Draft Ovitrap PDF
Draft Ovitrap PDF
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang utama. Penyakit
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus. Penanggulangan
DBD masih sangat tergantung pada upaya pengendalian vektor guna memutuskan rantai
penularan DBD. Upaya tunggal dengan hanya menggunakan metode imagosida saja atau
larvisida saja tidak ada satupun yang 100% efektif. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemberantasan DBD dengan menggunakan beberapa metode, salah satunya dengan
memasang suatu alat yang disebut ovitrap. Ovitrap adalah suatu perangkap untuk tempat
bertelur nyamuk Aedes yang pada bagian atasnya diberi kasa dan direkatkan pada kayu
kecil. Penelitian ini bertujuan menganalisis modifikasi ovitrap dengan atraktan yang
menarik nyamuk Aedes sp untuk bertelur di dalam ovitrap. Modifikasi meliputi
penggunaan atraktan dengan berbagi tingkat konsentrasi dan perbedaan warna wadah
ovitrap. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan desain postest only
design. Obyek dalam penelitian ini adalah telur nyamuk Aedes sp yang terjebak pada
ovitrap yang telah dimodifikasi di 20 lokasi penelitian di Kota Banjarbaru. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskall Wallis dan
dilakukan analisis Post-Hoc menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan konsentrasi atraktan dan warna ovitrap memberikan pengaruh
yang nyata dalam menjebak nyamuk Aedes sp untuk bertelur di dalam ovitrap.
Konsentrasi 0% (tanpa atraktan) berbeda secara nyata dengan konsentrasi 10%, 20% dan
30% dalam menjebak telur nyamuk Aedes sp. Ovitrap tanpa warna berbeda secara nyata
dengan ovitrap warna hitam dan ovitrap warna hijau dalam menjebak telur nyamuk
Aedes sp. Berdasarkah hasil ujicoba ovitrap dapat menjadi suatu alternatif dalam
pengendalian vektor khususnya untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti yang aman
bagi lingkugan dan manusia.
ABSTRACT
Dengue Haemarehagic Fever (DHF) is a major vector-borne disease that transmitted
through Aedes aegypti and Ae. Alboticus bites. The DHF transmision prevention still
depending in the effort of vector control. A single action using only imagicidal or
larvacidal method, none of them 100% effective. Therefore, DHF eradication should be
performed in multiple methods, one of them by installing tool called ovitrap. Ovital is a
trap for Aedes eggs, gauzed at topped and glued on a small wooden stick. This research
aim to analyzed the modicifation of ovitrap with attractive attractant for Aedes sp to lay
their eggs on it. The modification included various level of concentrate and different
colours of the container trap. The object in this research was the Aedes sp eggs that
trapped on modified ovitrap within 20 locations at Banjarbaru area. Posttest design was
used in the experiment and the data was statistically tested using Kruslall Wallis test and
conducted post-hoc analyzed using Mann-whitney test. The results showed that the
difference of attractan concentration and the ovitrap colors gave a significant effect in
trapping the Aedes sp egg-laying. A zero percent concentrate (without attractan) was
signifacally different with 10%, 20% and 30% concentrate in trapping the Aedes sp eggs.
A non-coloured ovitrap significally different in trapping the Aedes Sp eggs compared
with black or green ovitrap containers. Based on the experiment ovitrap can be a safe
and environmental friendly altenative in the vector control especially for Aedes sp.
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tular vektor yang utama.
Penyakit ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus dan
dilaporkan telah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia selama 45 tahun
terakhir. Hingga dengan akhir tahun 2013, penyakit DBD dilaporkan telah menyebar di
88% dari 497 wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Angka kematian dilaporkan semakin
menurun, sampai dengan tahun 2013 angka rata-rata (case fatality rate) tercatat 0,7%,
sedangkan angka insiden DBD sebesar 41,25 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014,
hingga pertengahan bulan Desember 2014 tercatat penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia sebesar 71.668 orang, 641 orang di antaranya meninggal dunia. Angka tersebut
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (2013) dengan jumlah penderita sebanyak
112.511 orang dan jumlah yang meninggal sebanyak 871 orang.
