi dari permasalahan yang timbul dalam aspek-aspek tersebut terlihat
dari kemacetan lalu-lintas, proporsi penggunaan pribadi yang terus meningkat, tingkat
kecelakaan yang tinggi, konsumsi bahan bakar yang tidak efisien, dan sebagainya. Isu-isu
perkembangan wilayah ini mengingatkan bahwa permasalahan transportasi memerlukan
pemikiran dan penanganan yang komprehensif dengan kesadaran bahwa fokus perlu
diberikan terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas infrastruktur yang ada, serta
optimalisasi sumber daya yang terbatas untuk pengembangan sistem transportasi dalam
mengantisipasi perkembangan wilayah.

2
3. Pembangunan Berkelanjutan

Pengertian yang paling mendasar dari pembangunan berkelanjutan (sustainable


development) adalah bahwa dalam konteks global setiap pembangunan ekonomi dan sosial
seyogyanya memperbaiki, bukan merusak, kondisi lingkungan (Newman dan Kenworthy,
1999). Brundtland Report (dikutip oleh Newman dan Kenworthy, 1999) mengemukakan
empat prinsip yang menjadi dasar pendekatan untuk keberlanjutan global yang harus
diterapkan secara simultan, yaitu :
1. penghapusan kemiskinan, terutama di dunia ketiga, adalah penting tidak hanya
atas alasan kemanusiaan melainkan juga sebagai isu lingkungan;
2. negara-negara maju mesti mengurangi konsumsi sumber-sumber alamnya dan
produksi limbahnya;
3. kerjasama global dalam hal isu lingkungan tidak lagi merupakan pilihan sukarela
(soft option);
4. perubahan menuju keberlanjutan dapat terlaksana hanya dengan pendekatan
komunitas (community-based) yang melibatkan budaya lokal secara sungguh-
sungguh.

Newman dan Kenworthy (1999) mengedepankan bahwa konsep keberlanjutan


pembangunan pada dasarnya adalah mencoba untuk secara simultan mewujudkan
kebutuhan yang paling pokok, yaitu : (1) kebutuhan akan pembangunan ekonomi untuk
mengatasi kemiskinan; (2) kebutuhan akan perlindungan lingkungan bagi udara, air, tanah,
dan keragaman hayati; dan (3) kebutuhan akan keadilan sosial dan keragaman budaya
untuk memungkinkan masyarakat lokal menyampaikan nilai-nilainya dalam memecahkan
isu-isu tersebut. Konsep ini digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Tiga Proses Pembangunan pada Tingkat Lokal dan


Konsep Pembangunan Berkelanjutan
(Sumber: Newman dan Kenworthy, 1999, mengutip International Council on
Local Environmental Initiatives, 1996)

Secara lebih spesifik untuk sektor transportasi, sebuah lembaga penelitian yang berpusat di
Kanada yang fokusnya tentang masalah transportasi

3
berkelanjutan, The Centre for Sustainable Transportation (1997), merumuskan suatu
definisi bahwa transportasi berkelanjutan adalah suatu sistem yang :
 memungkinkan kebutuhan akses yang sangat mendasar dari individu dan
masyarakat untuk dipenuhi dengan selamat dan dengan cara yang konsisten
dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan dengan kesetaraan di dalam serta
di antara generasi;
 terjangkau, beroperasi secara efisien, memberikan pilihan moda-moda
transportasi, dan mendukung perkembangan ekonomi ;
 membatasi emisi dan limbah yang masih dalam kemampuan bumi untuk
menyerapnya, meminimasi konsumsi sumber-sumber yang tak terbarukan,
menggunakan dan mendaur ulang komponen-komponennya, dan meminimasi
penggunaan lahan serta produksi kebisingan.

4. Upaya Global Merumuskan Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Elemen pertama dari isu keberlanjutan (sustainability) muncul pada arena global di “UN
Conference on the Human Environment” di Sockholm tahun 1972. Pada konferensi ini 113
negara menekankan perlunya mulai membersihkan lingkungan dan terutama untuk mulai
proses penanganan isu lingkungan secara global (Newman dan Kenworthy, 1999)
mengingat masalah-masalah polusi udara, polusi air, dan kontaminasi kimia tidak
mengenal batas. Masalah kemunduran sumber alam juga dibahas, karena kesadaran telah
tumbuh bahwa kerusakan hutan, air tanah, tanah, dan cadangan ikan telah terjadi melewati
batas-batas negara. Selanjutnya, suatu pertemuan para ahli lingkungan di tahun 1990
mendiskusikan kebutuhan akan agenda lingkungan untuk masa yang akan datang mengenai
keberlanjutan kota-kota. Salah satu pernyataan pada pertemuan yang dinamakan “The First
International Ecocity Conference “ di Berkeley, California, tersebut menekankan bahwa “
sementara membuat penyesuaian- penyesuaian kecil karena kita terganggu oleh
degenenerasi ekologis dari planet ini, kita telah gagal untuk memperhatikan bahwa struktur
terbesar yang dibuat manusia – kota – telah secara radikal menyimpang dari kehidupan
yang sehat di atas bumi, dan berfungsi dengan hampir tanpa mengindahkan
kesejahteraannya dalam jangka panjang”. Hal ini kemudian diikuti dengan bangkitnya
agenda-agenda keberlanjutan secara international; setiap wilayah dan kota mencoba untuk
mengaitkan isu tersebut secara simultan ketika berusaha mengatasi masalah-masalah
ekonomi dan sosial agar sejalan dengan pertimbangan ekologi. Pada Earth Summit tahun
1992 yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, yang melibatkan 179 negara atau
merepresentasikan 98 % dunia, telah disepakati agenda-agenda lingkungan global; di
antaranya adalah “the Rio Declaration” pernyataan kesepakatan tentang keberlanjutan dan
“Agenda 21” merinci rencana-rencana aksi.

Selanjutnya melalui Kyoto Protocol (To The United Nations Framework Convention On
Climate Change), 11 Desember 1997, lebih dari 160 negara telah berkomitmen untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca (green house gases), di antaranya komitmen 40 negara
industri untuk mengurangi emisi 5,2 % di bawah level pada 1990 sebelum tahun 2012.
Pada Earth Summit

4
berikutnya (World Summit On Sustainable Development, Johannesburg, South Africa,
September 2002) dirumuskan langah-langkah untuk memperkuat komitmen global
terhadap sustainable development, khususnya berkaitan dengan Agenda 21 and the Rio
Declaration, dan komitmen spesifik oleh Pemerintahan dalam rangka pencapaian
Millennium Development Goals di bidang kemiskinan, pendidikan dasar, gender, anak-
anak, kesehatan ibu, pemberantasan penyakit, kelestarian lingkungan, dan kemitraan
global.

Isi-isu strategis lebih lanjut yang menyangkut perubahan iklim dirumuskan di Bali (United
Nations Climate Change Conference, 2007, 180 negara). Pada konferensi ini negara-negara
yg berpartisipasi mengadopsi Bali Roadmap sebagai proses dalam 2 tahun menuju suatu
kesepakatan mengikat tahun 2009 di Copenhagen, Denmark. Bali Roadmap terdiri dari
beberapa keputusan yang memberikan arahan untuk mencapai kondisi iklim yang lebih
aman pada masa yang akan datang. Copenhagen Climate Conference (CCC, Desember
2009, 193 negara) sebagai tindak lanjut dari Konferensi Bali dilaksanakan untuk
menyepakati protokol baru - Copenhagen Protocol - untuk menggantikan Kyoto Protocol
dalam upaya mencegah pemanasan global dan perubahan iklim dengan target mengurangi
emisi dunia setengahnya sampai dengan 2050. CCC gagal menyepakati suatu kesepakatan
yang mengikat (a legally binding pact), namun muncul kesepakatan 193 negara peserta
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencegah kenaikan suhu global tidak lebih
dari 2o C menjelang 2020 yang mana negara peserta secara individual menetapkan target
masing- masing. Pertemuan lanjutan dilaksanakan di Cancun, Mexico (Desember 2010),
yang hasilnya berupa kesepakatan pengembangan Green Climate Fund dan Climate
Technology Center, serta berusaha untuk mendapatkan komitmen untuk perioda ke-dua
bagi Kyoto Protocol. Pertemuan berikutnya direncanakan di Durban, Afrika Selatan,
Desember 2011, untuk merumuskan langkah lanjut atas Kyoto Protocol, Bali Action Plan,
dan Cancun Agreements.

Di tingkat Asia 44 kota telah menyepakati Kyoto Declaration for the Promotion of
Environmentally Sustainable Transport (EST) in Cities (24 April 2007) berupa
komitmen untuk mengimplemtasikan “integrated policies, strategies, and
programmes addressing key elements of EST such as public health; land-use
planning; environment- and people-friendly urban transport infrastructure; public
transport planning and transport demand management (TDM); non-motorized
transport (NMT); social equity and gender perspectives; road safety and
maintenance; strengthening road side air quality monitoring and assessment; traffic
noise management; reduction of pollutants and greenhouse gas emission; and
strengthening the knowledge base, awareness, and public participation”.

Masalah keberlanjutan pembangunan merupakan isu yang setiap negara dituntut untuk
memberikan fokus pada agenda global ini. Bersangkutan dengan masalah transportasi, isu
keberlanjutan merupakan konsekuensi logis yang keterkaitannya sangat langsung, karena
perkembangan wilayah

5
dan tata guna lahan secara fundamental dipengaruhi oleh jaringan transportasi. Evolusi dari
perkembangan sistem transportasi memberikan bentuk dasar terhadap karakteristik tata
guna lahan, meskipun prosesnya dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi,
sosial, dan politik. Oleh karena itu kebijakan yang diterapkan dalam mengelola
perkembangan sistem transportasi menjadi bagian sentral dalam konteks pembangunan
berkelanjutan.

5. Transportasi dan Tantangan Global

Keterkaitan antara transportasi dengan lingkungan meliputi spektrum yang sangat lebar.
Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari infrastruktur transportasi yang secara
fisik mempengaruhi lingkungan sekitarnya atau akibat pengoperasian fasilitas tersebut.
Faktor –faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda transportasi bersifat sangat
dinamis karena tingkat gangguannya tergantung dari volume penggunaan, jenis moda, dan
teknologi yang digunakan. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian
transportasi ini yang umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus
berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia.

Pada lingkup makroskopis, tingkat dan skala gangguan terhadap lingkungan akibat
transportasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu kondisi
perekonomian global dan nasional, kebijakan transportasi (sistem pengadaan, standar
lingkungan, dsb), struktur sektor transportasi (moda-moda yang dioperasikan,
kelembagaan, keterlibatan swasta dan pemerintah, karakteristik pasar, dsb), serta aspek-
aspek operasional dari kegiatan transportasi (sistem manajemen, tingkat penggunaan,
penerapan teknologi, dan sebagainya). Bagi transportasi perkotaan, polusi udara akibat
transportasi jalan merupakan dampak yang boleh dikatakan paling problematis, terutama di
negara-negara berkembang di mana perkembangan infrastruktur sangat tertinggal
dibanding perkembangan kebutuhan yang mengakibatkan kemacetan yang sangat ekstensif.
Disamping itu, faktor lalu- lintas lainnya (kebisingan, vibrasi, kerusakan fisik, perasaan tak
aman/nyaman) dan faktor badan jalan (intrusi visual/estetika, pemisahan lahan, konsumsi
lahan, perubahan akses, nilai lahan, pengaruh terhadap kehidupan alam, situs budaya,
sejarah) masing-masing memberikan dampak tertentu pada lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan pengalaman terlibat dalam lebih dari 1.000 proyek sektor transportasi di
seluruh dunia sejak tahun 1940-an yang mencakup dana hampair 50 milyar US$, Bank
Dunia (World Bank, 1995) mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam menuju sistem
transportasi berkelanjutan. Tantangan tersebut terdiri dari perbaikan terhadap hal-hal yang
belum terselesaikan (unfinished business) serta antisipasi terhadap berbagai masalah baru
akibat perubahan aspirasi masyarakat, implikasi dari kompetisi global, serta konsekuensi
yang beragam dari motorisasai yang sangat cepat.

6
Tantangan yang belum terselesaikan mencakup, pertama, peningkatan akses dan
keterjangkauan. Hal ini terutama berkaitan dengan negara berkembang di mana akses dari
perdesaan yang masih terbelakang terhadap pasar dan fasilitas lain yang perlu peningkatan.
Yang perlu mendapat fokus perhatian menyangkut jaringan transportasi perdesaan dan
pelayanan angkutan umum sehingga biaya transportasi secara umum, baik untuk barang
maupun orang, bisa ditekan. Ke-dua adalah penanganan krisis pemeliharaan. Praktek
pemeliharaan yang tidak memadai terhadap infrastruktur jalan menyebabkan biaya yang
sangat besar dalam bentuk penurunanan nilai aset dan dalam jangka panjang juga
menyebabkan kenaikan biaya pengelolaan secara menyeluruh. Setiap rupiah penundaan
pemeliharaan diperkirakan dapat menyebabkan kenaikan biaya operasi kendaraan sebesar
tiga rupiah.

Sedangkan tantangan baru mencakup aspek-aspek berikut. (a) Peningkatan respon terhadap
kebutuhan pelanggan. Peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan karakteristik
pasar akan membangkitkan tuntutan yang lebih bervariasi dan kualitas pelayanan yang
lebih baik. (b) Penyesuaian terhadap pola perdagangan global. Liberalisasi perdagangan
membawa kecenderungan volume barang dan jarak pengiriman menjadi lebih tinggi.
Negara berkembang sangat mengandalkan pertumbuhan ekonominya melalui ekspor
barang-barang manufaktur. (c) Mengatasi tingkat motorisasi yang sangat cepat. Kota
menjadi motor perkembangan ekonomi, terutama di negara berkembang, dan populasi
urban meningkat dengan cepat. Dipacu oleh peningkatan pendapatan, pemilikan kendaraan
di kota- kota negara berkembang meningkat lebih cepat dari pada proporsi ruang perkotaan
yang digunakan menjadi jalan.

6. Tantangan di Indonesia

Dari berbagai faktor lingkungan, polusi udara merupakan faktor yang langsung berdampak
pada kehidupan masyarakat, yaitu berupa berbagai gangguan kesehatan. Studi-studi yang
telah dilakukan di Indonesia maupun negara-negara lain menunjukkan bahwa lalu-lintas
kendaraan bermotor terutama di perkotaan merupakan sumber pencemaran udara terbesar.
Penelitian di lima kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang dan
Medan, oleh Lembaga Pengabdian pada Masyarakat ITB (Soedomo et.al., 1992)
melaporkan kontribusi emisi HC, NOx , dan CO dari transportasi masing-masing mencapai
sekitar 70-88%, 34-83%, dan 97-99% dari total sumber polusi udara. Besarnya kontribusi
emisi sektor ini saja tidak saja ditentukan oleh volume lalu lintas dan jumlah kendaraan,
tetapi juga oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota, khususnya di daerah- daerah
pusat kota dan perdagangan. Sering terjadinya kemacetan lalu lintas di pusat kota dan
perdagangan, menyebabkan turunnya efisiensi penggunaan bahan bakar. Hal ini disertai
dengan tingkat emisi yang lebih besar, terutama CO, HC, dan debu.

Isnaeni dan Lubis (2000) melakukan simulasi terhadap kecenderungan transportasi di dua
kota besar, Jakarta dan Bandung, dan dampaknya

7
terhadap pencemaran udara akibat emisi gas buang. Hasil simulasi secara umum
memperlihatkan bahwa komposisi polutan utama sebagai dampak dari interaksi sistem
transportasi perkotaan adalah CO (+ 80%), NOx (+ 10%) dan HC (+ 9%). Sedangkan SO2
dan SPM hanya memberikan kontribusi minor. Total emisi gas buang untuk Jakarta pada
tahun dasar 1995 diperkirakan sekitar 430 ribu ton/tahun dan untuk Bandung sekitar 150
ribu ton/tahun. Temuan dari simulasi di Jakarta dan Bandung ini paling tidak memberikan
indikasi mengenai pengaruh yang sangat signifikan dari pemenuhan kebutuhan transportasi
perkotaan terhadap kondisi lingkungan. Kecenderungan ini akan terus berlanjut jika tidak
diantisipasi dengan tindakan-tindakan nyata.

Kemacetan yang kerap terjadi di kota-kota besar secara langsung menyebabkan


peningkatan pemakaian bahan bakar dan emisi gas buang kendaraan, padahal sektor
transportasi merupakan salah satu sektor yang mengkonsumsi BBM terbesar di samping
rumah tangga dan industri. Di Indonesia, pada awal PELITA IV (1984), transportasi
menghabiskan 39,7 % dari konsumsi BBM nasional (Dikun, 1999). Pada tahun 1996 angka
tersebut meningkat ke 53,5 %, dan pada tahun 1998 mencapai lebih dari 60 %.
Dibandingkan dengan Jepang yang konsumsi energinya 20-25 % dari total konsumsi energi
nasional (Ohta, 1998), konsumsi energi untuk transportasi di Indonesia dapat dikatakan
sangat boros. Angka-angka tersebut cukup memberikan gambaran mengenai inefisiensi
sektor transportasi di Indonesia.

Tantangan-tantangan di atas menggarisbawahi akan perlunya mereformasi kebijakan


transportasi untuk mendukung kualitas kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan.
Esensinya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.

7. Peta Jalan Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan

Pembangunan infrastruktur transportasi berkelanjutan merupakan upaya yang


komprehensif dari berbagai dimensi sektoral, wilayah, keterlibatan para aktor, dan
substansinya. Gambar 2 memperlihatkan suatu usulan langkah- langkah strategis menuju
penataan sistem transportasi yang berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur transportasi
merupakan bagian integral dalam setiap elemen perwujudan langkah-langkah yang
diperlukan tersebut karena hal ini akan sangat menentukan efisiensi dan efektivitas
pemanfaatan sistem yang ada. Penataan yang menyangkut aspek teknologi, regulasi, dan
perilaku pengguna perlu diberi prioritas. Strategi implementasi perlu dirumuskan untuk
mencapai kondisi yang lebih berkelanjutan dalam hal operasional, ketersediaan sistem yang
lebih ramah lingkungan, serta penggunaan sumber daya. Pendidikan bagi publik perlu
digalakkan untuk untuk meningkatkan partisipasi publik ke arah yang diinginkan.

Kota-kota Indonesia yang relatif berkembang cepat dibanding kota-kota di negara maju,
terutama dalam hal pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang memicu pertumbuhan
kebutuhan aktivitas sosial ekonomi, tidak mempunyai

8
pilihan lain dalam memandang masa depannya, kecuali segera merespons tuntutan global
mengenai keberlanjutan perkotaan yang layak hidup. Sejumlah kebijakan dasar harus
dirumuskan agar arah yang diambil dapat secara tepat dan efektif menjawab permasalahan.
Beberapa hal pokok dibahas di bawah ini.

Gambar 2 Peta Jalan Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan

Masalah kesiapan kelembagaan merupakan salah satu isu sentral. Bagaimana


kelembagaan terkait merespons tanggung jawab global – permasalahan lingkungan yang
muncul tak mengenal batas – namun secara tepat menerapkannya sesuai dengan
permasalahan lokal. Partisipasi dari semua kelompok kepentingan (stake-holders) –
Pemerintah, lembaga penelitian dan akademisi, lembaga swada masyarakat, penegak
hukum, masyarakat, profesional dan praktisi – perlu ditingkatkan dalam proses penentuan
kebijakan. Dalam konteks otonomi daerah, peran Pemerintah Daerah perlu diberdayakan
sehingga aspirasi daerah dapat lebih disuarakan. Peran kelembagaan ini akan memberikan
fokus pada instrumen-instrumen kebijakan yang diterapkan. Sebagai contoh, penerapan
“instrumen teknologi” untuk memilih teknologi dalam mengurangi dampak lingkungan,
“instrumen ekonomi” berupa kebijakan tarif untuk membuat masyarakat sadar akan ongkos
yang harus ditanggung (biaya langsung maupun biaya dampaknya), dan “instrumen
perencanaan” transportasi dan pengembangan wilayah yang mengarahkan pada
pengurangan ketergantungan pada mobil pribadi.

Berkaitan dengan aspek regulasi, yang perlu mendapat perhatian adalah baik yang
menyangkut tahap perencanan dan pembangunan infrastruktur maupun sistem operasinya.
Standar perencanaan dan desain perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan
masa depan atas green infrastructures. Misalnya, penetapan baku mutu lingkungan perlu
diikuti

9
dengan pembuatan peraturan-peraturan yang mendukung dan penegakan hukum yang
konsisten, baik pada level pusat maupun daerah.

Kesiapan sosial budaya juga memerlukan perhatian. Penyesuaian kebijakan dan langkah-
langkah pendekatan yang diambil dengan permasalahan dan kebutuhan lokal menjadi
sangat penting. Dalam konteks transportasi, permasalahannya adalah bagaimana
mengendalikan ketergantungan pada mobil pribadi dan pengendalian kebutuhan, dan ini
memerlukan perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Peningkatan kebutuhan tidak
sepenuhnya harus diikuti oleh penyediaan, melainkan perlu dicari keseimbangan yang
harmonis antara kebutuhan dan penyediaan. Sesuai dengan prinsip dasar bahwa
transportasi adalah kebutuhan ikutan (derived demand), maka yang penting orang dan
barang, bukan kendaraan, yang berpindah dengan kualitas pelayanan yang memadai.

Keberhasilan penerapan kebijakan dan langkah-langkah yang diambil akan sangat


tergantung dari kesiapan sumber daya manusia. Aspek SDM ini terkait langsung pada
seluruh proses : penentuan kebijakan, perencanaan, dan implementasinya. Dalam hal alih
teknologi, misalnya, kesiapan SDM perlu dikembangkan secara berkesinambungan
mengingat ketergantungan negara berkembang, termasuk Indonesia, yang sangat besar
terhadap negara maju. Secara bertahap peranan SDM diharapkan dalam meningkatkan
local content dari teknologi yang digunakan dan sekaligus mengurangi ketergantungan
pada negara lain.

Setiap langkah yang akan dilakukan menuntut adanya suatu perencanaan terpadu.
Keterpaduan suatu sistem transportasi perkotaan paling tidak ditinjau dari sisi-sisi
kebijakan, rencana dan program, pendanaan, dan pelayanan. Keterpaduan sistem tersebut
diarahkan agar meningkatkan kemudahan penggunaan oleh masyarakat, meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber daya, meningkatkan interaksi antar kawasan, meningkatkan
partisipasi masyarakat, termasuk peran swasta, dan menurunkan pencemaran lingkungan
dan tingkat kecelakaan. Semua pihak terkait perlu melakukan koordinasi yang efektif untuk
mencapai hal ini. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan dilaksanakan sesuai
tanggung jawab institusi yang bersangkutan. Dalam hal pendanaan, baik yang menyangkut
sumber-sumber pembiayaan dan alokasinya untuk setiap program disusun secara
transparan dan akuntabel pada seluruh proses.

Yang juga perlu mendapat perhatian adalah bahwa langkah-langkah yang dibahas di atas
perlu didukung dengan riset pada berbagai bidang yang terkait. Penerapan hasil-hasil
penelitian yang dikembangkan di negara lain dapat dilaksanakan sepanjang sesuai dengan
kondisi iklim, geografi, dan sebagainya. Berbagai disiplin ilmu terkait dituntut untuk
memberikan kontribusi positif dalam kerangka kerja yang saling melengkapi. Dalam
konteks ini, setiap lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri memiliki tanggung jawab
bersama untuk mampu menjawab berbagai tantangan tersebut secara sistematis dan
berkelanjutan.

10
8. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diberikan beberapa catatan berikut:


 Kebijakan dalam menangani permasalahan transportasi perkotaan perlu
didekati baik dari sisi penyediaan (supply) maupun dari sisi kebutuhan
(demand). Tidak ada “obat mujarab” yang dengan satu tindakan tertentu akan
bisa menyelesaikan semua persoalan transportasi, melainkan perlu tindakan-
tindakan yang terpadu dan berkelanjutan. Manajemen Kebutuhan Transportasi
merupakan praktek yang perlu diupayakan lebih intensif dalam rangka
mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya.
 Metoda-metoda yang terbukti efektif di negara maju belum tentu memberikan
hasil yang serupa jika diterapkan di Indonesia mengingat kondisi masyarakat,
sistem transportasi, wilayah, serta kesiapan kelembagaan yang berbeda. Oleh
karena itu implementasi kebijakan yang diambil di Indonesia perlu
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
 Isu-isu mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan
khususnya transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) telah
menjadi isu global yang setiap negara dituntut menunjukkan tanggung
jawabnya sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan lokal.
 Indonesia sebagai bagian dari komunitas global perlu segera menunjukkan
respons terhadap tantangan-tantangan keberlanjutan. Langkah-langkah
antisipasi diwujudkan dengan persiapan yang diperlukan dalam aspek
kelembagaan, sosial budaya, regulasi dan penegakan hukum, serta
pengembangan sumber daya manusia yang semuanya disusun melalui suatu
kerangka perencanaan yang terpadu.

Daftar Pustaka

Dikun, S. (1999), Pokok-pokok Pikiran Arah Kebijakan Transportasi Perkotaan,


Seminar MTI, Transport 2000 Forum, Jakarta
Isnaeni, M., Lubis, HAS (2000), Efek Lingkungan Interaksi Transportasi dan Tata
Ruang Kota, Simposium III FSTPT, Yogyakarta
Newman, P., Kenworthy, J. (1999), Sustainability and Cities Overcoming Automobile
Dependence, Island Press
Ohta, K. (1998), TDM Measures Toward Sustainable Mobility, IATSS Researh Vol 22.
No.1
Sjafruddin, A., Lubis, HAS, Widodo, P.(2000), Sistem Transportasi Berkelanjutan dan
Masalah Dampak Lingkungan Transportasi Perkotaan, Simposium Nasional dan Civil
Expo 2000, HMS - Jurusan Teknik Sipil ITB
Sjafruddin, A., Tumewu, W.(2000), Kebijakan Angkutan Perkotaan, Masalah dan
Prospek Penanggulangannya, Seminar Nasional Unika St.Thomas
Soedomo, M., Usman, K., Handayani, K. (1992), Status Pencemaran Lima Kota Besar,
Laporan Penelitian, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat ITB
The Centre for Sustainable Transportation (1997), Definition and Vision of Sustainable
Transportation
179
World Bank (1995), Sustainable Transport : Priority for Policy Reform, World Bank
Publication, Washington
PENGARUH PEMBANGUNAN EKONOMI TERHADAP
PEMBANGUNAN MANUSIA DI KALIMANTAN TIMUR

Dedy Pudja Wardana


Magister Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan dan kesehatan dalam memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda dengan
variabel moderator. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan
merupakan variabel moderator. Variabel pengeluaran pemerintah sektor kesehatan yang
berpengaruh positif dan signifikan dalam memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pembangunan ekonomi. Kemudian variabel pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan dan kesehatan bukan merupakan variabel moderator dalam memperkuat
pengaruh tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia. Sedangkan variabel
tingkat kemiskinan berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap pembangunan
manusia di Provinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian ini menjadi dasar pertimbangan
kebijakan pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Dalam upaya penanggulangan
kemiskinan untuk peningkatan pembangunan manusia yang dilakukan secara
komprehensif yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan
secara terpadu.

