Anda di halaman 1dari 59

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kehamilan

2.1.1. Konsep Dasar Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Agar terjadi kehamilan sebaiknya senggama dilakukan sebelum tepat

dihari wanita ovulasi karena sperma dapat hidup sampai tiga hari didalam

vagina, sedangkan ovum hanya bertahan 12-24 jam setelah dikeluarkan

dari ovarium (ovulasi). Kapan wanita mengalami ovulasi dapat dikenali

melalui bentuk cairan vagina yang keluar. Jika terlihat bening, banyak,

dan licin, maka kemungkinan besar wanita dalam keadaan subur, cairan

vagina secara bertahap akan menjadi kental berwarna putih keruh setelah

melewati masa ovulasi. Selain mengamati karakter cairan vagina, ovulasi

dapat juga diprediksi melalui penghitungan siklus menstruasi. Wanita

mengalami ovulasi pada hari ke 12 sampai hari ke 14 siklus mensruasi,

namun cara ini kurang dapat digunakan pada wanita dengan siklus

menstruasi yang tidak teratur (Ari Sulistyawati, 2009)

b. Perubahan Fisiologi dan Psikologi pada Kehamilan

1. Perubahan fisiologi pada kehamilan trimester III

Perubahan fisiologi sebagian besar sudah terjadi segera setelah

fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Perubahan ini

6
7

merupakan proses terhadap janin. Semua perubahan yang terjadi akan

kembali ke keadaan sebelum hamil setelah proses persalinan dan

menyusui selesai (Prawirohardjo, 2016).

a) Uterus

Menurut Sulistyawati tahun 2009, pertambahan ukuran TFU

per tiga jari dapat dicermatidalam tabel berikut :

Tabel 2.1
TFU menurut pertambahan per tiga jari

Usia kehamilan Tinggi Fundus Uteri


(minggu) (TFU)
12 3 jari diatas simpisis
16 Pertengahan antara pusat-simpisis
20 3 jari dibawah pusat
24 Setinggi pusat
28 3 jari diatas pusat
32 Pertengahan antara pusat-prosesus xiphodeus (px)
36 3 jari dibawah prosesus xiphodeus (px)
40 Pertengahan antara pusat-prosesus xiphodeus (px)
(Sulistyawati,2009).

Menurut Mc. Donald, sebagai berikut :

Tabel 2.2
Tinggi Fundus Uteri berdasarkan usia kehamilan

Umur Berat Janin (gram) Centimeter


kehamilan
(bulan)
1 0,25-0,5 1-2
2 1,1 3-4
3 14,2 6-7
4 100-200 8-9
8

5 300-350 10-12
6 600-700 13-18
7 1000-1500 22-25
8 1700-2100 26-28
9 2500-2800 29-32
10 3000-3500 35-36
(Manuaba,2007)

Tujuan pemeriksaan TFU menurut Mc. Donald adalah menentukan

umur kehamilan berdasarkan minggu, dan hasilnya bisa dibandingkan dengan

HPHT. TFU dalam cm, yang normal harus sama dengan usia kehamilan

dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir. Jika

hasil pengukuran berdeda 1-2 cm, masih bisa ditoleransi, tetapi jika deviasi

lebih kecil dari 2 cm umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan

pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi lebih besar dari 2 cm kemungkinan

terjadi bayi kembar, polihidramnion, atau janin besar (Mandriwati, 2007).

b) Sistem Respirasi

Ruang abdomen yang membesar oleh karena meningkatnya ruang

rahim dan pembentukan hormone progesterone menyebabkan paru-paru

berfungsi sedikit berbeda dari biasanya. Wanita hamil bernapas lebih

cepat dan lebih dalam karena memerlukan banyak oksigen untuk janin dan

untuk dirinya (Sulistyawati,2009).

c) Sistem Muskuloskleletal

Esterogen dan progesteron memberikan efek maksimal pada

relaksasi otot pelvis pada akhir kehamilan. Adanya sakit punggung dan
9

ligamen pada kehamilan tua disebabkan oleh meningkatnya pergerakan

pelvis akibat pembesaran uterus (Sulistyawati,2009).

d) Kulit

Topeng kehamilan (cloasma gravidarum) adalah bintik-bintik pigmen

kecoklatan yang tampak dikulit kening dan pipi. Peningkatan pigmentasi

juga terjadi disekeliling putting susu, sedangkan diperut bawah bagian

tengah biasanya tampak garis gelap, yaitu spider angioma (pembuluh

darah kecil yang member gambaran seperti laba-laba) bisa muncul dikulit,

dan biasanya diatas pinggang. (Sulistyawati, 2011).

e) Payudara

Payudara sebagai target untuk proses laktasi mengalami banyak

perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Beberapa perubahan yang

dapat diamati oleh ibu selama kehamilan payudara bertambah besar,

tegang, dan berat, dapat teraba nodul-nodu, akibat hipertropi kelenja

alveoli, bayangan vena-vena lebih membiru, hiperpigmentasi pada areola

dan putting susu, kalau diperas akan keluar air susu jolong (kolostrum)

berwarna kuning. (Ari Sulistyawati, 2011).

1) Kenaikan berat badan

Kenaikan berat badan yang disarankan pada ibu hamil yaitu kenaikan

berat selama trimester I : 4 kg dan kenaikan berat badan selama trimester II

dan III : 0,5 kg/minggu (Sulistyawati, 2013).

Anjuran pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan menurut

IMT (Kategori IMT sebelum hamil)


10

Rendah (IMT <19,8) = 12,5-18 kg

Normal (IMT 18,8-26,0) = 11,5-16 kg

Tinggi (IMT 26,0-29) = 7-11 kg (Yongky, 2012)

f) Traktus urinarius

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh

uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering berkemih. Pada akhir

kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu

akan timbul kembali (Prawirohardjo, 2016).

2. Perubahan psikologi pada kehamilan trimester III

Trimester III sering disebut sebagai periode penantian.Sekarang wanita

menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya, wanita hamil tidak sabar

untuk segera melihat bayinya. Pada trimester III rasa tidak nyaman timbul

kembali, ibu merasa dirinya jelek, aneh, dan tidak menarik. (Sulistyawati, 2011).

2.1.2 Kebutuhan Dasar pada Ibu Hamil Trimester III

a. Kebutuhan fisik dasar pada ibu hamil Trimester III

1) Kebutuhan Nutrisi

a) Kalori

Jumlah kalori yang diperlukan ibu hamil adalah 2500 kalori. Jumlah

kalori yang berlebih dapat menyebabkan obesitas, dan ini merupakan

factor predisposisi atas terjadinya preeklamsia. Total penambahaan berat

badan sebaiknya tidak melebihi 10 – 12 kg selama hamil.


11

b) Protein

Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per

hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau

hewani. Defesiensi protein dapat menyebabkan kelahiran premature,

anemia dan edema.

c) Kalsium

Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 kg per hari. Kalsium

dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot

dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju,

yoghurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat mengakibatkan

riketsia pada bayi atau osteomalasia.

d) Zat besi

Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg

per hari terutama setelah trimester II. Bila tidak ditemukan anemia

pemberisn zat besi per minggu telah cukup. Zat besi yang diberikan bisa

berupa ferrousgluconate, ferrous fumarate sulphate. Kekurangan zat besi

pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.

e) Air

Air berfungsi untuk membantu sistem pencernaan makanan dan

proses transportasi. Selama hamil, terjadi perubahan nutrisi dan cairan

pada membrane sel. Air menjaga keseimbangan sel, darah, getah bening,

dan cairan vital tubuh, karena itu dianjurkan untuk minum 6-8 gelas

(1500-2000 ml) air.


12

f) Personal hygien

Kebersihan ibu harus terjaga selama kehamilan.Perubahan anatomik

pada perut, area genetalia/lipat paha, dan payudara menyebabkan lipatan-

lipatan kulit menjadi lebih lembab dan mudah terinvestasi oleh

mikroorganisme.

Bagian tubuh lain yang sangat membutuhkan perawatan kebersihan

adalah daerah vital, karena saat hamil biasanya terjadi pengeluaran secret

vagina yang berlebih. Selain mandi, mengganti celana dalam secara rutin.

g) Seksual

Hubungan seksual selama kehamilan tidak dilarang selama tidak ada

riwayat penyakit, sering abortus dan kelahiran premature, perdarahan

pervaginam, koitus harus dilakukan hati-hati terutama pada minggu pertama

kehamilan, bila ketuban sudah pecah, koitus dilarang karena dapat

menyebabkan infeksi janin intra uteri.

h) Senam hamil

Tujuan senam hamil yaitu member dorongan serta melatih jasmani dan

rohani ibu secara bertahap, agar ibu mampu menghadapi persalinan dengan

tenang, sehingga persalinan dapat berjalan lancar dan mudah. Manfaat senam

hamil adalah, memperbaiki sirkulasi darah, mengurangi pembengkakan,

memperbaiki keseimbangan otot, mengurangi risiko gangguan gastro intestinal

termasuk sembelit, mengurangi kram/kejang kaki, menguatkan otot perut,

mempercepat proses penyembuhan setelah persalinan.


