1610311064
Terminologi
1. Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi, harus dilakukan beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan dan biasanya dikerjakan melalui
insisi kuadran kanan bawah.
2. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering atau peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut
3. Asma intermiten adalah asama dengan Gejala: 2 hari atau kurang dalam satu minggu. , Terbangun di tengah
malam: 2 kali atau kurang dalam satu bulan, Menggunakan inhaler: 2 kali atau kurang per minggu, tidak
mengalami gangguan saat beraktivitas
4. Spray salbutamol adalah obat yang dapat melebarkan saluran udara pada paru-paru. Obat yang masuk ke dalam
golongan bronkodilator ini bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang
menyempit sehingga udara dapat mengalir lebih lancar ke dalam paru-paru.
5. Asa 2 Klasifikasi status fisik yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari
The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi ASA antara lain :
• ASA I : pasien dalam kondisi sehat
• ASA II : pasien dengan kelainan sistemik ringan – sedang yang tidak berhubungan dengan pembedahan, dan
pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
• ASA III : pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas
• ASA IV : pasien dengan kelainan sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat (mengancam jiwa dengan atau tanpa pembedahan).
• ASA V : pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
• ASA VI : brain-dead
Jika akan dilakukan operasi darurat dapat mencantumkan tanda darurat E
6. Obat sedasi adalah adalah anestesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode
yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien segera
sebelum pembedahan atau selama prosedur medis yang tidak nyaman. Sedasi menggunakan obat-obatan
sedatif.
7. Analgetik adalah obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri. Obat analgetik dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID. Golongan Opioid bekerja pada sistem saraf pusat, sedangkan
golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat.
8. Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk menambah hormon steroid
dalam tubuh bila diperlukan, dan meredakan peradangan atau inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan
tubuh yang berlebihan
9. Subarachnoid block/ spinal anestesi berfungsi sebagai penghilang rasa sakit di area bawah pinggang, serta
memungkinkan pasien tetap terjaga selama operasi
10. Sedasi ringan minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap
stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak
terpengaruh. Contoh sedasi minimal adalah:
11. General anesthesia atau anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya
kesadaran yang bersikat reversibel
12. Epidural block adalah salah satu bentuk bius lokal yang digunakan untuk membuat bagian tertentu pada tubuh
Anda mati rasa. Epidural tidak akan membuat Anda hilang kesadaran sepenuhnya, karena fungsinya hanya untuk
menawar rasa sakit (analgesia). Ketika Anda diberikan epidural, impuls-impuls saraf sensoris tulang belakang
Anda akan dihentikan. Saraf sensoris bertugas untuk mengirimkan berbagai sinyal pada otak, seperti rasa sakit
atau panas. Akibatnya, sensasi atau rasa sakit yang seharusnya Anda rasakan pada bagian bawah torso Anda,
lebih tepatnya di rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina akan berkurang. Namun, saraf motoris Anda masih
akan bekerja dengan baik sehingga otak masih bisa mengirimkan perintah bagi panggul dan bagian-bagian tubuh
lainnya untuk berkontraksi dan bekerja sesuai kebutuhan.
13. Laparatomi eksplorasi dalah bedah terbuka yang dilakukan agar dapat menjangkau organ dan jaringan internal
tubuh untuk keperluan diagnostik. Prosedur ini bertujuan untuk mencari sumber kelainan yang menyerang
organ perut, termasuk usus buntu, kandung kemih, usus, kantung empedu, hati, pankreas, ginjal, ureter, limpa,
lambung, rahim, tuba fallopi, dan indung telur. Prosedur ini pun dapat dimanfaatkan untuk mengambil sampel
jaringan untuk diagnosis lanjutan (biopsi) dan sebagai prosedur terapeutik
14. Ileus obstruktif et causa tumor intraabdomen adalah gangguan patensi lumen intestinal akibat hambatan
mekanik pada bagian distal, sehingga terjadi akumulasi isi usus pada bagian proksimal obstruksi. [1,2] Ileus
obstruktif menurut lokasinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu letak tinggi (obstruksi usus halus) dan letak rendah
(obstruksi usus besar). Penyebab terjadinya ileus obstruktif bervariasi di mana pada obstruksi usus halus
penyebab tersering adalah adhesi dan hernia, sedangkan pada obstruksi usus besar paling sering disebabkan
oleh keganasan.