Kata kunci: Pengeluaran Pemerintah, Pendidikan, Kesehatan, Pertumbuhan


Ekonomi, Kemiskinan, Pembangunan Manusia.

PENDAHULUAN
Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi
manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan, serta
mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan sosial, antara
ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan
individu. Pembangunan yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan berkeadailan
sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya terhadap hak atas
pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program pembangunan harus
diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan melalui komitmen visi
pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui konsep pembangunan yang
berpihak kepada orang miskin (pro-poor development).

180
Pembangunan manusia menjadi penting karena apabila suatu daerah tidak
memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial maka dapat menggunakan Sumber
Daya Manusia (SDM) untuk membangun dan memajukan daerahnya. Jadi, sumber daya
manusia sangat berperan penting dalam pembangunan suatu daerah. Indeks
pembangunan manusia (IPM) bermanfaat untuk membandingkan kinerja pembangunan
manusia baik antarnegara maupun antar daerah.
Seiring dengan peningkatan IPM Nasional dan Provinsi Kalimantan Timur
diikuti pula penurunan setiap tahun dari jumlah penduduk miskin di Provinsi
Kalimantan Timur. Dari laju penurunan angka kemiskinan tersebut belum dapat
dikatakan sebagai daerah yang angka kemiskinannya rendah. Hal ini disebabkan oleh
jumlah angka kemiskinan yang relatif masih tinggi bila dibandingkan dengan total
jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data BPS, jumlah
penduduk miskin di Kalimantan Timur pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan
yaitu dari 247,10 ribu jiwa di tahun 2011 menjadi 246,10 ribu jiwa. Besar kecilnya
jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh ukuran garis kemiskinan, karena penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan.
Kondisi jumlah penduduk miskin menurut sembilan kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Timur setelah pemekaran tidak termasuk Kabupaten Mahakam Ulu
(Mahulu) pada tahun 2013 terbanyak ada di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki
persentase penduduk miskin sebesar 9,06%. Sedangkan persentase penduduk miskin
terrendah ada pada Kota Balikpapan sebesar 2,48%. Perkembangan persentase
penduduk miskin dalam lingkup provinsi juga menunjukkan adanya penurunan, dimana
pada tahun 2006 persentase penduduk miskin Provinsi Kalimantan Timur sebesar
11,41% turun menjadi 6,38% pada tahun 2013.
Kebijakan anggaran pada sektor pendidikan dan kesehatan dapat menjadi salah
satu tolak ukur dalam pembangunan manusia. Seperti pada pemerintah daerah
kabupaten/kota dan provinsi di Kalimantan Timur secara umum sudah mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan anggaran ini juga didorong dengan
peningkatan pendapatan yang diperoleh masing-masing pemerintah daerah. Pada tahun
2006 pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menganggarkan untuk sektor pendidikan
dan kesehatan sebesar 561,41 milyar rupiah menjadi 1.742,20 milyar rupiah pada tahun
2013 atau terjadi peningkatan rata-rata selama delapan tahun sebesar 35,57%.
Peningkatan ini tidak serta merta selalu mengalami peningkatan, karena pada tahun
2010 terjadi penurunan sebesar 24,74% atau 292,56 milyar rupiah, tetapi pada tahun
2011 hingga tahun 2013 kembali mengalami peningkatan anggaran.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya sebagai
salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan
ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang dianggap lebih baik guna
mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM dan pembangunan ekonomi khususnya
pembangunan ekonomi di daerah.
Kewenangan otonomi daerah, diberikan kepada masing-masing pemerintah
daerah kabupaten/kota untuk menyusun perencanaan pembangunan

181
dan anggaran keuangannya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakatnya. Selain untuk membiayai pembangunan sektor- sektor
ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembiayaan publik sektor pendidikan
dan kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2002) mengenai Pembangunan Manusia Dan
Kinerja Ekonomi Regional Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
dengan multi persamaan dengan metode two-stage least square (TSLS). Penelitian
Rinda Ayun Anggraini dan Luthfi Muta’ali (2010) tentang Pola Hubungan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011.
Penelitian Rinda Ayun Anggraini dan Luthfi Muta’ali (2010) tentang Pola Hubungan
Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2007-2011. Bambang Bemby Soebyakto dan Abdul Bashir (2014) dalam penelitiannya
yang berjudul Analisis Tipologi Dan Hubungan Antara Indeks Pembangunan Manusia
Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini Klassen Typology,
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi
diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social development is
economic development” (Mubyarto, 2004). Menurut Todaro (2000), sumber daya
manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber daya material, merupakan
faktor paling menent ukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi
suatu bangsa bersangkutan. Laporan tahunan UNDP secara konsisten menunjukkan
bahwa pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama
(sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan
sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia (sosial).
Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses dimana kapasitas
produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan
tingkat pendapatan yang semakin besar (Todaro, 2006). Sedangkan menurut Salvatore
(2006) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana PDB riil per kapita meningkat
secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa
kenaikan produksi riil per kapita dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan
tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber
produksi.
Teori Jumlah Penduduk Optimal, Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik.
Menurut teori tersebut, berlaku the law of diminshing return menyebabkan tidak semua
penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, akan menurunkan
tingkat output perekonomian. Agar penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan
output, yang harus dilakukan adalah investasi barang modal dan sumber daya manusia
yang menunda terjadinya gejala the law of diminshing return atau hukum hasil yang
semakin menurun.

182
Teori Pertumbuhan Neo Klasik Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan
berdasarkan teori-teori klasik sebelumnya yang telah disempurnakannya. Fokus dari
teori neo klasik mengenai stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan
masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi. Adapun beberapa asumsi
penting dalam memahami model Solow (Rahardja. 2001:195):
Teori pertumbuhan endogen dikembangkan oleh Romer (1986) merupakan
pengembangan teori pertumbuhan Klasik-Neo Klasik. Kelemahan model Klasik maupun
Neo klasik terletak pada asumsi bahwa teknologi bersifat eksogen.
Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang
bersamaan oleh E.S. Domar (1947, 1948) dan R.F. Harrod (1939, 1948). Keduanya
melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan
meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan output. Sumber
dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan
nasional) yang ditabung (Boediono, 1985:68).
Menurut W. W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu
masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi
banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja
dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial
dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960).
Menurut W. W. Rostow pembangunan ekonomi atau transformasi suatu
masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi
banyak. Analisis Rostow ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tercipta sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja
dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial
dalam suatu masyarakat dan negara. Dalam bukunya “The Stage of Economic” (1960),
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka dapat di gambarkan model
skematis atau kerangka konsep sebagai berikut:

183
Pengeluaran
Pemerintah Sektor
Pertumbuha Pendidikan
n Ekonomi
(X3)
(X1) Indeks
Pembangunan

Manusia (Y)

Tingkat
Kemiskina
Pengeluaran
n (X2)
Pemerintah Sektor
Kesehatan

(X4)

Gambar.1.
Kerangka Konsep Penelitian
METODE PENELITIAN

Definisi Operasional

Batasan pengertian dari penggunaan variabel dalam penelitian dapat


dioperasionalkan sebagai berikut :
1. Indeks Pembangunan Manusia (Y) adalah indikator capaian pembangunan
manusia yang dihitung dari komponen indeks pendidikan, indeks harapan
hidup, dan indeks daya beli dan diukur dalam satuan persen (%).
2. Pertumbuhan ekonomi (X1) adalah perubahan PDRB kabupaten/kota atas
dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 dalam periode satu tahun yang
diukur dengan satuan persen (%).
3. Tingkat kemiskinan (X2) adalah persentase jumlah penduduk yang miskin,
dimana perhitungannya menggunakan batas garis kemiskinan dan
pendekatan kemiskinan indikator baru yang membedakan antara penduduk
yang mendekati miskin (near poor), miskin (poor), dan sangat miskin
(poorest) diantara jumlah penduduk total.
4. Variabel moderasi merupakan variabel yang mempengaruhi (memperlemah
atau memperkuat) variabel independen dan variabel dependen. Variabel
moderasi dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah yang
merupakan pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari:
a. Sektor pendidikan (X3) adalah pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

184
dari total pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang diukur dalam satuan rupiah.
b. Sektor kesehatan (X4) adalah pengeluaran pemerintah sektor kesehatan
dari total pengeluaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang diukur dalam satuan rupiah.

185
Alat Analisis
Data-data yang digunakan, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
analisis statistik, dimana berdasarkan kerangka konsep jika dijabarkan secara matematis,
maka hubungan variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Y= f (X1, X2, X3, X4) …(1)
Secara ekonometrika persamaan (1) diubah untuk menunjukkan hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen yang dianalisis menggunakan
teknik analasis regresi berganda dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + …(2)

Dimana :
Y = Indeks Pembangunan Manusia
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Tingkat Kemiskinan
X3 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan sebagai variabel
moderator
X4 = Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan sebagai variabel
moderator
β0 = Konstanta
β1 … β4 = Koefisien Regresi
= error term.

PEMBAHASAN
Hasil analisis yang diperoleh dari hasil pengolahan data dari model penelitian
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan Terhadap IPM
Di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian ini pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan pengujian
secara parsial menggunakan uji t pada taraf signifikan sebesar 5%. Dari hasil analisa
diperoleh nilai masih dibawah 0,05.
Hubungan positif dan tidak signifikannya variabel pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Timur tidak sesuai dengan teori dan hipotesis
yang telah dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari adanya pertumbuhan
ekonomi tidak membawa perubahan pada capaian pembangunan manusia secara
langsung. Pertumbuhan ekonomi diakibatkan karena adanya peningkatan pada sektor-
sektor perekonomian. Namun peningkatan tersebut tidak dapat meningkatkan
pembangunan manusia (IPM).
Namun dalam hal ini pembangunan ekonomi masih diyakini harus sejalan denga
n pembangunan sosial sehingga pertumbuhan ekonomi dapat menyumbang langsung
terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan sosial; dan sebaliknya, pembangunan sosial
dapat menyumbang langsung terhadap pembangunan ekonomi. Salah satu strategi
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah adalah

186
berupaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan memacu pertumbuhan
sektor-sektor dominan. Pembangunan pada sektor-sektor tersebut mendorong
tersedianya kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan dan memeratakan
distribusi pendapatan antar anggota masyarakat. Sehingga akan mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi merupakan prasayarat tercapainya pembangunan
manusia. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi akan terjamin peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Hal
tersebut sesuai dengan teori atau proses penetasan ke bawah (trickle down effect).
Dalam bidang ekonomi, pembangunan lebih ditekankan pada peningkatan yang
bersamaan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sehingga akan
mendongkrak daya beli untuk dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat.
Hubungan negatif dan tidak signifikannya variabel tingkat kemiskinan terhadap
variabel pembangunan manusia (IPM) tidak sesuai dengan hipotesis dan teori. Hasil ini
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tidak mempunyai efek atau pengaruh secara
langsung terhadap masalah pencapaian pembangunan manusia melalui program-
program pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mempunyai kapabilitas untuk
melakukan sesuatu, bukan karena tidak memiliki sesuatu. Dengan demikian, tingkat
kemampuan seseorang untuk mengakses sumber daya sangat mempengaruhi tingkat
kesejahteraannya. Jika individu tidak berada dalam kondisi miskin, maka segala
kebutuhan dasarnya akan terpenuhi. Selain dapat mencukupi kebutuhan makannya,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan juga dapat terpenuhi.
Penduduk miskin dapat melanjutkan sekolahnya, berobat ke dokter atau puskesmas,
mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
Pemenuhan kebutuhan tersebut akan meningkatkan kualitas penduduk yang pada
akhirnya dapat meningkatkan IPM. Meskipun tidak mempengaruhi secara langsung,
perbaikan IPM melalui pendidikan dan kesehatan terhadap orang miskin di suatu
wilayah akan berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan/atau
peningkatan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dan melepaskannya dari lingkaran kemiskinan.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor pendidikan
merupakan variabel mediator yang memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap IPM, tetapi tidak signifikan. Hubungan positif dan tidak signifikannya variabel
pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dalam memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia di Kalimantan Timur tidak
sesuai dengan hipotesis dan teori yang ada. Dengan anggaran tersebut, pemerintah
belum dapat meningkatkan pelayanan dan fasilitas-fasilitas pendidikan seperti bangunan
sekolah, buku-buku, kebutuhan laboratorium, ataupun beasiswa untuk murid yang tidak
mampu. Dengan

187
demikian, kebijakan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, merupakan
investasi yang secara tidak langsung dapat memperbaiki kualitas manusia.
Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan
sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan
berbagai problem krusial seperti masalah pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan
narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Selain itu, investasi di bidang pendidikan secara nyata berhasil mendorong kemajuan
ekonomi dan menciptakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pengeluaran
pemerintah untuk sektor pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang harus
didukung dengan pembiayaan yang memadai dan merata.
Dalam APBD, sektor pendidikan pada umumnya mendapat alokasi terbesar
sebagai cerminan dari prioritas untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Kalimantan Timur dan sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan pengalokasian yang
baik dan tepat sasaran, investasi untuk sektor pendidikan dapat meningkatkan kualitas
manusia yang pada akhirnya dapat mendukung pencapaian kemajuan sosial
(berkurangnya angka kemiskinan) dan pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan Dengan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sektor kesehatan
merupakan variabel mediator yang memperkuat pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap IPM dengan pengaruh yang signifikan. Hubungan positif dan signifikannya
variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan dengan pembangunan manusia
di Kalimantan Timur sesuai dengan teori dan hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini.
Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan banyak dinikmati
oleh masyarakat. Anggaran tersebut cenderung memberikan kontribusi yang nyata
dalam meningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Banyak masyarakat
memperoleh bantuan biaya pengobatan di rumah sakit melalui jaminan kesehatan
daerah, sehingga banyak yang berobat yang menggunakan layanan jaminan kesehatan
tersebut.
Namun masih adanya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan lebih
banyak digunakan untuk batas penggunaan tertentu (khusus) yang tidak bersifat meluas.
Anggaran tidak merata digunakan untuk program dan kegiatan yang bersifat kuratif,
prefentif, dan operasional. Dan ketiga, meskipun ada peningkatan anggaran sektor
kesehatan untuk jasa pelayanan, program-program kesehatan, maupun suplai obat dan
alat-alat kesehatan, namun tidak diikuti oleh fasilitas tambahan seperti infrastruktu jalan,
puskesmas, dan lain-lain. Sehingga hal ini hanya sedikit atau bahkan tidak memberikan
pengaruh terhadap kualitas kesehatan dan pembangunan manusia.
Hal serupa telah dilaporkan dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007
(World Bank, 2007) yang menyebutkan bahwa hingga saat ini belum pernah ada
publikasi yang melaporkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah
untuk sektor kesehatan terhadap tingkat kematian ibu dan bayi yang

188
melahirkan. Meskipun ada kenaikan anggaran untuk sektor kesehatan, dalam
penggunaannya tidak sesuai dengan masalah dan keadaan riil di lapang.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dengan Tingkat Kemiskinan
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur
Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan ditemukan tidak memiliki
kekuatan tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan
Timur. Hasil yang diperoleh pada uji residual, menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan bukan merupakan variabel moderating, tetapi merupakan
variabel yang berdiri sendiri sebagai variabel prediktor (independen) yang berpengaruh
terhadap pembangunan manusia (IPM). Selain itu, pada uji residual tersebut, ternyata
diketahui bahwa variabel pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan tidak
memperkuat pengaruh tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia.
Dari uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa IPM tidak bisa berdiri sendiri
sebagai variabel independen dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan. Hal tersebut
mengandung makna bahwa untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang
di-proxy dengan IPM harus didukung dengan kebijakan pemerintah melalui alokasi
sumber pendanaan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang memang
ditujukan untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Kualitas pembangunan
manusia, sebagaimana diungkapkan oleh UNDP, terkait dengan aspek pemenuhan
kebutuhan akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk
mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya
yang bisa memenuhi standar hidup.
Pengeluaran atau belanja pemerintah untuk sektor pendidikan merupakan salah
satu bentuk investasi dalam modal sumberdaya manusia (human capital investment).
Oleh karena itu, peranan dan kedudukannya dalam mendorong kemajuan ekonomi di
dalam suatu negara amatlah penting. Pentingnya peranan investasi dalam pendidikan
juga diperkuat oleh hasil yang dilakukan oleh Widodo, Waridin dan Maria (2011) yang
menyatakan bahwa alokasi belanja pemerintah untuk sektor publik (sektor pendidikan
dan kesehatan) tidak dapat berdiri sendiri sebagai peubah independen dalam
mempengaruhi kemiskinan, tetapi harus berinteraksi dengan peubah lainnya yaitu
indeks pembangunan manusia. Temuan dalam studi ini juga diperkuat oleh temuan dari
beberapa lainnya di sejumlah negara di Asia antara lain Fan, Zhang dan Zhang (2002) di
China, yang menyebutkan bahwa pengeluaran untuk sektor pendidikanlah yang
memiliki dampak paling besar terhadap penurunan kemiskinan.
Hal ini merupakan keterbatasan studi ini, karena studi ini lebih menekankan
kepada political will dari pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur
dalam pembangunan manusia yang dilihat dari kebijakan pengeluaran sektor publik
yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pembangunan manusia yaitu pengeluaran
bidang pendidikan.
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan Dengan Tingkat Kemiskinan
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kalimantan Timur

189
Hasil yang diperoleh pada uji residual, menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah sektor kesehatan bukan merupakan variabel moderating, tetapi merupakan
variabel yang berdiri sendiri sebagai variabel prediktor (independen) yang berpengaruh
terhadap pembangunan manusia (IPM), dimana hasil perhitungan juga menunjukkan
pengaruh yang tidak signifikan. Selain itu, pada uji residual tersebut, ternyata diketahui
bahwa variabel pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan tidak memperkuat pengaruh
tingkat kemiskinan terhadap pembangunan manusia (IPM). Hal ini mengindikasikan
bahwa variabel tingkat kemiskinan tidak berfungsi sebagai variabel independen maupun
berinteraksi dengan variabel independen lainnya (variabel pengeluaran pemerintah
lainnya) dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia.
Dari uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan tidak bisa
berdiri sendiri sebagai variabel independen dalam mempengaruhi pembangunan
manusia. Hal tersebut mengandung makna bahwa untuk menurunkan tingkat
kemiskinan harus didukung dengan kebijakan pemerintah melalui alokasi sumber
pendanaan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang memang ditujukan
untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Kualitas pembangunan manusia,
sebagaimana diungkapkan oleh UNDP, terkait dengan aspek pemenuhan kebutuhan
akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan
pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa
memenuhi standar hidup.
Dalam berbagai literatur yang ada, menunjukkan bahwa tingkat perekonomian
yang tinggi akan mempengaruhi pembangunan manusia melalui peningkatan kapabilitas
penduduk yang konsekuensinya adalah pada produktivitas dan kreativitas penduduk.
Oleh karena itu, dukungan sumber dana dari pemerintah terutama untuk kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas pembangunan manusia seperti pembangunan
bidang pendidikan dan bidang kesehatan, sangat menentukan dalam peningkatan
kualitas pembangunan manusia yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. (Aloysius Gunadi Brata, 2002).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kecenderungan adanya peningkatan
pengeluaran pemerintah sektor publik, namun karena masih minimnya alokasi dana
tersebut menyebabkan belum adanya pengaruh pengeluaran sektor kesehatan tersebut
terhadap kemiskinan dan jika diinteraksikan dengan variabel pembangunan manusia
(IPM), pengaruhnya masih sangat kecil. Menurut Agus Salim (2007), pengeluaran
pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, merupakan suatu kebijakan yang pro poor yang mempunyai dampak yang
negatif terhadap kemiskinan melalui dampaknya terhadap pertumbuhan dan pemerataan.
Di samping itu, kebijakan pengeluaran tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan melalui dampaknya terhadap pembentukan modal manusia (human
capital). Kebijakan inilah yang yang dianggap sebagai kebijakan yang berdampak ganda
(win win policies).
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pengeluaran
pemerintah tidak ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, maka pembangunan
manusia tidak akan terwujud. Secara logis hal ini bisa dikaitkan

190
dengan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin, di mana jika
pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin semakin tidak
terjangkau, maka kemiskinan akan terus meningkat. Hal tersebut disebabkan karena
penduduk miskin yang sakit dan tidak mampu berobat karena layanan kesehatan yang
rendah dan minimnya pengetahuan dari pasien yang bersangkutan untuk menghindari
penyakit tersebut, maka secara otomatis dia tidak akan mampu memenuhi ke butuhan
dasar dirinya sendiri bahkan mungkin keluarganya.
Lingkaran setan inilah yang menyebabkan sulitnya pemerintah dalam
mengurangi kemiskinan, terutama jika kebijakan pemerintah yang dijalankan bukan
kebijakan yang pro poor. Hal ini tercermin dari masih minimnya alokasi dana
pemerintah yang digunakan untuk peningkatan kualitas pembangunan manusia. Menurut
Novianto (2003), esensi utama dari masalah kemiskinan adalah masalah aksesibilitas.
Aksesibilitas berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat
untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya
menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara. Seseorang atau sekelompok
orang yang miskin, mempunyai daya aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap
berbagai kebutuhan dan layanan dibandingkan mereka yang termasuk golongan
menengah ataupun golongan kaya. Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat
miskin yaitu: 1) akses untuk mendapatkan makanan yang layak, 2) akses untuk
mendapatkan sandang yang layak, 3) akses untuk mendapatkan rumah yang layak, 4)
akses untuk mendapatkan layanan kesehatan, 5) akses untuk mendapatkan layanan
pendidikan,
6) akses kepada leisure dan entertainment, dan 7) akses untuk mendapatkan kualitas
hidup yang layak. Untuk mengatasi masalah kemiskinan, peranan pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pembangunan manusia sangat besar diharapkan. Investasi
pemerintah untuk pembangunan manusia, baik itu di bidang pendidikan dan kesehatan
ataupun bidang lainnya yang berkaitan dengan pelayanan publik, merupakan suatu
kegiatan yang berkaitan dengan bidang ekonomi.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dimana hasil analisis dan pembahasan dari masing-masing variabel adalah
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan tidak berpenggaruh signifikan
terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan Timur.
2. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan tidak memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.
3. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan memperkuat pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.

191
4. Pengeluaran pemerintah sektor pendidikan tidak memperkuat pengaruh
tingkat kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi
Kalimantan Timur.
5. Pengeluaran pemerintah sektor kesehatan tidak memperkuat pengaruh tingkat
kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di Provinsi Kalimantan
Timur.

SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Meningkatkan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur, maka perlu
ditingkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia bisa dimulai dari perbaikan dan perhatian pada sektor
pendidikan, kesehatan dan berlanjut pada sektor-sektor lainnya.
2. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, penentu dan pengambil
kebijakan hendaknya menentukan prioritas pembangunan pada daerah dan
sektor yang yang perlu mendapat penanganan dan perhatian khusus. Sehingga
diperlukan koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk
menyamakan visi dan misi pembangunannya dalam rangka untuk mencapai
kemajuan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia yang merata.
3. Hasil analisis diketahui bahwa variabel pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan pengaruh terhadap pembangunan manusia Provinsi Kalimantan
Timur. Hal ini, diperlukan usaha untuk meningkatkan pemerataan
pembangunan dan distribusi pendapatan masyarakat.
4. Dalam penelitian ini belum dibahas mengenai peranan infrstruktur sosial,
baik itu dari pemerintah maupun swasta, seperti rumah sakit, puskesmas,
sekolah, dan lain-lain terhadap capaian pembangunan manusia. Oleh karena
itu, perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai peranan dan dampak tersebut
terhadap pembangunan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Tarmizi, 2010. Modal Manusia Dan Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal E-
Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 3, Oktober 2010. Hal. 1-11.

Anggraini, Rinda, Ayun, dan Luthfi Muta’ali, 2013. Pola Hubungan Pertumbuhan
Ekonomi Dan Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2007-2011, Jurnal Bumi Indonesia, Vol. 2, No. 3, hal. 233-242.
Anonim, Kaltim Dalam Angka Tahun 2004 - 2014, BPS Kaltim, Samarinda. Azahari,
A., 2000. Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Indeks
Pembangunan Manusia Sektor Pertanian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Volume 15. No.1. Hal 56-69.

Boediono. A, 1985 “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, BPFE, Yogyakarta.

Brata, Aloysius, Gunadi, 2002. Pembangunan Manusia Dan Kinerja Ekonomi


Regional Di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 7, No. 2, hal.
192
113-123.

193
Firdausy, C.M. 1998. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.


Ginting, Charisma, K.S., (2008) “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia”, Tesis
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, diakses dari
http://repository.usu.ac.id.
Jhingan, M. L., 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Rajawali Press.

Jakarta.
Mankiw, N., Gregory, 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Tiga. Salemba Empat,
Jakarta.

Mirza, D.S., (2012), “Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009”,
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang,
diakses dari http://journal.unnes.ac.id
Rahardja, 2001, Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung, 2005. Teori Ekonomi Makro: Suatu
Pengantar, Lembaga Penerbit FE UI.

Salvatore, Dominick, 2006. Schaum’s Outlines: Mikroekonomi (Terjemahan Bahasa


Indonesia), Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Soebeno, A. 2005. Analisis Pembangunan Manusia dan Penentuan Prioritas


Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soebyakto, Bambang, Bemby, dan Abdul, Bashir, 2014. Analisis Tipologi Dan
Hubungan Antara Indeks Pembangunan Manusia Dan Pertumbuhan Ekonomi Di
Provinsi Sumatera Selatan. In: Prosiding Penguatan Industri Keuangan dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Penerbit dan Percetakan
Universitas Sriwijaya, pp. 519-546.

Suryana. 2000. Ekonomika Pembangunan, Salemba Empat, Jakarta.