13

i) Istirahat

Ibu hamil dianjurkan untuk merencanakan periode istirahat, terutama

saat hamil tua. Posisi berbaring miring dianjurkan untuk meningkatkan perfusi

uterindan oksigenasi fetoplasental. Selama periode istirahat yang singkat,

seorang perempuan bisa mengambil posisi telentang kaki disandarkan pada

tinggi dinding untuk meningkatkan aliran vena dari kaki dan mengurangi edema

kaki serta varises vena.

j) Imunisasi

Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah

penyakit yang menyebabkan kematian ibu dan janin.Jenis imunisasi yang

diberikan adalah tetanus toxoid (TT) yang dapat mencegah penyakit

tetanus.Selama kehamilan, bila ibu belum pernah mendapatkan imunisasi TT

maka jadwal imunisasi TT dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 2.3
Jadwal imunisasi TT
Jenis
Interval Lama Persentase
Status suntikan
waktu perlindungan perlindungan
TT
T1 TT1 3 tahun 80
T2 TT2 4 minggu 5 tahun 95
dari TT1
T3 TT3 6 bukan 10 tahun 99
dari TT2
T4 TT4 Minimal 1 99
tahun dari
TT3
T5 TT5 3 tahun Seumur hidup
dari TT4
14

k) Persiapan Laktasi

Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat

segera berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Basuhan lembut setiap hari

pada areola dan putting susu akan dapat mengurangi retak dan lecet pada area

tersebut. Untuk sekresi mongering pada puting susu, lakukan pembersihan

dengan menggunakan campuran gliserin dan alcohol, karena payudara

menegang, sensitive, dan menjadi lebih besar, sebaiknya gunakan bra yang

menopang payudara.

3. Kebutuhan psikologis pada ibu hamil trimester III

Menurut Asrinah tahun 2010, agar proses psikologis dalam kehamilan

berjalan normal dan baik maka ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dan

ketidaknyamanan dalam psikologinya. Dukungan bisa berasal dari keluarga dan

orang-orang di sekelilingnya.

a. Dukungan keluarga

b. Dukungan tenaga kesehatan

c. Rasa aman dan nyaman selama kehamilan

d. Persiapan sibling

Sibling rivarlry yaitu rasa persaingan antar saudara kandung yang

disebabkan adanya kekhawatiran ia akan kehilangan kasih sayang dari orang

tuanya karena kehadiran adiknya. (Sulistyawati, 2009).

2.1.3 Keluhan pada Masa Hamil dan Penangannanya

Perubahan-perubahan tersebut menjadi dasar timbulnya keluhan-keluhan

fisiologis pada trimester III, yaitu :


15

a. Sering BAK

Keluhan yang berkemih karena tertekannya kandung kemih oleh

uterus yang semakain membesar dan menyebabkan kapasitas kandung

kemih berkurang serta frekuensi berkemih meningkat. Dalam menangani

keluhan ini yaitu dengan kosongkan kandung kemih, perbanyak minum

pada siang hari, jangan kurangi minum dimalam hari kecuali menganggu

tidur dan mengalami kelelahan, hindari minum teh atau kopi sebagai

dieresis (Hani, 2011).

b. Nyeri perut bagian bawah

Nyeri perut bawah dikeluhkan oleh sebagian besar ibu hamil.Keluhan

ini bersifat fisiologis dan beberapa lainnya merupakan tanda adanya bahaya

dalam kehamilan. Nyeri ligamentum, torsi uterus yang parah dan adanya

kontraksi Braxton-Hicks juga mempengaruhi keluahn ibu terkait dengan

nyeri pada perut bagian bawah. Keluhan ini dapat diatas dengan tirah

baring, mengubah posisi ibu agar uterus yang mengalami torsi dapat

kembali kekeadaan semula (Husin, 2014).

c. Kontraksi Braxton Hicks

Menurut Pates dkk 2007 dalam Husin 2014 hal: 143, pada saat

trimester akhir, kontraksi dapat sering terjadi setiap 10-20 menit dan juga

sedikit banyak mungkin juga berirama. Pada akhir kehamilan, kontraksi-

kontraksi inindapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan menjadi penyebab

persalinan palsu.
16

d. Nyeri pinggang

Perubahan sikap tubuh dapat mempengaruhi titik berat tubuh. Lordosis

dapat menyebabkan nyeri akibat tarikan pada saraf.Perubahan ini

mengakibatkan rasa tidak nyaman pada muskoloskeletal. Terjadi relaksasi

ringan pada peningkatan mobilitas sendi panggul, pemisahan simpisus

pubis dan ketidakstabilan sendi sakroiliaka yang besar dapat menyebabkan

nyeri dan kesulitan berjalan. Cara menguranginya dengan body mechanic

tubuh yang baik untuk mengangkat barang yang jatuh misalnya jongkok,

lebarkan kaki sedikit kedepan.Hindari memakai sepatu hak tinggi, hindari

pekerjaan dengan beban yang terlalu berat.Gunakan waktu tidur untuk

meluruskan punggung, senam hamil dan memijat daerah pinggang dan

punggung (Hani, 2010).

2.1.4 Anemia dalam kehamilan

a. Pengertian

Anemia merupakan keadaan penurunan kadar hemoglobin, hematocrit dan

jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Penderita anemia lebih sering disebut

kurang darah atau kadar sel darah merah (Hemoglobin/Hb) dibawah nila

normal (Yeyeh, dkk. 2010).

Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel

darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru kebagian tubuh

lainnya (Syafrudin, 2011).

b. Klasifikasi anemia dalam kehamilan

1) Macam-macam anemia menurut Proverawati (2009) yaitu:


17

a) Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat

kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian

tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil

dan dalam latasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosa dapat

dilakukan pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama

kehamilan yaitu trimester I dan III

c. Klasifikasi anemia menurut WHO

1) Normal : 11 gr%’

2) Anemia ringan : 9-10 gr%

3) Anemia sedang : 7-8 gr%

4) Anemia berat : < 7 gr%

d. Tanda dan gejala anemia

Berdasarkan Syafrudin (2011), gejala yang ditimbulkan oleh seseorang yang

mengalami anemia dalam kehamilan yaitu badan lemah, lelah, kekurangan energi,

kurang nafsu makan, konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi

penyakit, stamina tubuh menurun dan pandangan berkunang-kunang. Selain itu,

wajah, kelopak mata, bibir, dan kuku tampak pucat. Gejala dan tanda yang umum

adalah lesu, lemah, cepat letih, pucat, pusing dan mudah mengantuk.

e. Pengaruh anemia dalam kehamilan, persalinan, nifas dan bahaya pada janin

1) Bahaya anemia dalam kehamilan: resiko terjadi abortus, persalinan prematur,

hambatan tumbuh kembang janin dalam Rahim, mudah menjadi infeksi,


18

ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), mengancam jiwa dan kehidupan

ibu, mola hidatidosa, hyperemesis gravidarum, perdarahan antepartum,

ketuban pecah dini (KPD)

2) Bahaya anemia dalam persalinan: gangguan kekuatan his, kala pertama dapat

berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama

sehingga dapaat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi

kebidanan, kala tiga dapat di ikuti rentensi plasenta dan perdarahan post

partum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan post partum

sekunder dan atonia uteri

3) Bahaya anemia dalam masa nifas: perdarahan post partum karena atonia uteri

dan involusi uteri memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI

berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, mudah

terjadi infeksi mammae

4) Bahaya anemia terhadap janin

Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya,

tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh

sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam Rahim.

Akibat anemia dapat terjadi gangguan dan bentuk : abortus, terjadi kematian

intra uteri, persalinan prematur tinggi, berat badan lahir rendah (BBLR),

kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat

infeksi sampai kematian perinatal, intelegensi rendah, oleh karena kekurangan

oksigen dan nutrisi yang menghambat pertumbuhan janin


19

f. Pencegahan

Menurut Syafrudin (2011), semua ibu hamil berisiko terkena anemia,

pencegahan dini yang dapat dilakukan yaitu: mengkonsumsi makanan bersumber

zat besi, mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan protein seperti

hati, tiram, bayam, kacang polong, daging tampa lemak, kuning telur, kacang,

sayuran berwarna hijau, biji-bijian, ikan dan unggas, mengkonsumsi tablet besi

Selama kehamilan ibu sebaiknya mengkonsumsi 90 tablet besi untuk

mencukupi kebutuhan zat besi pada janin, terutama untuk perkembangan otak

dan darah. Pada kehamilan trimester II dan III terjadi peningkatan kebutuhan zat

besi yang disebabkan oleh hemodilusi. Untuk memudahkan penyerapan zat besi

dapat diserap oleh tubuh sebaiknya dikonsumsi bersamaan dengan vitamin C, jus

jeruk, daging ayam dan ikan. Hindari mengkonsumsi bersamaan dengan teh,

kopi dan susu karena akan mengganggu penyerapan zat besi.

