Anda di halaman 1dari 62

Materi materi

Pitstop Syariah
RUMAH SAKIT
PKU
MUHAMMADIYAH
WONOSOBO
 RUMAH Sakit menjalankan prinsip- prinsip
syari’ah
Rumah Sakit Syariah
yaitu rumah sakit yang dalam pengelolaannya
mendasarkan pada Maqashid syari’ah (tujuan
diadakannya syari’ah).
Pedoman pelaksanaan Rumah sakit syariah yaitu
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia no. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang
Pedoman penyelenggaraan Rumah Sakit
berdasarkan prinsip syari’ah
Maqoshid al-Syariah al-Islamiyah
• Memelihara Agama (khifdz ad-diin)
• Memelihara Jiwa (khifdz an-nafs)
• Memelihara Keturunan (khifdz an-nasl)
• Memelihara Akal (khifdz al-aql)
• Memelihara Harta (khifdz al-mal)
Standar Sertifikasi
Rumah Sakit Syariah
Standar pelayanan Minimal
2. Hijab untuk pasien
3. Mandatory training Fiqih untuk
pasien
4. Adanya edukasi Islami
(Leaflet atau buku kerohanian)
5.Pemasangan EKG sesuai gender
6. Pemakaian hijab ibu menyusui
7. Pemakaian hijab di kamar operasi
8.Penjadwalan operasi elektif
tidak terbentur waktu sholat
Mutu wajib Syariah
Indikator mutu wajib syari’ah
2. Mengingatkan waktu sholat
3. Pemasangan DC sesuai gender
‫َت ِّه ْج َرت ُهُ إلى‬ ْ ‫امريء ما ن ََوى فَ َم ْن َكان‬ ٍ ‫ت و ِّإنَّما ِّل ُك ِّل‬
ِّ ‫إنَّ َما األع َمال بالنِّيَّا‬
ِّ ُ‫َت ِّه ْج َرتُهُ ِّل ُد ْنيَا ي‬
‫ص ْيبُها أو‬ ْ ‫س ْو ِّل ِّه و َم ْن َكان‬
ُ ‫ور‬ َ ‫هللا‬ ِّ ‫سو ِّل ِّه ف ِّه ْج َرتُهُ إلى‬
ُ ‫ور‬
َ ‫هللا‬ ِّ
‫امرأةٍ يَ ْن ِّك ُح َها ف ِّه ْج َرتُهُ إلى ما َها َج َر إلي ِّه‬
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka
hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
KONSEP DASAR PELAYANAN SYARIAH
BUDAYA IHSAN DALAM BEKERJA
Itqonul Amal (Kecermatan dalam melakukan
pekerjaan)

Al ‘amalu bi waktihi (bekerja tepat waktu)

Tartibu fil ‘amal (tertib dalam bekerja)

Ashobru fil amal (Sabar dalam bekerja)

A’malu bishidqi (bekerja harus dilandaskan pada


kebenaran)

Ikhlas (Mengharap ridho Allah)


Tuntunan ibadah
bagi orang sakit
Shalat Bagi Orang Sakit
syarat-syarat sholat:
Suci badan, pakaian dan tempat sholat dari hadast maupun najis, kecuali terhalang (lihat keterangan
tentang air seni)
Selama masih sanggup, maka shalat dengan menghadap kiblat merupaka suatu hal yang wajib
dilakukan orang yang sakit. Tetapi, apabila ia sudah tidak sanggup karena udzur, hendaklah
menghadap kemana saja.
Menutup aurat. Aurat laki-laki diantara pusar dan kedua lutut. Sedangkan aurat perempuan terletak di
seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan. Tetapi bagi yang tidak sanggup menutup
auratnya karena tubuhnya luka terbakar atau sebab lain, maka hendaklah sholat menurut
kemampuan yang dimilikinya.
Menunaikan shalat pada waktunya. Allah berfirman sebagaimana berikut:
‫َت َعلَى ْال ُمؤْ ِّمنِّيْنَ ِّكتَابًا َم ْوقُوتًا‬
ْ ‫ص ََل ة َ َكان‬
َ ‫إِّ َّن ال‬
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman” (Q.s. an-Nisa’: 103)
Tata-cara Sholat
Sholat dengan berdiri
Berdiri adalah salah satu diantara rukun-rukun shalat.
Selama orang yang sakit masih sanggup berdiri, maka
wajib baginya untuk sholat dengan berdiri. Jika tidak
sanggup berdiri, maka sholatlah dengan duduk. Jika tidak
sanggup duduk, maka sholatlah dengan berbaring
Shalat dengan duduk
Jika seseorang yang sedang sakit mengerjakan sholat dengan duduk,
maka tata caranya adala sebagai berikut:
Hendaklah duduk dengan menghadap ke arah kiblat (jika sanggup
seperti duduk saat tasyahud awal)
Pada waktu membaca Al-Fatihah dan surat-surat al-Qur’an, letakkanlah
kedua tangan di dada
Pada waktu ruku’, letakkanlah kedua tangan diatas kedua paha (lutut
dengan membungkukkan kepala)
Jika sangup sujud, hendaklah sujud. Tetapi jika tidak sanggup, maka
tundukkan saja kepala melebihi saat ruku’. Hal ini dilakukan sekedar
untuk membedakannya dengan sujud.
Kerjakanlah yang demikian itu sampai dengan raka’at akhir.
Shalat dengan isyarat