Todaro, Michael, 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga,


Jakarta.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith, 2006. Ekonomi Pembangunan, Edisi ke-
sembilan, Erlangga, Jakarta.
UNDP, 2011, Human Development Report, Oxford University Press, New York, diakses
dari http://hdrstats.undp.org

World Bank 2000. 2001. The Quality of Growth : Kualitas Pertumbuhan.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1
Oktober 2017 Volume 01 No. 01

THE STRATEGY of ECONOMIC DEVELOPMENT REGION BASE on


THE LEADING SECTOR at KABUPATEN LANGKAT PROVINSI
SUMATERA UTARA

STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS


SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN LANGKAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

Desi Novita , Hartono Gultom


Program Studi Agribisnis
Fakultas pertanian Universitas Islam
Sumatera Utara Denovita_02@yahoo.co.id

ABSTRACT
Economic development is an absolute process undertaken by a nation in
improving the lives and welfare of the entire nation. Economic development that refers
to the leading sectors will have an impact on the acceleration of economic growth. This
research is done to determine the strategy and policy direction suitable to build the
leading sector of langkat regency in order to increase economic growth of langkat
regency.in the previous research it was found that the leading sector of langkat regency
was agriculture forestry and fishery sector. The analysis method used in this research is
descriptive SWOT analysis. Obtained some strategiest that are considered suitable for
the development of agriculture forestry and fishery sector as the leading sector of
langkat regency
Keyword : SWOT, leading sector, regional economic development

ABSTRAK
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang dilakukan oleh suatu
bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.
pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan akan berdampak pada
percepatan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan strategi
dan arah kebijakan yang cocok untuk membangun sektor unggulan wilayah kabupaten
langkat agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten langkat.
Pada penelitian sebelumnya di peroleh bahwa sektor unggulan kabupaten langkat adalah
sektor pertanian kehutanan dan perikanan. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis SWOT. Dari hasil analisis diperoleh beberapa strategi yang
dianggap cocok untuk membangun sektor pertanian kehutanan dan perikanan sebagai
sektor unggulan kabupaten langkat.
Kata kunci : SWOT, sektor unggulan, strategi pembangunan ekonomi wilayah

A. PENDAHULUAN tersebut. Pembangunan ekonomi daerah


Setiap daerah harus mampu merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan
mengoptimalkan potensi sumberdaya oleh pemerintah daerah bersama-sama
dengan sektor unggulan yang ada di dengan masyarakat daerah, mengelola dan
daerahnya untuk mewujudkan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara
pembangunan ekonomi di daerah optimal untuk merangsang perkembangan
2
ekonomi daerah dan kesejahteraan daerah, tingkat pertumbuhan,
masyarakat daerah. Salah satu tolak pendapatan perkapita dan
ukur keberhasilan pembangunan pergeseran/perubahan struktur ekonomi.
ekonomi dan pelayanan masyarakat di Pencapaian
daerah dapat dilihat dari pertumbuhan keberhasilan
ekonomi daerah tersebut. pembangunan daerah melalui
Menurut Sjafrizal (2008) tolak pembangunan ekonomi harus
ukur keberhasilan suatu pembangunan disesuaikan dengan kondisi dan potensi
ekonomi daerah dapat dilihat dari masing-masing daerah serta diperlukan
beberapa indikator yaitu Produk perencanaan pembangunan yang
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terkoordinasi antar sektor, perencanaan
menjadi petunjuk kinerja perekonomian pembangunan disini bertujuan untuk
secara umum sebagai ukuran kemajuan menganalisis secara menyeluruh tentang
suatu potensi-potensi yang dimiliki oleh suatu
daerah. Keterbatasan sumber daya di
suatu daerah baik sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumber daya
finansial maupun sumber daya lainnya
merupakan masalah umum yang
dihadapi oleh sebagian besar daerah
untuk dapat menggerakkan seluruh
perekonomian.
Untuk memacu laju
pertumbuhan ekonomi regional serta
meningkatkan kontribusinya terhadap
pembentukan total Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), maka
pembangunan sektor unggulan dapat

3
Desi Novita , Hartono Gultom

kemudian lapangan usaha Pertambangan dan


dijadikan sebagai penggerak Penggalian sebesar 9,87 persen
pembangunan ekonomi. Secara umum Sektor pertanian tidak lagi
tujuan pembangunan bidang ekonomi merupakan sektor yang sangat dominan bagi
khususnya sektor unggulan adalah perekonomian maupun penyerapan tenaga
untuk mempercepat laju pertumbuhan kerja di Kabupaten Langkat maupun
ekonomi dengan demikian dapat Provinsi Sumatera Utara. Perkembangan 2
tercipta stabilitas ekonomi yang sehat tahun terakhir menunjukkan bahwa terjadi
dan dinamis, dan tercipta kemakmuran pergeseran dari sektor pertanian ke sektor
dan kesejahteraan yang dinikmati oleh service dalam penyerapan tenaga kerja. Pada
masyarakat daerah tersebut. tahun 2014 sebanyak 46,80 persen penduduk
Kabupaten Langkat memiliki Kabupaten Langkat bekerja di sektor
potensi yang cukup besar untuk agriculture/pertanian, kemudian diikuti
dikembangkan. Selama ini banyak sektor service (angkutan, perdagangan,
potensi di wilayah Kabupaten Langkat keuangan dan jasa) sebesar 39,36 persen dan
yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. sisanya 13,84 persen pada sektor
Sehingga menjadi sulitnya bagi manufacture (pertambangan/penggalian,
Pemerintah daerah untuk menentukan industri, listrik gas dan air serta bangunan)
prioritas sektor unggulan wilayah dalam
mencanangkan pembangunan
daerahnya. Apabila tidak dikembangkan
dan dikelola maka pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Langkat akan
menurun. Walaupun Kabupaten
Langkat memiliki sumberdaya yang
cukup besar, namun kondisi tersebut
tidaklah mampu untuk memecahkan
berbagai masalah pembangunan.
Permasalahan yang dihadapi
Pemerintah daerah, yaitu masih
kesulitan untuk menetapkan kebijakan
pembangunan terhadap sektor unggulan
daerah. Seolah-olah Pemerintah daerah
mengalami hambatan untuk memilih
sektor yang mana yang harus dibangun
terlebih dahulu.
Kabupaten langkat memiliki
sektor unggulan yaitu pertanian
kehutanan dan perikanan, namun
semakin lama Struktur lapangan usaha
sebagian masyarakat Kabupaten
Langkat semakin bergeser dari lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan ke lapangan usaha ekonomi
lainnya yang terlihat dari besarnya
peranan masing-masing lapangan usaha
ini terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Langkat. Sumbangan
terbesar pada tahun 2014 dihasilkan
oleh lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan sebesar 41,96
persen; dan menyusul lapangan usaha
Industri Pengolahan sebesar 15 persen,
4
wilayah kabupaten langkat pada sektor
Pada tahun 2015 kondisinya unggulan. Analisis SWOT merupakan
relatif sama, yaitu pertanian tdak identifikasi yang bersifat sistematis dan
mendominasi lagi terjadi dapat menyelaraskan faktor-faktor dari
penurunan yaitu menjadi 39,75 lingkungan internal dan eksternal serta
persen, didominasi sektor service dapat mengarahkan dan berperan
sebesar 45,25 persen serta sektor sebagai kaatalisator dalam proses
manufacture sebesar 15,00 persen. perencanaan startegis. Analisis SWOT
Besarnya peran sektor pertanian dilaksanakan dengan memfokuskan
dalam perekonomian Kabupaten pada dua hal, yaitu peluang dan
Langkat dan Provinsi Sumatera ancaman serta identifikasi kekuatan dan
Utara karena memang memiliki kelemahan intern. Analisis ini
potensi pertanian tanam pangan, didasarkan pada asumsi bhwa suatu
peternakan, perkebunan, kehutanan strategi yang efektif akan
dan perikanan yang didukung oleh memaksimalkan kekuatan dan peluang
lahan yang cukup luas dan subur. serta meminimalkan kelemahan dan
Oleh sebab itu ditentukan rumusan ancaman (Perce dan Robinson dalam M.
masalah dalam penelitian ini adalah gufrhon, 2008).
bagaimana strategi dan kebijakan Unsur-unsur SWOT meliputi S
yang tepat untuk membangun (strenght) yang berrti mengacu kepada
sektor unggulan dalam keunggulan kompetitif dan kompetensi
meningkatkan perekonomian lainnya, W (weakness) yaitu hambatan
kabupaten langkat. yang membatasi pilihan-pilihan pada
pengembangan strategi, O
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di
Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara. Pemilihan lokasi
penelitian di Kabupaten Langkat
dipilih secara purposive (sengaja),
dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Langkat merupakan
kabupaten yang mempunyai
potensi sumberdaya alam yang
dapat dikelola untuk meningkatkan
perekonomian dan pembangunan
wilayah. Untuk memperoleh data
primer dalam menganalisis
permasalahan pada penelitian ini
maka penarikan jumlah sampel di
lakukan secara bebas, dan
penentuan sampel dengan
menentukan stakeholder -
stakeholder yang berkaitan dengan
sektor unggulan kabupaten langkat
dan dinas – dinas pemerintah yang
bersangkutan dengan
pengembangan sektor unggulan di
kabupaten langkat. Data yang di
peroleh berupa hasil wawancara.
Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan
untuk menjawab permasalahan
yaitu strategi dan kebijakan apa
yang dapat di gunakan membangun
5
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
WILAYAH BERBASIS SEKTOR
UNGGULAN
(opportunity) yakni menyediakan
kondisi yang menguntungkan atau 3. Membuat daftar peluang ekternal wilayah.
4. Membuat daftar ancaman ekternal wilayah.
peluang yang membatasi penghalang
5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan
dan T (threat) yang berhubungan
internal dengan peluang-peluang
dengan kondisi yang dapat menghalangi
ekternal dan mencatat hasilnya dalam
atau ancaman dalam mencapai tujuan.
sel strategi S-O.
Matriks ini dapat menghasilkan empat
6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan
sel kemungkinan alternatif strategi,
internal dengan peluang-peluang
yaitu strategi S-O, strategi W- O,
eksternal dan mencatat hasilnya
strategi W-T dan strategi S-T. Terdapat
dalam sel strategi W-O.
delapan tahap dalam membentuk
7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan
matriks SWOT, yaitu:
internal dengan ancaman-ancaman
1. Membuat daftar kekuatan kunci
eksternal dan mencatat hasilnya
internal wilayah.
dalam sel strategi S-T.
2. Membuat daftar kelemahan kunci
8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan
internal wilayah.
internal dengan ancaman-ancaman
eksternal dan mencatat hasilnya
dalam sel strategi W-T.

Tabel Matriks SWOT


STRENGTH (S) WEAKNESS (W)
Internal Daftar Kekuatan Daftar Kelemahan
Eksternal Internal Internal

OPPORTUNITIE STRATEGI S-O STRATEGI W-O


S(O)
Daftar Peluang Gunakan kekuatan Mengatasi
untuk kelemahan
Eksternal memanfaatkan dengan
peluang memanfaatkan
peluang

THREATS (T) STRATEGI S-T STRATEGI W-T


Daftar Ancaman Gunakan kekuatan Meminimalkan
untuk
Eksternal menghindari kelemahan dan
ancaman
menghindari
ancaman
(M. Gufrhon, 2008)

C. HASIL PENELITIAN Dengan melukuan pembangunan terhadap


Sebagai sektor basis di daerah sektor unggulan bukan berarti pemerintah
kabupaten langkat pertanian perikanan pusat maupun setempat mengabaikan sektor
dan kehutanan sudah serta sektor lain yang yang masih bisa dikembangkan
pengadaan listrik dan gas seharusnya untuk mendukung sektro unggulan yang
dikembangkan sebagai salah satu sudah ada.
pengembangan ekonomi di daerah Untuk melakukan pembangunan
kabupatan langkat, hal ini sesuai dengan sendiri perlu dilakukan strategi dan
strategi pembanguna ekonomi dimana kebijakan
Pembangunan terhadap sektor unggulan
dapat meningkatkan pertumbumah
ekonomi wilayah kabupaten langkat.
6
pembangunan yang efektif dan
efesien agar pembangunan dapat
dilakukan meksimal dan memiliki
manfaat terhadap pembagunan
wilayah. Sesuai dengan rumusan
masalah yaitu Bagaimana strategi
dan kebijakan yang tepat untuk
membangun Kabupaten Langkat
yang berbasis pada sektor unggulan
daerah, untuk mejawab
permasalahan tersebut sesuai
dengan data yang di peroleh
melalui wawancara kuisioner dan
memperoleh data rencana
pembangunan jangka menengah
daerah (RPJMD) yang di peroleh
dari BAPPEDA, setelah
mengamati kondisi internal dan
eksternal baik peluang maupun
ancaman maka di peroleh beberapa
strategi dan kebijakan
pembangunan terhadap sektor
unggulan kabupaten langkat
melalui analisis SWOT sebagai berikut :

7
Desi Novita , Hartono Gultom

Tabel Analisis SWOT


Internal STRENGTH/KEKUATAN (S): WEAKNESS/KELEMAH
1. Potensi sumber daya alam AN (W):
yang besar 1. Alokasi dana terhadap
2. Ketersediaan produk pengembangan sektor
pertanian basis masih terbatas
3. Letak geografis wilayah 2. Tidak memiliki
yang mendukung pengelolaan resiko
Eksternal . SDM yang potensial untuk di yang andal
kembangkan
3. SDM yang kurang
5. Luasnya sentra produksi
4. Permodalan masih
pertanian dan perkebunan kurang
6. Koordinasi antar 5. Belum optimalnya
lembaga dan dinas
pertanian tenaga penyuluh
pertanian
OPPORTUNITIES/PEL STRATEGI S-O STRATEGI W-O
UAN G (O) : 1. Meningkatkan produksi 1. Mengoptimalkan
1. Dukungan dari pertanian, perkebunan serta alokasi dana dan
pemerintah pusat peternakan dan perikanan permodalan terhadap
dalam memajukan kab.langkat dengan pembangunan sektor
sektor basis memanfaatkan potensi basis dengan
2. Minat investor yang sumber daya alam yang Memanfaatkan
besar di sektor basis besar dan adanya dukungan dukungan dan
3. Tingkat dari pemerintah pusat kebijakan dari
perkembangan (S1,O1,O5) pemerintah pusat
teknologi di 2. Dengan memanfaatkan dalam memajukan
bidang pertanian perkembangan teknologi di sektor basis
4. Adanya kebijakan bidang pertanian serta (W4,W1,O1,O4)
dari pemerintah semakin meningkatnya 2. Menambah SDM
untuk permintaan terhadap produk dengan
pembangunan dan pertanian sebaiknya dapat Mengoptimalkan
pengembangan memenuhi ketersedian tenaga penyuluh
5. Semakin produk pertanian di kab. pertanian serta
meningkatnya Langkat (S2,03,05) memberikan pelatihan
permintaan 3. Mengembangkan potensi yang berbasis
terhadap produk SDM yang berdaya saing kompetensi melalui
pertanian melalui dukungan dan pemanfaat
kebijakan pemerintah untuk perkembangan
memejukan sektor basis dan teknologi pertanian
pemanfaatan perkembangan (W3,W5,03)
teknologi pertanian 3. Meningkatkan
(S4,O1,O3) pengelolaan resiko
4. Mengoptimalkan kordinasi yang andal guna
antar lembaga dan dinas menarik minat investor
pertanian dalam di sektor basis (W2,O2)
meningkatkan minat minat
investor di sektor basis (S6,
O2)
5. Semakin meningkatnya
permintaan akan produk
8
pertanian dapat di wujudkan
dengan luasnya sentra
produksi pertanian dan
perkebunan serta letak
geografis wilayah yang
mendukung (S3,S5,05)

THREATS / ANCAMAN STRATEGI T-S STRATEGI W-T


(T) 1. Meningkatkan 1. Meminimalkan
1. Bencana alam dan ketersediaan produk ketidakpastian
gagal panen pertanian dengan perolehan hasil
2. Era globalisasi mengurangi alih fungsi produksi dengan
yang menuntut lahan (S2,05) memiliki pengelolaan
daya saing 2. Memanfaatkan koordinasi resiko yang andal agar
3. Ketidakpastian antar lembaga dan dinas dapat berdaya saing
perolehan hasil pertanian dalam (T2,T3, W2)
produksi mengahadapi era globalisasi 2. Mengoptimalkan
4. Adanya gangguan (S6,T2) tenaga penyuluh
terhadap hasil 3. Menciptakan kondisi guna meminimalisi
produksi (panen) politik yang stabil melalui gangguan terhadap
5. Masih tingginya alih koordinasi antar
hasil produksi

9
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI WILAYAH BERBASIS
SEKTOR UNGGULAN

fungsi lahan. lembaga dan dinas pertanian yang (T5,W5)


baik (T4,S6) 3. Meminimalisir
4. Meminimalisir bencana alam tingginya laih fungsi
dan gagal panen serta gangguan lahan pertanian serta
terhadap hasil produksi dengan
memanfaatkan letak geografis meningkatkan tenaga
wilayah yang mendukung – tenaga penyuluh pertanian
(T1,T5,S3) (T5,W5)
4. Meminimalisir
bencana gagal panen
dengan meningkatkan
pengelolaan resiko
yang andal (W2,T1)
5. Meningkatkan
penggunaan alokasi
dana dan permodalan
guna mengatasi
ketidakpastian
perolehan hasil
produksi serta
ganguan terhadap hasil
prodiksi (W1,W3,T3,T4)

Sasaran, strategi dan arah kebijakan di lakukan berdasarkan analisis SWOT


pembangunan ekonomi masyarakat dan penyesuaian dengan strategi yang
kabupaten langkat melalui sektor ada di RPJMD kabupaten Langkat,
unggulan yang berdaya saing dapat di maka Adapun Grand Strategi dan
wujudkan dengan beberapa strategi Kebijakan Pembangunan Kabupaten
utama serta arah kebijakan yang dapat Langkat antara lain :

Tabel Penentuan Grand Strategi dan kebijakan pembangunan kab. langkat

TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN


Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan - Mempertahankan tingkat
daya saing produksi pertumbuhan produksi pangan di
ekonomi pertanian, sektor pertanian
kerakyatan perkebnan, tanaman pangan kabupaten langkat
berbasis sektor perikanan dan - Peningkatan kualitas SDM
unggulan peternakan pertanian
- Menghidupkan dan
memperkuat lembaga
pertanian
- Mengurangi alih fungsi lahan
dengan menetapkan peraturan
tentang alih
fungsi lahan
Menigkatkan - Peningkatan produksi
produksi tanaman perkebunan
tanaman
perkebunan utama
- Fasilitasi pembiayaan dan
pembinaan bagi usaha

1
0
perkebunan, khususnya
perkebunan rakyat
- Menghidupkan dan
memperkuat lembaga
petani kebun

Meningkatkan - Meningkatkan jumlah ternak


produksi dan besar, kecil dan unggas
produktivitas
peternakan - Memperkuat fungsi –
fungsi pengawasan
penyakit yang
berhubungan dengan
hewan
- Memperkuat lembaga
kelompok peternak
Meningkatkan - Peningkatan produksi
pertumbuhan perikanan tangkap dan
sub- sektor
perikanan budidaya ikan
- Peningkatan system
kelembagaan
nelayan, pembudidaya dan
pengelola ikan
meningkatkan Meminimalisir - peningkatan peran serta
pemenuhan bencana alam dan masyarakat dalam
infrastruktur gagal panen serta kesiapsiagaan penanggulangan
dasar wilaya gangguan bencana dan pengendalian
terhadap hasil bencana
alam, persiapan
produksi
kedaruratan dan logistic
penanggulangan bencana

1
1
Desi Novita , Hartono Gultom

dengan - serta peningkatan cakupan


memanfaatkan pelayanan kesiapsiagaan
letak penaggulangan bencana
geografis alam dan pengendalian terhadap
wilayah yang gangguan tanaman
mendukung
Meningkatkan - Peningkatan pemenuhan
kebutuhan energi kebutuhan listrik di desa
listrik bagi terpencil
masyarakat
Meningkatkan Menciptaka - Mengoptimalkan program –
kualitas SDM n lapangan program perluasan kesempatan
yang berdaya kerja formal
saing dan kerja yang dilakukan oleh
meningkatk pemerintah antara lain melalui
an program padat karya produktif
produktivita
s tenaga - Perlindungan tenaga kerja
kerja dengan penegakan
peraturan tentang
ketenagakerjaan
- Penigkatan kualitas
sumberdaya manusia
dengan pelatihan
keterampilan yang
berbasis
Kompetensi
Meningkatkan Mengoptimalk - Peningkatan pembinaan
ekonomi an alokasi koperasi dan lembaga
masyarakat pendanaan
berbasis terhadap keuangan mikro
ekonomi pengembangan - Peningkatan kualitas sumber
kerakyatan sektor basis daya UMKM melalui fasilitasi
permodalan, promosi,
kerjasama usaha dan informasi
usaha
- Memenuhu fasilitas ataupu
lembaga – lembaga
permodalan
Meningkatkan - Menumbuhkan jiwa
pelaku kewirausahaan masyarakat
kelompok
UMKM yang - Peningkatan ketahanan
berbasis pangan dan pengawasan
potensi lokal kualitas bahan makanan
dan mampu
bersaing produksi UMKM
Dan - Mengembangkan industri
meningkatkan kreatif dan kerajinan rakyat
permodalan

utama berdasarkan hasil dari analisis swot


D. KESIMPULAN dan kebijakan yang diperoleh dari RPJMD
Strategi dan arah kebijakan kabupaten langkat yang dapat di lakukan
pembangunan ekonomi masyarakat antara lain : 1. Meningkatkan pertumbuhan
kabupaten langkat melalui sektor sektor pertanian tanaman pangan, 2.
unggulan yang berdaya saing dapat di Menigkatkan produksi tanaman perkebunan,
wujudkan dengan beberapa strategi 3. Meningkatkan Meningkatkan produksi
1
2
dan produktivitas peternakan, 4.
Meningkatkan pertumbuhan sub- sektor lokal dan mampu bersaing Dan
perikanan, 5. Meminimalisir bencana meningkatkan permodalan
alam dan gagal panen serta gangguan
terhadap hasil produksi dengan
memanfaatkan letak geografis wilayah DAFTAR PUSTAKA
yang mendukung, 6. Menciptakan Sjafrizal, 2008, “Ekonomi Regional:
lapangan kerja formal dan
Teori dan Aplikasi”, Baduose
meningkatkan produktivitas tenaga
kerja, 7. Mengoptimalkan alokasi Media Padang,
pendanaan terhadap pengembangan
Arsyad, L, 1999 (dalam Dillah
sektor basis, 8. Meningkatkan pelaku
kelompok UMKM yang berbasis Novrilasari), Pengantar
potensi Perencanaan dan
Pebangunan Ekonomi
Daerah, UGM, Yogyakarta,

Badan Pusat Statistik Kabupaten


Langkat, 2015, Kabupaten
Langkat dalam Angka 2015,

BAPPEDA, 2017, rencana


pembangunan jangka
menengah daerah kabupaten
langkat tahun 2014- 2019,
kabupaten langkat

M, ghufron, 2008 analisis


pembangunan wilayah
berbasis sektor unggulan
kabupaten lamongan provinsi
jawa timur, skripsi ekonomi
pertanian dan sumber daya,
IPB,Bogor

1
3
ANALISIS KUALITAS LAYANAN KONSUMEN TERHADAP KEUNGGULAN
BERSAING JASA TRANSPORTASI DARAT PADA PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) KELAS ARGO

Musnaini (musnain@gmail.com)
Fakultas Ekonomi, Universitas
Jambi

Abstract

This research was intended to verify and analyze the influences of service quality of the
customer Argo class train Indonesia. Analysis method is descriptive statistical and Multiple
regression with SPSS software. The sampling Technique was purposive sampling, the
instrument to collect the data was questionnaire with e-mail of 116 customer of Argo class
train. This research result a simultaneous analysis 84.7% of tangible variable (X1),
reliability (X2), responsiveness (X3), Assurance (X4) and Empathy (X5) were positive
significant and positive influence of train competitive advantage of PT. Kereta Api Indonesia
(Argo Class).

Keywords: Service Quality, Customer Services, Competitive Advantage, Public Service.

PENDAHULUAN

Kualitas layanan telah mendapat perhatian yang sangat besar baik dalam praktek perusahaan
maupun untuk kepentingan penelitian. Salah satu alas an untuk menaruh perhatian yang besar
terhadap kualitas layanan adalah karenakualitas layanan merupakan faktor yang vital dalam
menciptakan superior value untuk pelanggan. Menurut Menon, Jaworski dan Kohli (1997,
p.187) terciptanya superior value bagi pelanggan merupakan batu loncatan bagi perusahaan
untuk memperoleh keunggulan kompetitif. Sedangkan (Droge, Vickery dan Markland (1995,
p.669-670) dalam Fanny (2006) berpendapat keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan
pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar perusahaan.

Untuk sektor pelayanan public kualitas layanan yang menjadi faktor penting bagi masyarakat
luas, salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi darat adalah PT. Kereta
Api (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berada di bawah naungan
Departemen Perhubungan PT. Kereta Api (Persero) ditunjuk oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan layanan jasa transportasi darat. Keberadaan kereta api diharapkan bukan
sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi sebagai alat angkut dan
distribusi saja akan tetapi, lebih untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat
sebagai pemakai jasa kereta api, dengan memberikan kenyamanan, keamanan dan ketepatan
waktu. Sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap jasa transportasi
publik domestik. Keunggulan kompetitif jasa transpotasi PT. Kereta Api (Persero), dalam
rangka pemerataan pelayanan kepada semua lapisan masyarakat dan meningkatkan layanan
konsumen, selain mengoperasikan sejumlah kereta api komersial yang berfungsi sebagai
subsidi silang pada pelayanan kereta api kelas ekonomi, PT Kereta Api Indonesia (Persero)
juga mengoperasikan sejumlah rangkaian kereta api Kelas Publik adalah kelas layanan kedua
tertinggi, dengan kereta penumpang kelas eksekutif (52 penumpang) dan bisnis (64
penumpang), Kelas Argo adalah kelas layanan tertinggi PT Kereta Api Indonesia (Persero),
yaitu dengan kereta penumpang berkapasitas 50/52 orang per kereta, kelas retrofit kelas
Retrofit adalah Kereta sekelas Argo tetapi bukan argo, dan kelas ekonomi unggulan serta
ekonomi, kelas Komuter adalah kereta api yang beroperasi dalam jarak dekat,
menghubungkan kota besar dengan kota- kota kecil di sekitarnya atau dua kota yang
berdekatan. Penumpang kereta ini kebanyakan adalah para penglaju bermobilitas tinggi yang
pulang-pergi dalam sehari sedangkan untuk divisi Jabotabek PT Kereta Api Commuter
Jabotabek (KCJ) yang malayani seluruh masyarakat Indonesia.
Banyaknya variasi kelas Kereta Api Indonesian dan standar pelayanan minimum dalam aspek
Keselamatan, Ketepatan waktu, Pelayanan, dan Kenyaman, maka kualitas layanan harus
dikembangkan untuk menciptakan superior value berdasarkan keterlibatan konsumen
(keinginan, kebutuhan dan harapan konsumen) akan kualitas layanan yang di berikan oleh
jasa transportasi publik PT. Kereta Api Indonesia khususnya kelas Argo untuk keunggulan
bersaing.

PERUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1. Bagaimana gambaran Kualitas Pelayanan Jasa Transportasi pada PT. Kereta Api
Indonesia Kelas Argo?
2. Bagaimana Analisis Kualitas Layanan Konsumen Terhadap keunggulan bersaing Kelas
Argo PT. Kereta Api Indonesia?

