Anda di halaman 1dari 31

Tugas KesLing

PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAK PADA


MASA YANG AKAN DATANG

Disusun Oleh:
Siti Hanifahfuri. S.Ked 04054821820096
Elfandari Taradipa. S.Ked 04054821820098
Rahmat M Usman. S.Ked 04054821820102
Femmy Destia, S.Ked 04054821820036
M Farhan Habiburrahman. S.Ked 04054821820022
Nyimas Shafira. S.Ked 04054821820132

Pembimbing:
dr. Anita Masidin, MS, Sp.OK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah

Pemanasan Global dan Dampak Pada Masa yang Akan Datang

Oleh :

Siti Hanifahfuri. S.Ked 04054821820096


Elfandari Taradipa. S.Ked 04054821820098
Rahmat M Usman. S.Ked 04054821820102
Femmy Destia, S.Ked 04054821820036
M Farhan Habiburrahman. S.Ked 04054821820022
Nyimas Shafira. S.Ked 04054821820132

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang periode 02 September 2019-11 November 2019.

Palembang, September 2019

dr. Anita Masidin, MS, Sp.OK

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemanasan Global dan Dampak
Pada Masa yang Akan Datang”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Ilmu
Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 02 September
2019-11 November 2019.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Anita Masidin, MS, Sp.OK
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Global warming atau pemanasan global merupakan bentuk


ketidakseimbangan ekosistem dan merupakan salah satu contoh perubahan iklim
dengan kenaikan suhu muka bumi global. Pemanasan global mengakibatkan
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi yang berdampak
pada perubahan iklim. Perubahan iklim secara umum didefinisikan sebagai
perubahan variabel iklim yang terjadi berangsur-angsur dalam jangka waktu 50
hingga 100 tahun. Variabel iklim yang dikategorikan dalam perubahan iklim selain
temperatur/ suhu udara adalah kelembapan udara, tekanan atmosfer, kondisi awan,
intensitas sinar matahari, curah hujan, dan angin.1
Intergovermental Panel on Climate Change (IPPC) di Genewa Tahun 1996
telah mengidentifikasi terjadinya pemanasan global di bumi. Indikasi terdapatnya
pemanasan global ditunjukkan adanya data peningkatan suhu rata-rata dunia
sebesar 0.3°C hingga 0.6°C. Dimana data tersebut didasarkan pada data pengukuran
di akhir Abad 19 dengan data pengukuran diakhir tahun 1980-an dan awal tahun
1990-an.2
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi diakibatkan
karena meningkatnya emisi gas rumah kaca. Emisi adalah hasil kegiatan umat
manusia yang meningkatkan konsentrasi gas dan mengakibatkan efek rumah kaca
sehingga terjadi pemanasan global. Kegiatan-kegiatan manusia yang menyebabkan
fenomena globar warming telah terjadi sejak abad 18 ketika di mulainya revolusi
industri, yaitu revolusi pembuatan pabrik-pabrik, pembangkit listrik, kendaraan
transportasi dan pertanian, yang meningkatkan emisi gas rumah kaca. Zat-zat emisi
tersebut seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon,
perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara)
serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.3,4

1
Pemanasan global telah menyebabkan perubahan sistem terhadap ekosistem
di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga
permukaan air laut naik, dan perubahan jumlah, pola presipitasi. Adanya perubahan
sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti
terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis
hewan.3
Pemanasan global menghasilkan efek yang dapat diukur melalui indikator
fisik seperti naiknya permukaan laut, peningkatan kadar panas di lautan, penurunan
cakupan salju dan permukaan es (baik laut dan darat), dan peningkatan frekuensi
hari yang menjadi sangat panas atau menjadi sangat hujan lebat.5 Pemanasan global
telah menjadi masalah serius sejak teriidentifikasi oleh IPCC, dan selama tiga
dekade terakhir, penilaian terhadap perubahan iklim telah banyak dilakukan oleh
panel antarpemerintah yang semuanya diambil dari ratusan ilmuan dari seluruh
dunia. Tetapi, kesadaran tentang pentingnya dampak dari perubahan iklim terhadap
kesehatan global masih rendah. Perluasan dari literatur mengenai pemanasan global
dan perubahan iklim diharapkan dapat mencerminkan peningkatan pemahaman
masyarakat terhadap masalah ini. Tulisan ini diharapkan dapat memberi wawasan
dan pengetahuan bagi masyarakat tentang apa dan bagaimana terjadinya pemanasan
global, serta bagaimana perilaku masyarakat yang diharapkan dalam upaya
meminimalisasi efek terjadinya pemanasan global.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk
ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu
rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun
terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C.
Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat
meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro
oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer.
Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak
bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.3
Terjadinya pemanasan global telah diintifikasi oleh Intergovermental Panel
on Climate Change (IPPC) di Genewa tahun 1996. Indikasi terdapatnya pemanasan
global tersebut dapat ditunjukan oleh adanya data peningkatan suhu rata-rata dunia
sebesar 0.30C sampai 0.6 0
C. Dimana data tersebut didasarkan pada data
pengukuran di akhir abad 19 dengan data pengukuran diakhir tahun 1980-an dan
awal tahun 1990-an.6
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan
sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim,
mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola
presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak
pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser
dan punahnya berbagai jenis hewan.7
Efek rumah kaca sebagai suatu sistem di bumi sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup di bumi. Suhu atmosfer bumi akan menjadi lebih dingin jika tanpa
efek rumah kaca. Tetapi, jika efek rumah kaca berlebihan dibandingkan dengan
kondisi normalnya maka sistem tersebut akan bersifat merusak. Melihat sebagian
besar emisi gas rumah kaca bersumber dari aktivitas hidup manusia, maka