2.1.5 Deteksi dini komplikasi kartu Poedji Rochajati

Deteksi dini dilakukan untuk mencegah faktor risiko pada ibu hamil. Faktor

risiko adalah suatu keadaan atau ciri tertenu pada sesorang atau suatu kelompok

ibu hamil dapat menyebabkan risiko/ bahaya kemungkinan terjadinya

komplikasi pada kehamilan dan persalinan

Kelompok faltor risiko dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Kelompok faktor risiko I : Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO). Terdapat

7 terlalu dan 3 pernah. Tujuh terlalu adalah primi tua, primi muda, primi tua

sekunder, umur ≥ 35 tahun, grande multi, anak terkecil umur < 2 tahun, TB
20

≤ 145 cm, dan 3 pernah adalah riwayat obstetric jelek, perdarahan pasca

persalinan, tindakan pervaginam, dan SC.

b. Kelompok faktor risiko II : Ada Gawat Obstetrik (AGO) yaitu, penyakit ibu,

preeklampsi ringan, hamil kembar, hidramnion, hamil serotinus, IUFD, letak

sunsang dan lintang.

c. Kelompok faktor risiko III : Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO) yaitu,

perdarahan antepartum, preeklamsi berat/eklamsi.

Ukuran faktor risiko diberi skor, skor adalah penentu bobot dari risiko

komplikasi. Skor 2 untuk semua umur dan paritas, skor 8 untuk bekas SC, letak

sunsang dan lintang, preeklamsi berat/eklamsi, perdarahan antepartum,

sedangkan skor 4 untuk faktor risiko yang lain. Kelompok risiko berdasarkan

jumlah skor:

a) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) jumlah skor 2 kode warna hijau

b) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) jumlah skor 6-10 kode warna kuning

c) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) jumlah skor ≥ 12 kode warna

merah

(Prawirohardjo, 2010).

2.2 Konsep Dasar Persalinan

2.2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan normal merupakan proses pengeluaran janin, plasenta, dan

ketuban melalui jalan lahir. Kala satu persalinan berlangsung sejak kontraksi

uterus secara teratur sampai dilatasi servik secara lengkap. Terjadi secara
21

spontan antara usia kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, berakhir pada

kelahiran bayi yang hidup dan sehat secara normal, selesai dalam 24 jam

dan tidak ada komplikasi maternal (Medforth, 2011)

Persalinan terdiri dari empat tahapan yaitu :

a. Kala 1 persalinan

Kala 1 persalinan didefinisikan sebagai permulaan kontraksi persalinan

sejati, ditandai oleh perubahan progresif pada servik dan diakhiri dengan

pembukaan lengkap (Varney, 2007).

Kala 1 persalinan terdiri dari dua fase, yaitu:

1) Fase Laten

Fase laten dimulai dari kontraksi hingga pembukaan servik 3

sampai 4 cm. Kontraksi menjadi lebih stabil sering dengan

peningkatan frekuensi, durasi, dan intensitas (Varney, 2007).

2) Fase Aktif

Fase aktif adalah periode waktu dari awal kemajuan aktif

pembukaan hingga pembukaan menjadi komplit.penurunan bagian

presentasi janin terjadi selama akhir fase aktif dan selama kala II

persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Friedman (1956; 1967)

terhadap wanita tanpa diberi induksi persalinan dan anestesi

menemukan kala I persalinan (diukur dari pembukaan 4-10 cm) pada

multipara berlangsung rata-rata 2,2 jam hingga 5,2 jam (Varney,

2007).
22

b. Kala II Persalinan

Kala dua persalinan ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)

dan berakhirnya dengan lahirnya bayi (JNPK-KR, 2007). Pembukaan serviks

lengkap dapat dikonfirmasikan dengan pasti dan hanya melalui pemeriksaan

pervaginam kala dua pada primigravida berlangsung selama 1 ½ jam sampai 2

jam, sementara pada multigravida berlangsung selama ½ jam sampai 1 jam

(Cuninggham, 2012).

c. Kala III Persalinan

Kala III persalinan segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,

berlangsung tidak lebih dari 30 menit.Setelah bayi lahir, kontraksi uterus

istirahat sejenak. Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong

kedalam vagina dan akan lahir spontan. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah kira-kira sebanyak 100 sampai 200 cc (Manuaba, 2007).

d. Kala IV Persalinan

Kala empat persalinan didefinisikan sebagai saat lahirnya plasenta

sampai 2 jam post partum.

2.2.2 Perubahan Fisiologis Persalinan

a. Kala I Persalinan

1. Tekanan darah

Tekanan darah meningkat selama kontraksi disertai peningkatan

sistolik rata-rata 5-10 mmHg pada waktu relaksasi tekanan darah kembali

ketingkat sebelum persalinan. Pada waktu diantara kontraksi tekanan darah

akan kembali ketingkat sebelum masa persalinan. Dengan mengubah posisi


23

tubuh dari terlentang posisi miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi

dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin

meningkatkan tekanan darah (Varney, 2007).

2. Suhu

Suhu akan meningkat selama persalinan, dan akan semakin tinggi

selama dan segera setelah persalinan. Peningkatan suhu tubuh yang dianggap

normal adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak lebih dari 0,5 sampa 1°C

(Varney, 2007).

3. Denyut nadi

Perubahan mencolok selama kontraksi dan fase aktif dan penurunan

mencolok terjadi ketika fase relaksasi dan ibu berada dalam posisi miring

(Varney, 2007).

4. Pernafasan

Frekuensi pernafasan masih normal selama persalinan akibat

peningkatan metabolisme oleh tubuh yang terjadi (Varney, 2007).

5. Kontraksi uterus

Kontraksi uterus adalah kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan

nyeri pada tubuh. Kontraksi uterus memiliki periode relaksasi uterus diantara

kontraksi. Durasi kontraksi bervariasi tergantung kala persalina. Kontraksi

pada persalinan aktif berlangsung selama 45 sampai 90 detik (Varney, 2007).

6. Ketuban
24

Ketuban ikut meregang, setelah ketuban pecah segala perubahan

terutama pada dasar panggul ditimbulkan oleh bagian depan anak (Nurasiah,

2012).

b. Kala II persalinan

Kala II pada primigravida berlangsung selama 1½ sampai 2 jam, sementara

pada multigravida berlangsung selama ½ sampai 1 jam (Varney, 2007)

c. Kala III persalinan

Kala III persalinan berlangsung rata-rata antara 5-10 menit, tetapi kisaran

normalnya yaitu tidak lebih dari 30 menit (Varney, 2007). Kavum uteri semakin

mengecil sehingga memungkinkan proses retraksi meningkat. Retraksi dari otot

uterus yang menyilang menekan pembuluh darah sehingga darah tidak masuk

kembali kedalam sistem maternal. (Nurasiah, 2012).

d. Kala IV persalinan

1. Uterus

Setelah kelahiran plasenta, uterus secara normal ditemukan berada pada

garis tengah abdomen kira-kira 2/3-3/4 antara simpisis pubis dan umbilikus

(Varney, 2007).

Uterus harus tetap keras terhadap sentuhan uterus yang kokoh merupakan

indikasi dari hematosis uterus yang efektif yang merupakan efek dri kontraksi

uterus.

a) Tanda vital

Tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu harus stabil pada

level sebelum persalinan selama jam pertama postpartum. Pemantauan


25

tekanan darah, dan denyut nadi sangat penting selama kala IV persalinan

sebagai alat untuk mendeteksi terjadinya syok akibat dari kehilangan

darah yang tidak baik. Suhu tubuh wanita berlanjut agak meningkat

dengan keadan normal kurang dari peningkatan 2°F atau dibawah 38°C

(Varney, 2007).

b) Sistem renal

Kandung kemih yang hipotonik disertai retensi urine. Tekanan dan

kompresi kandung kemih dan uretra selama persalinan dan pelahiran adalah

penyebabnya. Mempertahankan kandung kemih wanita kosong selama

persalinan dapat menurunkan trauma. Uterus yang berkontraksi dengan buruk

mengakibatkan perdarahan dan nyeri (Varney, 2007).

2.2.3 Perubahan Psikologis Persalinan

Perubahan psikologis ibu dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya,

kesiapan emosi, persiapan menghadapi persalinan, lingkungan, mekanisme

koping/kemampuan mengutrangi tekanan dari luar, kultur, sikap terhadap

kehamilan (Nurasiah, 2012).

Perubahan psikologis dan perubahan perilaku cukup spesifik seiring dengan

kemajuan persalinan, tergantung pada persiapan menghadapi persalinan,

dukungan dari pasangannya, dukungan keluarga, orang terdekat, dan dukungan

dari bidan (Varney, 2007).


26

2.2.4 Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin

Dalam Varney (2007) Lesser dan Kaene mengidentifikasi lima kebutuhan

wanita pada persalinan diantaranya : Perawatan tubuh atau fisik, adanya

individu yang senantiasa hadir, bebas dari nyeri, menerima sikap dan perilaku,

informasi dan pemastian hasil akhir yang aman bagi dirinya dan bayinya.

Berikut merupakan tindakan khusus untuk memenuhi lima kebutuhan diatas

diantaranya (Varney,2007) :

1. Pengaturan posisi

Wanita harus mengambil posisi apapun yang membuatnya merasa

nyaman.

2. Latihan relaksasi

Mengambil dan mengeluarkan nafas dalam setelah masing-masing

kontraksi. Relaksasi ini dilakukan pada saat wanita memasuki fase aktif

persalinan.Teknik ini berfungsi ganda tidak hanya meningkatkan relaksasi

tetapi juga berfungsi membersihkan nafas dengan menghilangkan

kemungkinan hiperventilasi selama kontraksi atau untuk memutuskan pola

nafas cepat.

3. Mencegah keletihan dan mengupayakan keletihan

Mencegah keletihan dan mengupayakan istirahat diantara kontraksi

merupakan upaya mendorong dan meningkatkan kenyamanan yang lain.

Keletihan yang tidak perlu dapat dicegah dengan empat cara diantaranya :

Mengatur pernafasan ibu hamil, mengatur prosedur yang diperlukan,


27

mengendalikan lingkungan, mengatur siapa yang menjadi pendamping

persalinan

4. Penjelasan proses dan kemajuan persalinan

Wanita yang melakukan persiapan dalam persalinan akan mengiginkan

serta membutuhkan informasi tentang kemajuan persalinan mereka. Hal ini

bertujuan untuk memenuhi hak individu mengenai apa yang terjadi pada

tubuh mereka, bidan perlu menjelaskan proses dan kemajuan persalinan

sebagai upaya intervensi pada siklus takut nyeri tegang , sehingga rasa nyeri

yang dirasakan oleh ibu dapat berkurang.

5. Penjelasan prosedur dan batasan yang diberlakukan

Setiap prosedur harus dijelaskan dan wanita dimintai persetujuan

sebelum suatu prosedur dilakukan. Wanita perlu paham bahwa prosedur yang

akan dilakukan kepadanya sangan diperlukan dan bermanfaat.

6. Menjaga kebersihan dan kondisi kering

Kebersihan dan kondisi yang kering meningkatkan kenyamanan dan

relaksasi serta menurunkan risiko infeksi. Perawatan perineum agar tetap

kering akan menambah perasaan sejahtera pada wanita. Hal ini bisa dilakukan

dengan cara mengganti pakaian wanita yang telah basah, dan perlak.

7. Usapan pada punggung

Ada dua jenis usapan pada punggung yang dapat meningkatkan

dukungan dan kenyamanan bagi wanita bersalin. Salah satunya usapan

menyeluruh pada punggung yang dapat digunakan untuk meningkatkan

relaksasi.
28

8. Kandung kemih yang kosong

Kandung kemih yang penuh dapat menghambat kemauan persalinan,

infeksi saluran kemih, menimbulkan nyeri pada abdomen ibu.

9. Kompres dingin

Beberapa bidan menemukan bahwa jika semua cara tidak memberikan

hasil yang efektif, maka kompres dingin pada aksila dan lipatan paha dapat

meredakan dan menenagnkan bagi beberapa wanita.

10. Orang terdekat lain

Kehadiran orang terdekat lain merupakan hal terpenting diantara

semua upaya mendukung dan menyamankan.

2.2.5 Asuhan Persalinan

a. Asuhan yang diberikan selama kala I persalinan (JNPK-KR,2007) :


1. Mengenali tanda dan gejala inpartu
Tanda dan gejala in partu terdiri dari penipisan dan pembukaan

serviks, kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks

(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit), keluar cairan lendir

bercampur darah melalui vagina.

Menurut Medforth (2011) tanda dan inpartu diantaranya

pengeluaran bloody show, namun hal ini bukanlah indikasi dari tanda

in partu. Adanya kontraksi uterus, dan ketuban pecah baik selama

atau sebelum persalinan.


29

2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada ibu bersalin

Anamnesis bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang

beberapa riwayat ibu dan pemeriksaan fisik untuk melalui kondisi

kesehatan ibu dan bayi serta meningkatkan kenyamanan fisik ibu

bersalin.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan

dalam yang bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan kala I persalinan

(Varney, 2007).

Menurut Medfort (2011) indikasi dari pemeriksaan dalam adalah :

Mengkonfirmasi masuknya persalinan, memberi data dasar untuk

perkembangan selanjutnya, mengkaji kemajuan persalinan dan

mendeteksi indikasi abnormal, mengkaji bagian presentasi/posisi jika

masih ragu, mengkonfirmasi kemajuan persalinan ke kala II ,

menentukan posisi/station bagian presentasi, menentukan kelambatan

kemajuan kala II, memecahkan ketuban jika diindikasikan, pengenalan

dini terhadap masalah dan penyulit

3. Persiapan asuhan persalinan

a) Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi.

Persalinan membutuhkan ruangan yang hangat dan bersih, memiliki

sirkulasi udara yang baik dan terlindungi dari tiupan angin.Tersedia sumber

air bersih dan mengalir, kamar mandi yang bersih, penerangan yang cukup,

tempat tidur yang bersih, tempat dan meja yang bersih untuk memberikan

asuhan bayi baru lahir, menaruh peralatan persalinan.


30

b) Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan.

Daftar perlengkapan bahan-bahan dan obat yang diperlukan untuk

asuhan persalinan dan kelahiran bayiterdapat dalam lampiran. Pada setiap

persalinan dan kelahiran bayi periksa semua peralatan sebelum dan setelah

memberikan asuhan. Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan sudah

bersih dan siap dipakai.

c) Asuhan sayang ibu.

Persalinan merupakan saat menegangkan dan mengugah emosi ibu dan

keluarganya atau bahkan menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya

untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan

sebaiknya dilakukan asuhan sayang ibu selama proses persalinan dan

kelahiran bayinya (JNPK-KR, 2007 dalam Rukiyah, 2011).

b. Asuhan yang diberikan selama kala II menurt JNPK-KR (2007):

1. Mengenali gejala dan tanda kala II

Tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya

adalah pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi

melalui introitus vagina.

Gejala dan tanda kala II persalinan : Ibu merasa ingin meneran bersamaan

dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan

pada rektum dan atau vagina, perineum menonjol, vulva vagina dan spingter

ani menonjol, meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

2. Persiapan penolong persalinan


31

Persiapan penting bagi penolong persalinan adalah memastikan

penerapan prinsip dan praktik pencegahan infeksi.

3. Sarung tangan.

Sarung tangan DTT atau steril harus menjadi perlengkapan untuk

menolong persalinan, periksa dalam, asuhan segera setalah bayi baru lahir,

dan prosedur penjahitan.Sarung tangan harus diganti jika apabila robek,

bocor, terkontaminasi.

4. Perlengkapan pelindung pribadi.

Pelindung pribadi merupakan penghalang antara penolong dengan bahan-

bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Celemek yang bersih,

penutup kepala, masker, dan kaca mata perlu digunakan selama membantu

kelahiran bayi, plasenta, penjahitan laserasi atau episiotomi.

5. Penatalaksanaan fisiologi kala II

Proses fisiologi kala II merupakan peristiwa alamiah yang berakhir

dengan lahirnya bayi secara normal. Dalam proses ini ibu dapat memilih posisi

yang nyaman, berdiri, berjongkok, atau miring yang dapat mempersingkat kala

II.

Berikut penatalaksanaan kala II :

(a) Membimbing ibu untuk meneran

Bila tanda pasti kala II telah diperoleh tunggu sampai ibu merasakan

adanya dorongan spontan untuk meneran ( sebagian daya dorong

dihasilkan oleh kontraksi uterus, meneran hanya menambah daya kontraksi

untuk mengeluarkan bayi ).


32

Langkah untuk mendiagnosa dan memulai meneran : Cuci tangan, pakai

sarung tangan DTT/steril, beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa

dalam, lakukan periksa dalam dan lepaskan sarung tangan sesuai prosedur

PI, jika pembukaan beum lengkap, tenteramkan ibu dn bantu ibu mencari

posisi yang nyaman. Lanjutkan pemantauan kondisi ibu dan janinnya serta

catat semua temuan dalam partograf.

(1) Jika ibu merasa ingin meneran tetapi pembukaan belum lengkap,

beritahu keadaan ibu bahwa belum saatnya untuk meneran, beri

semangat dan ajarkan ibu cara bernafas cepat selama kontraksi

berlangsung. Bantu ibu mendapatkan posisi yang nyaman dan

memberitahu kepada ibu agar menahan diri untuk meneran hingga saat

pembukaan lengkap.

(2) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu ingin meneran, bantu ibu

engambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara

efektif dan benar serta mengikuti dorongan alamiah yang terjadi.

Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya.

Catatkan hasil pemantauan pada partograf. Berikan cukup minum dan

pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu beristirahat diantara

kontraksi.

(3) Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk

meneran, bantu ibu untuk posisi yang nyaman, ajarkan cara bernafas

selama kontraksi berlangsung, pantau kondisi ibu dan bayi dan catat

semua temuan dalam partograf. Berikut cakupan cairan dan anjurkan


33

ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit,

stimulasi puting susu dapat merangsang kekuatan dan kualitas

kontraksi.