Hipotesis: Semakin baik kualitas layanan maka akan semakin tinggi keunggulan bersaing
kelas Argo PT.Kereta Api Indonesia.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian:
1. Untuk mencari gambaran kualitas pelayanan kelas Argo PT. Kereta Api Indonesia.
2. Untuk menguji dan menganalisisi secara empiris kontribusi positif dan signifikansi
kualitas layanan terhadap keunggulan bersaing Jasa Transportasi PT. Kereta Api
Indonesia kelas Argo.
3. Untuk menganalisis tingkat kualitas layanan dan keunggulan bersaing PT.Kereta Api
Indonesia kelas Argo.

Manfaat hasil Penelitian:


1. Sebagai masukan operasional untuk meningkatkan kualitas layanan konsumen terhadap
keunggulan bersaing kelas Argo pada PT Kereta Api Indonesia.
2. Sebagai sumbangan Ilmu Pengetahuan manajemen (keunggulan bersaing),
manajemen pemasaran jasa (kualitas layanan dan perilaku konsumen).

TINJAUAN TEORI

1. Kualitas Layanan

Kualitas layanan merupakan penciptaan superior value bagi pelanggan untuk meningkatka
kinerja bisnis/pemasaran perusahaan. Menurut Zeithmal dan Bitner (2000) bahwa kualitas
layanan adalah total pengalaman yang hanya dapat di evaluasi oleh pelanggan. Sedangkan
kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Gaspersz (2002) menyebutkan ada 9
dimensi untuk perbaikan kualitas layanan yaitu:
1. Ketepatan waktu pelayanan (waktu tunggu dan waktu proses).
2. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan langsung dengan
pelanggan eksternal.
3. Tanggung jawab dalam penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan
ekternal.
4. Kelengkapan pelayanan dan sarana pendukung serta pelengkap lainnya.
5. Kemudahan mendapatkan pelayanan (banyaknya outlet,petugas, staf administrasi dll).
6. Variasi model pelayanan (inovasi pelayanan, feature dari pelayanan).
7. Pelayanan pribadi (permintaan khusus).
8. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan, lingkungan, ruang tunggu,
music, ac dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan seperti tempat parkir, ketersediaan informasi,
ruang pelayanan dll.
2. Keunggulan Bersaing

Keunggulan bersaing didefinisikan sebagai posisi unik yang dikembangkan oleh organisasi
dalam berhadapan dengan pesaingnya. Variabel ini memiliki tiga dimensi, yaitu daya tahan
terhadap peniruan dari pesaing, kemampuan memenuhi harapan pelanggan, dan kemampuan
mengembangkan teknologi layanan.

Tujuan perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan konsumennya akan tercapai apabila


perusahaan tersebut memiliki keunggulan bersaing di pasar. Menurut Menon, Jaworski dan
Kohli (1997) dikatakan bahwa keunggulan bersaing suatu produk secara langsung akan
meningkatkan pertumbuhan konsumen perusahaan. Selain itu juga adanya keunggulan
bersaing mengakibatkan konsumen produk akan semakin loyal sehingga perusahaan dapat
menerapkan strategi tersebut pada setiap produknya.

3. Transportasi jasa Kereta Api Indonesia

PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang
menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia (Persero)
meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi
UU No. 13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah diberi
kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus
2008 PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan pemisahan Divisi Jabotabek menjadi PT
Kereta Api Commuter Jabotabek (KCJ) untuk mengelola kereta api penglaju di daerah
Jakarta dan sekitarnya. selama tahun 2008 jumlah penumpang melebihi 197 juta
Pemberlakuan UU Perkeretaapian No. 23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT
Kereta Api Indonesia (Persero) dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia.

Kelas Argo adalah kelas layanan tertinggi PT Kereta Api Indonesia (Persero), yaitu dengan
kereta penumpang berkapasitas 50/52 orang per kereta. Layanan yang disediakan adalah
tempat duduk yang bisa diatur, pendingin udara, hiburan audio visual dan layanan makanan.
Yang dioperasikan untuk melayani rute yaitu:
1. Argo Wilis yang melayani rute Bandung–Surabaya Gubeng.
2. Argo Jati yang melayani rute Gambir–Cirebon.
3. Argo Dwipangga yang melayani rute Gambir-Yogyakarta–Solo Balapan.
4. Argo Sindoro yang melayani rute Gambir–Semarang Tawang.
5. Argo Bromo Anggrek yang melayani rute Gambir–Surabaya Pasar Turi.
6. Argo Gede yang melayani rute Gambir–Bandung.
7. Argo Muria yang melayani rute Gambir–Semarang Tawang.

METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian adalah explanatory research yang menelaah hubungan kausalitas antar
varibel-variabel penelitian melalaui pengujian rumusan masalah dengan dan Descriftive
statistical (Table and Grafik) Menurut Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, 1995,
Sugiyono (2009) dapat didefinisikan bahwa :“Metode Deskriptif adalah suatu metode
yang digunakan untuk menggambar atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak
digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas dan statistic inferensial: uji
validitas dan reliabilitas,Multiple regression.
2. Objek dan Teknik sampling. Penelitian dilakukan pada konsumen PT. Kereta Api
Indonesia (persero) kelas Argo. Menggunakan data primer (responden yang
menggunakan kelas Argo PT.KAI) dan data sekunder (dokumentasi perusahaan BUMN
Indonesia, Undang-Undang Perkereta Apian Indonesia). Teknik Pengambilan sampel
menggunakan Purposive Sampling. Pengumpulan data primer pengeiriman Kuisioner
dengan e-mail untuk 150 responden pada bulan Januari-Maret 2011 dan yang
dikembalikan sebanyak 116 kuisioner.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Validitas dan reliabilitas

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrument untuk masing-masing variabel dapat di
sajikan pada tabel 1:

Table 1. Hasil Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Item Penelitian Validita Reliabilitas


Penelitian s
Korelasi( sig Kesimpula Cronbach’s Kesimpulan
r) n Alpha
Bukti 1.Fasilitas 0.888 0.000 Valid 0.8687 Reliable
Fisik
Langsung (X1) 2.Penampilan
Karyawan 0.814 0.001 Valid
Kehandalan 3. Keakuratan
(X2) Informasi 0.774 0.000 Valid 0.8142 Reliable
4. Layanan Tepat
0.906 0.000 Valid
waktu
5. Kemudahan
0.747 0.000 Valid
pembelian tiket
Daya 6. Layanan yang
Tanggap (X3) cepat 0.725 0.000 Valid 0.8996 Reliable
7. Karyawan yang
tanggap 0.855 0.000
Jaminan (X4) 8. Karyawan yang
dapat dipercaya 0.756 0.002 Valid 0.8560 Reliable
9. Rasa aman 0.824 0.000 Valid
10.Kenyamanan 0.854 0.000 Valid
Empati (X5) 11.Perhatian secara
Individu 0.837 0.000 Valid 0.7239 Reliable
Sumber: Data diolah (2011) serta berbagai Sumber: Zeithmal danBitner (2000) Gaspersz
(2002) Fanny (2006) dan Nova (2008)

Dari hasil analisis pada table 1, menunjukkan semua indicator penelitian dapat di percaya dan
handal dalam mengukur variabel penelitian karena nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) dan
Alpha >0,6 (reliable).

2. Analisis Deskriftif Responden

Analisis descriftive statistica secara empiris menunjukkan hasil sebagai berikut:

Table 2. Hasil analisis karakteristik responden

Variabel Pria Wanita %dominan


Umur: Frekuensi Frekuensi
< 20 th 7 9 Lk 54
21-30 12 15 W 62
31-40 25 27 Umur 31-40 =52
>41 10 11 (45%)
Pekerjaan: Wiraswasta=4
Mahasiswa 8 11 3 37%
PNS 6 12
Pegawai Swasta 16 20
Wiraswasta 22 21
Berapa kali anda menggunakan kereta api kelas >9 kali 42.25%
argo:
1- 1-4 kali 21 23
2- 5- 8kali 11 12
3- > 9 kali 24 25
Jumlah Responden 116 116
Sumber: Data primer (kuisioner) Januari-Maret 2011

Sumber: Data primer (kuisioner) Januari-Maret 2011

Dari hasil analisis deskriftif berdasarkan jenis kelamin rata-rata konsumen yang
menggunakan kelas argo PT. Kereta Api Indonesia adalah wanita sebesar 45.3%, rata umur
31-40 pengguna kelas Argo PT Kereta Api Indonesia adalah =52 orang (45%), rata-rata
pelanggan sudah menggunakan kelas Argo PT.Kereta Api Indonesia lebih dari 9 kali
(loyalitas tinggi), dimana responden tersebut rata-rata memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta
yang memiliki mobilitas berpergian tinggi karena kepentingan bisnis.

3. Analisis Regresi Berganda

Y= a+b1X1+ b2 X2+b3 X3+ b4 X4+b5X5 +e

Y= Keunggulan bersaing, a= intersep atau konstanta. Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2)
Daya Tanggap (X3) Jaminan (X4) Empati (X5). b1-b5=koefisien arah gerak atau laju
perubahan nilai Y per unit peningkatan nilai X. e= standar error atau kesalahan pengganggu.

Table.3: Analisis Multiple Regression


Coefficient Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized


Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta t sig
1 (Constant) 33.339 .791 .769 .000
X .510 .032 .341 2.573 .000
1
X .445 .021 .336 4.217 .001
2
X .567 .037 .359 3.479 .000
3
X .469 .020 .268 2.312 .000
4
X .386 .045 .430 3.375 .000
5
a. Dependent Variabel: Y
Coefficients
1. Persamaan regresi yang didapat adalah Y(Keunggulan bersaing)= -33.339 + 0,510X
(Bukti langsung) + 0,445X (kehandalan) + 0.567X (daya tanggap) + 0.469X (Jaminan) +
0,386X (Empati).
2. Konstanta sebesar 33.339 menyatakan bahwa jika Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2)
Daya Tanggap (X3) Jaminan (X4) Empati (X5) berkontribusi langsung dan bersama-sama
diterapkan secara konsisten mana dapat meningkatkan keunggulan bersaing sebesar
33.339
3. Koefisien regresi daya tanggap sebesar nilai B 0.567 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1 daya tanggap akan meningkatkan keunggulan bersaing sebesar 5.67,
4. Koefisien regresi Bukti Langsung sebesar 0.510 menyatakan bahwa setiap penambahan 1
item bukti langsung akan meningkatkan keunggulan bersaing sebesar 5.10
5. Koefisien regresi Jaminan sebesar 0.469 menyatakan bahwa setiap penambahan 1
jaminan akan meningkatkan keunggulan bersaing sebesar 0.469
6. Koefisien regresi kehandalan sebesar 0.445 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 item
kehandalan akan meningkatkan keunggulan bersaing sebesar 4.45
7. Koefisien regresi empati sebesar 0.386 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 empati
akan meningkatkan keunggulan bersaing sebesar 0.386.

Dari nilai B dan singifikan positif (+), artinya hubungan antara variabel kualitas layanan
dengan keunggulan bersaing searah, artinya semakin baik dan konsisten PT. Kereta Api
Indonesia memberikan kualitas layanan kelas Argo, maka keunggulan bersaing semakin kuat
pada jasa transportasi darat.

Tabel. 4 : Analisis Anova Multiple Regression


ANOVAb

Model Sum of df Mean F Sig


Squares Square
1 Regression 14.6 3 7.30 7.99 .000
a
Resi 10 113 5 7
dual 94.7 116 1.05
Total 26 1
109.3
36
a. Predictor (Constant): X1,X2 ,X3, X4, X5

b. Dependent Variabel: Y

ANOVA

Dari uji Anova atau F test, didapat nilai F hitung 7.997 dengan tingkat signifikansi 0.000.
Karena probobilitas 0.000 jauh dibawah 0.005 maka model regresi dapat dipakai untuk
memprediksi Keunggulan bersaing kelas Argo PT.Kereta APi Indonesia atau bisa dikatakan
secara bersama-sama Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2) Daya Tanggap (X3) Jaminan
(X4) Empati (X5) bisa memprediksi tingkat keunggulan bersaing kelas Argo PT.Kereta Api
Indonesia dalam industry jasa transportasi darat.

Tabel 5. UJi dan Analisis Model Summary Multiple Regression


Model Summary
Model R R Square Adjusted Std. Error of
R Square The
Estimate
1 .921a .847 .818 12.08

Dari tabel 5. Menunjukkan Angka R sebesar 0.921 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan


antara kualitas layanan dengan keunggulan bersaing kelas Argo PT.Kereta Api Indonesia
adalah kuat. Angka R square atau koofisien determinasi membuktikan 84.7% variasi dari
keunggulan bersaing bisa dijelaskan oleh Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2) Daya
Tanggap (X3) Jaminan (X4) Empati (X5). Sedangkan sisanya (100%-84.7%=16.3%)
dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Standard Error of Estimate (SEE) adalah 12.08 Bukti
Langsung (X1) Kehandalan (X2) Daya Tanggap (X3) Jaminan (X4) Empati (X5). Makin
kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variable
dependent.

4. Implikasi Penelitian

Dari analisis statistica deskriftive dan Analisis pengujian hipotesa membuktikan bahwa
semakin baik dan tinggi tingkat konsistennya penerapan kualitas layanan (bukti pisik,
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati) dimana kecepatan dan keakuratan kinerja
layanan, kecepatan dan keakuratan dalam merespon dan menyelesaikan komplain dari
pelanggan, serta citra/ reputasi kualitas layanan akan memberikan kotribusi positif dan
signifikan sebesar 84.7% memberikan kontribusi positif dan kuat untuk keunggulan bersaing
kelas argo PT. Kereta Api Indonesia dalam industry jasa transportasi darat.

Dengan terciptanya kualitas layanan yang prima dan konsisten dapat dijadikan suatu strategi
yang dapat diunggulkan oleh perusahaan dalam persaingan pasar jasa transportasi umum pada
PT.Kereta Api Indonesia, khususnya dalam pelayanan kelas Argo, karena selain kelas argo
PT.Ketera Api Indonesia juga memiliki kelas bisnis, retrofit, eksekutif, ekonomi dan ekonomi
unggulan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas layanan merupakan suatu
strategi yang dapat diwujudkan guna meningkatkan keunggulan bersaing di pasar industry
yang sama maupun jasa transportasi darat lain seperti pesaing utama kereta api yaitu jasa
transportasi Bis atau jasa transportasi lainnya. Adanya pengaruh positive keunggulan bersaing
terhadap pertumbuhan pelanggan menandakan bahwa keunggulan bersaing adalah salah satu
bagian yang berhubungan dengan penciptaan superior value bagi pelanggan.

Secara teoritis bahwa kualitas layanan didefinisikan sebagai derajat mutu dari layanan yang
dihasilkan perusahaan, memiliki tiga dimensi yaitu kecepatan dan keakuratan kinerja layanan,
kecepatan dan keakuratan dalam merespon dan menyelesaikan komplain dari pelanggan, serta
citra/ reputasi kualitas layanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa derjat kualitas layanan
berpengaruh positif kuat terhadap keunggulan bersaing PT. Kereta Api Indonesia khususnya
kelas Argo yang melayani perjalan jauh yang mana konsumen membutuhkan superior value
untuk kenyamanan, ketepatan waktu, keamanan, ketanggapan dan kehandalan dalam
pelayanan, karena rata-rata konsumen wanita pembisnis. Penelitian ini juga memberikan
Pembuktian untuk mengkonfirmasikan pendapat clow dan Vorhies (1993, p.22). Tjiptono
(1995, p. 54), serta Menon, Jaworski, dan Kohli (1997,
p. 187) mengenai adanya hubungan antara kualitas layanan dengan keunggulan bersaing.

KESIMPULAN

1. Rata-rata Responden yang intens dalam melakukan perjalanan bisnis menggunakan


transportasi darat PT. Kereta Api Indonesia kelas Argo sangat mempertimbangkan
kualitas layanan secara menyeluruh untuk aspek Keselamatan, Ketepatan waktu,
Pelayanan, dan Kenyaman, yang memiliki superior value.
2. Semakin baik dan konsistennya kualitas layanan (bukti pisik, kehandalan, daya tanggap,
jaminan dan empati) akan memberikan kotribusi positif dan signifikan sebesar 84.7%
terhadap keunggulan bersaing kelas argo PT. Kereta Api Indonesia dalam industry jasa
transportasi darat.
3. Terciptanya kualitas layanan yang baik (prima) sesuai dengan harapan dan kebutuhan
konsumen dan kualitas layanan yang konsisten dapat dijadikan suatu strategi yang dapat
diunggulkan oleh perusahaan dalam persaingan pasar jasa transportasi umum pada
PT.Kereta Api Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Fanny Krishnamurti. 2006. Analisis Pengaruh Interaksi Antar Departemen Dan Sistem
Informasi Pemasaran Terhadap Kualitas Layanan, Keunggulan Bersaing Dalam
Meningkatkan Kinerja Pasar. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Jaworski, Bernard J., and Ajay K. Kohli, 1993, “Market Orientation: Antecedents and
Consequences”, Journal of Marketing 57 (July) : 53 – 70

Kohli, Ajay K., and Bernard J. Jaworski, 1990, “Market Orie ntation: The Construct,
Research Propositions, and Managerial Implications”, Journal of Marketing 54
(April) : 1 – 18

Menon, Ajay, Bernard J. Jawo rski, and Ajay K. Kohli, 1997, “Product Quality: Impact of
Interdepartmental Interactions”, Journal of the Academy of Marketing Science 25 (3)

: 187 – 200
Menon, Anil, Sundar G. Bharadwaj, and Roy Howell, 1996, “The Quality and Effectiveness
of Marketing Strategy: Effects of Functional and Dysfunctional Conflict in
Intraorganizational Relationships”, Journal of the Academy of Marketing Science 24
(4): 299 – 313

Nova Retnowati.2008. pengaruh kualitas layanan, orientasi layanan dan strategi harga
terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. Desertasi. Universitas Brawijaya.
Malang.

Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3ES,
Jakarta Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Zeithaml, Valarie A. and Bitner 2000. Service Quality, Profitability and the economic
Worth of Customers: What We know and What We Need to Learn. Journal of the
Academy of Marketing Sciences. Vol.28(1) pp 67-85.
Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April
2016 E-ISSN: 2503-1937

Page: 189-200

PERANAN TRANSPORTASI LAUT DALAM MENUNJANG ARUS BARANG


DAN ORANG DI KECAMATAN MALIGANO KABUPATEN MUNA
1Jusna dan 2Tibertius Nempung

1Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Halu


Oleo 2Staf Pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas
Halu Oleo email:jusnaekonomi@gmail.com

ABSTRACT

This study aimed to determine the roles of sea transportation in supporting the
flow of goods and people at Maligano District in Muna Regency. Sources of information
used in this study were 7 informants, comprising of: 1 head of Maligano District (key
informant), 2 merchants, 2 farmers, and 2 ship owners. Data were analyzed using a
method of descriptive analysis by describing the characteristics and condition of the
subject of the study or by analyzing the data obtained descriptively. Results of analyzing
the obtained data led the researcher to conclude that the construction of port and
procurement of K.M. Rembulan and speed boats had played a role in the increase of
merchants or people doing economic activities around the port, resulting in the increase
of people’s incomes, as well as in the flow of goods and people as can be seen from the
increased number of passengers and quantity and kinds of goods that are transported
via Maligano-Raha route since it is easier now for the people to move between the two
areas by sea.

Keywords : sea transportation, flow of goods, people

1. Pendahuluan

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan, maka fungsi angkutan laut


sangat penting dalam pembangunan. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai luas
sekitar 1,5 juta km2 dengan wilayah laut empat kali luas daratan, maka sudah
sewajarnya bila negara maritim ini menempatkan perhubungan laut dalam kedudukan
yang amat penting karena dalam wilayah seluas itu tersebar 17.508 pulau baik besar
maupun kecil dan hampir setengahnya dihuni oleh manusia yang mutlak saling
berhubungan.
Negara kepulauan Indonesia memiliki kekayaan alam, darat maupun laut yang
sangat melimpah, yang dapat digunakan bagi kesejahteraan masyarakat Bangsa dan
Negara. Dengan kondisi geografis demikian, jaringan transportasi melalui laut dengan
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 189
sendirinya harus mampu menjangkau seluas mungkin wilayah nusantara, sampai ke
daerah-daerah kecil sekalipun. Bukan sekadar untuk menyediakan fasilitas lingkungan
bagi penduduk yang ingin bepergian dari satu tempat ke tempat lain atau menyalurkan
barang-barang kebutuhan pokok, namun juga merupakan tali penyikat yang menyatukan
seluruh wilayah nusantara dari berbagai aspek.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia terutama memasuki era otonomi daerah diharapkan semakin
memacu pada pembangunan daerah. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi
membutuhkan jasa angkutan laut atau transportasi laut yang sangat memadai. Angkutan

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 199
merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi kehidupan perekonomian
masyarakat, karena lancar atau tidaknya proses pengangkutan khususnya pengangkutan
laut mempengaruhi tingkat aktivitas maupun perkembangan ekonomi masyarakat.
Tingkat perekonomian masyarakat yang baik senantiasa membutuhkan sarana
transportasi yang memadai yang merupakan mobilitas masyarakat yang menunjang
aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari.
Transprotasi laut merupakan salah satu subsektor transportasi yang turut menjadi
bagian penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kepulauan. Hal ini juga menjadi
salah satu sasaran dalam peningkatkan perekonomian nasional dalam menunjang
perdagangan antar pulau seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara khususnya
Kecamatan Maligano. Wilayah kepulauan di Kecamatan Maligano menjadikan
transportasi laut sebagai salah satu alat bantu yang digunakan untuk menghubungkan
satu pulau dengan pulau lainnya yang terus dikembangkan. Orientasi merupakan
kegiatan yang dilakukan dalam bentuk peninjauan untuk mendapatkan suatu cara atau
sikap yang tepat dalam membangun kegiatan perdagangan antar pulau dengan
menggunakan kapal motor dan speed boat yang sekaligus menjadi salah satu tindak
untuk memenuhi kebutuhan transportasi.
Transportasi laut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian
nasional dan daerah sebagaimana amanat dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta menjadi sarana vital
yang menunjang tujuan persatuan dan kesatuan nasional. Perlu diketahui juga kontribusi
transportasi laut menjadi semakin penting karena nilai biaya yang dikeluarkan adalah
paling kecil bila dibandingkan dengan biaya transportasi darat dan udara.
Perkembangan transportasi laut di Kecamatan Maligano sangat memegang peranan
penting. Dengan adanya pembangunan pelabuhan pada tahun 1995, pengadaan speed
boat, dan kapal penumpang KM Rembulan pada tahun 2002 merupakan suatu proses
arus pelayaran dengan melayani rute Maligano-Raha. Dengan adanya perkembangan
tersebut tentu bisa berdampak positif baik bagi penumpang dan proses distribusi barang,
maupun aktivitas masyarakat lainnya. Selain itu, usaha tersebut juga menyediakan
lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.
Rute atau jalur pelayaran dari setiap kapal mesin dan speed boat ditetapkan
untuk meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat lokal. Rute yang ditetapkan
tersebut merupakan kerja sama antara stakeholder di daerah. Stakeholder yang
dimaksud adalah pemerintah daerah, pihak yang memiliki sarana transportasi
masyarakat lokal yang bekerja sama dalam membangun perekonomian daerah. Salah
satu rute penyeberangan yang turut membangun ekonomi daerah adalah rute
transportasi laut dari Kecamatan Maligano menuju Kota Raha di Kabupaten Muna
untuk memindahkan orang dan barang.
Di mana usaha transportasi laut yang beroperasi terdiri dari 1 unit kapal motor
dan 4 buah speed boat yaitu KM Rembulan, Maligano Start, Satria Jaya Saniava, Prima
Dona, Lintas Samudra. Adapun kapasitas atau daya tampung masing-masing untuk KM
Rembulan memuat kurang lebih 120 orang, dimana tarif penumpang perorangnya Rp.
17.000,- sedangkan speed mempunyai kapasitas atau daya tampung kurang lebih 100
orang, dengan tarif perorangnya Rp. 20.000,- serta kecapatan waktu yang ditempuh KM
Rembulan dan speed kurang lebih satu jam. Adapun jumlah penumpang dalam setiap
tahun berubah-ubah, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dengan dikembangkannya pembangunan pelabuhan Maligano serta
ditingkatkannya jumlah unit kendaraan yang beroperasi di pelabuhan Maligano yang

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 190
telah menunjang dalam mempercepat penyeberangan barang dan jasa dari Kecamatan
Maligano menuju Kota Raha, maka akan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi
masyarakat Kecamatan Maligano sehingga hal ini menarikpeneliti untuk melakukan
penelitian peranan transportasi laut dalam menunjang arus barang dan orang di
Kecamatan Maligano Kabupaten Muna.

2. Kajian Literatur

Konsep Transportasi

Transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana trans berarti
seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Jadi
transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu
tempat ke tempat lainnya. Transportasi seperti itu merupakan suatu jasa yang diberikan
guna memuat barang atau orang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Abbas Salim (2006) mengemukakan bahwa transportasi adalah kegiatan pemindahan
barang muatan dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dikatakan juga bahwa
transportasi menjadi dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat
serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan adanya
spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat
istiadat, dan budaya suatu bangsa atau daerah. Kamaluddin (2003) menyatakan bahwa
transportasi atau pengangkutan merupakan sarana ekonomi yang berfungsi untuk
menunjang pemindahan sesuatu (manusia, hewan, dan barang) dari suatu tempat tujuan
dengan maksud untuk menciptakan kegunaan tempat (place utility ) dan kegunaan
waktu (time utility).
Sakti Adji Adisasmita (2012) mengemukakan bahwa trasportasi adalah sarana
penghubung atau yang menghubungkan antara daerah produksi dan pasar, atau dapat
dikatakana pendekatan daerah produksi dan pasar atau sering kala dikatakan
menjembatani produsen dan konsumen. Siregar (2012) mengemukakan bahwa kegiatan
pengangkutan dapat terlaksana jika terpenuhi hal-hal: (1) Ada barang atau jasa atau
orang yang diangkut; (2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan; dan (3) Adanya
jalan raya tempat melintasnya kendaraan angkutan. Menurut Raharjo Adisasmita (2010)
transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan. Dalam kegiatan transportasi diperlukan empat komponen yakni : tersedianya
muatan yang diangkut, terdapatnya kendaraan sebagai sarana angkutannya, adanya jalan
yang dapat dilaluinya dan tersedianya terminal.
Fungsi transportasi memegang peranan pening dalam usaha mencapai tujuan
pengembangan ekonomi dalam suatu bangsa. Adapun tujuan pengembangan ekonomi
yang bisa diperankan oleh jasa transportasi adalah : (Burhanuddin, 2003).
1) Meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para
konsumen, industri dan pemerintah.
2) Mengembangkan indusri nasional yang dapat menghasilkan devisa serta
mensupply pasaran dalam negeri.
3) Menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat.