3
pemanasan global harus ada upaya solusinya dengan merubah pola hidup dan
perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.7

2.2 Faktor-faktor Penyebab

Ditinjau dari kejadiannya, Global Warming merupakan kejadian yang


diakibatkan oleh efek rumah kaca, efek balik dan variasi matahari.
2.2.1. Efek Rumah Kaca

Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian
besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian
panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca, antara
lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang
radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang
yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan
Bumi.8

Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga megakibatkan suhu rata-rata


tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi seagaimana gas dalam
rumah kaca. Dengan demikian meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer,
semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet
ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperature rata-rata sebesar 15°C (59°F),
bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C (59°F) dari temperaturnya semula, jika
tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18°C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan global warming.8

4
Gambar . Efek Rumah Kaca (Gealson, 2007).

2.2.2 Efek Umpan Balik

Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses efek balik
yang dihasilkannya, seperti pada penguapan air. Pada awalnya pemanasan akan
lebih meningkatkan banyaknya uap air di atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, maka pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Keadaan ini menyebabkan efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 itu sendiri. Peristiwa efek balik ini dapat
meningkatkan kandungan air absolut di udara, namun kelembaban relatif udara
hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat.
Karena usia CO2 yang panjang di atmosfer maka efek balik ini secara perlahan
dapat dibalikkan.9
Selain penguapan, awan diduga menjadi efek balik. Radiasi infra merah akan
dipantulkan kembali ke bumi oleh awan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sementara awan tersebut akan memantulkan pula sinar Matahari dan
radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Secara
detail hal ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan
sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional
dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam
5
Laporan Pandangan IPCC ke 4). Walaupun demikian, umpan balik awan berada
pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap
positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam
Laporan Pandangan IPCC ke Empat.9

Gambar . Efek Umpan Balik (Soden and Held, 2005).

Efek balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan


cahaya oleh es. Lapisan es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat ketika temperatur global meningkat. Bersamaan dengan
mencairnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Daratan maupun
air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Kejadian
ini akan menambah faktor penyebab pemanasan dan menimbulkan lebih banyak
lagi es yang mencair, sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.10
Faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap pemanasan global adalah efek
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost). Selain itu, es yang mencair juga akan melepas CH4 yang juga dapat
menimbulkan umpan balik positif. Laut memiliki kemampuan ekologis untuk
menyerap karbon di atmosfer. Fitoplankton mampu menyerap karbon guna

6
kelangsungan proses fotosintesis. Tetapi kemampuan ini akan berkurang jika laut
menghangat yang diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona
mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton.11

2.2.3 Variasi Matahari

Pemanasan global dapat pula diakibatkan oleh variasi matahari. Suatu


hipotesis menyatakan bahwa variasi dari Matahari yang diperkuat oleh umpan balik
dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.14 Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer, sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah
diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi
kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat
memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir
tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri
hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.3,12

Gambar . Variasi Matahari (Hegerl, et al. 2007).

Hasil penelitian menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah


diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University

7
mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50%
peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-
35% antara tahun 1980 dan 2000.13
Selanjutnya model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi
berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh
Matahari, mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik
dan aerosol sulfat juga tidak diperhitungkan. Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-
dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.14
Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagian besar disebabkan
oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100.
Dengan menggunakan model iklim, perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa
mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka
air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun
tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas
panas dari lautan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah
pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana
pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari
satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik
dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk
mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekuensi yang ada.

8
2.3 Dampak Pemanasan Global

Pemanasan global telah memicu terjadinya sejumlah konsekuensi yang


merugikan baik terhadap lingkungan maupun setiap aspek kehidupan manusia.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 16
1. Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan ditandai dengan adanya
penurunan ketebalan lapisan es di kutub dan adanya pecahan gunung es yang
terpantau di akhir abad 20 yang lalu. Perubahan ketebalan es di beberapa tempat
untuk tahun pengamatan yang berbeda yaitu antara tahun 1958 sampai 1976 dan
antara tahun 1993 sampai 1997 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Data Penyusutan Ketebalan Lapisan


Es di Beberapa Lokasi

Peristiwa ini mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal
ini dapat mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan
masyarakat yang hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk
dilanda banjir akibat air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas
sosial dan ekonomi. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat
mengancam kehidupan masyarakat.
Dampak lain dari pemanasan global yang terjadi adalah naiknya muka air
laut sebagai akibat dari mencairnya es di kutub dan pemuaian masa air laut. Hal
ini dapat ditunjukkan oleh laporan IPPC bahwa selama 100 tahun terakhir air
laut mengalami kenaikan sebesar 10 – 25 cm. Dan dengan mengambil asumsi
bahwa aktivitas manusia masih sama seperti Tahun 1996 yaitu aktivitas yang
9
tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan peningkatan suhu
permukaan sekitar 2 – 3.5%, maka hasil simulasi muka air laut dengan model
iklim IPPC memperkirakan terjadinya kenaikan muka air laut antara 8 – 29 cm
pada Tahun 2030 dan 15 – 95 cm pada Tahun 2100 dan untuk lokasi tertentu
gambaran kenaikan muka air laut dapat di lihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kenaikan Muka air Laut

2. Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim


menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan
musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam
yang sulit diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim
produksi panen juga demikian. Hal ini berdampak pada masalah penyediaan
pangan bagi penduduk, kelaparan, lapangan kerja bahkan menimbulkan
kriminal akibat tekanan tuntutan hidup.
3. Punahnya berbagai jenis flora dan fauna. Flora dan fauna memiliki batas
toleransi terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan
suhu global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan
berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju
produktivitas primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan
kehidupan fauna.

10
4. Habitat hewan berubah akibat perubahan faktor-faktor suhu, kelembaban dan
produktivitas primer sehingga sejumlah hewan melakukan migrasi untuk
menemukan habitat baru yang sesuai. Migrasi burung akan berubah disebabkan
perubahan musim, arah dan kecepatan angin, arus laut (yang membawa nutrien
dan migrasi ikan).
5. Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan yang tidak menentu
menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.
6. Ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat mencairnya es pada
puncaknya.
7. Perubahan tekanan udara, suhu, kecepatan dan arah angin menyebabkan
terjadinya perubahan arus laut. Hal ini dapat berpegaruh pada migrasi ikan,
sehingga memberi dampak pada hasil perikanan tangkap.
8. Berubahnya habitat memungkinkan terjadinya perubahan terhadap resistensi
kehidupan larva dan masa pertumbuhan organisme tertentu, kondisi ini tidak
menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dan resistensi organisme penyebab
penyakit tropis. Jenis-jenis larva yang berubah resistensinya terhadap
perubahan musim dapat meningkatkan penyebaran organisme ini lebih luas. Ini
menimbulkan wabah penyakit yang dianggap baru.
9. Mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang
yang ada di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan Salomon,
Papua Nugini, Timor Leste, dan Philipina. Dikhawatirkan merusak kehidupan
masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang pertama kali
menjadi korban akibat kerusakan terumbu karang ini. Untuk menyelamatkan
kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global ini, maka para aktivis
lingkungan dari enam negara tersebut telah merancang protokol adaptasi
penyelamatan terumbu karang. Lebih dari 50 persen spesies terumbu karang
dunia hidup berada di kawasan segitiga ini. Berdasarkan data Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC), sebanyak 30 persen terumbu karang dunia
telah mati akibat badai el nino pada 1998 lalu. Diprediksi, pada 10 tahun ke
depan akan kembali terjadi kerusakan sebanyak 30 persen.

11
2.4 Upaya Pencegahan
2.4.1 Kepedulian Internasional Pada Terjadinya Pamanasan Global
- Terselenggaranya Konferensi Internasional mengenai Perubahan Iklim , 1979
- Terbentuknya Intergovermental Negotiating Commitae (INC) oleh PBB pada
Tahun 1990 sebagai response dari laporan yang dipublikasikan oleh
Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)17
- Terselenggaranya KTT Bumi Rio de Jaenero pada Juni 1992 dengan hasil
United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)
- Terselenggaranya Conference of Parties (COP) 1sampai 7
- Pada COP I Tahun 1995 di Berlin
- Pada COP II Tahun 1996 di Geneva
- Pada COP III Tahun 1997 dengan hasil Kyoto Protocol
- Pada COP IV Tahun 1998 dengan hasil Buenos Aires Action Plan (BAPA)
- Pada COP V Tahun 1999 di Bonn- Jerman
- Pada COP VI Tahun 2000 di Den Haag – Belanda
- Pada COP VII Tahun 2001 dengan hasil Marakech Accord
Dengan melihat kondisi seperti telah diuraikan tersebut di atas, maka tidak
bijak kalau masing-masing pihak masih mempermasalahkan siapa yang menjadi
penyebab ini semua (global warming). Memang kalau dirunut, kontribusi terbesar
terjadinya gas rumah kaca memang datang dari negara maju. Amerika Serikat yang
tidak mau meratifikasi Protokol Kyoto yang disetujui oleh lebih dari 160 negara
pada tahun 1997, menyumbang emisi sekitar 36,1%, Rusia 17,4%, Jepang 8,5 %,
Jerman 7,4%, Inggris 4,2%, Australia 2,1% dan Perancis 2,7%19. Dan kalau dilihat
dampaknya bencana panas global itu tidak pandang bulu. Baik negara kaya,
setengah kaya, apalagi miskin. Semua terkena imbasnya. Sama seperti banjir, rob,
tanah longsor yang terjadi di tanah air, tidak pernah melihat apakah korbannya
adalah penyebabnya atau bukan.
Apabila dampak sebagai akibat adanya pemanasan global (global warming)
tidak mendapatkan penanganam secara serius dan berkelanjutan, maka akan dapat
berakibat fatal bagi keberadaan kualitas hidup manusia Indonesia baik untuk masa
kini maupun masa mendatang. Untuk itu adalah hal yang sangat mendesak agar
12
segera diberlakukan cara mengatasi secara menyeluruh dan berkelanjutan atau
berkesinambungan dalam upaya memperjelas hakekat keseimbangan pembangunan
yang paling diinginkan, yaitu pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan pelestarian
lingkungan hidup atau sumber-sumber daya alam di sisi lain.
Pada dasarnya pembangunan yang berkelanjutan atau berkesinambungan
mengacu pada pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa harus merugikan
kebutuhan generasi generasi mendatang. Hal terpenting yang terkandung secara
implisit di dalam pernyataan tersebut adalah kenyataan bahwa pertumbuhan
ekonomi di masa mendatang dan kualitas kehidupan umat manusia secara
keseluruhan sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup yang ada pada saat
ini.
Adapun secara kongkrit, langkah- langkah untuk memecahkan masalah
sebagai akibat dari dampak yang ditimbulkan adanya pemanasan global (global
warming), antara lain :
a. Penerapan Protokol Kyoto
Protokol Kyoto merupakan kesepakatan utama beberapa negara (lebih dari
160 negara) sebagai amandemen Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Cuaca PBB
untuk mengatasi ancaman pemanasan global (global warming). Bagi negara yang
belum meratifikasi seperti Australia, Kazakhstan diharapkan segera meratifikasi.
Sedangkan bagi yang sudah meratifikasi perlunya penerapan sanksi bagi yang
melanggarnya. Fakta ini berakhir 2012, dan pembicaraan internasional dimulai
pada Mei 2007 lalu mengenai pakta yang akan datang guna menggantikan yang
sekarang masih berlaku.
b. Pembentukan Badan atau Lembaga Inte rnasional
Pentingnya peran PBB untuk mempelopori pembentukan Badan atau
Lembaga baruguna menangani ancaman maupun korban pemanasan global (global
warming). Sebagaimana Badan atau Lembaga bentukan PBB untuk menangani
masalah-masalah sosial seperti untuk pengungsi PBB membentuk UNHCR,
masalah pendidikan mempunyai UNESCO, untuk kesehatan ada WHO, dan masih
banyak lagi Badan atau Lembaga bentukan PBB. Mengingat kalau hanya berpegang
pada suatu pakta atau kerjasama antar negara sifatnya kurang terlalu mengikat.
13
c. Membentuk atau Menyelenggarakan Forum Internasional
Hal tersebut dimaksudkan sebagai wahana atau wadah untuk
menyampaikan hasil kajian, temuan hasil penelitian untuk dibahas oleh forum yang
dihadiri oleh para ilmuwan, praktisi, maupun pemimpin negara guna mendengarkan
hasil temuan melalui penelitian maupun hasil kajian tentang ancaman pemanasan
global (global warming) untuk dijadikan dasar mengambil keputusan sebelum
menerapkan suatu kebijakan. Hal ini sudah dipelopori dengan IPPC yaitu Panel
Antar Pemerintah mengenai Perubahan Cuaca, yaitu suatu aktivitas yang disponsori
oleh PBB untuk menyelenggarakan pertemuan secara periodik diantara delegasi-
delegasi internasional guna membahas masalah pemanasan global (global
warming) dan isu- isu kertas kerja dan pengukuran dalam hal status ilmiah
perubahan cuaca saat ini, dampaknya dan kelonggarannya. Secara konkrit pada
tahun 1997, IPPC menyelenggarakan konferensi di Bonn Jerman dan di Bangkok
Thailand. Akan lebih baik lagi, jika forum- forum atau panel seperti IPPC juga
didirikan agar hasilnya bisa beragam dan saling melengkapi.
d. Perlunya Gerakan Moral Peduli Lingkungan Secara Inte rnasional
Karena pemanasan global (global warming) bukan lagi isu politik
melainkan sudah merupakan isu moral, maka perlu adanya gerakan yang secara
konkrit menyuarakan pentingnya gerakan moral untuk memerangi ancaman
pemanasan global (global warming) yang amat dahsyat. Hal itu sudah dilakukan
oleh aktivis lingkungan Greenpeace. Namun rasanya masih jauh dari harapan.
Ataupun hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh mantan Wakil Presiden Al Gore
yang telah mengkampanyekan isu- isu pemanasan global (global warming) dan
dampak yang ditimbulkannya lewat film.

2.4.2 Kepedulian Indonesia Terhadap Pemasan Global18


- Meratifikasi UNFCCC- KTT Bumi Rio de Jaenero pada tanggal 23 Agustus
1994
- Melaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH)
- Melaksanakan Program Langit Biru
14
- Melaksanakan Sosialisi Konsep Pembangunan Berkelanjutan
- Berperan aktif di tingkat internasional dalam rangka penyusunan kebijakan
bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan

Beberapa Contoh penerapan yang dapat dilakukan :


a. Penerapan Konsep pembangunan berkelanjutan atau berkesinambungan yang
berwawasan kepada lingkungan hidup
Hendaknya pelaksanaan konsep tersebut jangan dibebankan hanya kepada
pemerintah semata, mengingat keterbatasan institusi/lembaga pemerintah. Akan
tetapi hendaknya menjadi beban atau tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.
b. Kebijakan penanggulangan emisi industri
Salah satu pilihan kebijakan yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah
guna melestarikan lingkungan hidup adalah kebijakan pembatasan pencemaran
yang bersumber dari sektor-sektor industri. Caranya, mulai dari pengenaan tarif
pajak emisi, penerbitan izin emisi, penerapan penjatahan atau kuota emisi serta
penetapan standar-standar teknis.
c. Perlunya diversifikasi atau pengembangan energi alternatif
Sebenarnya pengembangan energi alternatif sebagai pengganti minyak dan
gas bumi adalah kebutuhan yang sudah sangat mendesak. Akan tetapi kemauan
pemerintah (political will) tersebut hanya sebatas di tingkat wacana atau rencana,
karena implementasinya sangat lemah dan tidak memuaskan. Misalnya
pengembangan teknologi dan alternatif energi minyak jarak masih jalan di tempat.
Padahal tanpa sadar komitmen itu sudah lama diwacanakan. Juga tentang
pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) yang dicetuskan tahun
1997, namun sampai kini realisasinya masih jauh dari harapan, dan bahkan masih
menjadi perdebatan yang masih panjang. Padahal jika tidak dari sekarang segera
dicari alternatif pengganti minyak dan gas bumi, maka di masa yang akan datang
akan menimbulkan kesulitan oleh karena kelangkaan energi yang bersumber dari
kandungan bumi.

15
d. Perlunya Budaya Hemat Energi
Meskipun langkah ini hanya bersifat himbauan, akan tetapi apabila terus
menerus dikampanyekan secara baik dan simpatik dengan memberi contoh-contoh
kongkrit akibat dari adanya pemanasan global, maka akan dapat merubah sikap dan
perilaku untuk hemat energi.
e. Sanksi Tegas
Masih rendahnya penerapan sanksi terhadap mereka (perorangan maupun
lembaga) yang melakukan pelanggaran menyebabkan pemanasan global (global
warming) semakin serius dan dahsyat mengancam kehidupan manusia.
f. Keteladanan Pemimpin Nasional
Dengan memberi contoh yang mengarah kepada pola hidup atau aktivitas
yang bertujuan menjaga kelestarian lingkungan dan bumi

2.4.3 Cara Mengatasi Secara Individual


a. Menghindari pemakaian AC secara berlebihan
b. Membiasakan memisahkan limbah organik dan non organik
c. Tidak terlalu sering menggunakan alat kebutuhan berbahan baku yang tidak
mudah hancur dalam waktu singkat/cepat, seperti pemakaian alat kebutuhan
terbuat dari plastik.
d. Sedapat mungkin mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi yang
sering menimbulkan gas buang CO dan menimbulkan pencemaran serta efek
rumah kaca. Jika memungkinkan naik angkutan penumpang umum. Jika jarak
dari rumah ke obyek yang dituju tidak terlalu jauh usahakan jalan kaki atau naik
sepeda.
e. Tidak berladang atau membuat pemukiman dengan membuka atau merusak
hutan.

2.4.4 Upaya - Upaya Yang Dapat Dilakukan.


Upaya dalam menghadapi terjadinya perubahan iklim bisa dikategorikan ke
dalam dua upaya yaitu upaya pencegahan dan upaya penanggulangan/
pemulihan. Adapun program/ kegiatan yang dapat ditujukan untuk kepentingan
16
pencegahan dan penanggulangan dampak pemanasan global dapat diuraikan
sebagai berikut:
2.4.4.1 Upaya pencegahan terjadinya pemanasan global.
Upaya pencegahan ditujukan untuk memperlambat/ mengurangi proses
pemanasan global. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah:
1. Mengurangi aktivitas yang menghasilkan GRK dan mengurangi
penggunaan bahan perusak ozon (BPO), dengan cara:
- Mengurangi emisi gas karbon dengan cara mengurangi proses
pembakaran sampah dan serasah di tempat pembuangan akhir (TPA),
kawasan pertanian , peternakan dan kawasan lainnya.
- Penggalakan pembangunan TPA sanitary landfill dalam usaha
pengurangan emisi gas metan dan karbon.
- Melarang atau membatasi penggunaan alat-alat yang menghasilkan BPO.
- Penciptaan dan penggalakan penggunaan alat-alat yang ramah
lingkungan.
- Membangun pembangkit listrik yang tidak menggunakan bahan bakar
fosil ( PLT Air, PLT Angin, PLTS, PLTN, PLT Fuell Cell)
- Penghematan penggunaan energi di bidang industri, pembangkit listrik
berbahan bakar fosil, bangunan komersial, transportasi, dan rumah tangga
- Penggalakan kendaraan bermotor berbahan bakar GAS, tenaga surya,
fuell cell, dan hybrid
- Penggalakan penggunaan bahan bakar Gas sebagai pengganti bahan bakar
kayu atau fosil
- Penggalakan pengunaan bahan bakar ramah lingkungan.
- Mewajibkan uji emisi pada setiap kendaraan dan pemasangan catalitic
converter pada kendaraan yang mengasilkan gas buang melebihi ambang
batas
- Pemasangan alat penyaring emisi (filter) pada berbagi cerobong yang
menghasilkan GRK
2. Menjaga keberadaan daerah terbuka hijau dalam upaya memepertahankan
keberadaan daerah resapan air maupun penyerap karbon.
17
- Mencegah terjadinya penebangan hutan secara liar.
- Mencegah konversi ruang terbuka hijau menjadi daerah terbangun.
- Mencegah perusakan hutan mangrove.
- Meningkatkan keberadaan hutan kota/ kabupaten serta lahan terbuka
hijau lainnya.
- Mencegah pembangunan di daerah resapan air.
3. Meningkatkan kepedulian terhadap data lingkungan laut, darat dan udara ,
dengan cara :
- Memperkuat keberadaan data lingkungan laut, darat dan udara.
- Monitoring terhadap perubahan variabilitas iklim.
- Monitoring terhadap perubahan garis pantai.
- Monitoring terhadap kenaikan muka air laut.
- Monitoring terhadap kemungkinan banjir dan kekeringan di setiap
wilayah.
- Monitoring terhadap penyusutan ketersediaan air.
4. Melakukan perencanaan tata ruang yang berwawasan lingkungan yang
memadukan antara perencanaan ruang laut, pesisir dan daratan.
5. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap upaya memperlambat/
mencegah meningkatnya pemanasan global.

2.4.4.2 Upaya penanggulangan dampak pemanasan global.


Upaya penanggulangan ditujukan untuk mengurangi dampak atau akibat
dari pemanasan global yang sudah terjadi. Upayaupaya tersebut antara lain adalah:
1. Peningkatan sarana dan prasarana penanggulangan bencana banjir dan
kekeringan, seperti :
- Penyesuaian desain dan sistem drainase yang ada dalam rangka
penanggulangan banjir.
- Peningkatan jumlah waduk dan sumur resapan dalam usaha
mempertahankan ketersediaan cadangan air.
- Peningkatan perangkat pemadam kebakaran baik pemadam kebakaran
hutan maupun perumahan.
18
- Peningkatan perangkat penanggulangan banjir.
2. Merehabilitasi lahan kritis dengan cara penggalakan penanaman pohon
(reboisasi) sebagai upaya memperbanyak media penyerap gas karbon serta
meningkatkan ketersediaan cadangan air.
3. Peningkatan penanganan lingkungan dan habitat pesisir, seperti :
- Merehabilitasi habitat hutan mangrove, terumbu karang dan padang
lamun.
- Peningkatan bangunan pelindung pantai dan pesisir.
- Penyesuaian RTRW pesisir dan laut terhadap perubahan kondisi
(lahan, infrastruktur, sosial dan lingkungan) sebagai akibat dari
dampak pemanasan global.
- Peningkatan pelayan kesehatan masyarakat.

2.4.5 Penanggulangan di Sektor Pengguna Energi


Indonesia mempunyai berbagai sumber energi yang dapat digunakan untuk
mendukung pembangunan. Sumber energi tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu: sumber energi fosil dan sumber energi terbarukan. Sumber energi fosil
terdiri atas minyak bumi, gas alam, dan batubara yang dalam penggunaannya akan
menghasilkan emisi CO2. Sedangkan energi terbarukan seperti: energi air, panas
bumi, energi angin dan energi surya. Saat ini hanya energi air dan panas bumi yang
sudah dikembangkan secara komersial. Penggunaan sumber energi terbarukan
merupakan opsi untuk mengurangi emisi CO2. Cadangan energi terbarukan
dinyatakan dalam GW yang merupakan kapasitas terpasang yang mampu untuk
dikembangkan. Cadangan energi air sebesar 75,62 GW dan panas bumi sebesar
16,10 GW. Cadangan energi terbarukan ini masih belum dimanfaatkan secara
optimal dan sampai tahun 2005 pemanfaatan energi air hanya sebesar 3% dan panas
bumi sebesar 2% dari potensi yang ada.

2.4.5.1 Inventori dan Mitigasi


Dalam rangka menanggulangi dampak pemanasan global, perlu adanya
inventori dan mitigasi. Inventori dilakukan untuk mengetahui sumber emisi gas
19
rumah kaca serta besar emisi yang dihasilkan. Mitigasi dilakukan untuk
memperoleh level emisi tertentu dengan mengganti teknologi yang sudah ada
dengan teknologi yang baru. Teknologi untuk mitigasi gas rumah kaca dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: untuk sisi penawaran dan untuk sisi
permintaan. Untuk sisi penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
konversi yang lebih efisien, mengubah bahan bakar dari energi yang mempunyai
emisi tinggi menjadi energi yang mempunyai emisi rendah, dan meningkatkan
penggunaan energi terbarukan. Untuk sisi permintaan dapat menggunakan demand
side management, dan menggunakan peralatan yang lebih efisien. Energi
terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi mempunyai
kelebihan sebagai pilihan untuk mitigasi gas rumah kaca. Energi terbarukan dapat
membangkitkan tenaga listrik tanpa melalui pembakaran tidak seperti pada
penggunakan energi fosil. Pembangkit listrik tenaga air dapat dikatakan bebas dari
emisi gas rumah kaca, sedangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya
menghasilkan seperenam dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari
penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik. Studi tentang inventori dan mitigasi
gas rumah kaca di Indonesia sudah banyak dilakukan. Secara garis besar mitigasi
yang dapat dilakukan untuk sektor pengguna energi ditunjukkan pada Tabel 2.

20
2.4.5.2 Meminimalisasi Dampak Pemanasan Global
1. Konservasi lingkungan, dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan
di lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis,
dalam proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida dan menghasilkan
oksigen. Akumulasi gas-gas karbon di atmosfer dapat dikurangi.
2. Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi
penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Emisi gas
karbon yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran
bahan bakar fosil. Kita mengenal bahwa paling banyak mesin-mesin kendaraan
dan industri digerakkan oleh mesin yang menggunakan bahan bakar ini. Karena
itu diupayakan sumber energi lain yang aman dari emisi gas-gas ini, misalnya;
menggunakan energi matahari, air, angin, dan bioenergy. Di daerah tropis yang
kaya akan energi matahari diharapkan muncul teknologi yang mampu
menggunakan energi ini, misalnya dengan mobil tenaga surya, listrik tenaga
surya. Sekarang ini sedang dikembangkan bioenergy, antara lain biji tanaman
jarak (Jathropa. sp) yang menghasilkan minyak.
3. Daur ulang dan efisiensi energi. Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan
kompor di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon.
Karena itu sebaiknya diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu
dikembangkan, misalnya dari sampah organik.
4. Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan
penerapan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Dimensi manusia
Manusia berperan sebagai pengguna-perusak-pelestari alam. Manusia harus
diberi kesadaran akan pentingnya alam bagi kehidupannya. Alam memiliki
keterbatasan dibanding kemampuan manusia dalam mengeksploatasi alam.
Manusia memanfaatkan alam guna memperoleh sumber makanan dan kebutuhan
sosial lainnya, tetapi disadari atau tidak tindakannya dapat berakibat kerusakan
faktor-faktor ekologis. Karena itu manusia harus menyadari bahwa ia dan
perilakunya adalah bagian dari alam dan lingkungan yang saling mempengaruhi.
b) Penegakan hukum dan keteladanan
21
Pelanggaran atas tindakan manusia yang merusak lingkungan harus mendapat
ganjaran. Penegakan hukum lingkungan menjadi bagian yang penting guna
menjaga kelestarian lingkungan, dan memberi efek jera bagi yang melanggar.
Penegakan hukum tidak memandang strata sosial masyarakat. Selain itu adalah
panutan dan ketokohan seseorang memegang peranan penting. Mereka yang
memiliki pemahaman yang lebih baik (berpendidikan) terhadap lingkungan
hidup hendaknya berperan memberi contoh dan sikap lingkungan yang baik pula
kepada masyarakat. Misalnya, kita masih menemukan kasus peran beberapa
aparat pemerintah dibalik kerusakan hutan, baik dengan memberikan modal
maupun perlindungan bagi perambah hutan.
c) Keterpaduan
Seluruh elemen masyarakat harus mendukung upaya pelestarian lingkungan dan
sumberdaya alam serta penegakan hukumnya. Upaya ini harus dilakukan secara
komprehensif dan lintas sektor. Misalnya, untuk mengatasi emisi gas-gas rumah
kaca akibat peningkatan jumlah kendaraan di Kota Jakarta, harus di atas secara
bersama dengan daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang.
Karena pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor setiap hari masuk ke
kota Jakarta bermukim di empat kota tersebut. Demikian halnya mengatasi banjir
di Kota Gorontalo, misalnya, tidak dapat diatasi dengan perbaikan fasilitas
lingkungan dan membina kesadaran penduduk kota, tetapi secara menyeluruh
dengan masyarakat di wilayah lain (hulu dan DAS) yang memberi kontribusi
terhadap bencana banjir. Masyarakat dan pemerintah daerah terdekat seperti
Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo turut bertanggungjawab
dalam upaya penanggulangan banjir di Kota Gorontalo. Secara geografis,
terdapat daerah aliran sungai dimana dua sungai besar yang melewati dan
bermuara di kota ini. Karena itu bencana alam dan kerusakan lingkungan tidak
dapat dipilah menurut wilayah administratif semata, tetapi bersifat area
geografis-ekologis.
d) Mengubah pola pikir dan sikap
Faktor-faktor lingkungan fisik, mahluk hidup lain dan manusia memiliki peran
masing-masing dalam lingkungan hidup. Manusia sebagai mahluk yang diberi
22
kemampuan logika harus mampu memandang kepentingan hidupnya terkait
dengan kehidupan mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses alam. Sikap
dan perilaku manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi berdampak pada
lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya merupakan
sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya ketidak pedulian
manusia adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda ketika manusia
berhadapan dengan masalah lingkungan. Manusia harus memandang bahwa
dirinya adalah bagian dari unsur ekosistem dan lingkungannya. Naluri untuk
mempertahankan hidup akan memberi motivasi bagi manusia untuk
melestarikan ekosistem dan lingkungannya.
e) Etika lingkungan
Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi filosofi kita tentang
lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang lingkungan hidup dan
sumber daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam kehidupan. Dalam
wujud budaya tradisional, kearifan lokal melahirkan etika dan norma kehidupan
masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Selama
masyarakat masih menghormati budaya tradisional yang memiliki etika dan nilai
moral terhadap lingkungan alamnya, maka konservasi sumber daya alam dan
lingkungan menjadi hal yang mutlak. Dalam kehidupan masyarakat demikian,
etika lingkungan tidak tampak secara teoretik tetapi menjadi pola hidup dan
budaya yang dipelihara oleh setiap generasi. Etika lingkungan akan berdaya guna
jika muncul dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

23
BAB III

PENUTUP

Perubahan iklim di masa depan diperkirakan akan mengurangi ketersediaan


sumber daya alam yang penting di banyak wilayah dan mungkin secara global.
Kelangkaan air, makanan, dan mata pencaharian yang diakibatkannya dapat
menyebabkan populasi yang semakin putus asa, dan hal tersebut akan menantang
pemerintahan, dan meningkatkan risiko untuk terjadinya konflik intra dan antar-
negara. Perusahaan pertahanan dan beberapa ilmuwan politik memandang
perubahan iklim sebagai ancaman potensial terhadap perdamaian. Sementara
literatur medis semakin mengakui perubahan iklim sebagai risiko kesehatan yang
mendasar. Banyak analis menghubungkan perubahan iklim dengan risiko konflik
yang tinggi melalui jalur sebab akibat yang melibatkan berkurang atau berubahnya
ketersediaan sumber daya. Konsekuensi yang masuk akal meliputi: meningkatnya
frekuensi konflik sipil di negara-negara berkembang; terorisme, perang asimetris,
kegagalan negara; dan konflik regional besar. Masyarakat lebih termotivasi untuk
meringankan perubahan iklim ketika itu dibingkai sebagai masalah kesehatan.
Pemahaman medis yang lebih baik tentang hubungan antara perubahan iklim dan
konflik dapat memperkuat upaya untuk meringankan dan meningkatkan kerja sama
antarmasyarakat dna lembaga untuk mengatasi perubahan iklim yang kini tak
terhindarkan.