Apabila orang yang sakit sudah tidak kuasa menggerakkan anggota


badannya untuk melakukan shalat, maka hendaklah melakukannya
dengan isyarat. Dasar dibolehkannya sholat tersebut adalah firman
Allah dan hadist Rasulullah SAW berikut:
ْ ‫فَا تَّقُوا هللا َما‬
‫ستَ َط ْعت ُ ْم‬
Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu” (Q.s. at-Taghabun: 16)
“Shalatlah kamu dengan berdiri: jika tidak mampu maka shalatlah
dengan duduk, jika tidak mampu pula maka shalatlah diatas
lambungnya” (HR. Bukhori dan lainnya).
Menjama’ Sholat

Jika orang sakit karena kondisinya terasa berat, maka diperbolehkan


melaksanakan sholat jama’, seperti dzuhur dan ashar, maghrib dan
isya, dan dapat dilaksanakan disalah satu waktu. Ketentuan serupa
juga berlaku bagi orang yang hendak operasi. Artinya, orang yang
mau operasi juga diperbolehkan melaksanakan sholat jama’. Hal ini
didasrkan pada hadits riwayat Bukhari dari Atha’: “Sesungguhnya
agama itu mudah, dan tidak mempersulit seseorang kecuali ia mampu
mengerjakannya”.
Shalat orang yang lupa, tidur, pingsan dan terbius

Orang yang upa atau tidur sehingga luput dari waktu sholat, maka sholatnya dilaksanakan ketika
ingat. Orang yang tidur sebelum waktu sholat dan bangun setelah waktu sholat habis, maka
sholatnya pada waktu bangun. Dalam melaksanakan shalat, dahulukan sholat yang telah
tertinggal, dan kemudian baru sholat yang menjadi kewajiban pada waktu bangun. Bagi orang
yang pingsan dan atau dalam keadaan terbius, maka sholatnya dilaksanakan sete;ah sadar.
Adapaun dalil diperbolehkannya sholat demikian adalah:
Dari Anas ibnu Malik r.a., ia berkata, bersabda Rasulallah SAW: “barangsiapa lupa sholat,
hendaknya ia mengerjakan dikala ia iangat. Tak ada kafarat (denda) baginya selain itu” (HR.
Bukhari Muslim).
Dari Anas ibnu Malik r.a.,ia berkata,bersabda Rasulullah SAW:”Apabila seseorang di
antaramu lalai tertidur, sehingga karenanya luput melakukan shalat atau salah seorang
diantaramulalai sehingga karenanya tertinggalmelakukan shalat, maka hendaknya melakukan
shalat itu di kala teringat, karena Allah berfirman:Dirikanlah shalat itu untuk mengingat akan
Daku”(HR.Bukhari dan Muslim)
Kemudahan melaksanakan Sholat dalam keadaan Khusus