Arah dan kebijakan pembangunan transportasi laut dilaksanakan fungsi yaitu


antara lain : (Tamin,2000)
1) Meningkatkan peran armada pelayaran nasional, baik untuk angkutan dalam negri
maupun ekspor-impor dengan memberlakukan azas cabatage. Untuk itu

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 191
diperlukan dukungan perbankan dalam penyediaan kredit murah bagi peremajaan
armada.
2) Mengurangi bahkan menghapus pungutan-pungutan tidak resmi di pelabuhan,
sehingga tarif yang ditetapkan otoritas pelabuhan tidak jauh berbeda dengan biaya
yang secara riil dikeluarkan pengguna jasa kepelabuhan, melalui peningkatan
kordinasi bagi semua instansi yang terkait dalam proses bongkar muat barang.
Menurut H.F.Ruru (1993) peranan transportasi dari sudut ekonomi adalah:
merangsang pertumbuhan ekonomi, melancarkan dan memudahkan distribusi bahan-
bahan kebutuhan yang berbeda, alat untuk menstabilkan harga, mengurangi isolasi
daerah, menunjang perluasan pasar, dan menunjang terciptanya spesialisasi yang luas.
Sedangkan menurut Widyahartono (1986) bahwa manfaat transportasi laut adalah
sebagai berikut:
1) Transportasi laut merupakan jangkauan terhadap sumber yang dibutuhkan suatu
daerah dan memungkin digunakan sumber yang lebih murah ataupun lebih tinggi
mutunya. Sebagai tambahan barang yang tidak bisa didapatkan di daerah
setempat, didapatkan di daerah lain.
2) Pemakaian sumber daya lebih efisien menyakibatkan timbulnya kekhususan setiap
daerah ataupun pembagian setiap tenaga kerja yang sesuai, yang mengakibatkan
pemahaman jumlah barang yang dikonsumsi, yang berhubungan erat dengan ini
adalah memungkinkan untuk melayani daerah yang luas, sehingga keuntungan
ekonomi dalam skala produksi dapat dimanfaatkan
3) Karena penyaluran barang tidak lagi terbatas pada daerah setempat saja, maka
barang-barang dapat disalurkan dari sumber-sumber alternatif lainnya, apabila
sumber yang biasa dipakai tidak dapat memenuhi semua kebutuhan.
Nasution (2008), mengemukakan bahwa transportasi bukanlah tujuan, melainkan
sarana untuk mencapai tujuan. Dalam hubungan tersebut, akan dikemukakan peranan
transportasi dalam berbagai aktivitas manusia di tinjau dari tiga aspek yaitu:
1) Aspek ekonomi
Transportasi adalah bagian dari suatu kegiatan perekonomian karena dengan
transportasi yang lancar dan memadai maka hasil produksi, distribusi dari
berbagai sektor akonomi seperti pertanian, akan lebih mudah dan lancar untuk
dipasarkan (disalurkan). Dengan kata lain alat transportasi merupakan jembatan
yang mendekatkan sentra-sentra produksi dengan sentra konsumsi untuk
meningkatkan, nilai guna dan nilai waktu suatu barang dan jasa.
2) Aspek sosial budaya
Sebagai makhluk sosial, dalam memenuhi kebutuhan tertentu manusia
memerlukan hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
yang tentu memerlukan alat transportasi yang murah, mudah, cepat dan
menyenangkan, sehingga bisa saling beriteraksi.
3) Aspek politik
Transportasi akan mempermudah jaringan aparat pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab sebagai motifator pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan terutama dalam bidang pertahanan, keamanan sehingga dapat
melakukan mobilisasi agar bisa berjalan lancar.
Sementara Salim ( 2006 ), mengemukakan bahwa peranan transportasi meliputi :
1) Dalam kehidupan masyarakat

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 192
Transportasi bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti hasil–hasil produksi dan
bahan baku suatu daerah dapat dipasarkan kepada perusahaan industri.
2) Spesialisasi secara geografis
Tiap – tiap daerah mempunyai kekhususan dalam arti spesialisasi yang berbeda
untuk masing–masing daerah (wilayah), dengan transportasi dapat
menghubungkan berbagai daerah sehingga dapat mendorong perkembangan dan
pertumbuhan wilayah, dapat melakukan akses antar wilayah dengan lancar dan
cepat.
3) Produksi yang ekonomis
Suatu produksi akan bermanfaat dan ekonomis, bila cukup tersedia modal. Karena
ada transportasi dan produksi dalam arti untuk pelemparan hasil produksi ke
pasar (market).
4) Pembangunan nasional dan HANKAMNAS

Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Transportasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan jasa-jasa transportasi, oleh Salim


(2006) dapat dilihat dari dua segi yaitu:
1) Dari segi permintaan (demand)
a. Pertumbuhan penduduk
b. Pembangunan daerah dan wilayah
c. Industri
d. Transmigrasi dan penyebaran penduduk
2) Dari segi penawaran (supply)
a. Peralatan yang digunakan
b. Kapasitas yang tersedia
c. Kondisi teknik alat angkut yang dipakai
d. Produksi jasa yang dapat diserahkan oleh perusahaan angkutan
e. Sistem pembiayaan dalam pengoperasian alat pengangkutan.
Sutarsih Saleh (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran jasa transportasi adalah:
1) Pendapatan Konsumen
Jasa transportasi yang di tawarkan kepada masyarakat sangat tergantung dari
pendapatan masyarakatitu sendiri karena banyak jenis transportasi yang di
sediakan oleh pengusaha untuk kepentingan masyarakat disesuaikan dengan
kemampuan/daya beli masyarakat,
2) Tarik Angkutan
Faktor lain yang bersangkutan dengan engenaan tarik angkutan dari pengusaha
kepada konsumen/pemakai jasa angkutan, sehingga penentuan tari betu-betul
harus dihitung kelayakan, sehingga pengenaan tarik terjangkau oleh masyarakat
yang meminta jasa transportasi dianggap sebagai tarik wajar dan masyarakat mau
meminta jasa transportsi tersebut.
3) Selera konsumen
Selera atau keinginan konsumen dalam penggunaan transortasi sangat bersifat
heterogen memerlukan adanya pelayanan yang maksimal.
Sukirno (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang dan
jasa adalah: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, harga faktor
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 193
produksi, biaya produksi, jumlah pedagang/penjual, tujuan perusahaan, dan kebijakan
pemerintah.
Sarman (2008) telah meneliti dampak perkembangan transportasi di sungai
Konaweeha terhadap masyarakat Desa Anggoipiu Kecamatan Uipai Kabupaten
Konawe, dan menemukan bahwa dengan adanya transportasi sungai Konaweeha dapat
mempemudah arus lalu lintas maupun komunikasi dengan daerah-daerah aliran sungai
lainnya sehingga aktivitas yang berada di daerah pedesaan tidak merasa ketinggalan
khusunya dalam hal perkembngan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari. Sehingga dalam waktu yang terus berjalan seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempengaruhi atau merubah
kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik khususnya dalam kehidupan sosial-
ekonomi, di mana dalam perkembangan transportasi pada sungai konaweeha tersebut
dapat menambah pendapat masyarakat yang berada tepat pada pesisir Konaweeha.

3. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
langsung dari sejumlah informan melalui observasi dan wawancara. Sumber informasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan yaitu sebanyak 7 orang dengan
rincian sebagai berikut : 1 orang Camat Maligano (key informan), 2 orang pedagang, 2
orang petani, serta 2 orang pemilik kapal. Data Sekunder diperoleh dari dokumentasi
catatan bongkar muat penumpang/barang dari Kantor Pelabuhan Maligano. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, dengan bantuan
persentase.

4. Hasil Dan Pembahasan

Jumlah Pedagang

Pelabuhan Maligano merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan


penyelenggaraan transportasi laut dimana tempat beroperasi Kapal KM Rembulan dan
Speedboat. Keberadaan pelabuhan Maligano sebagai titik tumpu kapal dan barang
muatan, sungguh sangat diperlukan dalam menunjang transportasi laut. Dari titik
pandang demikian, mutu pelabuhan Maligano turut menjadi salah satu faktor penentu
keberhasilan perjalanan kapal dalam memindahkan barang dan penumpang dari
Kecamatan Maligano ke tempat ibu kota Kabupaten Muna. Tanpa ketersediaan fasilitas
dan mutu yang baik dipelabuhan,maka kelancaran angkutan laut tidak mungkin dapat
diwujudkan.
Sejalan dengan hal itu, maka pembangunan pelabuhan di Kecamatan Maligano
mampu merangsang kegiatan ekonomi, perdagangan, melalui aktivitas perputaran roda
perekonomian, berbagai jenis usaha akan tumbuh. Dengan pembangunan pelabuhan
masyarakat dapat membuka usaha seperti membangun kios, membangan warung
makan, dan ada juga sebagai pedagang keliling. Dengan pembangunan pelabuhan
tersebut maka dapat berdampak positif terhadap kemajuan perekonomian masyarakat
hal ini sesuai dengan hasil wawancawa bersama Camat Maligano yang dilakukan pada
tanggal 16 November sebagai berikut:

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 194
“kami menyiapkan sarana dan prasarana dipelabuhan dalam rangka memediasi
kepentingan pengguna jasa pelabuhan, sehingga dapat memberikan dampak
positif terhadap peningkatan ekonomi pada masyarakat Kecamatan Maligano,
karena dengan dibenahinya pelabuhan maka memberikan ruang kepada para
pedagang untuk bisa melakukan aktifitas jual beli disekitaran pelabuhan” (La
Ode Zafrullah, 36 Tahun).

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diperoleh suatu informasi bahwa


dengan dibenahinya pembangunan pelabuhan pada Kecamatan Maligano dapat
membantu perekonomian masyarakat Maligano, khususnya para pedagang, baik itu
pedagang keliling maupun pedagang yang mendirikan kios disekitaran pelabuhan.
Dengan kata lain bahwa keberadaan pelabuhan dapat membantu mempermudah
perolehan pendapatan bagi mereka yang belum dengan mudah memperoleh pendapatan
sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah pedagang yang melakukan aktifitas ekonomi
di sekitar wilayah pelabuhan sebelum dan sesudah adanya pembangunandan
pengembangan transportasi laut sebagaimana Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa
sebelum adanya pelabuhan dan pengadaan KM. Rembulan dan speed boat, jumlah
pedagang atau jumlah orang yang melakukan aktivitas ekonomi di sekitar pelabuhan
masih sangat sedikit dimana pedagang keliling pada tahun 1999, 1 orang, tahun 2000 -
2001 yaitu 2 orang, kios pada tahun 1999-2001 terdiri 2 unit, pada tahun 2002 terdiri
dari 3 unit.warung makan pada tahun 1999 terdiri dari 1 unit, pada tahun 2000-2001
terdiri dari 2 unit.

Tabel 1 Jumlah Pedagang yang Melakukan Akitifitas Ekonomi di Sekitar Pelabuhan


Maligano Sebelum Pembangunan Pelabuhan dan Pengembangan Transportasi
Laut

No Jenis Usaha Sebelum Pembangunan


Pelabuhan
1999 2000 2001
1 Pedagang Keliling 1 2 2
orang orang orang
2 Kios 2 unit 2 unit 3 unit
3 Warung makan 1 unit 2 unit 2 unit
Sumber: Data primer diolah 2015
Namun setelah adanya pembangunan pelabuhan, maka dapat menambah tenaga
kerja dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bisa menambah peluang
usaha kecil dan menengah sehingga meningkatkan pendapatan serta pemenuhan
kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Dari enam jenis usaha yang beroperasi disekitaran
Pelabuhan Maligano dapat mempermudah akses pemenuhan kebutuhan bagi para
penumpang atau konsumen untuk melakukan transaksi ekonomi dalam memenuhi
kebutuhannya. Disamping dapat menghemat waktu dalam memperoleh pelayanan
kebutuhan bagi konsumen, juga dapat mempermuda jarak tempuh untuk mendapat
pelayanan pemenuhan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bersama
pedagang pelabuhan pada tanggal 17 November 2015 sebagai berikut:
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 195
“Dengan dibangunnya pelabuhan maka dapat meningkatkan pendapatan kami,
karena kami merasa bahwa pemerintah telah memberikan kami peluang untuk
mengembangkan usaha kami disekitaran pelabuhan ini. Orang-orang yang

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 196
dipelabuhan ini juga senang karena apabila mereka mau belanja sesuatu, mereka
tidak perlu jau-jauh harus mencari diluar wilayah pelabuhan ini karena kami
suda menyediakan apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.”..(Wa Enga, 27
tahun).

Tabel 2 Jumlah Pedagang yang Melakukan Akitifitas


Ekonomi Sesudah Pembangunan Pelabuhan
Maligano
Tahun Jenis
barang
Pedaga Kios Warung Pedagang Bengkel Buru
ng kaki (unit) Makan Bensin (unit) h
lima (unit) (orang) Kap
(orang) al
(orang)
2002 2 3 2 - - -
2003 2 3 2 - - -
2004 2 3 2 - - -
2005 2 3 2 1 - -
2006 3 4 2 1 - -
2007 3 4 2 1 - -
2008 4 5 2 2 - -
2009 5 5 2 2 - -
2010 5 5 3 2 - -
2011 8 6 3 2 - -
2012 8 6 3 3 1 -
2013 8 7 3 3 2 -
2014 9 8 5 3 2 2
2015 9 10 5 4 2 3
Sumber: Data primer 2015

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas telah jelas bahwa pembangunan


pelabuhan membuka peluang usaha bagi masyarakat untuk bisa melakukan aktifitas
ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan perkapita. Disisi lain dengan adanya
usaha-usaha kecil yang beroperasi disekitaran pelabuhan maka dapat mempermudah
konsumen untuk membeli kebutuhan yang dibutuhkannya tanpa harus mencari lokasi
diluar pelabuhan untuk melakukan transaksi jual beli. Keberadaan pelabuhan Maligano
beserta sarana dan prasarananya yang telah disiapkan dapat mempengaruhi kondisi dan
kenyamanan pengguna pelabuhan. Fasilitas yang disiapkan semestinya dapat senantiasa
ditingkatkan sebab perkembangan teknologi yang semakin maju tidak menutup
kemungkinan akan berpotensi untuk menghadirkan angkutan laut yang lebih canggih
dan lebih maju.

Jumlah Penumpang

Penyeberangan laut rute Maligano – Raha merupakan salah satu rute pelayaran
antar pulau yang dilakukan masyarakat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Muna sebagai jalur pelayanan yang membantu masyarakat untuk
bepekergian atau berpindah dari Kecamatan Maligano menuju Kota Raha dan
sebaliknya. Penumpang yang menggunakan jalur transportasi laut pada rute Maligano-
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 197
Raha bukan hanya masyarakat di Kecamatan Maligano tetapi juga masyarakat luar dari
Kecamatan Maligano yaitu masyarakat dari Buton Utara. Sebelum pengadaan KM.
Rembulan dan speed boat jumlah penumpang setiap tahun masih sangat sedikit
dibandingkan dengan setelah pengadaan KM. Rembulan dan speed, dimana pada tahun
1999 jumlah penumpang 19.615, pada tahun 2000 yaitu 23.176 penumpang pada tahun

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 198
2001 yaitu 23.438 orang, dengan kecepatan waktu yang di tempuh dari Kecamatn
Maligano menuju Kota Raha yaitu 2 jam.
Namun Setelah adanya pengembangan transportasi laut yaitu pengadaan KM.
Rembulan dan speed sebagaimana Tabel 3 menunjukkan jumlah penumpang yang
melintasi rute Maligano–Raha, tahun 2002 mengalami peningkatan bahkan hampir dua
kli lipat atau sebesar 93,69 persen. Jumlah penumpang terus mengalami pertumbuhan
setiap tahunnya hingga tahun 2012. Jumlah penumpang pada tahun 2013 mengalami
penurunan 5 persen lebih disebabkan oleh cuaca buruk. Sementara jumlah penumpang
pada tahun 2015 juga mengalami penurunan disebabkan masyarakat masyarakat beralih
ke rute lain yaitu Pure-Raha. Tetapi tidak begitu berpengaruh besar terhadap jumlah
perkembangan penumpang karena letak Kecamatan Maligano adalah yang paling
strategis. Kondisi kegiatan transportasi dengan jumlah penumpang menggambarkan
adanya kegiatan ekonomi yang berlangsung pada masyarakat Maligano yang melakukan
transportasi melalui laut ke Kota Raha. Hal ini menunjukaan bahwa dengan adanya
pengembangan transpotasi laut maka jumlah penumpang yang melintasi Maligano-
Raha, semakin bertambah dan kecepatan yang digunakan untuk melintasi rute ini lebih
cepat yaitu kurang lebih 1 jam.

Tabel 3 Jumlah Penumpang Rute Maligano – Raha(PP) Tahun 1999-2015


Tahu Jumlah Persentase (%)
n Penumpang
1999 19.615 -
2000 23.176 18,15
2001 23.438 1,13
2002 45.397 93,69
2003 45.405 0,02
2004 58.663 29,20
2005 62.875 7,18
2006 67.215 6,90
2007 84.924 26,35
2008 96.492 13,62
2009 110.826 14,86
2010 143.117 29,14
2011 144.160 0,73
2012 144.291 0,09
2013 136.539 -5,37
2014 147.588 8,09
2015 128.440 -12,97
Total 1.415.932
Sumber Data : Kantor Pelabuhan (2015)
Sebagaimana peran transportasi laut pada umumnya, aktifitas penyeberangan
dan pengangkutan barang dari Pelabuhan Maligano oleh KM Rembulan ke Pelabuhan
Laino berjalan lancar. Prosedur penggunaan jasa telah ditetapkan sesuai standar
pelayanan jasa angkutan laut yang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah dan
tidak merugikan masyarakat pengguna jasa. Selain dari KM Rembulan yang melakukan
pelayanan transportasi laut, dipelabuhan Maligano juga beroperasi speed boat. Speed
boat merupakan alat transportasi laut yang beroperasi pada Maligano Raha yang lebih
canggih dari perahu sebab dilengkapi dengan mesin yang memiliki kecepatan tinggi

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 199
sehingga dapat mempermudah jarak dan menghemat waktu tempuh dalam perjalanan
masyarakat pengguna jasa speed boat.
Speed boat yang beroperasi pada pelabuhan Maligano sebanyak 4 unit, dengan
jadwal operasi setiap hari adalah 2 (dua) unit yang beroperasi sekali dalam sehari dan 2
unit lainnya beroperasi sebanyak 2 (dua) kali dalam sehari. Dengan jadwal
penyeberangan yang telah disusun sedemikian rupa maka dapat mengakomodir setiap
kepentingan penyeberangan bagi penumpang atau pengguna jasa angkutan laut. umlah
kapasitas penumpang minimum bagi speed boat adalah sebanyak kurang lebih 20 orang
dan jumlah kapasistas maksimum sebanyak 100 orang. Hal in berdasakan hasil
wawancara bersama pemilik kapal Speed pada tanggal 15 November 2015 sebagai
berikut:

“dalam mengangkut penumpang, speed ini kadang-kadang kalau lagi sepi


penumpang yah biasanya kapasitas paling rendahnya itu sebanyak 20 orang
dan kalau lagi rame atau padat itu paling tinggi sebanyak 100 orang dan tidak
boleh melebihi kapasitas itu karena kami lebih mengutamakan keselematan
para penumpang. (La harimi, 38 Tahun).

Disamping itu ada juga petikan wawancara bersama ABK Speedboat yang
dilakukan wawancara pada tanggal 16 November 2015 sebagai berikut:

“kalau kita menyeberang itu tergantung jumlah penumpang yang ada. Jumlah
speed ini ada empat buah, dan yang berangkat itu sesuai daftar keberangkatan.
Kalau lagi sepi biasanya asal sudah cu kup sesuai kapasitas paling rendah yah
kita berangkat. Kan kalau yang datang belakangan nanti pada speed
keberangkatan berikutnya. Kalaupun padat penumpang yah bisa satu kali
berangkat dua speed. (Dirman, 21 Tahun)

Dari hasil dua wawancara tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa apabila speed
itu sudah memenuhi standar keberangkatan sesuai kapasitas, maka segera akan
berangkat, sebab jadwal keberangkatan sudah diatur. Dan apabila bertepatan dengan
pengguna jasa angkutan laut itu lagi padat, maka yang diberangkatkan itu bisa
bersamaan lebih dari satu speedboat.

Jumlah dan Jenis Barang yang Diangkut

Perkembangan jumlah dan jenis barang serta jumlah kendaraan roda dua yang
di angkut sebelum dan sesudah keberadaan KM rembulan dan speed boat pada rute
Maligano-Raha sajikan pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa setelah adanya
pengadaan KM. Rembulan dan speed jumlah kendaraan dan hasil pertanian yang di
angkut semakin meningkat di mana jumlah kendaraan dari tahun 2002-2014 selalu
peningkatan, jumlah kendaraan 2014 yaitu 7.825 unit dan pada tahun 2015 menurun
menjadi 6.094 unit karena masyarakat menggunakan rute lain.sedangkan hasil
pertanian setiap tahun meningkat di mana pada tahun 2015 paling tertinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 76 ton karena hasil panen seperti jambu
mete, nilam,pisang dan kopra paling banyak diproduksi, yang didukung oleh musim
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 200
yang baik.

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 201
Tabel 4 Jumlah dan Jenis Barang yang Diangkut
Rute Maligano-Raha Tahun 1999-2015
Tahun Kendaraan roda dua (unit) Hasil Pertanian (ton)
1999 3.182 17
2000 3.417 18
2001 3.290 20
2002 4.136 22
2003 4.157 24
2004 4.232 25
2005 5.180 25
2006 5.136 25
2007 5.652 27
2008 6.112 31
2009 6.130 31
2010 7.288 42
2011 7.354 53
2012 7.156 54
2013 7.162 42
2014 7.825 58
2015 6.094 76
Total 83.614 535
Sumber Data : Kantor Pelabuhan (2015)

5. Kesimpulan

Pembangunan pelabuhan dan pengadaan KM. Rembulan dan speed boat


berperan terhadap jumlah pedagang atau jumlah orang yang melakukan aktivitas
ekonomi di sekitar pelabuhan, serta berperan terhadap arus bongkar muat barang dan
orang yang dilihat dari bertambahnya jumlah penumpang serta jumlah dan jenis barang
yang diangkutmelalui rute Maligano-Raha karena masyarakat semakin mudah untuk
melakukan aktifitas penyeberangan.

Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo.2010. Dasar-Dasar Ekonomi Transportasi, Ghalia Ilmu. Jakarta.


Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Perencanaan Pembangunan Transportasi,EdisiPertama.

Yogyakarta : Graha Ilmu.


Boediono.2001. Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi.No.

2.Yogyakarta: FE-UG.
H,M,N,Purwostjipto. 2003. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. jilid 6,
Djambatan, Jakarta.

Kamaluddin, Rustian .2003 . Ekonomi Transportasi Karakteristik, Teori dan Kebijakan

, Jakarta : Galia Indonesia .

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 202
Nasution, M, N. 2008. Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Poerdarminta, W, J, S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Ruru, H, F. 1993, Bahan Kuliah Ekonomi Pengangkutan, ujung pandang.

Salim, Abbas. 2006 Manajemen Transportasi. Raja Grafindo, Jakarta.

Siregar, Muchtaruddin. 2012. Beberapa Masalah Ekonomi dan Menejemen


Pengangkutan. Jakarta.

Soedjono.2005.Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan


Kepuasan kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umun di Surabaya.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan UDL .7, No. 1.STIESIA. Surabaya.

Sukirno, Sadono .2006 .Pengantar Teori Mikro Ekonomi , Edisi Ketiga Raja Grafindo,
Persada . Jakarta.

Sudarsono. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: PT Gunung Agung.

Sumantoro. 1998. Naskah akademis Peraturan Perundang-Undangan Ruu tentang


Perdagangan Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman RI: jakarta.

Suparmoko. 2002 . Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan. Penerbit


Andi, Jogjakarta.

Sutarsih, Saleh. 2003. Studi Usaha Angkutan Mikrolet Trayek Kota Kendari. IESP:
Skripsi Unhalu.

T, Gilarso. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: kanisius.

Tamin, Ofyar ,Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Institut Teknologi


Bandung. Bandung : 2000.

Widyhartono . 1986. Peranan Transportasi. BPFE: Yogyakarta.

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE 203
PERAN TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG KAWASAN
STRATEGIS PARIWISATA NASIONAL DANAU TOBA

TRANSPORTATION ROLE IN SUPPORTING THE NATIONAL TOURISM


STRATEGIC AREAS LAKE TOBA

Budi Sitorus Christina Natalia Sitorus


Sekretariat Jenderal Kementerian Universitas Pembangunan Nasional
Perhubungan kitin_maniez@yahoo.com
budi_dephub@yahoo.co.id

ABSTRACT

The research objective is to identify and analyze the development problems of Lake Toba
regional and support the accelerated development. The results are on the development of
tourism region of Lake Toba of which improve accessibility and connectivity of transport
from / to the tourist locations around the area of Lake Toba to build toll roads Kualanamu-
Parapat, Silangit-Parapat and feeder roads as well as liaison adequate and smooth
traffic, safe, congratulations. This research is Qualitative descriptive using a qualitative
analysis approach and public policy analysis to find the steps of developing national
tourism strategic areas.

Keywords: national tourism strategic area, accessibility and connectivity area of lake
toba

ABSTRAK

Tujuan penelitian mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan pembangunan kawasan


Danau Toba serta mendukung percepatan pembangunan. Hasil adalah rekomendasi
pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba di antaranya meningkatkan aksesibilitas
dan konektivitas transportasi dari/ke lokasi-lokasi wisata di seluruh wilayah Danau Toba
dengan membangun jalan tol Kualanamu-Parapat, Silangit-Parapat dan jalan pengumpan
serta penghubung yang memadai serta lalu lintas lancar, aman, selamat. Penelitian bersifat
deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan analisis kualitatif dan
analisis kebijakan publik untuk menemukan langkah-langkah pengembangan kawasan
strategis pariwisata nasional.