6. Posisi ibu saat meneran

Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II kerana

hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang

paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

Tabel 2.5

Posisi ibu saat meneran

Posisi Manfaat
Posisi duduk atau setengah Memberikan rasa nyaman bagi
duduk ibu dan memberikan kemudahan
baginya untuk beristirahat
diantara kontraksi, keuntungan
dari posisi ini adalah gaya
grafitasi yang dapat membantu
ibu melahirkan bayinya.
Jongkok atau berdiri Membantu mempercepat
kemajuan kala II persalinan dan
mengurangi nyeri.
Merangkak atau berbaring Membuat ibu merasa nyaan dan
kekiri efektif untuk meneran, selain itu
juga mampu membantu
perbaikan posisi oksiput yang
melintang untuk berputar
menjadi posisi oksiput anterior.
34

Posisi merangkak juga mampu


membantu ibu mengurangi rasa
nyeri punggung saat persalinan.
Posisi berbaring kekiri dapat
mengurangi resiko terjadinya
laserasi perineum.
(Sumber: JNPK-KR,2007)

7. Menolong kelahiran

a) Posisi ibu saat melahirkan.

Ibu dapat melahirkan dalam posisi apapun kecuali dalam posisi

berbaring terlentang ( supine position) karena akan menekan vena cava

inferior ibu, sehingga mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi

utero-plasenter yang dapat mengakibatkan hipoksia janin. Pastikan

tersedianya alas kain bersih atau sarung bersih dibawah ibu dan

kemudian untuk menjangakau alat yang dibutuhkan serta tempatkan

handuk atau kain bersih diatas perut ibu untuk alas tempat meletakkan

bayi baru lahir.

Langkah-langkah menolong persalinan yaitu :

(a) Melahirkan kepala.

Saat kepala membuka vulva 5-6 cm, letakkan kain yang bersih dan

kering yang dilipat 1/3 dibawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk

bersih diatas perut ibu. Lindungi perineum dengan satu tangan, ibu jari

pada salah satu perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain serta tangan

yang lainnya berda dibelakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi
35

agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati

introitus dan perineum.

Hal ini bertujuan untuk melindungi perineum dan mengendalikan

keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi

robekan pada vagina dan perineum.

(b) Pemeriksaan tali pusat pada leher.

Setelah kepala bayi lahir minta ibu untuk berhenti meneran dan

bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah ada lilitan tali pusat . jika lilitan

tali pusat longgar lepaskan lilitan dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan

sangat erat jepit tali pusat dengan klem pada kedua tempat dengan jarak 2-

3 cm kemudian potong tali pusat diantara kedua klem tersebut.

(c) Melahirkan bahu.

Tunggu kontraksi uterus, maka akan terjadi putaran paksi luarsecara

spontan, letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu

meneran sambil menekan kepala kearah bawah dn lateral tubuh hingga

bahu depan melewati simpisis, setelah bahu depan lahir gerakkan kepala

keatas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat

dilahirkan.

(d) Melahirkan seluruh tubuh.

(1) Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) kearah

perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan

tersebut.
36

(2) Gunakan tangan yang sma untuk menompang lahirnya siku dan

tangan posterior saat melewati perineum.

(3) Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi

saat lahir. Tangan anterior untuk menelusuri dan memegang bahu,

siku, dan lengan bagian anterior. Lanjutkan penelusuran dan

memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong, dan kaki.

(4) Dari arah belakang sisipkan jari telunjuk tangan atas diantara kedua

kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari

tangan lainnya.

(5) Letakkan bayi diatas kain yang telah disiapkan diatas perut ibu, dan

posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Segera

keringkan sambil melakukan ransangan taktil pada tubuh bayi

dengan kain atau selimut diatas perut ibu. Pastikan bayi tertutup

dengan baik.

(e) Memotong tali pusat.

Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat

dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat bayi).

Dari titik jepitan, letakkan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong

isi tali pusat kearah ibu. Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm

dari tempat jeitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu.

Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut

bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa

kepala bayi terselimuti dengan baik, lakukan inisiasi menyususi dini.


37

8. Asuhan yang diberikan selama kala III menurut JNPK-KR

a) Fisiologis persalinan kala III

Pada kala III otot uterus berkontraksi mengikuti penyusustan

volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan

berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat

perlekatan semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka

plasenta akan terlipat,menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.

Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau kedalam

vagina.

Tanda-tanda lepasnya palsenta : perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali

pusat memanjang, semburan darah mendadak dan singkat

b) Manajemen aktif kala III

Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi

uterus yang lebih efektif sehingga dapat mepersingkat waktu, mencegah

perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika

dibandingkan manajemen fisiologis kala III.

Manajemen aktif kala III terdiri dari :

1. Pemberian oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.

(a) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain

(undiagnosed twin), oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang

akan sangat menurunkan pasokan oksigen kepada bayi.

(b) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.


38

(c) Segera ( dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir ) suntikkan oksitosin

10 IU IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).

Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat

dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan

mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikkan akan

mencegah penyuntikkan oksitosin pada pembuluh darah.

2. Lakukan peregangan tali pusat terkendali

a. Berdiri disamping ibu.

b. Pindahkan klem (penjepit untuk pemotong tali pusat pada kala dua) pada

tali pusat sekitar 5-20 cm didepan vulva, agar memegang tali pusat lebih

dekat ke vulva dan dapat mecegah avulsi.

c. Letakkan tangan lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas

simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan

menekan uterus pada saat melakukan penegangan tali pusat. tegangkan

tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lainnya menekan uterus

kearah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara hati-hati

untuk mencegah terjadinya insersio utetri.

d. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali

(sekitar dua menit atau tiga menit bersilang) untuk megulangi kembai

penegangan tali pusat terkendali.

e. Saat mulai kontraksi tegangkan tali usat kearah bawah, lakukan tegangan

dorso kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak

keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.


39

f. Tetapi jika langkah 5 tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta

tidak turun setelah 30-40 detik mulai dengan penegangan tali pusat dan

tidak ada tanda-tanda pelepsan plasenta jangan teruskan penegangan tali

pusat.

g. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta

terdorong keluar melalui introitus vagina.

h. Pada saat plasenta terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

mengangkat tali pusat keatas dan menompang plasenta dengan tangan

lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput

ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara

lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

i. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan

selaput ketuban, hal ini bertujuan untuk mencegah tertinggalnya selaput

ketuban dijalan lahir.

9. Asuhan yang diberikan selama kala IV menurut JNPK-KR (2007)

Setelah plasenta lahir lakukan masase uterus, evaluasi tinggi fundus uteri

dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan.

Secara umum fundus uteri berada dibawah pusat. Lalu penolong

memperikirakan darah yang keluar, memeriksa kemungkinan perdarahan dari

robekan perineum, evaluasi keadaan umum ibu, dan melakukan dokumentasi.

Pemantauan keadaan umum ibu yaitu: pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus

dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam petama dan 30 menit
40

selama satu jam kedua, masase fundus untuk membuat kontraksi uterus menjadi

baik setia 15 menit, pantau temperatur, nilai perdarahan.

2.3 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

2.3.1 Pengertian Bayi Baru Lahir

Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia

0-28 hari. BBL memerlukan penyusuaian fisiologi berupa maturasi,

adaftasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterine ke kehidupan

ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik.

(Marmi, 2012)

Nonatus adalah bayi yang lahir dalam persentase belakang kepala

melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu

sampai dengan 42 minggu dengan berat badan 2500-4000 gram, niali

APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan. (Yulianti, 2010).

Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan

harus menyusuaikan diridari kehidupan intra uterin ke kehidupanekstra

uterin. (Rukiah, 2010)

2.3.2 Perubahan Fisiologi Yang Terjadi Pada Neonatus

a. Sistem Pernafasan

Upaya bernafas pertama seorang bayi adalah untuk mengeluarkan

cairan dalam paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru. Agar

alveolus dapat berfungsi, harus terdapat cukup surfaktan dan aliran

darah keparu. Produksi surfaktan dimulai dari usia 20 minggu


41

kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru matang sekitar

30-40 minggu kehamilan ( Deslidel, 2012).

Pernapasan normal memiliki frekuensi rata-rata 40 kali/menit,

interval frekuensi 30-60 kali/menit. Jenis pernapasan adalah

pernapasan diafragma, abdomen dan pernapasan hidung (Deslidel,

2012).

b. Perubahan Sirkulasi

Karena tali pusat di klem, sistem rendah yang ada pada unit plasenta

terputus. Duktus arteriosus, yang mengalirkan darah plasenta

teroksigenasi ke otak dalam kehidupan janin, sekarang tidak lagi

diperlukan. Dalam 48 jam duktus itu mengecil dan secara fungsional

menutup akibat penurunan kadar prostaglandin yang sebelumnya disuplai

oleh plasenta Darah teroksigenasi ini, yang sekarang secara rutin mengalir

melalui duktus arteriosus,juga menyebabkan duktus itu mengecil

(Manuaba, 2008)

Akibat perubahan dalam tahanan sistemik dan paru, penutupan pintas

duktus arteriosus serta voramen ovale melengkapi perubahan radikal pada

anatomi dan fisiologi jantung. Darah yang tidak kaya oksigen masuk

kejantung neonatus, menjadi teroksigenasi sepenuhnya didalam paru dan

dipompa kesemua jaringan tubuh lainnya. Denyut jantung bayi baru lahir

rata-rata 140 x/menit dan volume darah pada bayi baru lahir 80-110

x/menit (Manuaba, 2008).