15. Apatis yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
16. Asidosis metabolik adalah gangguan ketika status asam-basa bergeser ke sisi asam akibat hilangnya basa atau
retesi asam nonkarbonat dalam tubuh. Asidosis sendiri merupakan kondisi dimana terjadi akumulasi asam dan
ion hidrogen dalam darah dan jaringan tubuh sehingga menurunkan pH.
17. Anemia adalah sebuah kondisi dimana tubuh tidak memiliki cukup jumlah sel darah merah yang sehat dimana
kadar Hemoglobin darah lebih rendah dari normal.
18. Hipoalbumin adalah suatu kondisi saat kadar albumin dalam darah kurang dari jumlah normal (di bawah 3,5
g/d).
19. Asa 3 (SDA)
20. Rehidrasi adalah proses senyawaan kembali.
21. RJP adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab
tertentu. Langkah pertolongan medis untuk mengembalikan fungsi napas dan atau sirkulasi darah di dalam
tubuh yang terhenti. Resusitasi jantung paru bertujuan menjaga darah dan oksigen tetap beredar ke seluruh
tubuh.
22. Icu (Intensive Care Unit) adalah ruang khusus untuk pasien krisis yang memerlukan perawatan intensif dan
observasi berkelanjutan.
23. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian ataupun seluruh proses ventilasi pasien
untuk mempertahankan oksigenasi atau pernapasan.
24. Monitoring intraoperatif adalah kegiatan memonitor keadaan pasien meliputi jalan nafas, oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi dan suhu tubuh.
25. Nibp (Non Invasive Blood Pressure) adalah parameter untuk mengetahui tekanan darah dari pasien
26. SpO2 adalah alat medis yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara hemoglobin yang mengikat
oksigen dengan jumlah seluruh hemoglobin yang ada di dalam darah.
27. Central venous catheter adalah prosedur seperti pemasangan infus, tetapi pada pembuluh darah besar. Dileher
(urat nadi internal), di dada (vena subklavia) atau paha (vena femoralis)
28. Inotropic adalah obat yang mengubah tekanan kontraksi otot jantung (detak jantung).
29. Vasopressor Adalah agen yang dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan suatu
peningkatan tekanan darah
Rumusan Masalah
Dilakukan hanya untuk sedasi berat dimana pasien tidak memiliki respons mempertahankan jalan nafas sendiri.
a. Prosedur elektif : mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung.
b. Situasi emergensi : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangan dalam menentukan tingkat/ kategori sedasi,
apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi.
PANDUAN PUASA SEBELUM MENJALANI PROSEDUR MENURUT AMERICAN SOCIETY OF ANESTHESIOLOGIST
Jenis Makanan Periode puasa minimal
Ciran bening / jernih 2 jam
Air Susu Ibu (ASI) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu Sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam
Penggolongan ASA:
ASA 1 : Pasien sehat tanpa gejala sistemik.
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik terkontrol tanpa gejala penyakitnya.
ASA 3 : Pasien dengan kondisi medis dan memiliki gejala sistemik terhadap penyakitnya, dan keterbatasan
funsi organ.
ASA 4 : Pasien dengan kondisi medis dengan gejala penyakit tidak terkontrol dan disfungsi organ yang nyata.