Kata kunci : kawasan strategis pariwisata nasional, aksesibilitas dan konektivitas


kawasan danau toba

9
PENDAHULUAN membangun dan meningkatkan akses jalan
ke kawasan wisata tersebut, mulai dari
Danau Toba merupakan membangun Jalan Lingkar Danau Toba di
danau alam yang terbentuk dari Pulau Samosir, hingga memperbarui dan
sebuah danau tekto-vulkanik dengan melakukan peningkatan jalan. Melalui
ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 Balai Besar Pengembangan Jalan Nasional
kilometer terletak di Provinsi Sumatera (BBPJN) Wilayah-I Sumatera Utara,
Utara. Danau ini merupakan danau terbesar diusulkan kegiatan pembangunan akses
di Indonesia dan Asia Tenggara, dan jalan untuk tahun jamak (multiyears) 2016-
di tengah danau terdapat sebuah pulau 2019. Untuk tahap pertama, biayanya
vulkanik bernama Pulau Samosir. mencapai dua puluh miliar rupiah lebih
Keindahan Danau Toba dapat dan selanjutnya diperhitungkan lima puluh
dirasakan ketika kita tiba sana. Oleh karena satu miliar lima ratus juta rupiah hingga
itu, tak salah kiranya apabila Presiden RI sembilan puluh tujuh miliar rupiah setiap
menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan tahunnya sampai akhir tahun 2019.
Strategis Pariwisata Nasional. Penetapan
Selain infrastruktur jalan diperlukan
Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan
infrastruktur transportasi, seperti
Strategis Pembangunan Nasional,
pembangunan dermaga penyeberangan dan
sebagaimana hal ini tertuang dalam
kapal penyeberangan untuk mengangkut
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
wisatawan serta kendaraan yang akan
2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
menyeberang ke Pulau Samosir. Pada
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
sektor transportasi, tahun 2014 telah selesai
2015. Pembangunan kawasan Danau Toba
dilakukan pekerjaan peningkatan dermaga
ini dilakukan sebagai upaya Pemerintah
penyeberangan di Simanindo Kabupaten
untuk meningkatkan devisa negara melalui
Samosir dengan biaya empat miliar tiga
meningkatnya jumlah wisatawan baik lokal
ratus juta rupiah, Peningkatan dermaga
maupun internasional, karena mereka bisa
penyeberangan Balige Kabupaten Toba
berkunjung ke kawasan-kawasan Danau
Samosir dengan biaya empat miliar lima
Toba, Parapat, Pulau Samosir, Tomok, Tuk-
ratus juta rupiah. Peningkatan Dermaga
Tuk, Ambarita, Simanindo, dan Panguruan.
Danau di Botaen Lontung Kabupaten
Agar rencana pembangunan
Samosir dengan biaya dua miliar empat
kepariwisataan tersebut berjalan lancar,
ratus juta rupiah, Peningkatan Dermaga
diperlukan koordinasi lintas Kementerian.
Danau di Onan Rungu Kabupaten Samosir
Terkait hal ini, Menteri Koordinator
dengan biaya enam miliar enam ratus juta
Kemaritiman menjelaskan, terdapat 9
rupiah. Menuju kawasan Danau Toba
(sembilan) rencana, yaitu perpanjangan
dapat dicapai melalui penerbangan melalui
landasan Bandar Udara Sibisa,
Bandara Silangit yang pada saat ini terdapat
Pembangunan resor turis resor,
3 kali/hari frekuensi keberangkatan dan
Pembangunan Jalan Tol Kualanamu-
kedatangan oleh beberapa maskapai
Parapat, Pendalaman Tano Ponggol, dan
penerbangan dengan waktu tempuh 1 jam
pembersihan Danau Toba. Kemudian,
45 menit Jakarta-Silangit.
dilakukan penyediaan lahan seluas 500
Permasalahan kawasan Danau
hektare untuk eco-tourism wilayah wisata
Toba, terkait dengan pencemaran sampah
Danau Toba, pembuatan Perpres Badan
rumah tangga dan limbah pertanian serta
Otoritas Pariwisata Danau Toba, dan
pemberian izin usaha perhutanan dari
kampanye ‘Bersih-Senyum’ bagi warga
Pemerintah Kabupaten Samosir pada tahun
sekitar Danau Toba. (BPIW, 2016) 2012, membuat kerusakan lingkungan. Hal
Kementerian Pekerjaan Umum tesebut terjadi karena penebangan pohon
dan Perumahan Rakyat juga berencana besar-besaran yang menyebabkan longsor

10
serta banjir yang menimbulkan korban jiwa. berarti transportasi merupakan suatu jasa
Pencemaran lingkungan berupa limbah yang diberikan, guna menolong orang dan
padat dan limbah cair serta polusi udara barang untuk dibawa dari suatu tempat
yang menjangkau jarak beberapa kilometer ke tempat lainnya. Dengan demikian,
dari lokasi pabrik Indorayon di Sosorladang transportasi dapat diberi definisi sebagai
Porsea sempat menjadi isu pokok selama usaha dan kegiatan mengangkut atau
bertahun-tahun karena menyangkut membawa barang dan/atau penumpang
penurunan kesehatan manusia, hewan, dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dapat
ternak, bahkan ikan di daerah sekitarnya. ditegaskan lagi bahwa transportasi adalah
Penebangan hutan yang tidak terkendali jasa yang dipergunakan sebagai alat untuk
se bagai bahan baku industri berdampak memperoleh keuntungan-keuntungan
buruk karena kerusakan hutan dan jalan ekonomis dalam berbagai kegiatan
yang dilalui kendaraan truk yang melebihi usaha dan hubungan kemasyarakatan
kapasitas daya dukung jalan. Kerusakan (Kamaluddin, 2003).
hutan mengakibatkan hutan tidak berfungsi Berfungsinya alat pendukung proses
sebagai reservoar atau cadangan sumber perpindahan ini sesuai dengan yang
air yang mengalir ke Danau Toba sehingga diinginkan, tidak terlepas dari kehadiran
debit air jauh berkurang, keindahan dan seluruh subsistem tersebut secara serentak.
keaslian flora juga berubah. Masing-masing unsur tidak bisa hadir dan
Meskipun izin usaha perusahaan beroperasi sendiri-sendiri, semuanya harus
yang melanggar sudah dicabut dan kegiatan terintegrasi secara serentak (Miro, 2005).
penebangan hutan telah dihentikan, Menurut Galtung (dalam Trijono, 2007),
kerusakan lingkungan di Danau Toba pembangunan merupakan upaya untuk
masih belum teratasi sehingga wilayah memenuhan kebutuhan dasar manusia,
Danau Toba perlu untuk direvitalisasi baik secara individual maupun kelompok,
serta pembenahan sikap masyarakat dengan cara-cara yang tidak menimbulkan
untuk mendukung gerakan masyarakat kerusakan, baik terhadap kehidupam sosial
sehat sebelum pekerjaan pembangunan maupun lingkuangan alam. Pembangunan
pariwisata Danau Toba dikembangkan. Hal adalah suatu usaha pertumbuhan dan
ini perlu mendapat apresiasi pengembangan perubahan yang berencana dan dilakukan
pariwisata Danau Toba agar dapat secara sadar oleh suatu bangsa, negara,
diwujudkan dengan komitmen yang kuat. dan pemerintah menuju modernitas dalam
Dari hal di atas, dibutuhkan analisis rangka pembinaan bangsa. (Siagian, 2005)
permasalahan khususnya terhadap Sebagaimana diatur dalam Undang
aksesibilitas dan konektivitas kawasan Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pariwisata Danau Toba melalui pendekatan Pembentukan Peraturan Perundang-
kebijakan publik untuk mencari solusi undangan kebijakan nasional tersebut
terhadap permasalahan pada transportasi seyogianya berupa suatu undang-undang
darat. Metode yang digunakan adalah percepatan pembangunan daerah tertinggal
metode deskriptif-kualitatif melalui (UU PPDT). Kebijakan nasional diambil
studi pustaka, literatur, benchmarking, sebagai upaya agar terdapat koordinasi
dan pengamatan lapangan. Sebagaimana yang baik dan tidak menegasikan otonomi
asal kata transportasi berasal dari bahasa daerah yang sudah berjalan. Mengingat
Latin yaitu transportare, trans berarti kebijakan nasional tersebut akan mengatur
seberang atau sebelah lain dan portare tentang pemenuhan hak-hak konstitusional
berarti mengangkut atau membawa. Jadi dan hak-hak asasi, serta hak dan kewajiban
transportasi berarti mengangkut atau warga negara.
membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau Tujuan percepatan pembangunan
dari suatu tempat ke tempat lainnya. Ini daerah tertinggal, yaitu : 1) memberikan

11
dan menjamin pemenuhan hak dan dapat dikembangkan menjadi daya tarik
kesempatan kepada setiap warga negara wisata alam yaitu pantai, keindahan alam,
dan daerah tertinggal untuk mewujudkan danau, dan kondisi lingkungan dan strategi
keadilan dan kesejahteraan agar setara pengelolaan pariwisata Samosir.
dengan daerah lainnya dalam wilayah Berdasarkan stategi ST-SO-WT-
NKRI; 2) memberdayakan masyarakat WO, Pardede dan Suryawan menegaskan
daerah tertinggal melalui pembukaan bahwa penyediaan sumber daya manusia
atau peningkatan akses dalam berbagai yang berkualitas dan memadai dalam
bidang sehingga mereka mampu menjaga bidang pariwisata, melalui pendidikan
harkat dan martabat sebagaimana warga dan pelatihan tentang sadar wisata, harus
negara Indonesia lainnya; 3) meningkatkan semakin ditingkatkan, perekrutan tenaga
kualitas sumber daya manusia melalui kerja di Kabupaten Samosir juga agar lebih
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, mengutamakan masyarakat setempat, yang
termasuk namun tidak terbatas pada dalam hal ini masyarakat di Kabupaten
kesehatan, pendidikan, dan lapangan Samosir. Begitu pula, instansi setempat
pekerjaan; 4) meningkatkan ketersediaan mesti mengembangkan kepariwisataan
sarana dan prasarana di dalam daerah dengan cara membuat paket wisata,
tertinggal, antara lain energi (listrik), peningkatan fasilitas umumyangmenunjang
transportasi, telekomunikasi, dan sarana kepariwisataan, dan meningkatkan kerja
perdagangan; dan 5) mempercepat sama serta hubungan yang lebih baik
terciptanya keseimbangan pembangunan dengan pihak Dinas Pariwisata dan
daerah tertinggal dengan daerah lainnya, Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara juga
sehingga terjadi harmonisasi kehidupan dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
antar masyarakat. di daerah pariwisata lain, seperti Bali dan
Penelitian bersifat deskriptif kualitatif
Lombok (Pardede, 2016)
dengan menggunakan metode pendekatan Berdasarkan penelitian yang
analisis kualitatif dan analisis kebijakan berjudul Pengembangan Destinasi
publik untuk menemukan langkah konkret Pariwisata di Kepulauan Selayar Sulawesi
dalam kaitannya dengan pengembangan Selatan dilakukan oleh Nurul Nadjmi,
kawasan strategis pariwisata nasional. Wiendu Nuryanti, Budi Prayitno, dan
Pengumpulan data menggunakan Nindyo Soewarno, dapat disimpulkan
teknik pengumpulan data sekunder, sebagai berikut Pengembangan destinasi
bersumber dari berbagai sumber dari Pariwisata kepulauan yang ada di
BPS Kabupaten Samosir, Kementerian Kepulauan Selayar dalam hal ini Klaster
Perhubungan, dan Kementerian PU PERA. Selayar – Takabonerate, sangat erat
kaitannya dengan pembagian jenis wisata
yang terdapat di kawasan destinasi,
HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga pembagian daerah-daerah inti
dan pendukung menjadi sangat penting
Berdasarkan penelitian yang
untuk mendapatkan kawasan destinasi
dilakukan oleh Fransiska Roslila Eva
wisata yang terarah dan teratur. Kebijakan
Purnama Pardede dan Ida Bagus Suryawan
dan Program pengembangan destinasi
tentang strategi pengelolaan Kabupaten
Pariwisata klaster Selayar – Takabonerate,
Samosir sebagai daya tarik wisaata alam
dengan pengembangan daya tarik wisata
di Provinsi Sumatera Utara (2016),
bahari Selayar, memiliki pokok program
potensi Pulau Samosir memiliki potensi
intensifikasi produk dengan melakukan
sangat beragam dan terdiri atas berbagai
kegiatan dukungan intensifikasi
destinasi dan dikategorikan menjadi dua
produk melalui pengembangan “wisata
potensi, antara lain potensi alamiah yang
bahari” di Pulau Selayar, intensifikasi

12
fasilitas penunjang kepariwisataan Pintu Pohan Meranti, Siantar Narumonda,
dengan melakukan kegiatan dukungan Parmaksian, Lumban Julu, Uluan, Ajibata
pengembangan objek wisata pendukung di dan Bonatua Lunasi) dengan Ibu Kota
kawasan “wisata bahari” di Pulau Selayar, Balige memiliki penduduk 38.088 jiwa pada
dukungan pengembangan fasilitas tahun 2015, tingkat kepadatan penduduk di
penunjang wisata (parking area, visitor
centre shelter, sign and posting, community Balige sebesar 418.32 jiwa/km2.
centre, rescue point, rest area, seafood Produk Domestik Regional Bruto
promenade) di Pulau Selayar, dukungan (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro
pengembangan akses laut (saranakegiatan ekonomi suatu wilayah. PDRB
prasarana transportasi, rute dan moda) suatu wilayah menggambarkan struktur
dan fasilitas pelabuhan di Bulukumba, ekonomi daerah, peranan sektor sektor
pelabuhan ferry di Pamatata dan Benteng ekonomi dan pergeserannya yang
dan Bandara H. Aroeppala di Pulau didasarkan pada PDRB atas dasar
Selayar. Pengembangan infrastruktur harga berlaku. Di samping itu PDRB
kepariwisataan, peningkatan kapasitas dan menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi
peran serta masyarakat dengan kegiatan baik secara total maupun per sektor dengan
kampanye sapta pesona (sosialisasi membandingkan PDRB tahun berjalan
sadar wisata) pemberdayaan kelompok terhadap tahun sebelumnya menggunakan
sadar wisata, traning need assessment dasar harga konstan pada 2010. PDRB
bagi masyarakat lokal. Peningkatan Kabupaten Toba Samosir atas dasar harga
SDM dan pelaku usaha kepariwisataan, tahun 2015 sebesar Rp. 5.181.286,1 juta.
pemetaan, analisis dan perluasan pasar,Berdasarkan dasar harga konstan 2010
dengan melakukan kegiatan analisis PDRB Kabupaten Toba Samosir pada
pasar pengembangan daya tarik wisata di 2015 sebesar Rp. 4.355.221,01 juta. atau
kawasan “wisata bahari” di Pulau Selayar. mengalami pertumbuhan sebesar 4,24%
Kabupaten Toba Samosir merupakan dibanding dengan 2014.
Kabupaten terdiri atas 16 (enam belas) Masyarakat sekitar Danau Toba
kecamatan dengan luas wilayah 2.021,80 memiliki mata pencarian sebagai petani
dan nelayan. Masyarakat di sana juga
km2. Daerah tersebut terletak di Danau
mengandalkan kekayaan alam di sekitar
Toba dengan 16 kecamatan (Kecamatan
tempat pemukiman di Danau Toba, seraya
Balige, Tampahan, Laguboti, Habinsaran,
menjunjung tinggi budaya dan tradisi serta
Borbor, Nassau, Silaen, Sigumpar, Porsea,
kearifan lokal Danau Toba.

Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir


Gambar 1 Perkembangan PDRB dan Distribusi PDRB atas Harga Berlaku Kab. Toba Samosir
13
Menurut data lapangan kerja, kebijakan ekonomi terhadap kualitas
penduduk bekerja lebih banyak di hidup. Berdasarkan data BPS Kabupaten
sektor pertanian (pertanian, perkebunan, Toba Samosir, IPM tahun 2015 Kabupaten
kehutanan, pemburuan, dan perikanan) Samosir sebesar 73,40 sedangkan pada
yaitu 48.480 jiwa (73,22%), diikuti tahun 2014 sebesar 72,45, seperti terlihat
sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan pada Tabel 1.
perorangan yaitu 4.447 jiwa (6,72%), Dari Tabel 1, IPM Kabupaten
sektor perdagangan besar/eceran, rumah Toba Samosir selama periode 12 tahun
makan, dan jasa akomodasi yaitu 7.599 mengalami peningkatan rata-rata sebesar
jiwa (11,48%), sektor industri pengolahan 75,40. Pada 2013 IPM Kabupaten Toba
yaitu 2.471 (3,73%), sektor konstruksi Samosir mengalami kenaikan tertinggi
yaitu 1.234 jiwa (1,86%), sektor sebesar 77,49
transportasi, pergudangan dan komunikasi Selain IPM. infrastruktur jalan
yaitu 1.689 jiwa (2,55%), dan sektor di Kabupaten Toba Samosir pada 2015
lembaga keuangan dan usaha persewaan mencapai 1.366,21 km yang terbagi atas
yaitu 292 jiwa (0,44%). Sementara itu, jalan negara 60,89 km, jalan provinsi
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPT) sepanjang 199,50 km, dan jalan kabupaten
dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sepanjang 1.105.82 km. Berdasarkan
penduduk Kabupaten Toba Samosir pada kondisi jalan di Kabupaten Toba Samosir
2015 sebesar 80,28%. pada 2015, sekitar 25,20% merupakan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) jalan dengan kondisi baik, sekitar 19,57%
adalah pengukuran perbandingan dari dalam keadaan sedang, sekitar 29,00%
harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dalam kondisi rusak, dan 26,23% rusak
dan standar hidup untuk semua negara berat. Kecamatan Habinsaran merupakan
seluruh dunia. IPM digunakan untuk kecamatan yang memiliki jalan terpanjang
mengklasifikasi suatu negara apakah sekitar 27,91% dan Kecamatan Bonatua
merupakan sebuah negara maju, negara Lunasi merupakan kecamatan yang
berkembang, atau negara terbelakang, memiliki jalan terpendek sekitar 0,38%
juga untuk mengukur pengaruh dari dari total jalan kabupaten.

Tabel 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Toba Samosir

Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir

14
Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir
Gambar 2 Kondisi dan Presentasi Jalan Di Kabupaten Toba Samosir

Data kunjungan wisatawan ke dan barang pada angkutan danau di


Danau Toba dalam 5 tahun terakhir Kabupaten Toba Samosir tahun 2015 dari
menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan 3 (tiga) dermaga masing-masing 5.859
mancanegara pada 2011 dan 2012 cukup kunjungan kapal, 212.446 penumpang
tinggi, masing-masing mencapai 15.000 dan 6.470,0 ton barang. Dermaga Ajibata
kunjungan, tetapi kemudian turun menjadi merupakan dermaga yang paling sibuk.
11.000 kunjungan pada 2013. Total angka Jumlah kunjungan kapal, penumpang dan
kunjungan pada 2014, termasuk wisatawan barang di dermaga tersebut tahun 2015
mancanegara dan nusantara sebanyak masing-masing 4.002 kunjungan kapal,
180.000 kunjungan. Program percepatan 172.980 penumpang dan 5.621,0 ton barang.
pembangunan Destinasi Pariwisata Danau Jumlah perahu/kapal yang terdapat di
Toba menargetkan jumlah kunjungan Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2015
wisatawan mancanegara sebesar 1.000.000 sebanyak 42 yang terdiri dari 7 perahu motor
kunjungan pada tahun 2019. Peningkatan tempel dan 35 kapal motor. Perahu/kapal
ini akan dicapai melalui peningkatan motor terbanyak terdapat di Kecamatan
aksesibilitas dan atraksi. Ajibata yaitu sebanyak 21 perahu dengan
Jumlah kunjungan kapal, penumpang 5 perahu motor tempel dan 16 kapal motor
(tabel 2, 3 dan 4)

15
2

16
3

17
Sumber : BPS Kabupaten Toba Samosir
Gambar 3 Grafik Angkutan Danau di setiap Dermaga Tahun 2015

Responsible tourism merupakan Selain Bandar Udara Silangit


konsep yang akan diterapkan dalam terdapat Bandar Udara Internasional
pengembangan Destinasi Pariwisata Danau Sibisa yang terletak di Kecamatan Ajibata,
Toba, yang mewjibkan pengembangannya Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
harus ramah dan memperhatikan daya Bandar udara ini memiliki ukuran landasan
dukung lingkungan (Carrying Capacity). pacu 750 x 23 m. Bandara ini terletak 10
Hal ini sejalan dengan prinsip “Semakin kilometer dari Kota Parapat, Danau Toba.
dilestarikan, semakin mensejahterakan”. Bandar Udara Sibisa resmi beroperasi pada
Untuk meningkatkan konektivitas 15 November 2006 dan diikuti dengan
jalur udara, Garuda Indonesia membuka dimulainya penerbangan perdana Susi Air
rute penerbangan ke Bandara Silangit rute Medan-Sibisa.
perdana mulai 22 Maret 2016. Untuk Untuk mewujudkan Destinasi
tahap awal, Garuda memulai penerbangan Pariwisata Danau Toba menjadi world
tiga kali seminggu dengan kapasitas per- class destination, Badan Otorita Danau
penerbangan sebanyak 96 penumpang Toba menyusun masterplan kawasan
dengan menggunakan pesawat CRJ-1000. pariwisata yang terintegrasi. Di dalam
Peningkatan aksesibilitas ke Danau kawasan ini direncanakan akan dibangun
Toba juga dilakukan dengan peningkatan fasilitas penunjang (amenitas) berupa resor
landasan pacu (runway) Bandara Silangit hotel dan fasilitas pendukung lainnya yang
dari 2.400 x 30 meter menjadi 2.650 x 45 memenuhi standar kelas dunia baik dari segi
meter. Selain itu, peningkatan landasan kenyamanan maupun keamanan. Amenitas
pacu runway juga akan dilakukan pada salah satunya akan dialokasikan oleh
Bandara Sibisa. Kementerian Pariwisata pada 600 hektare
Peningkatan aksesibilitas jalur darat di dekat Bandara Sibisa di Kabupaten
dilakukan dengan pembangunan jalan Toba Samosir. Pada daerah tersebut akan
tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi dibangun tourism resort.
yang proses pembebasan lahannya hingga Lima hotel bintang lima dan
Februari 2016 sudah mencapai 83%. Jalan convention center berskala internasional
tol ini ditargetkan akan beroperasi pada akan dibangun di zona otorita pariwisata
2017. Untuk ruas Tebing Tinggi-Pematang Danau Toba. Sudah terdapat 3 pengusaha
Siantar-Parapat masuk dalam Proyek yang berminat mengembangkan
Strategis Nasional (PSN) karena terdapat investasinya di wilayah tersebut.
nilai strategisnya. Kementerian Pariwisata juga mempunyai

18
rencana membangun objek wisata baru mencakup lapangan golf seluas 100
di sekitar Danau Toba, tepatnya kawasan hektare. Berdasarkan informasi Kompas
zona otorita pariwisata di Kabupaten Toba Travel, daerah tersebut merupakan lahan
Samosir, Sumatera Utara. Objek wisata itu Badan Otorita Pariwisata (BOP) Danau
akan berkonsep eco tourism (ekowisata). Toba, yang mencakup Desa Pardamean dan
Pembangunan objek wisata tersebut Sigapiton.

Gambar 4 Kunjungan Menteri Pariwisata Gambar 5 Kapal Penyeberangan sebagai


Alat Transportasi Utama di Danau Toba

Program pembangunan kawasan Perlengkapan jalan, diadakan juga


Danau Toba telah menjadi program Persiapan status lahan pembangunan
nasional sebagaimana menjadi amanah dermaga Ambarita (Baru), dan yang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor terakhir yaitu kegiatan Persiapan status
50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk lahan pembangunan dermaga Ajibata
Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Baru).
Tahun 2010–2025. Pada tahun 2017 terdapat 10 (sepuluh)
Untuk akses Danau Toba dan program pengembangan pelabuhan di
Pulau Samosir serta 9 destinasi wisata Kawasan Danau Toba. Kegiatannya yaitu
prioritas lainnya sepanjang 500 kilometer, peningkatan pelabuhan penyebrangan di
Kementerian Pekerjaan Umum dan beberapa dermaga, yaitu dermaga Ajibata,
Perumahan Rakyat (PUPR) membutuhkan Ambarita, Tigaras dan Simanindo dengan
dana sekitar Rp 400 miliar per tahun. menyediakan SID dan Rencana Induk
Sementara itu Kementerian Perhubungan Pelabuhan. Selain itu, akan dilakukan Studi
memiliki usulan kegiatan untuk mendukung Lingkungan dan Andalalin Pelabuhan
pengembangan Kawasan Strategis Nasional Ajibata, Ambarita, Tigaras dan Simanindo.
Danau Toba 2016-2019. Dan yang terakhir dilakukan pembangunan
Tahun 2016 kegiatan untuk peningkatan pelabuhan penyebrangan di
mendukung pengembangan kawasan Simanindo, Tigaras, Ajibata dan Ambarita.
strategis nasional danau toba dengan cara Selanjutnya usulan kegiatan mendukung
diadakannya Angkutan Pemadu Moda pengembangan kawasan strategis tersebut
Bandar Udara Silangit ke Danau Toba, dapat dilihat pada Tabel 6.
selanjutnya Pengadaan dan Pemasangan
19
Tabel 6 Usulan Kegiatan Mendukung Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Danau Toba 2016 – 2019

Sumber : Kementerian Perhubungan

Selain meringankan beban APBN dalam mendukung kegiatan pariwasata


untuk menginvestasikan pembangunan Danau Toba.
infrastruktur diperlukan peran besar kerja Transportasi di kawasan Danau
sama antara pemerintah dan swasta, dalam Toba sangat penting, mengingat kawasan
hal penanaman modal Asing (Simbolon, Danau Toba akan dikembangkan baik
2003). sebagai daerah pariwisata maupun kegiatan
Pada Gambar 6, 7 dan 8 terlihat bahwa perekonomian masyarakat. Hal tersebut
Dermaga Wisata Ajibata di Kabupaten menunjukkan dengan adanya pengembangan
Toba Samosir dan Dermaga Wisata Tomok wilayah Danau Toba diharapkan pariwisata
di Kabupaten Samosir, Dermaga Balige dapat meningkat tiap tahunnya, guna
di Kabupaten Toba Samosir merupakan mensejahterakan masyarakatnya serta
prasarana transportasi yang akan diperbaiki membuka daerah dari keterisolasian.

20
Gambar 6. Visualisasi Dermaga Wisata Ajibata di Kab. Toba Samosir

Gambar 7. Visualisasi Dermaga Wisata Tomok di Kab. Samosir

Gambar 8. Visualisasi Dermaga Balige di Kab. Toba Samosir

21
Permasalahan yang sedang dihadapi berbagai lokasi, disertai berbagai fasilitas
adalah belum didukung oleh lokasi yang berkualitas, akan memperpanjang
galangan kapal, sehingga untuk melakukan lama tinggal wisatawan (length of stay)
docking atau perbaikan masih mencari dan menambah tingkat penginapan hotel
lokasi docking yang terdekat namun dengan (occupancy rate), dan home stay.
biaya pengangkutan kapal yang cukup
tinggi, padahal pembangunan kapal baru Dengan terbentuknya Badan Otorita
belum dapat dilaksanakan karena terkait Danau Toba, dan rencana Pemerintah akan
anggaran. menyiapkan infrastruktur dengan anggaran
Selain itu, terdapat juga permasalahan sebesar Rp.21 triliun untuk mempercepat
peningkatan aksesibilitas jalur darat kawasan Danau Toba, diharapkan dapat
dilakukan dengan pembangunan jalan membangkitkan kembali wisata Danau Toba
tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi menjadi daerah tujuan wisata yang unggul.
yang proses pembebasan lahannya Oleh karena itu, perlu diikuti rencana aksi
hingga Februari 2016 mencapai 83% dan mengembangkan kepariwisataan Danau
ditargetkan akan beroperasi pada 2017. Toba melalui langkah-langkah konkret.
Kawasan kaldera Danau Toba dengan Pariwisata dan konservasi dapat
panjang ± 100 km dan lebar ± 30 km sebagai berjalan dalam satu harmoni hubungan
destinasi wisata atau objek wisata yang simbiosis mutualisme atau saling
sangat lengkap dengan pemandangan alam menguntungkan, yaitu penerimaan dari
yang indah, juga memiliki keanekaragaman wisata disisihkan sebagian untuk konservasi
budaya dan sejarah, karena misalnya masih penjaga lingkungan, yaitu keindahan alam/
terdapat batu zaman megalitik. Kehidupan panorama yang dapat terus dinikmati
sosial budaya dan eksotisme tradisi wisatawan.
masyarakat Batak, baik yang mendiami Menanamkan peduli lingkungan
tepian danau maupun Pulau Samosir, turut kepada anak-anak, pemuda/pemudi, dididik
menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk di sekolah untuk kerja bakti menanam
berkunjung. Sementara itu, sumbangan pohon, menjaga kebersihan. Juga,
dari sektor lapangan usaha pendukung mendorong kearifan lokal, seperti melarang
wisata bagi PDRB di 7 Pemerintah Daerah merusak lingkungan dan mengawasinya,
di kawasan Danau Toba, yakni Kabupaten pembuatan tanaman biota danau, mendanai
Simalungun, Samosir, Toba Samosir, pelatihan dan modal usaha produktif yang
Dairi, Tapanuli Utara, Karo, dan Humbang menunjang kegiatan pariwisata, seperti
Hasundutan juga terlihat masih rendah. pemandu wisata, kuliner, kerajinan tangan,
Organisasi Pendidikan, Ilmu tenunan ulos, dan lain-lain. Hal ini telah
Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB diungkapkan Goleman (2009), ketika
(UNESCO) berencana akan menilai ia mengisahkan bagaimana tumbuhnya
kembali Taman Bumi Nasional Kaldera kecerdasan ekologis yang ditunjukkan
Danau Toba pada 2017. Taman Bumi Global suku Sher di dataran tinggi Tibet.
UNESCO (UNESCO Global Geopark, Perlu diperhatikan bahwa
UGG) merupakan konsep pembangunan pengembangan kawasan ekowisata
yang mengedepankan konservasi, edukasi, terpadu Danau Toba harus melibatkan
dan pengembangan sosial ekonomim masyarakat agar memberikan dampak
masyarakat. Pembangunan memerlukan ekonomi langsung bagi penduduk. Areal
unsurgeologi, biologi, danbudaya. Pelibatan di lokasi sekitar 400 hektare yang akan
sosial ekonomi masyarakat bisa dengan dikembangkan adalah untuk perhotelan,
menyediakan rumah tinggal (homestay) dan pusat konsumsi, wisata air, dan ekowisata.
cindera mata kepada wisatawan. Dengan Begitu pula, agar dilengkapi dengan taman
kemudahan ketersediaan penginapan di bunga untuk situs ekowisata dan dapat
menjadi objek wisata sekaligus fasilitas
22
pendidikan atau riset bagi masyarakat. ditingkatkan. Dengan demikian, dalam
Terkait dengan hal di atas, tata kelola pemerintahan untuk koordinasi
dibutuhkan pengembangan transportasi antar kementerian/lembaga perlu terus
untuk meningkatkan aksesibilitas dan ditingkatkan dalam pengembangan Danau
konektivitas dari dan ke kawasan Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata,
Toba untuk menjangkau 7 kabupaten. serta diperlukan upaya selain melaksanakan
Karena berfungsi sebagai promoting pembangunan perlu kiranya agar
dan servicing, transportasi perlu terus menurunkan tingkat kerusakan lingkungan,
dibenahi dan dikembangkan mengingat menurunkan tingkat kerusakan kawasan
mampu menciptakan nilai tempat (place hutan lindung dari penebangan liar, serta
utility), nilai waktu (time utility) yang mengubah pola pikir masyarakat setempat
menumbuhkan bangkitan (generating) yang kurang ramah terhadap turis domestik
tarikan, dan distribusi dalam pemindahan maupun mancanegara, agar meningkatkan
barang dan penumpang. pariwisata nasional. Yang juga patut
Dengan menghubungkan wisatawan dicatat, sebagai pendukung gerak laju
ke lokasi-lokasi wisata secara cepat, pertumbuhan ekonomi dan kepariwisataan
tepat, aman, dan nyaman dengan nasional, terkait dengan pengembangan
biaya terjangkau, maka kemudahan- Danau Toba sebagai destinasi wisata,
kemudahan yang diciptakan transportasi dibutuhkan investasi untuk pembangunan
menjadi pembangkit dan pendorong bagi galangan kapal guna membangun kapal
perkembangan ekonomi dan kemajuan yang dibutuhkan sebagai alat transportasi
daerah. di kawasan Danau Toba.
Sarana dan prasarana transportasi
perlu dikembangkan dan ditingkatkan
kualitas pelayanannya, seperti sarana DAFTAR PUSTAKA
transportasi darat, armada bus, dan
kendaraan yang berukuran tepat, kapal Badan Pengembangan Infrastruktur
penyeberangan di danau dan sungai dengan Wilayah. 2016. BPIW Koordinasikan
tonase tepat, dermaga, dan pesawat udara Pengembangan Kawasan Wisata
yang berukuran sesuai dengan kemampuan Danau Toba. [diakses]. http://
landasan pacu. bpiw.pu.go.id/article/detail/bpiw-
koordinasikan -pengembangan -
kawasan-wisata-danau-toba. [16
SIMPULAN Januari 2017].

Daya tarik alam dan budaya di Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba
Kawasan Danau Toba berpotensi besar Samosir. 2016. Indeks Pembangunan
dalam mengembangkan pariwisata, namun Manusia (IPM) di Kabupaten Toba
belum dimanfaatkan secara maksimal. Samosir Tahun. [diakses]. https://
Dukungan transportasi dalam menunjang tobasamosirkab.bps.go.id/ [27
Danau Toba sebagai kawasan strategis
pariwisata masih belum optimal. Oleh Desember 2016].
karena itu, masih diperlukan keseriusan
dan perhatian baik pemerintah, swasta, Goleman, Daniel. 2000. Kecerdasan
dan masyarakat, serta ketersediaan Emosi : Mengapa Intelegensi Lebih
anggaran pembangunan untuk infrastruktur Tinggi Daripada IQ, Alih Bahasa T.
transportasi, serta pembenahan terhadap Hermay. Jakarta: Gramedia Pustaka
aksesibilitas dan konektivitas dari dan Utama.
menuju objek wisata Danau Toba perlu terus
Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi
23
Transportasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. [UU RI] Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun
2004
[Kemenhub RI] Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia. 2016. Usulan
Kegiatan Mendukung Pengembangan
Kawasan Strategis Nasional Danau
Toba 2016 - 2019. Jakarta: Kemenhub
RI.

Miro, F. 2005. Perencanaan Transportasi


untuk Mahasiswa, Perencana, &
Praktisi. Jakarta: Erlangga.

Pardede, et al. 2016. ‘Strategi Pengelolaan


Kabupaten Samosir Sebagai Daya
Tarik Wisata Alam di Provinsi
Sumatera Utara’. Jurnal Destinasi
Pariwisata. 4 (1).

Pengembangan Destinasi Pariwisata


di Kepulauan Selayar Sulawesi
Selatan, Nurul Nadjmi, Wiendu
Nuryanti , Budi Prayitno, & Nindyo
Soewarno. Fakultas Teknik Unhas.
http://eng.unhas.ac.id/arsitektur/
files/587f0e845f42c.pdf [17 April
2017].

[PP RI] Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 50 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun
2010-2015. Jakarta: PP RI.

Siagian, Sondang. P.2005. Administrasi


Pembangunan, Konsep Dimensi &
Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.

Simbolon, Maringin Masry. 2003. Ekonomi


Transportasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Trijono, Lambang. 2007. Pembangunan


Sebagai Perdamaian. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

24
Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Jakarta: UU RI

25
Transportasi Publik dan Aksesibilitas
Masyarakat Perkotaan

Siti Aminah
Jurusan Ilmu Politik FISIP, Universitas
Airlangga

Abstract

Mass or public transportation system is not yet fully accessible by the public. The
problem is not only related to a fare matter, but is also due to the continuing
development of mass transportation system that does not meet the publics’ real need of
mass transportation. In principle, public transportation should openly allow all groups
with the society to have access for it; it should especially provide fairness guarantee for
the poor.

Keyword: public transportation, public


access.

Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan


kehidupan,
sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial demografi s wilayah
memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan
penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani
kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah menin gkatnya
jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Tingkat
urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun
tidak langsung mengurangi daya saing dari transportasi wilayah (Susantoro& Parikesit,
2004:14). Realitas transportasi publik di Surabaya sebagai satu bagian dari kota besar di
Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik.
Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang
terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan
perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya.
Kegagalan sistem transportasi meng-ganggu perkembangan suatu wilayah/kota,
mempengaruhi efisiensi e konomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu -isu
ketidaksepadanan misalnya, dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural
poverty) dan kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain
pembangunan jalan yang menying kirkan masyarakat akibat pembebasan lahan,
perambahan ruang -ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk
parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan -angkutan tradisional seperti
becak dan semacamnya yang berpotensi mencip takan kemiskinan kota. Kemiskinan telah
menjerat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang
tidak mampu melindungi mereka.
Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola
pengembangan perkotaan. Pengem-bangan transportasi dan tata guna lahan memainkan
peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur
dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan
masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang
mendesak.
Surabaya dengan luas wilayah 326,36 km2 dan jumlah penduduk 2.599.796 jiwa,
(±7,4% dari total penduduk Jawa Timur), dengan kekuatan ekonomi yang dimilikinya
menjadikan kota ini mempunyai peran yang cukup strategis dan diperhitungkan dalam
menentukan arah kebijakan pembangunan Propinsi Jawa Timur. Sura -baya sebagai kota
budaya, pendidikan, pariwisata, maritim, industri dan perdagangan terus mengalami
perkem -bangan pesat.
Kekuatan ekonomi dan segala aktifitas ekonomi yang ada, merupakan salah satu
penggerak utama ekonomi Jawa Timur (Anonim, 2004). Transportasi Surabaya
berkembang seiring dengan
berkembangnya jumlah penduduk, meningkatnya kesempatan kerja, dan meningkatnya
tingkat pendapatan masyarakat.
Permasalahan yang tengah dihadapi kota Surabaya terutama adalah kemacetan lalu
lintas. Kemacetan muncul dipengaruhi oleh gaya hidup warga kota sendiri. Gaya hidup
yang cenderung pragmatis, konsumeris, dan hedonis. Masyarakat pada kondisi tra nsisi
mudah terbawa pada arus informasi sehingga mudah untuk dipengaruhi (Anonim, 2006).
Peningkatan kondisi jalan mengakibat -kan tuntutan kendaraan yang melewatinya
dalam jumlah yang lebih besar. Surabaya memiliki luas wilayah administratif yang cukup
bes ar (±32,6 ha) untuk menjangkau seluruh sudut kawasan kota diperlukan sarana dan
prasarana transportasi yang memadai. Kebutuhan transportasi publik di Surabaya saat ini
dilayani oleh bus kota (patas dan ekonomi) dengan 19 rute, angkutan kota (mikrolet, MPU
lebih populer disebut bemo), taksi, Angguna (angkutan serba guna), becak, dan kereta
api Komuter didukung oleh terminal
- terminal yang representatif antara lain (Terminal Purabaya, Terminal Oso -wilangon,
Terminal Jembatan Merah, Terminal Joyoboyo,Termina l Bratang).
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pemkot Surabaya, jumlah mikrolet di Surabaya
sebanyak 5.173 unit dengan kapasitas 62.076 tempat duduk, yang terbagi atas 59 trayek
utama. Jumlah taksi di Surabaya yang memperoleh ijin Surat Perizinan Wali Ko ta (SPW)
sebanyak 5.835 unit, namun hanya 5.130 unit yang direalisasikan. Dari jumlah itu, hanya
4.170 unit yang saat ini beroperasi. Sementara itu, bus kota yang beroperasi di Surabaya
dalam catatan Dishub Kota Surabaya sebanyak 445 unit, 12 unit di antar anya izinnya
dikeluarkan oleh Dishub Kota Surabaya. Izin untuk 433 unit lainnya dikeluarkan oleh
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Jawa Timur karena rutenya tidak hanya
mencakup wilayah Kota Surabaya, tetapi menjang-kau Kota Sidoarjo.
Potensi angkutan umum lainnya adalah angguna (angkutan serba guna), yang
jumlahnya 1.178 unit. Namun, hanya 785 unit yang beroperasi, sedangkan sisanya
dinyatakan dalam kondisi rusak (Pemkot Surabaya, 2006). Data Dinas Perhubungan kota
Surabaya mencatat sampai tahu n 2005 ada 59 trayek yang dilayani moda angkutan
mikrolet, dan 22 trayek oleh bus kota. Pengadaan trayek dengan menambah jumlah trayek
baru atau menambah jumlah armada angkutan bukan solusi tepat dalam mengatasi
persoalan transportasi kota Surabaya khususn ya.
Upaya merevisi Undang-undang (UU) Transportasi ditargetkan selesai pada tahun
2009. UU transportasi yang saat ini dibahas untuk direvisi adalah UU No 13 tahun 1992
tentang Kereta Api, UU No 15 tahun 1992 tetang Transportasi Udara, UU No 21 tahun
1992 tentang Transportasi Laut dan UU No 14 tahun 1994 tentang Trans -portasi Darat.
Revisi UU transportasi ini dianggap penting karena menyangkut pela -yanan publik.
Sebab hal ini menyangkut transportasi antara moda transportasi.
Berdasarkan prediksi (1995 - 2010), peningkatan jumlah mobil di Surabaya mencapai
169 persen, atau 6,6 persen pertahun. Sehingga jumlah mobil pada 2010 sekitar 788.463.
Sedangkan kenaikan jumlah sepeda motor sebesar 29 persen atau per tahun 1,7 persen.
Pada 2010 diperkirakan sepeda motor berjumlah 933.335. “Ketimpangan terjadi
karena jumlah angkutan umum per tahun hanya 0,9 atau hanya berjumlah
626.077. Ini sangat memberatkan bagi Surabaya yang jumlah penduduknya
mencapai 4 juta. Mobilitas ken-daraan bermotor tinggi, tanpa diimbangi in
frastruktur jalan raya yang memadai menimbulkan kemacetan luar biasa.
Pola pengambilan kebijakan trans -portasi yang terlalu menganakemaskan
jalan darat, justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menguatkan lobi -
lobi ekonomi guna mencapai ke -untungan. K o n d i s i kot a
S u r a b a y a y a n g t e r u s m e n g a l a
m ik e m a c e t a n , p e r s o a
l - a nt r a n s p o r t a s i p u b l i k
m e n j adi
i s u p e n t i n g u n t u k m e n d a p a t k
a ns o l u s i . B e r b a ga i p i h a k
m e n g u s u l k a n p e m b e - n a h a n m o
d a t r a n s p o r t a s i m a s s
a l b e r - b a s i s relsebagaijalank
eluarnya .
Permasalahan transportasi kota Surabaya rumit, sampai sejauh mana peran pemerintah
dalam mengatur bidang transportasi publik. Apakah kebijakan transportasi publik kota
Surabaya sudah mengakomodasi kepentingan masyarakat, artinya sampai sejauh mana
aksesibilitas masyarakat terhadap pola transportasi publik yang ada di kota Surabaya?

Paradigma Transportasi Publik

Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah, operator
saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir -akhir ini mengedepankan
wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan, keamanan dan
keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat
pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.
Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan
transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara,
serta konsumsi minyak dan energi. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk
memaksimalkan pertukaran (barang-barang, jasa, hubung-an persahabatan, pengetahuan
dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk
memaksimalkan kegiatan pertukaran.
Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, ya itu dari lingkup
pelayanan spasialnya yang menjadi dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan
pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transpor -tasi dipilah menjadi transportasi
privat dan publik. Transportasi publik dapat diartikan sebagai angkutan umu m, baik orang
maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar.
Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme.
Fenomena mencuatnya persoalan trans-portasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat
ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku ma -syarakat
dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai
sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans -portasi oleh
masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada
perubahan itu menyang -kut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi.
Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti adanya pemerin -tah
membuat kebijakan untuk pengadaan transpor itu mulai dari yang bersifat teknis, sosiologis
hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagai -nya. Ini
berlanjut pada interaksi pemerintah dengan kekuatan kapital. Untuk membangun sistem
transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan
transportasi publik. Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi
kebijakan transportasi publik.
Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah transportasi harus di -
harmonisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk
mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil
berpenumpang satu (single-occupant car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkat-kan integrasi transportasi dan perencanaan
pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit
atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan
sistematis dapat memuncul-kan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan
memperbaikinya.
Isu NMT (Non Motorize Transport-ation) belum dimunculkan secara tegas, padahal
NMT dapat menjadi solusi banyak hal dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas,
konsumsi bahan bakar yang berdampak pada penciptaan langit bersih, serta aksesibilitas
bagi kaum miskin untuk melakukan mobilitas secara lebih murah. Sistem transportasi
yang sekarang telah membuat golongan miskin mengeluarkan 20% - 40% pendapatan
untuk transportasi.
Sektor swasta harus dilibatkan. Kendaraan dan bahan bakar diproduksi dalam jumlah
besar oleh pihak swasta. Sedangkan beberapa perusahaan bahan bakar publik sangat
dikenal dengan kelambanannya dalam merespon perminta -an pembersihan lingkungan.
Memberi kesempata n pada sektor swasta untuk berkembang, memproduksi dan menjual
teknologi yang diperlukan untuk transpor-tasi bersih merupakan kunci dalam menuju
transportasi berkelanjutan. Mendorong pihak-pihak tersebut untuk maju dengan
antusiasme, bukan suatu hal yang m udah. Keberlanjutan politik harus dikembangkan.
Terlepas dari menariknya kebijakan teknologi sekarang ini, tahap yang harus
diperhatikan adalah perubahan dalam angin politik pada partai yang sedang memimpin
kota, atau pun multi partai yang harus berbagi tanggung jawab politik. Sektor swasta tidak
akan melangkah dengan kekuatan penuh jika mereka selalu memiliki keyakinan bahwa
hukum akan berubah bersama dengan bergantinya politisi.

Sistem Transportasi
Berkelanjutan

Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang
berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis
pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan
baru sistem transpor -tasi di era globalisasi saat ini. Persoalan transportasi menjadi
persoalan yang memerlukan perhatian dan kajian dari berbagai perespektif ilmu (Schipper,
2002:11 -25). Pada awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi
berkelanjutan ( sustainable transportation).
Sebetulnya apakah sistem transportasi yang berkelanjutan itu? Jika kita merujuk pada
beberapa literatur yang ada, sistem transportasi yang berkelanjutan adalah suatu sistem
transportasi yang dapat mengakomodasikan aksesibilitas semaksi -mal mungkin dengan
dampak negatif yang seminimal mungkin. Sistem transportasi yang berkelanjutan
menyangkut tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak
lingkungan.
Aksesibilitas diupayakan dengan perenca -naaan jaringan transportasi dan keragaman
alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Kesetaraan
diupayakan melalui penye-lenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat, men - junjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian
penggunaan r uang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam
setiap peng -ambilan kebijakan.
Pengurangan dampak negatif di -upayakan melalui penggunaan energi ramah
lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan ya ng
memprioritaskan keselamatan. Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh
iklim globalisasi menempatkan persoalan trans-portasi menjadi layanan kebutuhan atau
aksesi -bilitas yang harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjad i
penting seiring dengan meningkatnya peradaban umat manusia.
Logika Transportasi Publik

Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya berdiri pabrik -pabrik perakitan
kendaraan bermotor berbagai macam merk. Dalam konteks ini, transportasi dapat dis ebut
sebagai arena walfare colonialism, karena menjadi tumbal bagi pemerintah, pengusaha,
dan masyarakat. Bisa
dilihat bahwa kekacauan sektor transportasi di Surabaya tanpa disadari sebagai implikasi
kebijakan yang kurang memperhatikan kepentingan masyarak at.
Fenomena mencuatnya persoalan transportasi publik di kota -kota besar di Indonesia
saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat
dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimakn ai
sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda transportasi oleh
masyarakat.
Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan
itu menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bag i pemerintah
penyelenggaraan transportasi publik berarti pemerintah membuat kebijakan untuk
pengadaan transport itu mulai dari bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti
pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini berlanjut pada in teraksi
pemerintah dengan kekuatan kapital.
Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi
dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Teoritisi dan analis negara
menghindari debat tentang apakah fungsi negara dapat direduksi menjadi kebutuhan atas
modal sebagai tujuan akhir, sebagaimana di-ungkapkan Althusser. Jadi teoretisi negara
percaya bahwa orang tidak dapat mengkaji negara modern tanpa meneliti kapital
dibandingkan dengan orang dapat mengkaji ekonomi tanpa meneliti fungsi negara
(Skoepol, 1979). Masyarakat sebagai obyek, merupakan penentu dalam menetukan
kebijakan yang dibuat oleh negara terutama yang berkaitan dengan usaha pensejahteraan
masyarakatnya.
Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh iklim globalisasi
menempatkan persoalan transportasi menjadi layanan kebutuhan atau aksesibilitas yang
harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjadi penting seiring dengan
meningkatnya peradaban umat manusia. Secara empiris, perkembangan kehidupan
manusia dan kemajuan teknologi transportasi berpengaruh pada perubahan social dan
ekonomi regional.
Sebagaimana dikemukakan Cooley (1994:17 -18) bahwa:

“The character of transportation as a whole and in detail, at any particular time and
throughout its history, is altogether determined by its inter -relations with physical and
social forces and conditions. To understand transportation means simply to analyze
these inter -relations. So far, attention has been fixed as much as possible on the
simpler and more obvious conditions, the physical. We now approach the more
complex question of the social relations of transportation. The need for the movement
of things and persons underlies every sort of social organization, every institution
whate ver.

Aktor Pengelola
Kepentingan
Publik

Negara mempunyai peranan penting dalam transportasi publik. Dalam beberapa dekade
belakangan ini terlihat dahsyatnya perubahan politik -ekonomi menuju titik minimal
peranan negara, dan pada saat yang bersamaan men capai titik maksimal peran pengusaha.
Ketika badan publik yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka
pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan membayar, bukan
didasarkan pada penghormatan atas hak-hak warga negara.
Perusahaan memberikan pelayanan kepada publik hanya kalau dirinya bisa
memperoleh keuntungan, dan perusahaan tidak bisa dituntut bertanggung jawab terhadap
nasib warga negara yang tidak mendapatkan pelayanan publik (Santosa,
2005).Kemandirian negara sebagai tuntutan dan kebutuhan industrialisasi serta
pembangunan ekonomi, membutuhkan aliansi -aliansi baru antara negara dan kekuatan-
kekuatan sosial politik, sosial ekonomi baik dalam tataran nasional maupun
internasional. Negara sebagai kekuatan mandiri menjadi subyek yang memiliki
kepentingan-kepentingan sendiri yang berbeda dengan kepentingan dari kekuatan sosial
yang ada di masyarakat (Shin, 1989:7).
Hadiz & Robison (2004) dalam Organizing Power in Indonesia: The Politics of
Oligarchy in an Age of Markets mendalami kajian atas konflik dramatis yang terjadi di
Indonesia setelah menguat-nya kapitalisme pasar internasional (era globalisasi). Dalam
skema teori ini, rejim yang ada dalam orde reformasi juga berusaha membandingkan
respon kapi -talisme pasar itu. Terutama negara hendak mengkonsolidasikan kekuatan
otoritarian menghadapi sisa -sisa hegemoni oligarki politik yang sudah mengakar. Ber -
kembangnya praktik patronase bisnis menunjukkan bahwa sentralisasi ekonomi dan
politik menjadikan negara sebagai aktor utama. Negara menjadi tumbuh kuat dan sebagai
sebuah negara otoriter birokratis rente yang memunculkan para pemburu rente di kalangan
pejabat pemerintah.
Richard Robison dalam karyanya The Rise of Capital (1986) dengan jelas me-
nyebutkan praktik konspirasi dunia usaha yang cukup kompleks. Konspirasi itu ada dan
tak ter -bantahkan. Hubungan ini sering diartikan sebagai solidaritas vertikal yang terjadi
hanya dalam masyarakat patrimonial.
Permasalahan transportasi publik perkotaan terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya
kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan perjalanan di Surabaya telah
menimbulkan berbagai macam permasalah-an transportasi, antara lain adalah: kemacetan lalu lintas dan
struktur perkotaan. Dengan adanya konsentrasi permintaan per-jalanan di wilayah pusat kegiatan
ekonomi dan bisnis (Surabaya Selatan, Pusat dan Utara) menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah
dan membuat angkutan bus serta kereta api menjadi penuh sesak, karena sebagian besar tarikan
perjalanan ke tempat tujuan atau tempat kerja masih terpusat pada kawasan tertentu, di tengah kota.
Di Surabaya ada otorita angkutan Su -rabaya yang mengeluarkan ijin trayek, terdiri dari
DLLAJ Propinsi Jatim, DLLAJ Sidoarjo, dan DLLAJ Kota Surabaya. Kondisi angku tan
darat di kota Surabaya memerlukan penanganan secara kompre -hensif dengan melibatkan
berbagai pihak terkait. Menurut Ramelan, Kabag Angkutan Dishub Pemkot Surabaya:

“Karena namanya angkutan, ini saya ngomong agak teoritis ya…angkutan proses
pergerak an dari satu tempat ke tempat lain menggunakan sarana dan prasarana,
prasarana itu jalan, di jalan ada penunjangnya seperti terminal, halte pokoknya yang
ada di kiri kanan jalan itu termasuk prasarana. Disamping prasarana ada sarana, sarana
itu kendaraan. Sejarah angkutan awalnya orang berjalan kaki terus ada perkembangan
proses akhirnya untuk memindahkan barang diglindingkan dari atas kebawah,
dihanyutkan dari sungai terus akhirnya terinspirasi dengan mengglindingkan timbullah
roda. Kendaraan pertama kali ditarik oleh manusia. Berkembang terus tenaganya
diganti pake hewan terus terakhirnya mesin uap terus sampai mobil.”

Surabaya sebagai kota yang sedang giat tumbuh dan berkembang maka bisa dipas -tikan
bahwa ke depannya kota Surabaya dipenuhi oleh kendara an bermotor (mobil dan sepeda
motor) sebagai moda angkutan yang dipilih masyarakat karena sifatnya yang cepat, efisien,
dan dapat melambang-kan status dirinya sebagai seorang yang sukses dalam menjalani
kehidupan yang menjalankan nilai-nilai modernitas. Ketika pelayanan bus merosot, orang
akan ber -usaha mendapatkan kendaraan pribadi baik itu mobil maupun motor. Dengan
meningkatnya perjalanan pribadi maka kemacetan semakin meningkat dan perjalanan
menjadi lambat atau kecepatan menjadi berkurang.
Dengan merosotnya kecepatan bus, produktivitas akan merosot dan biaya menjadi lebih
besar. Karena biaya naik maka ongkos bus juga harus naik atau pelayanan disubsidi atau
dicabut harus disubsidi atau dicabut. Naiknya ongkos angkutan atau dicabutnya pelayanan
akan men gantar pada penurunan yang akan mengantar pada minat naik bus yang akan
mengantar pada lebih banyaknya perjalan-an dengan kendaraan pribadi dan kemacet -an
yang lebih parah. Fasilitas yang ada dalam
angkutan publik, bus kota, angkot (mikrolet/bemo) masih be lum memberikan
kenyamanan bagi peng-gunanya. Angkutan umum dengan trayek tetap, yakni: (1) Bus
kota: Kapasitas duduk 50 -60, dengan 3 + 2 pola tempat duduk. Dengan orang berdiri,
muat sampai 100 orang.
Hampir semua ijin dari DLLAJ Tk.I Jawa Timur, karena m enggunakan terminal
Purabaya, dengan sebanyak 400 bus yang diizinkan untuk 25 trayek. Damri diizinkan 233
bus, sedangkan operator swasta rata-rata 6 bus. Angkot dengan kapasitas duduk 13
berjumlah trayek sebanyak 57 adalah 4684 angkot yang diizinkan.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pemkot bidang transportasi Surabaya, Kabag
Dishub Pemkot Surabaya menje-laskan bahwa jumlah mikrolet di Surabaya sebanyak
5.173 unit dan kapasitas 62.076 tempat duduk, yang terbagi atas 59 trayek utama, dan
jumlah taksi d i Surabaya yang memperoleh ijin Surat Perizinan Wali Kota (SPW)
sebanyak 5.835 unit, namun hanya 5.130 unit yang direalisasikan. Menurutnya jumlah itu,
hanya 4.170 unit yang saat ini beroperasi dan masih belum cukup menjamin baiknya sistem
transportasi pub lik kota. Potensi angkutan umum lainnya adalah Angguna (yang sudah
kurang populer dan armadanya semkain hari berkurang, hanya tinggal beberapa saja)
dengan kondisi yang sebenarnya sudah tak layak. Pada awalnya berjumlah 1.178 unit,
tetapi kini kurang dari 10% yang beroperasi, sedangkan sisanya dinyatakan dalam kondisi
rusak.
Sementara itu, bus kota yang beroperasi di Surabaya adalah 445 unit, 12 unit di
antaranya izinnya dikeluarkan oleh Dishub Kota Surabaya. Izin untuk 433 unit lainnya
dikeluarkan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Jawa Timur karena
rutenya tidak hanya mencakup wilayah Surabaya, dan Sidoarjo. Masalah lain yang terkait
dengan transportasi adalah ter-batasnya perhatian Pemkot terhadap pelayanan di
bidang transportasi seperti
masala
h kebersihan tempat terutama pemberhentian (terminal -halte) dan ketidaknyamanan yang
dirasakan penumpang didalam bemo-lyn dan bus kota yang disebabkan oleh fasilitas
tempat duduk penumpang yang kurang nyaman, keamanan, ruang dalam angkutan
umum yang
sempit
(misalnya: sebagai akibat kete-ledoran sopir menempatkan ban cadangan didalam bemo -
lyn) atau banyaknya pengamen di dalam bus kota. Kenyamanan yang relatif lebih baik
diantara angkutan massal (kecuali taxi) adalah kereta api komuter Surabaya – Sidoarjo.
Keberadaan operator-operator yang ada, mencakup: (i). Tunggal: Pelayanan Damri;
(ii). Tunggal:Perusahaan swasta tunggal; (iii). Campuran:Damri/perusahaan swasta
tunggal; (iv). Campuran: Damri / banyak perusahaan swasta; (v). Campuran: Banyak
perusahaa n swasta. Keseluruhan jumlah bus yang diizinkan untuk trayek bus kota rata -
rata 17, dan armada bus yang diizinkan operator swasta rata-rata 6 bus. Untuk menjangkau
kebutuhan masyarakat, pemerintah dan operator melakukan pe-layanan melalui bus kota.
Ada ti ga kategori pelayanan bus kota, yaitu: (1) reguler:11 trayek 191 bus berijin; (2)
patas: 9 trayek 178 bus berijin; (3) patas AC: 7 trayek 31 bus berijin
Masyarakat Surabaya masih tinggi ketergantunganya pada moda angkutan berbasis
motor. Terdapat tiga alasan dalam hal ini, yaitu: (1) perjalanan bukan motor masih belum
menjadi banyak subyek riset, berbeda dengan perjalanan motor. Disparitas ini
mencerminkan bias kultur dan riset yang mengkonseptualisasikan perjalanan sebagai
fenomena ketergan -tungan pada kendaraan bermotor. Banyak studi transportasi berfokus
pada masalah pengurangan emisi dan kemacetan. Sehingga terlalu banyak data mengenai
transportasi automobil dan terlalu sedikit yang berbicara tentang perjalanan bukan motor.
(2) perjalanan merupakan feno-mena yang kompleks, dengan banyak va-riabel
mempengaruhi sebagaimana sering dan dengan alat apa masyarakat melaku-kan
perjalanan. Banyak variabel demo -grafi dan sosio
ekonomi mempengaruhi pola perjalanan, termasuk pula perjalanan bukan
motor. Variabel -variabel bentuk urban hanya menjadi seperangkat variabel yang
dipercaya berpengaruh dalam hal ini, (3) variabel bentuk kota sendiri sulit untuk
diuraikan. Ini dipercaya dapat mem -pengaruhi kecenderungan untuk mening-katkan
kegiatan bersepeda dan berjalan, sepe rti tingkat kepadatan tinggi serta pola
jalan, sering ditempatkan pada area yang sama, sehingga menyulitkan untuk me -nentukan
faktor bentuk urban mana yang lebih penting. Sebagai akibat dari kesulitan ini, maka tidak
ada metodologi yang diterima secara uni versal dalam literatur-literatur ilmiah untuk
menguraikan pengaruh variabel bentuk urban terhadap perilaku perjalanan individu.
Wawancara dengan Kasie Dishub Kota Surabaya diperoleh penjelasan bahwa masalah
transportasi publik seperti trayek (baru), melipu ti: (1) masalah utama: sistem satu arah.
Sistem ini sangat tidak ramah terhadap pengguna angkutan umum; (2) peningkatan
kendaraan -kendaraan angkutan umum yang kecil pada jalan -jalan utama, dan tidak
adanya pengembangan jaringan trayek bus kota. (3) pengembangan jaringan trayek angkot
dan bus. Sistem Pengaturan dan Perijinan cenderung bersifat kaku, rumit dan parsial, yang
tampak dari: (1) setiap kendaraan diizinkan untuk satu trayek selama lima tahun; (2)
beberapa operator pada satu trayek sulit menyetujui perubahan; (3) Trayek-trayek yang
terikat pada terminal; (4) Terlalu banyak kategori kendaraan, tingkat pela-yanan, trayek
yang dibawah wewe -nang• wewenang yang berbeda; (5) Setiap kendaraan disebut dalam
ijin trayek. (6) Bus -bus dimiliki oleh 33 operator kecil (atau sendiri• sendiri untuk angkot);
(7) Pengatur, pemilik, pengemudi, pengguna berkepentingan berbeda• beda.
Kasie Dishub Kota Surabaya juga mengatakan bahwa persoalan yang menyangkut
trayek, dan sistem pengaturan dan perijinan telah menganggu sistem transportasi kota.
Surabaya dalam dina - mika keseharian terutama pada jam-jam sibuk (pagi, tengah hari
dan sore menjelang malan), jalan-jalan protokol atau jalan utama menuju arah
permukiman di Selatan kota Surabaya dan Barat kota Surabaya benar-benar macet.
Kemacetan di Sura-baya telah cukup mengganggu aktivitas ekonomi, politik dan sosial
budaya. Hal ini harus diantisipasi sedini mungkin supaya tidak telanjur menjadi seperti
Jakarta. Berbagai pihak mengusulkan pembenahan moda transportasi massal berbasis rel
sebagai jalan keluarnya.
Surabaya berbeda dengan Jakarta, yang sudah memiliki angkutan massal berbasis rel
(KRL) yang bisa menjangkau semua kelompok masyarakat dan titik -titik padat bisa
diatasi dengan kehadiran KRL. Se-dangkan Surabaya kereta komuter yang melayani
trayek Surabaya-Sidoarjo, Surabaya-Lamongan sebagai langkah awal untuk mengatasi
persoalan dalam transpor -tasi publik. Tetapi bagaimanapun, masya-rakat kota Surabaya
belum mengandalkan transportasi publik yang ada sebagai pilihan moda angkut annya
dalam perjalanan kese-hariannya. Warga kota Surabaya dan Sidoarjo, Gresik, Lamongan,
dan Madura masih memilih moda angkutan yang bersifat pribadi, yaitu mobil dan motor.
Apakah masyarakat tidak tahu tentang adanya alternatif transportasi publik yan g bisa
diakses untuk melakukan perjalanan? Pengembangan akses warga terhadap pelayanan
publik didorong melalui kebijakan pengembangan transportasi yang memihak pada orang
miskin. Mengingat perpolitikan dibalik pengembangan sistem transportasi tersembunyi d i
balik berbagai teknikalitas dan dengan mudahnya terabaikan oleh hegemoni teknokrat.
Sebagaimana diutarakan oleh Kasie Dishub Kota Surabaya:

”Peran Pemkot adalah sebagai regulator kebijakan, dan Pemkot tidak berjalan sendiri,
ada sisi swasta yang bekerjasama dengan pemerintah, selama ini penyediaan
transportasi yang nyaman, mungkin masih belum dapat terpenuhi, karena pemerintah
hanya regulator, kebijakannya saja.”
“Nah sekarang saatnya untuk mulai mengakomodasi kepentingan masyarakat, ini
arahnya kita a kan menuju kearah operator seperti swasta, selama ini belum, sehingga
kenyamanan itu belum tercapai, selama ini kan menyangkut setoran ya, trus kita tidak
bisa ngasih subsidi karena kepemilikannya pribadi.”
“Saya ambil contoh tarif, berdasarkan aturan da ri pusat. Ini contoh, kita menentukan
tarif taxi sekian itu kita bahas dengan LSM, melibatkan perguruan tinggi, pengusaha
dan semua unsur kita libatkan, dari user, itu dari tarif. Menentukan trayeknya saja itu
juga kita libatkan, dari masyarakat, pengusaha .”

Pemerintah mengalami kesulitan dalam mengatur hal -hal yang berkaitan dengan
transportasi publik: (1) terlalu banyak operator pada setiap trayek, yang membuat
pengendalian rumit, (2) pembagian trayek antar beberapa operator, dan sistem setoran,
mengaki batkan tiadanya yang bertanggung-jawab atas pelayanan yang disediakan pada
trayek, (3) basis data dan perolehan informasi yang kurang, yang menghambat
perencanaan, pengaturan, (4) tidak ada yang bertanggung jawab atas pelayanan, (5) tidak
adanya satu bagia n pemerintahan dengan tugas utama untuk memastikan penyediaan
pelayanan bus yang layak dan efisien di Surabaya, (6) ijin trayek tidak membawa
kewajiban menyediakan pelayanan, maka tidak bus, (7) diketahui sebelumnya berapa
banyak bus yang akan muncul untuk trayek mana dan pada hari apa.
Salah satu solusi yang dibuat Pemkot Surabaya untuk mengatasi persoalan transportasi
publik mengacu pada Perpres 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perpres ini lebih merupa kan regulasi yang
dibuat demi menyenangkan investor ketimbang demi kepentingan publik.
Perpres ini dikritik karena memberi kewenangan pada pemerintah untuk mencabut hak
tanah demi pembangunan proyek-proyek infrastruktur semacam monorail ini. Rencana
pengg unaan Perpres 36/2005 ini dikatakan Wakil Ketua Komisi D (Pembangunan) DPRD
Jatim Bambang Suhartono mengatakan:

“Kalau upaya musyawarah deadlock terus, Panitia Sembilan Pemkot Surabaya, jangan
ragu -ragu

menggunakan Perpres itu.”

Pernyataan senada dilontarkan Hidayat, anggota komisi D dari PKB.

“Saya sepakat dengan penerapan perpres itu. Kalau nggak pakai itu, kapan selesainya
pembangunan jalan?”

Sementara itu, tokoh masyarakat RT 2/RW 5 yang tinggal di antara pertigaan Jalan Jemur
Andayani hingga pertigaan Jalan Siwalankerto mengadakan pertemuan membahas
rencana pembangunan frontage road. Hasilnya, mereka sepakat menolak jika tanahnya
digunakan untuk proyek tersebut.

Kebijakan
Transportasi
Publik

Tidak hanya pemerintah yang menghadapi masalah da lam mengelola transportasi publik,
tetapi juga operator/pengusaha menghadapi masalah yang mencakup hal -hal berikut: (1)
keuntungan yang rendah karena pembatasan tarif dan biaya -biaya yang meningkat, (2)
tidak ada kepastian kelaikan usaha, (3) efisiensi yang rendah disebabkan penundaan lama
di terminal, (4) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus, (5) operasi dibatasi
oleh sistem perizinan, beberapa operator pada satu trayek, dan berbagai pungutan liar, (6)
keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan, (7) hampir tidak ada ruang
untuk prakarsa trayek -trayek baru atau jenis- jenis pelayanan baru, (8) operator sebagai
penyewa bus, bukan operator bus, dan (9) keuntungan yang menurun karena peningkatan
kemacetan.
Dari penuturan Ali Yakub, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, mengatakan ada cara
yang sudah ditempuh untuk meningkatkan fasilitas dalam angkutan yang dikelola operator
-operator (swasta):

“Di pihak swasta, ada organisasi pemilik angkutan, ini yang kita ajak untuk sama -
sama membangun masalah tansportasi. Di Pemkot namanya BPTD, badan pengelola
transpottasi daerah yang anggotanya unsur-unsur pemerintah, NGO, Organda, Dishub
kita ajak untuk membahas masalah itu, sering kita adakan pertemuan untuk membahas
transpotasi. Hasilnya pentarif -an, tarif taksi, bemo atau mikrolet, lyn, ijin trayek, itu
kita survei dulu, liat kenda -raannya, pangkalannya, peremajaanya itu di sini...”

Untuk memberikan pelayanan yang nyaman untuk masyarakat, Pemkot menghadapi


masalah dana untuk keperluan mengembangkan infras truktur. Selama ini jalan itu tidak
bertambah, padahal kapasitasnya terus bertambah, sehinggga menimbulkan kemacetan.
Ali Yakub menuturkan:

“Anggaran kita belum cukup, sekarang kita mengembangkan trafic demand


management, jadi berdasar manajement, konsepnya nggak mbangun, kayak rekayasa
lalu -lintas biar gak tambah macet, kayak di Jakarta itu ada three in one, kita
mengembangkan angkutan massal, untuk 2007 kita membangun bus way, kita
tenderkan, jadi melibatkan swasta, ada lelang.”

Jalur lalu lintas kota Surabaya yang akan dijangkau oleh moda transportasi publik yang
berdasar pada prinsip transportasi berkelanjutan bisa dilihat pada gambar berikut.
Kurangnya perhatian terhadap mass transportation me-nyebabkan kota Surabaya macet
pada titik -titik tertentu dan pada jam-jam tertentu. Transportasi massa yang disediakan
mengandalkan bus yang kapasitas dan kualitasnya tidak memadai. Pemerintah seakan
menutup mata terhadap kecenderungan setiap individu untuk memiliki mobil pribadi.
Pemerintah justru mengakomodir supremasi transportasi berbasis pemilikan mobil pribadi
ini dengan membangun jaringan tol di tengah kota.
Sistem transportasi massa berbasis kereta api tidak dikembangkan sebagai -mana
dilakukan di kota-kota metropolitan di belahan dunia lain. Ini artinya, jelas bahwa
pemerintah provinsi/kabupaten/kota di Indonesia sampai saat ini memposi -sikan diri
sebagai arena pemasaran mobil dan sepeda motor dan sistem transportasi yang terbentuk,
hanyalah konsekuensi dari pemanjaan terhadap pembeli dan pengguna mobil da n sepeda
motor.
Pernyataan kebijakan dan visi untuk angkutan umum (seperti kelaikan usaha, prioritas
bus, pembatasan kendaraan pribadi, kinerja lingkungan, perbaikan -perbaikan fisik;
peningkatan pelayanan; sistem tender dan ijin baru, ada tiga komponen se benarnya,
costumer atau masyarakat, ada operator itu pengusaha dan pemerintah).
Posisi pemerintah sebagai regulator yang mengatur kepentingan masyarakat dan
pengusaha masih lemah, begitu pengakuan Kasie Dishub Kota Surabaya. Lebih lanjut
ditambahkan bahwa :
“Jadi sepertinya kan berbeda pengusaha prinsipnya untuk cari untung dengan biaya
murah dan mendapat untung sebanyak–banyakya, prinsip masyarakat bagaimana
dengan uang yang serendah mungkin mendapat fasilitas yang nyaman, nah fungsi kita
menjaga itu aga r ada keseimbangan sebagai regulator.”

Berdasarkan Pasal 57 Kep. Menhub. No. 35 Tahun 2003 maka tiap -tiap daerah
berwenang untuk membuat Perda tentang perijinan trayek. Namun hal ini kadang malahan
membuka peluang untuk terjadinya KKN dibidang perijinan trayek tersebut.
Permasalahannya disebabkan ketidakseragaman metode pengaturan antar satu daerah
dengan daerah lain.
Dua prinsip yang dianut oleh Dishub dalam penentuan trayek baik secara terbuka
maupun tertutup (penunjukan) sama mudahnya membuka peluang untuk terjadinya kolusi
dengan pelaku usaha. Walaupun dalam setiap pembelaanya selalu dikatakan bahwa telah
diadakan survei ter - lebih dahulu terhadap jalur trayek yang baru atau yang akan
ditambah.
Periode penerapan ijin trayek diusul -kan untuk masa tiga tahun, yang mengatur hal-hal
berikut: (1) trayek (termasuk jalan yang digunakan, terminal, tempat berhenti, dan variasi -
variasi yang diperbolehkan), (2)tarif pelayanan, (3) kendaraan (jenis kendaraan yang
diperbolehkan, jumlah minimum kendaraan yang harus tersedia), dan (4) syarat-syarat lain
(operator wajib menyerahkan data secara teratur. Sanksi -sanksi yang dapat diterapkan
untuk kegagalan memenuhi kriteria• kriteria dalam ijin, Kuasa DLLAJ untuk mem-berikan
perintah kepada operator.

Aksesibilitas Masyarakat

Pelayanan angkutan publik buruk bisa dili -hat dari: (1) tingkat pelayanan rendah (yang
meliputi waktu tunggu tinggi, lamanya waktu perjalanan, ketidak -nyamanan dan
keamanan didalam angkut-an umum); (2) tingkat aksesibilitas rendah (bisa dilihat d ari
masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayanan oleh angkutan
umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-rata masih dibawah 70%, bahkan
dibawah 15% terutama di kota metropolitan, kota sedang, menengah dan (3) biaya tinggi .
Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan pelayanan
angkut -an umum yang mengakibatkan masyara -kat harus melakukan beberapa kali
pindah angkutan dari titik asal sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan
kurangnya keterpautan moda.
Kondisi ini mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan angkutan
umum yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding dengan biaya yang harus dikeluarkan
jika menggunakan angkutan pribadi, seperti sepeda motor atau mob il. Pemerintah kota
Surabaya mulai men-contoh Jakarta menempuh Bus Rapid Transit (populer disebut bus
way). Sementara itu, sistem jaringan jalan yang ada menunjukkan dominasi pergerakan
lalu lintas arah Utara - Selatan, sedangkan arah Timur-Barat belum ada akses langsung.
Dilihat dari kualitasnya, dari seluruh jalan yang ada di Surabaya, kondisi jalan yang
baik 50,7%, sedang 29,15%, kurang 20,10%, dan untuk kepadatan jalan, secara umum
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari angka rasio volume terhadap kap asitas yaitu
sebagian besar ruas jalan menunjuk-kan derjat kejenuhan lebih dari 0,8 terutama terlihat
pada ruas jalan di tengah kota yang menunjukkan terjadinya keje -nuhan tersebut.
Angkutan umum perkota -an yang ada telah menjangkau sebagian besar wilayah kota,
meliputi 57 trayek dengan jumlah moda angkutan 4.684; 14 trayek bus non patas (431
armada bus kota), 8 trayek patas AC, armada taksi 3.540, dan 1178 angguna.
Keberadaan sarana angkutan umum tersebut didukung dua terminal Tipe A, yaitu
terminal Purabaya (Bungurasih), dan Tambak Osowilangun, yang masing -masing
melayani perjalanan keluar dan ma-suk kota Surabaya, serta terminal Bratang yang lebih
kecil, terminal Joyoboyo yang merupakan terminal transportasi dalam kota. Secara
keseluruhan permasalahan prasarana dan sarana transportasi kota Surabaya cukup banyak,
diantaranya ada -lah buruknya layanan angkutan publik. Hal ini terlihat dari penumpang
yang naik ken -daraan berdesakan sehingga tidak nyaman dan rawan kejahatan.
Data Dispenda tahun 2002, memper -lihatkan jumlah pengguna kendaraan pribadi kota
Surabaya lebih tinggi di-bandingkan angkutan public, dan jumlah masing -masing jenis
kendaraan juga cenderung meningkat pada tiga tahun terakhir ini. Sedangkan
pertumbuhan jalan relative tetap, kondisi ini berpotensi memacetkan lalu lintas. Setelah
bus way, Pemkot berencana untuk
mengem-bangkan proyek pembangunan monorail ini sendiri ditarget selesai tahun 2010.
Proyek ini rencana akan dimulai awal 2007.
Pemerintah sebagai regulator juga berkepentingan member i subsidi pada transportasi
publik.
Menurut penjelasan Kabid transportasi kota Surabaya:

“Di negara maju tepatnya angkutan masih disubsidi jadi tidak ada angkutan umum
yang bisa hidup dari pendapatannya kecuali taksi. Kalau seperti bemo, mikrolet,
bus k ota itu masih di subsidi oleh pemerintah….”

Pemkot juga bersusaha menawarkan perbaikan fasilitas kepada operator atau pengusaha
dengan tidak boleh menaikkan tarif, tapi pengusaha tidak mau menerima usulan
pemerintah ini.

Kesimpulan

Karakter umum transportasi publik melayani masyarakat dengan mobilitas dan akses pada
pekerjaan, sumber-sumber sosial ekonomi politik, pusat kesehatan, dan tempat rekreasi.
Apapun motivasi ma-syarakat, baik yang sadar dan memu -tuskan untuk memilih
transportasi umum ataupun yang terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain, ada
kecenderungan penumpang transportasi umum tidak memiliki mobil dan harus bergantung
pada transportasi umum.
Transportasi umum menyediakan layanan mobilitas dasar bagi orang -orang tersebut
dan juga bagi semua orang yang tidak memiliki akses mobil. Sistem trans -portasi masal
memang belum terwujud, artinya sampai saat ini belum bisa dijang -kau masyarakat,
kepentingan masyarakat belum terpenuhi, yang tidak hanya terkait dengan soal tarif, tetapi
sistem tr ansportasi berkelanjutan yang bisa menjangkau kebutuhan nyata masyarakat.
Mobilitas berkelanjutan (sustainable mobility) menyatukan segala macam upaya untuk
mencapai keseimbangan biaya dan keuntungan sektor transportasi. Ini menandai adanya
pergeseran dari pendekatan perencanaan transportasi tradisional, yang
mengkonseptualisasikan transport sebagai sebuah permintaan dan infrastruktur pendukung
bagi pertumbuhan ekonomi, menuju pendekatan kebijakan melalui bukti dan perkiraan
resiko, serta untuk mengetahui kemungkinan per-tumbuhan yang tidak terkendali.
Perluasan kapasitas jalan dan hambatan jalan dapat dikurangi dengan menekan
permintaan yang terlalu berlebih atas penggunaan jalan. Meskipun, telah jelas mengenai
perlunya berbagai macam transportasi publik, masih terdapat tendensi untuk mengadakan
transportasi publik yang berbiaya besar dengan tawaran pilihan yang sangat terbatas.
Subsidi pada umumnya muncul karena keinginan untuk mempertahankan layanan tertentu
pada biaya yang rendah. Namun pengalaman, menunjukkan keuntungan yang diantisipasi,
pelayanan yang lebih baik, mengurangi penggunaan mobil dan hambatannya, serta
patronase yang lebih tinggi, yang mengarah pada peningkatan viabilitas menjadi
ekspektasi jangka pendek.
Pertumbuhan motorisasi, yang kemu dian menyebabkan meningkatnya arus telah
menarik perhatian pemerintah untuk meningkatkan kapasitas jalan. Untuk sejumlah alasan,
hal ini menjadi relevan dengan upaya mengakomodasi lalu lintas.
Pemkot, perlu untuk memperhatikan signifikansi jangka panjang akomodasi lalu lintas
yang termotorisasi dalam hubungan berkecepatan tinggi, memiliki pengaruh besar
terhadap bentuk kota. Bagaimanpun transportasi publik harus bisa diakses se -mua
kelompok masyarakat, karena itu transportasi publik juga perlu memberikan j aminan
kenyamanan pada kelompok ma -syarakat miskin. Karena dengan mobilitas tinggi dari
pengguna mobil berarti mobilitas yang rendah bagi yang lain, sementara akses fasilitas
yang tersebar sesuai dengan pengguna mobil mengurangi rangkaian fasilitas yang dapat
dikonsentrasikan pada semua pusat ataupun suburban.
Daftar Pustaka

Anonim, Surabaya dalam Angka 2004 (Surabaya: BPS Jawa Timur, 2004).

Anonim, “Surabaya Macet, Bagaimana Solusinya?,” Tempo Interaktif, 16 Februari 2006.


Cooley, Charles Horton, The Theory of Transportation (New York: American Economic
Association, 1994).

Hadiz, Vedi R & Richard Robison, Organizing Power in Indonesia: The Politics of
Oligarchy in an Age of Markets (London: Routledge Curzon, 2004).

Santosa, Purwo, “Menata Sistem Trans -portasi: Mendekatkan Demokrasi deng -an Rakyat,”
dalam
Jurnal Wacana, 19, Tahun VI (Yogyakarta: Insist, 2005).

Schipper, Lee, Sustainable Urban Transport in the 21st Century: Challenges for the
Developing World (New Delhi: MacMillan, 2002).

Shin, Yoon Hwan, Demistifying the Capitalist State: Political Patronage, Bureaucrartic
Interest,

and Capitalist in Formation in Soeharto’s Indonesia , Disertasi (Yale: Yale University,


1989).

Skoepol, Theda, States and Social Revolution (New York: Cambridge Univ. Press, 1 979).

Susantoro, Bambang & Danang Parikesit, “1 -2-3 Langkah: Langkah Kecil yang Kita
Lakukan Menuju Transportasi yang Berkelanjutan,” Majalah Transportasi Indonesia,
Vol. 1, Jakarta, 2004:89-95.

Anda mungkin juga menyukai