42

c. Termoregulasi

Menurut Deslidel, dkk (2012) bayi baru lahir dapat kehilangan panas

melalui 4 mekanisme yaitu :

1. Konveksi : kehilangan panas karena udara yang mengalir (misalnya

kipas angin,aliran AC, jendela terbuka)

2. Konduksi : kehilangan panas karena menempel pada benda dingin

(misalnya, stetoskop, timbangan dll)

3. Radiasi : kehilangan panas bayi karena suhu dirumah lebih dingin

dari suhu tubuh bayi, Pencegahannya dengan mengatur suhu ruangan

agar cukup hangat, menyelimuti bayi terutama kepalanya(area

terluas)

4. Evaporasi : kehilangan panas karena tubuh bayi yang basah (menguap

bersama air yang menempel ditubuh bayi). Pencegahannya dengan

segera mengeringkan bayi (Deslidel, 2012 hal:5)

d. Sistem Gastrointestinal

Setelah lahir gerakan usu mulai akhir, sehingga memerlukan enzim

pencernaan, dan kolonisasi bakteri diusus positif. Syarat pemberian minum

adalah sirkulasi baik, bising usus positif, tidak ada kembung, pasase mekonium

positif, tidak ada muntah dan sesak napas (Deslidel, 2012).

Dua sampai 3 hari pertama kolon berisi mekonium yang lunak berwarna

hijau kecokelatan, yang berasal dari saluran usus dan tersusun atas, mucus dan

sel epidermis. Warna yang khas berasal dari pigmen empedu. Beberapa jam
43

sebelum lahir usu masih steril, tetapi setelah itu bakteri menyerbu masuk. Pada

hari ke-3 atau ke-4 mekonium menghilang (Deslidel, 2012).

e. Sistem Ginjal

Janin membuang toksin dan homeostasis cairan/elektrolit melalui

plasenta. Setelah lahir ginjal berperan dalam homeostatis cairan/elektrolit. Lebih

dari 90% bayi berkemih dalam usia 24 jam, dan memproduksi urine 1-2

ml/kg/jam. Pematangan ginjal berkembang sampai usia gestasi 36 minggu

(Deslidel, 2012).

f. Sistem Hati

Fungsi hati adalah metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan asam

empedu. Hati juga memiliki fungsi ekskresi (aliran empedu) dan detoksifikasi

obat/toksin. Bidan harus hati-hati dalam memberikan obat kepada

neonatusdengan memperhatikan dosis obat (Deslidel, 2012).

g. Sistem Neurologi

Bayi telah dapat melihat dan mendengar sejak baru lahir sehingga

membutuhkan stimulasi suara dan penglihatan. Setelah lahir jumlah dan ukuran

sel saraf tidak bertambah. Pembentukan sinaps terjadi secara progresif sejak lahir

sampai usia 2 tahun. Mielinisasi (perkembangan serabut mielin) terjadi sejak

janin 6 bulan sampai dewasa. Golden period mulai trimester III sampai usia 2

tahun pertambahan lingkar kepala (saat lahir rata-rata 36 cm, usia 6 bulan 44 cm,

usia 1 tahun 47 cm, usia 2 tahun 49 cm, usia 5 tahun 51 cm, dewasa 56 cm)

(Deslidel, 2012).
44

h. Sistem Imunologi

Sel fagosit, granulosit, monosit mulai berkembang sejak usia gestasi 4

bulan. Setelah lahir imunitas neonatus cukup bulan lebih rendah dari orang

dewasa. Usia 3-12 bulan adalah keadaan imunodefisiensi sementara sehingga

bayi mudah terkena infeksi. Neonatus kurang bulan memiliki kulit yang masih

rapuh, membrane mukosa yang mudah cedera, pertahanan tubuh lebih rendah

sehingga beresiko mengalami infeksi yang lebih besar. (Deslidel, 2012)

i. Sistem Integumen

Pada bayi PH kulit lebih tinggi,kulit lebih tipis dan sekresi keringat dan

sebum sedikit. Akibatnya, bayi lebih rentan terhadap infeksi kulit. Selanjutnya

karena perlekatan yang longgar antaraq dermis dan epidermis, kulit bayi

cenderung mudah melepuh (Maryunani, 2008).

Bayi cukup bulan memiliki kulit kemerahan beberapa jam setelah lahir,

setelah itu warna kulit memucat menjadi warna normal. Kulit sering terlihat

berbercak, terutama didaerah ekstrimitas. Tangan dan kaki terlihat sedikit

sianosis. Warna kebiruan ini disebut akrosianosis yang disebabkan oleh

ketidakstabilan vasomotor, stasis kapiler dan kadar Hb yang tinggi. Keadaan ini

dianggap normal dan bersifat sementara biasanya berlangsung selama 7-10 hari

terutama bila terpapar pada udara yang dingin (Maryunani, 2008).

j. Sistem Muskuloskeletal

Kepala bayi cukup bulan berukuran ¼ panjang tubuhnya. Wajah bayi

relative kecil bila dibandingkan dengan ukuran tengkoraknya yang lebih besar

dan lebih berat. Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi akibat dari
45

molase (pembentukan kepala janin akibat tumbung tulang-tulang kepala).

Resolusi dari molase terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 kehidupan bayi, setelah itu

molase menghilang. Punggung bayi normalnya datar, tegak dan dapat ditekuk

dengan mudah (Maryunani, 2008).

Tungkai atas sedikit lebih pendek dari pada lengan. Lengan bayi bisa

membuka sempurna saat relaksasi, tetapi akan menutup secara reflex bila telapak

tangannya disentuh ; yang sering disebut dengan reflex menggengam. Tungkai

bawah bayi kecil, pendek dan gemuk. Pada bayi baru lahir, lutut saling berjauhan

saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai bawah terlihat agak

melengkung. Saat baru lahir, telapak kaki datar, tidak terlihat lengkungan

(Maryunani, 2008)

2.3.3 Kunjungan Neonatus

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten kepada

neonatus sedikitnya 3 kali, selama priode 0 sampai dengan 28 hari setelah

lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :

a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48

Jam setelah lahir.

b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke

3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.

c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke

8 sampai dengan hari ke-28 setelah lahir (Kemenkes, 2013).


46

Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus

terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat

kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Resiko terbesar kematian

neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan

pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat

dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama

(Kemenkes, 2013).

a. Asuhan Neonatal 6-48 jam(KN1)

1) Asuhan bayi baru lahir normal, dilaksanakan segera setelah lahir, dan

diletakkan dekat ibunya dalam ruangan yang sama.

2) Pencegahan infeksi.

3) Penilaian awal memutuskan resusitasi bayi.

4) Pemotongan dan perawatan tali pusat.

5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi sebelum 6 jam.

6) Pemeriksaan bayi baru lahir setelah dilakukan IMD yaitu menimbang berat

badan bayi dan mengukur panjang badan bayi.

4) Menjaga bayi tetap hangat

5) Perawatan tali pusat

6) Memberi informasi tentang imusisasi kepada ibu

b. Asuhan neonatal 3-7 hari (KN 2)

1) Menjaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering

2) Menjaga kebersihan bayi


47

3) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakreri, ikterus, diare,

berat badan rendah dan masalah pemberian ASI

4) Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam 24 jam

dalam 2 minggu pasca persalinan

5) Menjaga keamanan bayi

6) Menjaga suhu tubuh bayi

7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslusif

pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah

dengan menggunakan buku KIA

8) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

c. Asuhan neonatal 8-28 hari (KN3)

1) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri.

2) Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu

3) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI

4) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.(Kementrian Kesehatan, 2010)

5) Pijat bayi

a) Manfaat dari pijat bayi yaitu : relaksasi pada otot-otot bayi, dapat

membersihkan kulit bayi dan mengangkat sel-sel kulit mati, pertumbuhan

dan perkembangan bayi yang sehat, dapat sebagai pemenang dan

penghilang rasa sakit pada bayi

b) Teknik pijat bayi, yang pertama yaitu pijat kaki dengan menggunakan

teknik perahan india dan swedia, pemijatan pada perut menggunakan

teknik I love you, kemudian pijatan pada jantung kecil dan jantung besar,
48

pemijatan tangan yaitu sama teknik pijatan kaki, pijatan muka dimulai

dari kening, alis, hidung, hingga dagu, pijatan pada punggung secara

vertical dan horizontal (Putra, 2012).

2.4 Konsep Masa Nifas

2.4.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ

kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu

(Saleha, 2009)

Masa nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas ini berlangsung kira-kira 6 minggu (Maryunani, 2009).

2.4.2 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus

a) Pengerutan Rahim (Involusi)

Menurut Maryunani (2009), keadaan uterus setelah kelahiran bayi,

plasenta dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 gram dan TFU berada

sekitar 2 jari di bawah pusat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya darah

dalam dinding rahim mengalir dalam pembuluh – pembuluh darah yang

membesar. Sampai hari kedua, uterus masih membesar dan setelah itu

berangsur – angsur menjadi kecil. Pada hari ketiga, TFU kira – kira 3 jari
49

di bawah pusat. Hari kelima, pada pertengahan antara pusat dam simpisis.

Berat uterus menurun sekitar 500 gram pada akhir minggu pertama

postpartum dengan TFU kira – kira 2 atau 3 jari di tas simpisis.

Dan setelah hari ke sepuluh, uterus tidak akan teraba lagi. Semua ini

disebakan karena pemberian darah dalam dinding rahim jauh berkurang,

sehingga otot – otot menjadi kecil. Jika sampai 2 minggu setelah

melahirkan uterus belum juga masuk panggul, perlu dicurigai adanya

subinvolusi yang merupakan kegagalan uterus untuk kembali pada

keadaan tidak hamil (Maryunani, 2009)

b) Lokhea

Lokhea adalah darah atau cairan yang keluar dari vagina elama

masa nifas. Lokhea mempunyai ciri berbau amis (anyir), meskipun tidak

terlalu menyengat, dan volumenya berbeda – beda setiap ibu. Lokhea

mengalami perubahan warna karena proses involusi. Mula – mula

berwarna merah, kemudian berubah menjadi warna tua atau merah

kecoklatan sampai berwarna kekuning – kuningan atau keputih – putihan

(Maryunani, 2009).

Lokhea dimulai sebagai suatu pelepasan cairan dalam jumlah yang

banyak pada jam-jam pertama setela melahirkan. Kemudian lokhea ini

akan berkurang jumlahnya sebagai lokia rubra, lalu berkurang menjadi

sanguilenta, serosa dan akhirnya alba (Saleha, 2009) .

Pada beberapa sumber, lokhea hanya terbagi menjadi 3 yaitu lokia

rubra, serosa dan alba seperti yang telah disebutkan di atas. Namun
50

menurut Saleha (2009), terdapat lokia sanguilenta berwarna merah kuning

berisi darah yang keluar pada hari ketiga hingga hari ketujuh

pascapersalinan dan dilanjutkan dengan lokia serosa dan lokia alba.

d) Perubahan pada serviks

Segera setelah melahirkan, servik menjadi lembek, kendor, terkulai

dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri

berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan

antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Segera setelah bayi

dilahirkan, tangan pemeriksa masih bisa masuk 2-3 jari dan setelah 1

minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk (Yanti, 2011)

2) Vagina dan Perineum

Selama proses persalinan vulva dan vaina mengalami penekanan serta

peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam

keadaan kendor. Rugae timbul lagi pada minggu ke tiga. Himen tampak

sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi

karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan

selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.

Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum

mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun

dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan

otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan

vagina hingga tingkat tertentu (Yanti, 2011)


51

b. Perubahan sistem pencernaan dan perkemihan

Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali

normal. Agar buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi

serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Setelah proses

persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam

24 jam pertama (Yanti, 2011).

c. Perubahan sistem muskuloskeletal

Menurut Yanti (2011), adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa

nifas meliputi, dinding perut dan peritoneum yang mana dinding perut akan

longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih dalam 6 minggu, kulit

abdomen, striae, perubahan ligamentum, simpisis pubis (Yanti, 2011)

d. Payudara (mammae)

Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara

alami. Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan

menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.

Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi

untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin

(hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin

pada payudara mulai bisa dirasakan.

Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga

timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Ketika bayi menghisap puting,

reflek saraf merangsang lobus posterior pitiutari untuk menyekrasi hormon

oksitosin. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-
52

sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Reflek ini dapat

berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009).

e. Perubahan Tanda Vital

Adapun perubahan tanda – tanda vital adalah:

1) Suhu Badan

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. Sesudah partus

dapat naik kurang lebih 0,5°C dari keadaan normal, namun tidak akan

melebihi 8°C. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan

akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38°C mungkin terjadi infeksi

terhadap ibu (Saleha, 2009).

2) Nadi

Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat (denyut nadi

normal: 60-80 kali/menit). Jika denyut nadi melebihi 100 kali/menit disebut

abnormal dan hal ini menunjukkan adanya kemungkininan infeksi (Yanti,

2011).

3) Tekanan Darah

Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu mengaami hipotensi

orthostik (penurunan 20 mmHg) yang ditandi dengan adanaya pusing

segera seteah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil

pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelag melahirkan.

Penurunan tekanan darah bisa mengindikasikan penyesuaian fisiologis

terhadap penurunan tekanan darah intrapeutik atau adaaya hipovelemia

sekunder yang berkaitan dengan hemoragi uterus (Maryunani, 2009)


53

4) Pernafasan

Pada ibu postpartum umumnyapernafasan lambat atau normal. Hal ini

diarenakan karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat, keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali

bila ada gangguan pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa

postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ad tanda-tanda syok (Yanti,

2011)

f. Perubahan sistem kardiovaskuler

Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterine,

meningkat selama keahamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon

estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal

kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya

masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung

cairan sehingga daya koagulasi meningkat.

Aliran ini terjadi 2 – 4 jam pertama kelahiran bayi. Selama masa ini ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesteron membantu

mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada

jaringan tersebut selama kehamilan bersama – sama dengan trauma selama

persalinan (Yanti, 2011).

g. Perubahan sistem hematologi

Pada minggu – minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma

serta faktor – faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum,
54

kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental

dengan peningkatan viskositas sehingga meningkat faktor pembekuan darah.

Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama postpartum,

jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini

dipengaruhi oleh volume darah, volume plasenta, dan tingkat volume darah yang

berubah – ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari ibu

tersebut (Yanti, 2011).

2.4.3 Adaptasi Psikologi Ibu pada Masa Nifas

Proses adaptasi psikologis sudah terjadi selma kehamilan, menjelang

proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan

seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu

setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk

bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan

adaptasi dan tanggung jawab ibu mulai bertambah. (Yanti, 2011)

Menurut Saleha (2009), periode ini di ekspresikan oleh Reva Rubin

yang terjadi pada tiga tahap berikut ini:

a. Fase Taking In

Terjadi pada 1 – 2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif sangat

bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu

lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami,

serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.


55

b. Fase Taking Hold

Berlangsung 3 – 4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada

kemampuan dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap

perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif, sehingga

membutuhkan bimbingan dan dorongan dari bidan untuk mengatasi

kritikan yang dialami ibu.

c. Fase Letting Go

Setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh menerima

tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa

kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya (Saleha, 2009)

2.4.6 Kebutuhan Dasar Ibu pada Masa Nifas

a. Nutrisi dan Cairan

Masalah diet perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan

nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat

mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu,

bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung

cairan. Ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan gizi sebagai berikut:

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet

berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang

cukup, minum sedikitnya lebih kurang 10 gelas sehari sama dengan 3

liter setiap hari, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi,

setidaknya selama 40 hari pascapersalinan, minum kapsul vitamin A


56

200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui

ASI (Saleha, 2009).

b. Ambulasi

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat

mungkin bidan membimbing ibu postpartum dari tempat tidurnya dan

membimbing ibu untuk secepat mungkin berjalan. Ibu post partum

dibolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.

Adapun keuntungan dari ambulasi dini ini yaitu ibu merasa lebih sehat

dan kuat, faal usus dan kandung kemih lebih baik (Saleha, 2009).

c. Eliminasi

Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi

normal bila buang air kecil sopontan setiap 3-4 jam. Kesulitan buang air

kecil disebabkan oleh sfingter uretra tertekan oleh kepala janin dan

spasma oleh iritasi muskulo spingter ani selama persalinan, atau

dikarenakan oedema kandung kemih selama persalinan (Yanti, 2011)

d. Istirahat dan Tidur

Hal – hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan

istirahat dan tidur adalah (Saleha, 2009): anjurkan ibu untuk istirahat

yang cukup agar tidak merasa lelah yang berlebihan, sarankan ibu untuk

kembali mengerjakan aktifitas rumah tangga dan beristirahat ketika bayi

sedang tidur, kurang istirahat dapat mempengaruhi produksi ASI,

memperlambat proses involusi, memperbanyak perdarahan,


57

menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan

dirinya sendiri.

e. Perawatan Luka Episiotomi / Luka Jalan Lahir

Bagi ibu yang bersalin secara normal, memungkin bagi ibu untuk

terjadi luka jalan lahir. Untuk itu bidan harus selalu memantau perlukaan

untuk menghindari komplikasi. Akan tetapi ibu mungkin malu apabila

selalu dilakukan isnpeksi pada perineumnya setelah melahirkan, untuk

itu observasi setiap hari tidak perlu dilakukan (Medforth dkk, 2011).