ASA 5 : Pasien dengan kondisi medis kritis dengan angka harapan hidup yang kecil
ASA 6 : Pasien dengan mati otak dilakukan anestesi untuk kepentingan donasi organ
Durante Sedasi
Data yang harus dilenkapi selama prosedur sedasi dilakukan:
1. Review ulang mengenai kondisi pasien sebelum melakukan inisiasi tindakan sedasi
· Reevaluasi pasien
· Periksa kembali kesiapan dan kelengkapan peralatan, obat, dan suplai oksigen
pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan sesegera mungkkin untuk menurunkan resiko perforsi.
endisitis yang tidak diobati berisiko untuk pecah dan berakibat fatal. Kondisi ini ditandai dengan sakit perut yang tak
tertahankan, demam, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sering buang air kecil (BAK), serta linglung dan gelisah.
Saat usus terinfeksi, bakteri baik dalam usus mulai berkembang biak dengan cepat. Usus akan mengalami peradangan
dan terisi dengan nanah yang mengandung bakteri, sel jaringan, dan sel darah putih yang mati. Infeksi ini menyebabkan
tekanan yang lebih besar pada usus buntu, sehingga menurunkan aliran darah yang mengalir melalui dinding organ.
Dampaknya, jaringan usus akan kekurangan pasokan darah dan membuatnya mati secara perlahan. Proses ini akan terus
berlanjut sampai dinding otot pada usus menjadi sangat tipis dan akhirnya pecah.
Pecahnya usus buntu ini biasa terjadi setelah 24 jam pertama munculnya gejala awal apendisitis. Risiko semakin
meningkat, terutama setelah 48-72 jam gejala muncul. Lantas, apa saja bahaya yang mungkin terjadi akibat pecahnya
usus buntu?
Peritonitis, yaitu peradangan pada membran rongga perut akibat usus yang pecah. Gejalanya meliputi sakit
perut yang parah dan terus-menerus, muntah, detak jantung cepat, demam, daerah perut yang membengkak,
dan kesulitan bernapas (napas pendek). Komplikasi ini biasanya diatasi dengan pemberian antibiotik dan operasi
pengangkatan usus buntu.
Abses, yaitu penumpukan nanah pada satu daerah tubuh. Kondisi ini bisa ditangani dengan penyedotan nanah
dari abses atau pemberian antibiotik.
Kematian. Pada beberapa kasus, pecahnya usus buntu bisa menyebabkan kematian. Risiko ini biasanya tinggi
pada balita dan anak-anak. Ini terjadi akibat peritonitis yang tidak diobati dengan tepat, sehingga menyebar dan
menyebabkan septikemia (bakteri dalam darah). Kondisi ini bisa memicu peradangan dalam tubuh dan
kerusakan organ tubuh, hingga menyebabkan kematian.
Tujuan penanganan preoperatif pasien dengan asma yaitu untuk memaksimalkan fungsi paru pasien tersebut. Pasien
disaran- kan berhenti merokok dua bulan sebelum pembedahan. Evaluasi pasien asma se-belum tindakan anestesia dan
pembedahan sangat penting untuk mencegah ataupun mengendalikan kejadian serangan asma, baik saat intraoperatif
maupun pasca-operatif. Evaluasi yang dilakukan meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pe-meriksaan laboratorik,
pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas darah, dan foto toraks.11-13 Hasil evaluasi akan dipakai un-tuk menentukan
status fisik pra-anestesia. The American Society of Anesthesiologists (ASA) menyusun klasifikasi status fisik pra-anestesia
atas enam kelas, yaitu:11
ASA 1: pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.
ASA 2: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
ASA 3: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penye-bab
tetapi tidak mengancam nyawa.
ASA 4: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara langsung dapat mengancam
kehidupannya.
ASA 5: pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi,
dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal.
ASA 6: pasien yang telah dinyatakan mati otak, organnya dikeluarkan untuk keperluan donor tetapi harus atas ijin pasien
atau keluarga.
Pada pengelolaan preoperatif pasien dengan asma, sebagai langkah pertama yaitu menentukan reversibilitas
kelainan. Proses obstruksi yang revesibel ialah bron-kospasme, sekret yang terkumpul, dan proses inflamasi
jalan napas. Pasien dengan bronkospasme yang sering harus diobati dengan preparat bronkodilator, teofilin, dan
kortikosteroid.