Penderita DBD di Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk 3.449.117 jiwa
dilaporkan sebanyak 1.085 kasus per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian
sebanyak 11 orang, IR (angka kesakitan) sebesar 31,46 per 100.000 penduduk dan CFR
(angka kematian) sebesar 1,01% (Kemenkes RI, 2014). Pada 2015, jumlah penderita
DBD tercatat sebanyak 3.668 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 40 orang. Data
Dinas Kesehatan Kasel menyebutkan, hingga awal April 2016, jumlah kasus serangan
DBD yang terjadi mencapai 3.359 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 22 orang.
Daerah terbanyak serangan DBD meliputi Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar,
Tabalong, Tanah Bumbu, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah.
Kota Bajarbaru, sebagai kota pelajar, sangat penting untuk menjaga kesehatan
masyarakatnya, sebab DBD termasuk traveler diseases. Ancaman serius bagi Kota
Banjarbaru sebagai salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan data kasus DBD dari Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru selama tahun 2014,
total penderita DBD sebanyak 40 orang. Tahun 2015, terdapat 604 kasus DBD dengan
dua orang meninggal (Dinas Kesehatan Prov. Kalsel, 2016)
Nyamuk Aedes aegypti dikenal sebagai vektor demam berdarah dengue (DBD).
Penanggulangan DBD masih sangat tergantung pada upaya pengendalian vektor guna
memutuskan rantai penularan DBD. Upaya tunggal dengan hanya menggunakan metode
imagosida saja atau larvisida saja tidak ada satupun yang 100% efektif. Oleh karena itu,
harus dilakukan pemberantasan DBD dengan menggunakan beberapa metode.
Berbagai upaya pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti baik stadium telur,
jentik maupun imago telah banyak dilakukan, cara yang hingga saat ini masih dianggap
paling tepat adalah program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu
menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang-barang yang sudah tidak
berguna. Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini,
antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya dengan penyebaran larva nyamuk
Toxorhyncites sp sebagai predator larva Aedes sp, meskipun hasilnya kurang efektif
dalam mengurangi penyebaran virus dengue.
Sebagai alternatif lain dari pengelolaan lingkungan dalam upaya kegiatan
pencegahan penyakit DBD adalah dengan memasang suatu alat yang disebut ovitrap.
Alat ini belum populer di kalangan masyarakat secara luas dan belum banyak dipakai
sebagai upaya pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti. Untuk itu alat ini perlu
dikaji lebih mendalam agar dapat diaplikasikan di masyarakat. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis modifikasi ovitrap dengan atraktan yang menarik nyamuk Aedes sp
untuk bertelur di dalam ovitrap.
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi atraktan pada ovitrap terhadap telur Aedes sp yang terjebak
Konsentrasi Banyaknya Ovitrap dengan telur Mean Rank p
0% 106 219,58
10% 167 268,31
0,010
20% 132 280,66
30% 119 272,43
Total 524
Tabel 3. Pengaruh penggunaan warna pada ovitrap terhadap telur Aedes sp yang terjebak
Warna Ovitrap Banyaknya Ovitrap dengan telur Mean Rank P
Tanpa warna 167 234,08
Hijau 177 255,62
Hitam 180 295,64 0,001
Total 524
Tabel 5. Perbedaan jumlah telur Aedes sp yang terjebak menurut warna ovitrap
Warna Warna P
Tanpa warna Hitam 0,000
Hijau 0,179
Hitam Tanpa warna 0,000
Hijau 0,012
Hijau Tanpa warna 0,179
Hitam 0,012
Taraf signifikansi 0,05
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan konsentrasi atraktan pada ovitrap memberikan pengaruh yang nyata
dalam menjebak nyamuk Aedes sp untuk bertelur di dalam ovitrap.
2. Perbedaan penggunaan warna ovitrap memberikan pengaruh yang nyata dalam
menjebak nyamuk Aedes sp untuk bertelur di dalam ovitrap.