Perubahan iklim merupakan tantangan bagi umat manusia dan membutuhkan


perubahan signifikan dari cara kita berpikir dan bertindak. Kita telah mengetahui
dari berbagai literatur dengan tingkat validitas yang heterogen, tetapi masuk akal,
bahwa perubahan iklim di masa mendatang akan memengaruhi dan mengubah
agroekosistem, lanskap, garis pantai, hasil pertanian, dan ekonomi lokal. Namun,
bagaimana perubahan iklim ini akan memengaruhi masyarakat masih belum
diketahu. Untuk mengembangkan strategi dan adaptasi terhadap perubahan iklim,
ilmuan, peneliti, masyarakat, petani, produsen ternak, dan pembuat kebijakan perlu

24
mengadaptasi proses berfikir dan pembelajaran baru yang harus didasarkan pada
informasi ilmiah terkini. Adaptasi dari perubahan iklim harus diimplementasikan
sebagai transformasi berkelanjutan, yang menyiratkan perubahan berkelanjutan
pada berbagai tingkat masyarakat. Lembaga juga memainkan peran penting dalam
proses transformasi ini. Para pemangku kepentingan harus menyadari potensi
dampak negatif dan ancaman yang terkait dengan perubahan iklim. Lembaga harus
bersedia terlibat untuk mempelajari dan mengintegrasikan antara pengetahuan
ilmiah dan tradisi. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan
keberlangsungan hidup penduduk yang tinggal di dalamnya, mengurangi resiko
kerugian material yang akan ditimbulkan serta memperkecil kemungkinan
terjadinya korban jiwa.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Bayong Tjasyono, HK.,1987, Iklim dan Lingkungan, PT Cendekia Jaya


Utama, Bandung.
2. Bratasida, l., 2002, Tinjauan Dampak Pemanasan Global Dari Aspek
Lingkungan Hidup, Seminar Nasional ‘Pengaruh Pemanasan Global
terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil’, Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional (BKRTN), 30 - 31 Oktober, Hotel Horison, Jakarta.
3. Ammann, Caspar, et al. (2007). "Solar influence on climate during the past
millennium: Results from ransient simulations with the NCAR Climate
Simulation Model". Proceedings of the National Academy of Sciences of
the United States of America 104 (10): 3713-3718.
4. Ramian, Mohammad. 2002. Pemanasan Global (Globar Warming). Jurnal
Teknologi Lingkungan. 3(1): 30-32
5. IPCC. 2014b. Climate change 2014: synthesis report. Contribution of
working groups I, II and III to the fifth assessment report of the
Intergovernmental Panel on Climate. Geneva: Switzerland. P. 151
(doi:10013/epic.45156.d001)
6. Tjasyono, Bayong, HK.,1987, Iklim dan Lingkungan, PT Cendekia Jaya
Utama, Bandung
7. Anonimous, 2004. Temperatur Rata-rata Global 1860 sampai 2000. tersedia
dalam http//id.wikipedia.org/wiki. Pemanasan_Global#search column-one
8. Gleason, Karen K., Simon Karecki, and Rafael Reif (2007). Climate
Classroom; What’s up with global warming?. National Wildlife Federation.
9. Soden, Brian J., Held, Isacc M. (2005). "An Assessment of Climate
Feedbacks in Coupled Ocean-Atmosphere Models". Journal of Climate
19(14).
10. Stocker, Thomas F.; et al. Sea Ice. Climate Change 2001: The Scientific
Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of

26
the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel
on Climate Change.
11. Buesseler, K.O. et al. (2007) "Revisiting carbon flux through the ocean's
twilight zone." Science 316: 567-570.
12. Hegerl, Gabriele C. et al. Understanding and Attributing Climate Change.
Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of
Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental
Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change.
13. Scafetta, Nicola, West, Bruce J. (2006). "Phenomenological solar
contribution to the 1900-2000 global surface warming". Geophysical
Research Letters 33 (5).
14. Marsh, Nigel, Henrik, Svensmark (2000). "Cosmic Rays, Clouds, and
Climate" Space Science Reviews 94: 215-230.
15. Stott, Peter A., et al. (2003). "Do Models Underestimate the Solar
Contribution to Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24).
16. Suwedi, Nawa. 2005. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Dampak
Pemanasan Global. Journal Teknik Lingkungan. P3TL-BPPT.6. (2): 397-
401.
17. Abidin, E., dkk., 2003, From Place to Planet: Local Problematique of Clean
Development Mechanism in the Forestry Sector, Pelangi, Jakarta.
18. Bratasida, l., 2002, Tinjauan Dampak Pemanasan Global Dari Aspek
Lingkungan Hidup, Seminar Nasional ‘Pengaruh Pemanasan Global
terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil’, Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional (BKRTN), 30 - 31 Oktober, Hotel Horison, Jakarta.
19. Suara Merdeka. 2007. “Panas Global, Tanggung Jawab Siapa?” 5 Juni.

27

Anda mungkin juga menyukai