Obat penanganan asma yaitu golongan simpatomime-tik, antagonis leukotrien, steroid, dan anti-immunoglobulin E (anti-
IgE). Obat-obat lain yang jarang digunakan ialah golongan mukolitik, mast cell stabilizers, dan go-longan
parasimpatolitik.12
Spinal anestesi atau epidural adalah pilihan pada pembedah ektrimitas bawah. Pada pasien asma
pernapasannya tergantung pada penggunaan otot-otot tambahan (intercostal untuk inspirasi, otot perut untuk ekspirasi
paksa). Spinal anestesi dapat memperburuk kondisi jika hambatan motorik menurunkan FRC, mengurangi kemampuan
untuk batuk dan membersihkan lendir atau memicu gangguan respirasi atau bahkan terjadi gagal napas. Spinal tinggi
atau epidural anestesi dapat memperburuk bronkokontriksi karena terhambatnya tonus simpatis pada jalan napas
bawah(T1-T4) dan menyebabkan aktifitas parasimpatis tidak terhambat. Kombinasi tehnik epidural dan anestesi umum
dapat menjamin kontrol jalan napas, ventilasi adekuat, dapat mencegah hypoxemia dan atelectasi. Pada prosedur
pembedahan perifer yang panjang sebaiknya dilakukan dengan general anestesi. Faktor-faktor penting yang
menghalangi keberhasilan penggunaan regional anestesi seperti pasien tidak tahan berbaring lama dimeja operasi dalam
waktu lama, batuk spontan dan tidak terkendali dapat membahayakan yaitu pada tahap kritis pembedahan.
BACA KP PREMEDIKASI
7. Mengapa Rino direncanakan pembiusan subarachnoid block yang ditambah dengan sedasi ringan ? indikasinya ?
caranya ? contoh sedasi ringan ?
Anestesi subarachnoid indikasi : • Bedah abdomen bawah
• Bedah ekstremitas bawah Kontrainsikasi absolut :
• Bedah panggul • Pasien menolak
• Tindakan sekitar rektum perineum • Infeksi pada tempat suntikan
• Bedah obstetrik-ginekologi • Hipovolemia berat atau syok
• Bedah urologi • terapi koagulan
• Tekanan intrakranial meningkat • Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial
• Fasilitas resusitasi minimal • Stenosis aorta berat
• Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen • Stenosis mitral berat
anestesi
Teknik :
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak
untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus
mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Tempat penyutikan: penyuntikan obat pada ketinggian L2-3 atau L3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah
kranial, sedangkan penyuntikan pada L4-5 karena bentuk vertebra memudahkan obat berkumpul di daerah
sakral.
Obat-obatan :
• Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100 mg (2-5 ml)
• Lidokaine (xylocain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-
2ml)
• Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
• Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
T4-5 (nipple) Abdomen bagian atas
T6-8 (xiphoid) Pembedahan intestinal (termasuk apendektomi), Pelvis-ginekologik, ureter, dan pembedahan
pelvis renalis
Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap
stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak
terpengaruh
Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan perut)
Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu
dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
9. Mengapa atas pertimbangan jenis dan lokasi operasi serta kepraktisan memilih subarachnoid block ?
Ya karena lokasinya di bawah dan bisa dilakukan spinal anestesi. Kalau anestesi umum tidak praktis karena
membuat pasien tidak sadar.
Kerugian anestesi umum
• Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul di bawah anestesi umum
• Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
• Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya perubahan kesadaran.
• Risiko komplikasi pascabedah lebih besar
• Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.
10. Mengapa dilakukan operasi laparotomi eksplorasi atas indikasi ileus obstruksi et causa tumor intra abdomen ?
11. Bagaimana interpretasi pasien terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, TD 80/40, nadi 120x/menit ?
12. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ditemukan asidosis metabolik, gangguan elektrolit,
anemia dan hipoalbumin ?