Bagi sebagian ibu, rasa sakit dan nyeri akan berangsur berkurang dan

penyembuhan dapat berlangsung selama 7 - 10 hari setelah kelahiran.

(Myles dkk, 2009). Menurut Reeder (2011), perawatan pada perineum

dapat dilakukan seperti: mengganti pembalut setiap kali selesai buang

air kecil dan besar, mengucurkan air hangat yang dicampur dengan

antiseptik diatas vulva dan perineum setelah berkemih.

f. Aktifitas seksual

Aktifitas seksual secara fisik aman untuk memulai hubungan suami

istri begitu farah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau

dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk

memulai melakukan hubungan seksual kapan saja ibu siap. Banyak

tradisi yang menunda untuk melakukan hubungan seksual sampai masa

waktu tertentu, misalnya sampai 40 hari atau 6 minggu setelah

persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan yang bersangkutan

(Saleha, 2009).
58

g. Latihan dan senam nifas

Setelah persalinan terjaadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh

wanita, terutama pada alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan dinding

perut menjadi lembek dan lemas disertai adanya striae gravidarum yang

membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Cara untuk

mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti semula

adalah dengan melakukan latihan dan senam nifas.

Dengan tidur telentang dan lengan di samping, tarik otor perut selagi

menarik nafas, tahan nafas dalam, angkat dagu ke dada, tahan hitungan 1

sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak 10 kali, untuk memperkuat tonus

otot jalan lahir dan dasar panggul lakukan latihan keagel, berdiri dengan

tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan pinggul, tahan sampai 5

hitungan. Relaksasi otot dan ulangi latihan sebanyak 5 kali, mulai

mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan

jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke 6 setelah persalinan

ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.

Adapun tujuan dari senam nifas adalah untuk memperbaiki sirkulasi

darah, postur/sikap tubuh, tonus otot panggul, regangan otot abdomen,

regangan otot tungkai sehinga dapat mencegah pembuluh darah yang

menonjol dan pembengkakan pada kaki, mengembalikan rahim pada

posisi semula, mencegah kesulitan buang air besar dan buang air kecil,

mengembalikan kerampingan tubuh dan membantu kelancaran

pengeluaran ASI (Maryunani, 2009).


59

2.5. Keluarga Berencana

2.5.1 Pengertian Keluarga Berencana

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen dan upaya

ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan

(Proverawati, dkk, 2015).

2.5.2 Fisiologi Keluarga Berencana

Menurut Proverawati, Islaely dan Aspuah (2015) idealnya pasangan

harus menunggu sekurang-kurangnya dua tahun sebelum ibu hamil

kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana

mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Biasanya ibu tidak akan

menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama

meneteki (amenorhoe laktasi). Meskipun beberapa metode KB

mengandung resiko, penggunaan kontrasepsi tetap lebih aman terutama

bila ibu sudah haid lagi.

a. Kontrasepsi Suntik

Kontrasepsi suntik kombinasi Kontrasepsi suntik kombinasi terdiri dari

dua hormon yaitu progestin dan estrogen seperti hormon alami pada tubuh

seorang perempuan. Suntikan kombinasi dipasarkan dengan nama dagang

Ciclofem, Ciclofeminia, Cyclofem, Cyclo-povera, dll. Efek samping dan

masalah: Amenore, mual, pusing dan muntah, perdarahan

pervaginam/spotting.
60

Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada pengguna suntikan

kombinasi: nyeri dada hebat atau nafas pendek, sakit kepala hebat atau

gangguan penglihatan, nyeri tungkai hebat, tidak terjadi perdarahan atau

spotting selama 7 hari sebelum suntikan berikutnya, kemungkinan terjadi

kehamilan.

b. Kontrasepsi Suntik Progestin

Kontrasepsi suntik progestin yang umum digunakan adalah Depo

Medroxyprogesteron acetate (DMPA) dan Norethisteron Enanthate (Net-En).

Kontrasepsi progestin, tidak mengandung estrogen sehingga dapat digunakan

pada masa laktasi dan perempuan yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi

yang mengandung estrogen. Efek samping: amenore, perdarahan ireguler,

kenaikan berat badan, perut kembung dan tidak nyaman, perdarahan banyak

atau berkepanjangan, sefalgia.

2.6 Manajemen Varney

Menurut varney tahun 1997, manajemen kebidanan adalah proses pemecahan

masalah yang digunakan sebagai metode mengorganisasikan fikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, temuan serta keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang

logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada pasien (Sulistyawati,

2013)

Manajemen kebidanan ini terdiri dari 7 langkah yang berurutan, yang dimulai

dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini bersifat siklik (dapat
61

berulang) dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada siklus berikutnya

(Sulistyawati, 2013). 7 langkah tersebut adalah:

1. Langkah I : pengumpulan data dasar

Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari berbagai sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Pada

langkah ini meliputi data subjektif dan data objektif sehingga

menggambarkan kondisi pasien yang sebenarnya dan valid. Pengkajian

merupakan awal mendapatkan data dengan cara mengumpulkan semua data

yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu melalui anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan data tersebut diklasifikasikan

sebagai data subjektif, objektif dan penunjang.

2. Langkah II : interprestasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis, masalah,

dan kebutuhan pasien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data

yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini bidan membagi interprestasi data

menjadi tiga bagian yaitu:

1) Diagnosa

Diagnosa ditetapkan bertujuan untuk mengetahui apakah ada

penyimpangan

2) Masalah

Dalam asuhan kebidanan digunakan istilah “masalah” dan diagnosis”

kedua istilah tersebut dipakai karena beberapa masalah tidak dapat

didefinisikan. Sebagai diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan


62

3) Kebutuhan

Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan

keadaan dan masalahnya

3. Langkah III : mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial

Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah kemudian

merumuskan masalah diagnosis potensial berdasarkan masalah yang sudah

teridentifikasi

4. Langkah IV : mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan

penanganan segera

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan konsultasi

serta kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien apakah

dibutuhkan tindakan segera atau tidak

5. Langkah V : merencanakan asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh berdasarkan

langkah sebelumnya. Semua perencanaan yang dibuat harus berdasarkan

pertimbangan yang tepat, meliputi pengetahuan, teori up to date, evidence

based, serta divalidasikan berdasarkan apa yang diinginkan dan tidak yang

diinginkan pasien.

6. Langkah VI : melaksanakan perencanaan

Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efesien dan aman.

Realisasi dari perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien atau anggota
63

keluarga yang lain. Bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya

rencana asuhan yang telah direncanakan

7. Langkah VII : mengevaluasi keeftifan asuhan kebidanan yang telah

dilaksanakan

Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang kita berikan

kepada pasien

2.1.6 Pendokumentasian SOAP

Dokumentasi kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus

dikerjakan bidan setelah memberikan asuhan kepada klien. Dokumentasi

kebidanan meliputi: kondisi kesehatan pasien, kebutuhan pasien, rencana

asuhan, kegiatan asuhan, respon kebidanan serta respon pasien terhadap

asuhan yang dilakuakan (Muslihatun, dkk, 2013).

Dokumentasi kebidanan merupakan bukti pencatatan atau pelaporan

berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh

bidan dalam melakukan asuhan kebidanan yang berguna untuk kepentingan

pasien, tim kesehatan dan bidan itu sendiri (Wildan & Aziz, 2011).

Pendokumentasian manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode

SOAP dan dalam metode ini, S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis atau

Analisa) dan P (Penatalaksanaan). Prinsip metode SOAP ini adalah proses

pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan yang bersifat sederhana,

jelas, singkat dan logis (Muslihatun, dkk, 2013).


64

a. Subjektif (S) adalah segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien

(Wildan & Aziz, 2011). Data ini merupakan pendokumentasian

manajemen kebidananan Varney pada langkah pertama yiatu pengkajian

data melalui anamnesis dan nantinya akan menguatkan diagnosa yang

akan dibuat (Muslihatun,dkk, 2013).

b. Objektif (O) merupakan data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan

bidan atau tenaga kesehatan (Wildan & Aziz, 2011). Data ini merupakan

pendokumentasian manajemen kebidanan Varney, langkah pertama

terutama data yang diperoleh melalui observasi yang jujur dari

pemeriksaan fisik dan laboratorium/ diagnostik lain (Muslihatun,dkk,

2013).

c. Assasment (A) atau analisis adalah kesimpulan data subjetif dan

objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data

pasien akan menjamin diketahuinya perubahan dalam pasien dan dapat

diambil keputusan atau tindakan yang tepat (Muslihatun,dkk, 2013).

d. Penatalaksanaan (P) dilakukan berdasarkan analisis dan interprestasi

data yang bertujuan untuk mengusahakan tercapainya keadaan pasien

seoptimal mungkin dan mempertahankan kesehatannya. Dalam

penatalaksanaan ini juga dicantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari efek

tindakan yang telah dilakukan untuk menilai keefektifan asuhan

(Muslihatun, dkk, 2013).

Anda mungkin juga menyukai