Orang sakit yang tidak mampu berwudhu, atau tidak mampu bangun dari
tempat tidur untuk beristinja’ (bersuci), hendaknya meminta bantuan
orang lain. Sucikanlah bekas air kencing atau buang air besar terlebih
dahulu dan selanjutnya berwudhu. Cucilah tangannya serta anggota
wudhu lainnya yang tidak diperban atau dipasang gip , dan apabila tidak
memungkinkan, maka anggota wudhu hendaknya dilap menggunakan
kain basah.
Orang sakit yang mengeluarkan darah, baik banyak maupun sedikit, yang
disebabkan oleh luka yang belum sembuh atau darah yang keluar melalui
anus, penis, rongga hidung, dan mata tidaklah membatalkan wudhu.
Seorang muslim dalam keadaan tersebut dapat melakukan ibadah sholat.
Orang sakit yang tidak mampu menahan tetes air seninya, hendaklah bersuci dan
berwudhu ketika hendak melaksanakan sholat, meskipun setelah itu air seninya keluar
lagi. Apabila orang yang sakit dopasang selang untuk air seni atau buang air besarnya,
hendaknya berusaja membersihkan diri dengan bersuci dan wudhu setiap kali akan
melaksanakn sholat, meskipun air seninya atau buang air besarnya keluar melalui
selang ketika sholat.
Apabila orang sakit karena luka bakar sehingga tidak memungkinkan untuk berwudhu
ataupun tayammum, maka sholat dapat dilakukan sekalipun tidak berwudhu atau
bertayammum. Sholat dilakukan sesuia dengan kemampuannya. Dalil tentang
kemudahan tersebut adalah berdasarkan firman Allah sebagai berikut:
‫س َع َها‬ ْ ‫ف هللاُ نَ ْفسا ً اِال ُو‬ُ ‫ال يُ َك ِل‬
Artinya:”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupanya”(Q.s.al-baqarah:286).
‫ستَ َط ْعت ُ ْم‬ْ ‫فَاتَّقُوهللاَ َما ا‬
Artinya:”Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”
(Q.s. at-Taghaabun: 16).
Bertayamum

Dalil diperbolehkannya bertayamum dapat ditemukan dalam firman


Allah dan sabda Rasulullah. Firman Allah :
‫ص ِعيدًا‬ َ ‫سا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ ْ ‫سفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِم َن ا ْلغَائِ ِط أَ ْوالَ َم‬
َ ِ‫ست ُ ُم الن‬ َ ‫ضى أَ ْوعَلى‬
َ ‫َوإِ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر‬
‫س ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِد ْي ُك ْم‬ ْ َ‫َط ِيبًا ف‬
َ ‫ام‬
Artinya: “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus)atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu” (Q.s. al-Ma’idah:6).
Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Muslim: “Telah dijadikan
bagiku bumi seluruhnya sebagai masjid dan debunya untuk bersuci”
(HR. Muslim).
Tata-cara Tayammum

Membaca “Bismillahirrahmaanirrahim”, dengan niat ikhlas karena Allah


semata, seraya menepukkan atau meletakkan kedua telapak tangan pada
tempat yang berdebu (suci dan bersih).
Selanjutnya, telapak tangan yang telah berdebu tersebut dihembus atau
ditiup secara perlahan agar debu yang kasar tidak ikut serta.
Mengusapkan kedua telapak tangan pada muka sampai merata,
diteruskan dengan mengusap kedua punggung dan telapak tangan,
dengan mendahulukan tangan kanan.
Pelaksanaan tayammum tersebut cukup dikerjakan sekali saja, baik
sewaktu mengambil debu ataupun ketika mengusapnya.
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan
hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu
keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak
menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana
layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku
ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau
melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak
tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya.
Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan
(kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak
tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap
wajahnya dengan kedua tangannya.
Pembatal Tayammum
Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi
apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah
adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang bertayammum karena
ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia
kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,

Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak ada air di sekitar
mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya
shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan
shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi
shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi was sallam
mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai
dengan sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau mengatakan kepada yang
mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala[
Cara bersuci bagi pasien yang luka tapi tertutup perban,gypsum dan
ada infus

Pasien yang mengalami sakit tidak bisa langsung menggugurkan


kewajiban wudhu ketika dia hendak sholat.
Pasien yang luka, akan tetapi diatas lukanya tertutup perban, gypsum
ataupun dipasang insfus tetap wajib wudhu baik itu dilakukan sendiri
maupun dibantu oleh orang lain. Cara berwudhunya adalah dengan
cara mengusap bagian atas perban ataupun gypsum yang menutup
luka
Cara bersuci bagi pasien yang mengalami luka bakar

Jika luka bakarnya sebagian atau semuanya berada pada bagian tubuh
yang terkena wudhu dan terbuka, yang karenanya jika terkena air akan
berakibat sakitnya bertambah maka pasien tersebut bersuci dengan cara
tayamum
Akan tetapi andaikata lukanya tertutup dengan perban dan
memungkinkan untuk bersuci menggunakan air,maka pasien tersebut
tetap berwudhu dengan air , dengan cara mengusap diatas perban yang
menutupi lukanya
Cara bersuci bagi pasien yang menggunakan DC

Pasien yang menggunakan cateter maka dia wajib bersuci


sebagaimana wudhu biasa yaitu dengan menggunakan air,
selama penyakitnya tidak akan bertambah jika terkena air.
Andaikata terjadi kebocoran di kemaluan akibat
pemasangan cateter , maka sebelum bersuci supaya
membersihkan dulu daerah kemaluan yang terkena air
kencing, menutupnya dengan kain atau perban
Cara bersuci bagi pasien yang beser

(a) Saat masuk waktu shalat fardhu, sebelum mengambil air wudhu, terlebih dahulu siapkan
pakaian dalam yang suci.
(b) bersihkan jalan keluar air kencing (cebok) dengan bersih.
(c) jalan keluar air kencing disumbat dengan kapas bagi wanita atau gunakan kain seperti kain
perban untuk laki-laki atau yang lebih praktis gunakan pampers untuk dewasa, barulah
menggunakan pakaian dalam yang bersih dan suci.
(d) Mengambil air wudhu secara sempurna.
(e) Segera lakukan shalat.

Wudhu khusus penderita beser ini hanya berlaku


untuk satu kali salat wajib. Namun bisa ditambah
dengan shalat sunnah berkali-kali.
Talqin
Secara bahasa, talqin berarti mengajarkan orang yang dalam keadaan sakaratul maut dengan
kalimah laa ilaaha illallah. Berangkat dari keterangan ini, maka talqin ditujukan kepada orang
yang sedang sakaratul maut, dan bukan orang yang sudah meninggal.
ُ‫سلَّ َم لَ ِقنُ ْوا َم ْوتَا ُك ْم َال ِإلهَ ِإال هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫هللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
ِ ‫س ْو ُل‬
Artinya: “Talqinkanlah orang yang mau mati (sakaratul maut) dengan laailaaha illa Allah” (HR.
Nasa’i)
ُ‫سلَّ َم لَ ِقنُ ْوا َه ْلكَا ُك ْم قَ ْو َل َال ِإلهَ ِإال هللا‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫هللا‬
ِ ‫س ْو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
Artinya: “Talqinkanlah orang yang ruhnya ditenggorokan (sakaratul maut) dengan laa ilaaha illa
Allah” (HR. Nasa’i)
َ‫أخ ُر ك َََل ِمهَ َال ِإلهَ ِإال هللاُ َد َخ َل ا ْل َجنَّة‬ ِ ‫َان‬ َ ‫َم ْن ك‬
Artinya: “Barangsiapa yang akhir hayatnya mengucapkan laa ilaah illa Allah, maka ia masuk
Surga” (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Muadz bin Jabbal)
Cara Mentalqin orang yang akan meninggal
Pertama, hendaknya yang metalqin adalah orang yang dicintai mayit atau yang dipercaya calon mayit

Misalnya, istri atau suaminya, anaknya, orang tuanya, saudara dekatnya, keponakannya, atau yang lainnya.

Tujuannya agar calon mayit semakin yakin bahwa yang disampaikan orang ini adalah kebaikan.

Karena itu, terkadang setan datang menggoda manusia di akhir hayatnya, untuk menyesatkan mereka. Datang
dengan menampakkan diri seperti orang tuanya.

Abdullah putra Imam Ahmad menceritakan,

Saya meghadiri proses kematian ayahku, Ahmad. Beliau terkadang pingsan, terkadang siuman. Tiba-tiba
beliau berisyarat dengan tangannya, “Tidak, tidak benar…. Tidak, tidak benar….” Beliau lakukan ini berkali-
kali.

Ketika sadar, aku tanya kepada beliau, “Apa yang terjadi pada ayah?” Jawab Imam Ahmad,

‫ ال بعد‬، ‫ ال بعد‬: ‫ وأنا أقول‬، ‫ يا أحمد فتني‬: ‫ يقول‬، ‫إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله‬

Sesungguhnya setan berdiri di sampingku, sambil menggigit jariya, lalu dia mengatakan, “Ya Ahmad, aku tidak
bisa menyesatkanmu.” Lalu aku jawab, “Tidak… tidak benar.”. (al-Qiyamah as-Sughra, hlm 16).
Kedua, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan intensitas dalam mengajarkan kalimat laa
ilaaha illallaah. Dalam arti, jangan terlalu sering yang bisa jadi membuat bosan si orang yang
sakit. Termasuk ketika dia dalam kondisi sedang berontak, sebaiknya talqin sementara
dihentikan.

Al-Qurthubi menceritakan,

Guruku, Abul Abbas Ahmad bin Umar pernah menjenguk Abu Ja’far di kordoba yang kala itu
sedang sekarat. Ketika ditalqin, Laa ilaaha illallaah… tapi tiba-tiba dia berontak, “Tidak.. tidak.”

Setelah dia sadar, kami tanyakan hal itu kepadanya. Lalu dia mengatakan,

‫ فكنت أقول‬، ‫ مت نصرانيا ً فإنه خير األديان‬: ‫ واآلخر يقول‬، ‫ مت يهوديا ً فإنه خير األديان‬: ‫ يقول أحدهما‬، ‫أتاني شيطانان عن يميني وعن شمالي‬
‫ ال‬، ‫ ال‬: ‫لهما‬

Ada dua setan mendatangiku, di sebelah kanan dan kiriku. Yang satu mengajak, ‘Jadilah yahudi,
karena itu agama terbaik.’ Sementara satunya mengajak, ‘Jadilah nasrani, karena itu agama
terbaik.’ Akupun berontak, kukatakan, “Tidak.. tidak..” (al-Qiyamah as-Sughra, hlm. 16)
Ketiga, hindari orang yang bisa membuat calon mayit semakin resah.

Misalnya tangisan istrinya, tangisan anaknya yang menunjukkan kesedihannya dengan


kematian suaminya atau ayahnya. Ini bisa membuat calon mayit semakin resah, sehingga
dia lebih memikirkan keluarganya dari pada keselamatan akhiratnya. Bisa jadi ini akan
menghalangi dia untuk mengucapkan laa ilaaha illallah…
Keempat, cara talqin adalah mengajak dia untuk mengucapkan kalimat tauhid, bukan mengulang-
ulang ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’ di sampingnya. Karena itu dalam talqin bisa kita iringi dengan janji
baik, misalnya:

“Mari ucapkan laa ilaaha illallaah, insyaaAllah dapat surga”.

Dari Ibnul Musayib, dari ayahnya, beliau menceritakan,

Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan di
kamarnya ada Abu Jahal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan,

ُّ ‫ َك ِل َمةً أ ُ َحا‬. ُ‫َّللا‬


ِ َّ ‫ج لَكَ ِب َها ِع ْن َد‬
‫َّللا‬ َّ َّ‫ قُ ْل الَ ِإلَهَ ِإال‬، ‫أ َ ْى ع َِم‬

Wahai Paman, ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’ satu kalimat yang akan aku jadikan sebagai pembela
untuk paman kelak di hadapan Allah.

Mendengar ini, Abu Jahal menekan perut Abu Thalib sambil mengatakan,

“Apakah kamu membenci agama ayahmu, Abdul Muthalib?” ini terus diulang, hingga kalimat terakhir
yang dia ucapkan adalah kalimat ini. (HR. Bukhari 3884, dan Nasai 2047).
Kelima, jika dia sudah berhasil mengucapkan laa ilaaha illallaah maka jangan mengajaknya
bicara. Biarkan si calon mayit diam, dengan harapan kalimat terakhir adalah laa ilaaha
illallaah. Dan jika dia bicara yang lain, maka talqin diulangi, sampai dia mengucapkan
kalimat laa ilaaha illallaah.

Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ‫َّللاُ َو َجبَتْ لَهُ ا ْل َجنَّة‬
َّ َّ‫آخ ُر َكَلَ ِم ِه الَ ِإلَهَ ِإال‬ َ ‫َم ْن ك‬
ِ ‫َان‬

“Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.” (HR. Ahmad
22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya).
TATA CARA MENGURUS JENAZAH

1. Ketika Baru Meninggal

a. Ucapkanlah istirja dan do’akan


ْ ُ‫هلل َواِنَا ا لَ ْي ِه َرا ِجعُو َن الل ُه َّمأ ْ ُج ْر ِن ْي ِفي ُم ِص ْي َب ِتي وا ْخل‬
‫ف َخيْرا ً ِم ْن َها‬ ِ ‫اب ِب ُم ِصي َب ٍة فَ َيقُو ُل اِنَا‬
ُ ‫ص‬َ ُ‫ين ي‬ ْ ‫َما ِم ْن ا َ َحد ِم َن ا ْل ُم‬
َ ‫س ِل ِم‬

Artinya:

”Barangsiapa di antara orang muslim ditimpa musibah,maka katakanlah:Sesungguhnya


aku milik Allah dan kepada Allah kembali kepada Allah, Ya Allah berilah aku pahala dari
musibah ini dan berikanlah pengganti yang lebih baik darinya”(HR.Ahmad)
a. Pejamkan matanya, dan katubkan mulutnya
َ َ‫ض تَبِعَهُ ْالب‬
‫ص ُر‬ َ ِ‫الرو َح إذَا قُب‬
ْ ‫إن‬ َّ
Artinya: “Sesungguhnya keluarnya ruh akan diikuti oleh
pandangan matanya” (HR. Muslim dari Ummu Salamah)
a. Kendurkan urat-uratnya (jika masih mungkin)
b. Luruskan posisi tubuhnya
c. Lepaskan pakaian dan segala hal yang menempel pada
tubuhnya
d. Sedekapkan tangannya
e. Tutup seluruh tubuhnya dengan kain bersih
f. Letakkan ditempat yang layak
PENJAGAAN AURAT PASIEN DI POLI RAWAT JALAN

- Pasien sebaiknya ditemani oleh mahramnya


- Petugas pemeriksa pasien hendaknya sesuai gender,jika tidak ada maka
didampingi mahram
- Selalu menutup tirai sebelum dilakukan pemeriksaan
- Minta ijin sebelum pemeriksaan
- Meminimalisir terbukanya aurat ---dengan hasduk lubang
- Pasien muslimah yang harus rawat inap tapi tidak berjilbab,diberikan
edukasi tentang hijab dan dipakaikan jilbab
PENJAGAAN AURAT PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP

- Pemisahan bangsal sesuai gender pasien


- Penunggu pasien adalah suami/isteri,atau mahramnya
- Pemeriksaan pasien dilakukan oleh petugas yang sesuai gender pasien,atau kalau tidak
ada maka harus didampingi oleh mahram atau perawat sesuai gender. (kecuali dalam
kondisi kegawatan)
- Selalu menutup tirai sebelum tindakan/pemeriksaan
- Meminta ijin kepada pasien sebelum memulai tindakan
- Petugas pemasangan DC/EKG sesuai gender pasien
- Visit dokter dilakukan dengan pendampingan sesuai gender pasien
PENJAGAAN AURAT DI KAMAR BEDAH

- Busana khusus papsien operasi (+ jilbab)


- Pemakaian busana pasien sesuai gender atau oleh mahram pasien
- Tim operasi minimal 1 orang sesuai gender pasien
- Meminimalisir terbukanya aurat pasien
- Petugas pemasangan DC/EKG sesuai gender pasien
Perbedaan Mahram dengan Muhrim

Mahram (Arab: ‫ )محرم‬adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena
sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat Islam
Muhrim (muhrimun)artinya orang yang berihram dalam ibadah haji sebelum bertahallul.

KHALWAT

Khalwat dalam makna menyendirinya seorang pria dengan seorang wanita asing di suatu tempat
yang tidak memungkinkan orang lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin
keduanya
Yang dimaksud dengan wanita asing (ajnabiyyah) adalah wanita yang bukan istri dan bukan
mahram. Yang dimaksud dg mahram adalah org yang haram menikahinya secara permanen, baik
karena ikatan kerabat (saudara, ayah, dst), persusuan, atau perkawinan (mertua dst).
Berarti mahramnya wanita adalah laki-laki yg haram menikahi wanita tersebut secara permanen.
para ‘ulama sepakat menyatakan hukumnya haram walaupun mereka menyendiri untuk melakukan
shalat sekalipun (An Nawawi, Syarh Shahih Muslim), kecuali dalam kondisi darurat misalnya wanita
asing yang tersesat yang dikhawatirkan dia akan celaka kalau ditinggalkan seorang diri,
ikhtilath
Makna ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu yang lain
(Lihat: Lisanul ‘Arab 9/161-162).
Adapun maknanya secara syar’i yaitu percampurbauran antara laki-laki dan perempuan yang
tidak hubungan mahram pada satu tempat. (Lihat: Al Mufashshal Fî Ahkâmil Mar’ah: 3/421
dan Al Mar’atul Muslimah Baina Ijtihâdil Fuqohâ’ wa Mumârasât Al Muslimin hal. 111)
Ikhtilath artinya adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu
tempat secara campur baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dan wanita itu (misal bicara,
bersentuhan, berdesak-desakan, dll). (Said Al Qahthani, Al Ikhtilat, hlm. 7).

Anda mungkin juga menyukai