13. Bagaimana kriteria ASA 3 ?
SDA
14. Mengapa sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan persiapan darah
intraoperatif ?
Karena pasien mengalami gangguan elekktrolit sehingga dibutuhkan koreksi elektrolit
Selain itu pasien juga anemia, butuh koreksi Hb. Operasi yang akan dilakukan cenderung akanmembuat pasien
kehilangan banyak darah takutnya anemia semakin parah. Makanya dilakukan koreksi hb terlebih dahulu.
a. Puasa Preoperatif
b. Kehilangan cairan abnormal (muntah, diare, perdarahan pre operatif)
c. Insensible Water Loss
d. Perdarahan pada saat operatif
e. Kehilangan akibat redistribusi dan evaporasi cairan (berhubungan dengan luas nya area operasi dan
besranya luka)
Penatalaksanaan
Pra bedah :
o Sebelum dilakukan pembedahan harus diamati dan ditentukan penderita dalam kondisi normovolume
o Pada penderita yang mengalami dehidrasi (akibat muntah, intake < atau ke 3 rd space) harus diresusitasi cairan
dulu.
o Penderita yang mengalami perdarahan hebat diupayakan tanda vital optimal.
o Produksi urin yang diharapkan 0,5 – 1 cc/kgBB/jam
Selama bedah, Perhatikan :
o Kekurangan cairan pra bedah
o Kebutuhan untuk pemeliharaan
o Bertambahnya insensible loss karena suhu kamar operasi yang tinggi
o Translokasi cairan ke 3 rd space dan intersitial
o Perdarahan
Pasca bedah
o Pengaruh hormonal menetap hg beberapa hr pasca bedah, dan mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
o Bila penderita sdh dapat minum segera diberikan per-oral
o Na : pemberian Natrium pada hari pertama pasca bdh krg dp kebutuhan pemeliharaan
o Kalium : diberikan hr ke 2 pasca bedah ??,
o Namun ttp diperiksa lab bila rendah harus segera dikoreksi
Penggantian cairan pada operasi :
Ringan : 4 cc/kgBB/jam
Sedang : 6 cc/kgBB/jam
Berat : 8 cc/kgBB/jam
Sedangkan untuk bayi dan anak : 2/4/6 cc/kgBB/jam
Prinsip pemberian cairan pada pembedahan :
1. Tanda vital stabil, prod urine 0,5-1 cc/kgBB/jam
2. Perdarahan < 10 % EBV ganti dgn kristaloid, 10-20% dgn darah/koloid, > 20 % dgn darah
15. Mengapa kondisi preoperatif dikatakan jelek dan jenis operasi besar yang rentan kehilangan darah banyak ?
16. Mengapa alat-alat untuk RJP disiapkan ? apa indikasi RJP ? cara RJP?
Indikasi RJP adalah untuk dilakukan segera pada setiap orang yang dalam keadaan tidak sadar dan nadi tidak
teraba. Berhentinya aktivitas jantung pada umumnya disebabkan oleh terjadinya nonperfusing arrhythmia atau
aritmia maligna. Jenis aritmia maligna pada umumnya adalah fibrilasi ventrikel, pulseless ventricular
tachychardia, pulseless electrical activity, asistole, dan pulseless bradycardia. Meskipun demikian, RJP harus
dimulai sebelum ritme jantung diketahui.
Tujuan RJP
• Mempertahankan kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan serta membatasi
disabilitas tanpa melupakan hak dan keputusan pribadi
• Perlu penguasaan diri dan materi yang baik karena keputusan yang harus diambil itu dalam hitungan
detik
• Circulation :
• Observasi yang dilakukan :
• Pemeriksaan denyut nadi.
• Maksimal 10 detik
• Tidak dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung mendadak dan disaksikan
– Tindakan yang dilaksanakan
• Kompresi dada dengan frekuensi yang cukup (100-120x/menit)
• Kedalaman 5-6 cm pada orang dewasa
• Bayi-Anak, kedalaman 4-5 cm
• Harus terjadi recoil dada sempurna
• Interupsi seminimal mungkin
– Airway :
– Observasi yang dilakukan :
• Jalan napas diperiksa bila setelah dikompresi 30x dan saat pemberian bantuan napas, dada
tidak tampak mengembang
– Tindakan yang dilakukan
• Mempertahankan patensi jalan napas dengan Head Tilt Chin Lift
– Breathing :
– Observasi yang dilakukan :
• Tidak ada observasi khusus yang dilakukan
17. Mengapa untuk post operatif disarankan ICU dengan persiapan ventilator?
1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pasca operasi bedah mayor
3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti : Edema paru ( kardiogenik dan non kardiogenik )
18. Mengapa monitoring intraoperatif dilakukan pemantauan NIBP, laju nadi, SpO2 dan produksi urin ?
Standar I
Tenaga anestesia yang berkualitas harus berada didalam kamar bedah selama pemberian anastesia/analgesia
utuk memantau pasien dan memberikan antisipasi segera terhadap perubahan abnormal yang terjadi.
Standar II
Selama pemberian anestesia/analgesia, jalan napas, oksigenasi, ventilasi dan sirkulasi pasien harus dievaluasi
secara teratur dan sering bahkan pada kasus-kasus tertentu dilakukan secara kontinyu
Jalan nafas
– Cara: jalan nafas selama anastesi baik dengan teknik sungkup maupun intubasi trakea dipantau secara
ketat dan kontinyu.
– Pada pola napas spontan, pemantauan dilakukan melalui gejala/tanda berikut: terdengar suara nafas
patologis, gerakan kantong reservoir terhenti/menurun, tampak gerakan dada paradoksal.
– Pada nafas kendali: tekanan inflasi terasa berat, tekanan positif inspirasi meningkat, dan lai-lain
Oksigenasi
– Tujuan : untuk memastikan kadar zat asam didalam udara / gas inspirasi dan didalam darah. Hal ini
dilakukan terutama pada anestesia inhalasi.
– Caranya: Memeriksa kadar oksigenasi gas inspirasi, dilakukan dengan mempergunakan alat “pulse
oxymeter” yang mempunyai alarm batas minimum dan maksimum
– Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna darah luka operasi dan permukaan
mukosa, secar kualitatif dengan alat oksimeter dan pemeriksaan gas darah
Vetilasi
– Sistem alarm, jika ventilasi dilakukan dengan alat bantu nefas mekanik, dianjurkan dilengkapi alat
pengaman(sistem alarm) yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang terdengar jika nilai ambang
tekanan dilampaui
– Analisis gas darah, untuk meilai tekanan parsial CO2. Pemantauan ini dilakukan terutama pada kasus-
kasus bedah saraf, bedah torak-kardiovaskular dan kasus-kasus/pasien lain yang beresiko tinggi.
Sirkulasi
– Caranya: Menghitung denyut nadi secara teratur dan sering dengan stetoskop prekordial(pada bayi dan
anak) atau secara manual pada orang dewasa
Mengukur tekanan darah secara non invasif mempergunakan tensimeter air raksa, diukur secara teratur
dan sering
Mengukur tekanan darah secara invasif, EKG dan disertai dengan oximeter denyut. Pemantauan ini
dilakukan pada pasien resiko tinggi anestesia atau bedah ekstensif dan dilakukan secara kontinyu selama
tindakan berlangsung
Produksi urin, ditampung dan diukur volumenya setiap jam terutama pada operasi besar dan lama
Mengukur tekanan vena sental dengan kanulasi vena sentral untuk menilai airan darah balik kejantung, hal
ini dikerjakan pada kasus resiko tinggi.
Suhu tubuh
– Caranya: apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada, maka suhu tubuh harus diukur secara
kontinyu pada daerahsentral tubuh melalu esofagus atau rektum dengan termometer khusus yang
dihibungkan dengan alat pantau yang mampu menayangkan secara kontinyu.