3. Konsentrasi 0% (tanpa atraktan) berbeda secara nyata dengan konsentrasi 10%, 20%
dan 30% dalam menjebak telur nyamuk Aedes sp, sedangkan konsentrasi 10%
dengan 20% dan 30% tidak berbeda nyata dalam menjebak telur nyamuk Aedes sp.
Ovitrap tanpa warna berbeda secara nyata dengan ovitrap warna hitam dan ovitrap
warna hijau dalam menjebak telur nyamuk Aedes sp, sedangkan penggunaan warna
hitam dengan warna hijau pada ovitrap tidak berbeda nyata dalam menjebak telur
nyamuk Aedes sp.
Saran
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif pengendalian vektor
khususnya untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan ovitrap
yang aman bagi lingkugan dan manusia.
2. Bagi instansi terkait
Diharapkan bagi instansi terkait agar ketika melakukan kegiatan-kegiatan di lapangan
seperti sosialisasi kesehatan maupun promosi kesehatan agar dapat membawakan
materi-materi yang dapat memperkenalkan alat perangkap nyamuk sederhana
(ovitrap) sebagai alternatif pengendalian nyamuk atau larva nyamuk. Penggunaan
ovitrap membantu dalam upaya pengendalian nyamuk Aedes sp jika diintegrasikan
dengan program-program partisipasi masyarakat. Metode ini merupakan suatu metode
yang tidak mahal, sederhana, ramah lingkungan yang dapat dipadukan dalam
pemberantasan nyamuk Aedes sp.
KEPUSTAKAAN
ACE. Tiger Prwan (Penaeus monodon) and White Legged Shrimp (Pvannamei).
Agriculture Report: XX. 2003.
http://www.ace4all.com/live200611/docs/P%20monodon. Htm. Diakses 21 Juni
2016.
Anggraini DS, 2012. Perbedaan Kesukaan Nyamuk Aedes Spp Bertelur Berdasarkan
jenis Bahan Ovitrap (Kaleng, Bambu Dan Styrofoam) (Studi Kasus di Kelurahan
Tembalang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012;1:955–62.
Budiyanto, Anif. 2010. Pengaruh Perbedaan Warna Ovitrap terhadap Jumlah Telur
Nyamuk Aedes spp yang Terperangkap. Journal of vector-Borne Diseases Studies.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/2949. Diakses
10 Agustus 2016.
Dinata A, Dhewantara PW, 2012. Karakteristik Lingkungan Fisik, Biologi, dan Sosial di
Daerah Endemis DBD Kota Banjar Tahun 2011. Jurnal Ekologi Kesehatan.
2012;11(4):315–26.
Ethiene, Arruda Pedrosa et all, 2010. Impact of small variations in temperature and
humidity on the reproductive activity and survival of Aedes aegypti (Diptera,
Culicidae). Jurnal Revista Brasileira de Entomologia vol 54 no 3.2010.
Foster WA, Walker ED. Medical and Veterinary Entomology. Edited by Gary Mullen
dan Lance Durden. London: Academic Press. 2002. p 203-233
Geier M, Bosch OJ, Boeckh J., 1999. Ammonia as an Attractant Component of Host
Odour for the Yellow Fever Mosquito, Aedes aegypti. Chem Senses.
Juhanudin, Amin SL, 2013. Distribusi Spasial Nyamuk Diurnal Secara Ekologi Di
Kabupaten Lamongan. Jurnal Biotropika. 2013;1(3):124–8.
Weinzierl R, Henn T, Koehler PG, Tucker CL, 2005. Insect Attractants and Traps.
ENY277 (dipublikasikan oleh Kantor Entomologi Pertanian, Universitas Illionis).
2005 http://edis.ifas.ufl.edu. Diakses 21 Juni 2016.
WHO, 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue.
Panduan Lengkap. Alih bahasa: Palupi Widyastuti. Editor Bahasa Indonesia:
Salmiyatun. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta