Anda di halaman 1dari 14

Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

KEKUASAAN DAN KEKERASAN

Thomas Santoso

Dosen Universitas Kristen Petra Surabaya,


lulusan Unair (S1, S2 dan S3)

Abstract
When states own power in a dominant position, do they tend to use violence? Is
violence an instrument used by states to defend thei r power. To what extent the
political system chosen by a state shapes the use of violence? This paper is
aimed to anwer such questions. Compared to coercive communist, democratic -
socialist, and traditional autocratic political systems, democratic political
system has more persuasive power sources. But is there a guarantee that the
democratic political system is sterile from the possibility of using violence by
state?

Keywords: power, state, political system, violence.

Kekuasaan masyarakat pasti ada orang yang


tidak setuju atau melakukan
Max Weber mendefinisikan kekua- perlawanan, baik secara terbuka
saan sebagai kesempatan yang ada atau terselubung, terhadap kekua -
pada seseorang atau sejumlah saan (Scott, 1990: xii-xiii). Bahkan
orang untuk melaksanakan ke- menurut Amitai Etzioni, kekuasaan
mauannya sendiri dalam suatu adalah kemampuan untuk menga -
tindakan sosial, meskipun tasi sebagian atau semua perlawan -
mendapat tantangan dari orang lain an, untuk mengadakan perubah -
yang terlibat dalam tindakan itu an-perubahan pada pihak yang
(Poloma, 1979: 52). Kesempatan memberikan oposisi (Poloma, 1979).
(chance atau probability) merupakan Dari dua definisi di atas kita
satu konsep yang sangat inti dalam bisa melihat adanya perbedaan
definisi Weber. Dalam definisi di pandangan antara Weber dengan
muka, kesempatan dapat dihubung - Etzioni. Definisi Weber nampaknya
kan dengan ekonomi, kehormatan, lebih netral, sedangkan Etzioni
partai politik atau dengan apa saja memperlihatkan hubungan yang
yang merupakan sumber kekuasaan agak negatif dan kurang diinginkan,
bagi seseorang. Kesempa tan seo- karena mereka yang dikuasai
rang pejabat untuk melaksanakan merasa kehilangan kebebasan.
kemauannya tentu lebih besar Menurut Etzioni, asset/milik/
dibanding kesempatan seorang modal yang ada pada seseorang
petani. (misal uang, benda berharga,
Kekuasaan tidak selamanya kekuatan fisik, dan pengetahuan)
berjalan lancar, karena dalam dapat dipergunakan oleh pemiliknya
89
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

untuk menunjang kekuasaan. Asset otonomi negara dari kekuasaan


sering juga disebut kekuasaan klas. Kehalusan interpretasi
potensial atau sumber kekua saan. strukturalnya terlihat pada cara
Hal ini untuk membedakan dengan bagaimana mengkaitkan negara
kekuasaan aktif yaitu kekuasaan dengan sistem dunia yang berstruk -
yang sudah dituang dalam bentuk tur, di satu sisi, dan struktur
tindakan. sosio-ekonomi klas, di sisi lainnya.
Asset bersifat kurang lebih Teorinya berupaya menjelaskan
stabil, sedangkan kekuasaan fenomena revolusi sosial dengan
bersifat dinamik atau prosesual. mengacu pada revolusi klasik di
Gejala kekuasaan adalah menter - Perancis abad ke-18 dan Rusia
jemahkan asset-asset ini ke dalam serta Cina di abad ke-20. Revolusi
kekuasaan. Menterjemahkan asset- tidak dapat dijelaskan tanpa
asset ini ke dalam kekuasaan akan terlebih dulu menjelaskan perubah -
menghasilkan pelbagai sanksi, an struktur negara dalam kaitannya
imbalan, dan alat-alat (instrumen) dengan peristiwa dunia dan
untuk menghukum mereka yang tekanan-tekanan klas dari bawah di
menghalangi dan memberikan masyarakat (Lemert, 1993: 432).
fasilitas kepada mereka yang Theda Skocpol menyatakan
mengikuti kemauannya. Sanksi, bahwa transformasi revolusi-sosial
imbalan dan alat-alat ini dapat hanya dapat diartikan jika kita
bersifat fisik, materiil atau simbolik. menganggap negara sebagai struk -
tur-makro. Negara tidak hanya
Negara dan Kekuasaan dipahami sebagai arena tempat
dilakukannya perjuangan sosio-eko-
Pandangan Weberian yang meng - nomi. Sebaliknya, negara merupa-
anggap negara sebagai arena netral kan serangkaian organisasi admi-
bagi kelompok- kelompok masyara- nistratif, pembuat kebijakan, dan
kat (society-centered) telah berkem- merupakan organisasi militer yang
bang menjadi negara dianggap dipimpin atau dikoordinir oleh
sebagai aktor (state-centered). Pan- pemerintah selaku otoritas eksekutif
dangan state-centered atau instituti- (Skocpol, 1993: 433). Negara mana -
onalism approach ini dikembangkan pun pertama-tama memperoleh
oleh Theda Skocpol, Richard sumber daya dari masyarakat dan
Robison, dkk. Perbedaannya dengan mempergunakan sumber daya ini
Marxian terletak pada cara melihat untuk menciptakan dan mendu -
masyarakat. Weberian (casuquo kung organisasi koersif dan
state-centered) melihat masyarakat organisasi administratif. Tentu saja
secara horisontal, sedangkan organisasi negara ini harus
Marxian melihat masyarakat secara dibangun dan harus beroperasi da -
vertikal atau klas. lam konteks hubungan sosio-eko-
Theda Skocpol memperbaiki nomi klas, serta da lam konteks
argumen-argumen tentang teori dinamika perekonomian nasional
negara terdahulu berkaitan dengan dan internasional. Selain itu,

90
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

organisasi koersif dan administratif memperkuat volume dan otonomi


hanya merupakan bagian dari negara itu sendiri, sesuatu yang
keseluruhan sistem politik. mengancam klas dominan kecuali
Sistem-sistem ini juga berisi banyak jika kekuasaan negara yang lebih
lembaga tempat kepentingan sosial besar diperlukan dan digunakan
direpresentasikan dalam pembuat- untuk mendukung kepentingan klas
an kebijakan negara serta berisi dominan. Tetapi penggunaan
lembaga-lembaga tempat pelaku kekuasaan negara untuk mendu -
nonnegara dimobilisir untuk kung kepentingan klas dominan
berpartisipasi dalam implementasi sebenarnya dapat dihindarkan
kebijakan (Skocpol, 1998: 49). (Skocpol, 1993: 433). Memang,
Meski demikian, organisasi koersif upaya para penguasa negara untuk
dan administratif adalah dasar menjalankan fungsi negara sendiri
kekuasaan negara. mungkin akan menyebabkan kon -
Organisasi negara ini secara flik kepentingan dengan klas
potensial mempunyai otonomi dari dominan. Negara normalnya
kontrol langsung klas dominan. menjalankan dua tugas penting:
Sejauh mana otonomi mereka yang negara menjaga ketertiban dan
sebenarnya dan sampai di mana bersaing dengan negara aktual atau
variasi dari kasus ke kasus. Perlu potensial lainnya (Skocpol, 1993:
ditekankan bahwa tingkat aktual 434). Seperti dikemukakan penga -
dan konsekuensi otonomi negara nut Marxian, negara biasanya
hanya dapat dianalisis dan dijelas - menjalankan fungsi untuk meles -
kan dalam artian tipe sistem tarikan struktur ekonomi dan
sosiopolitik dan keadaan interna - struktur klas yang ada, karena
sional historis (Skocpol, 1993: 433). dengan menjalankan fungsi inilah
Garis konflik antara klas dominan negara dengan mudah mampu
tuan-tanah dan penguasa negara di menegakkan tatanan. Meski demiki-
negara agraris demikian (seperti an, negara mempunyai kepenting -
Perancis prarevolusi, Ru sia, dan annya sendiri vis-a-vis klas
China) menjadi perhatian Skocpol. subordinat (bawah). Meskipun baik
Dapat dicatat bahwa negara -negara negara maupun klas dominan
secara potensial mempunyai otono- sama-sama mempunyai kepenting-
mi dan meneliti kepentingan -kepen- an luas dalam menjaga klas -klas
tingan apa yang mungkin mereka subordinat di masyarakat dan
usahakan. Organisasi negara perlu bekerja dalam perekonomian yang
bersaing dengan klas dominan ada, kepentingan fundamental
dalam memperebutkan sumber negara dalam memelihara tatanan
daya dari perekonomian dan fisik dan perdamaian politik dapat
masyarakat (Robison, 1982: 131). menyebabkan negara, khususnya
Dan sumber daya itu dipergunakan dalam masa krisis, memberikan
secara bervariasi untuk kepenting - konsesi pada tuntutan klas
an klas-klas dominan yang ada. subordinat. Konsesi ini mungkin
Sumber daya dipergunakan untuk mengorbankan klas dominan, tetapi

91
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

tidak berlawanan dengan kepenting - positif juga sangat G andhian.


an negara sendiri dalam mengen - Galtung mencoba menggabungkan
dalikan penduduk dan menarik analisis yang berorientasi aktor
pajak dan rekruitmen militer. dengan analisis yang berorientasi
struktur (Windhu, 1992: xxii-xxiii).
Kekerasan Antara aktor dan struktur harus
ada interaksi yang seimbang
Mahatma Gandhi memperkenalkan (Windhu, 1992: 29). Menurut
tiga jenis perjuangan tanpa Galtung, kekerasan terjad i bila
kekerasan. Yang paling penting manusia dipengaruhi sedemikian
adalah non-violence of the strong, rupa sehingga realisasi jasmani dan
yang dilakukan dengan keyakinan mental aktualnya berada di bawah
akan kekuatan diri. Kemudian realisasi potensialnya (Windhu,
non-violence of the weak , yang 1992: 64). Kekerasan di sini
dilakukan karena tidak ada senjata didefinisikan sebagai penyebab
dan sumber daya lain yang perbedaan antara yang potensial
diperlukan untuk melakukan dan yang aktual. Di satu pihak
pertempuran. Yang terakhir adalah manusia mempunyai potensi yang
non-violence of the coward, yang masih ada di "dalam", dan di lain
begitu saja menyerah karena lemah pihak, potensi menuntut untuk
dan takut. Gandhi menganjurkan diaktualkan yaitu dengan mereali-
agar manusia yang berperang sasikan dan memperkembangkan
memberi makna positif pada diri dan dunianya dengan nilai-nilai
peperangan yang mereka lakukan, yang dipegangnya. Pengertian
yaitu berperang untuk memperju - "actus" di sini mencakup kegiatan,
angkan sesuatu, bukan hanya aktivitas yang tidak tampak (seperti
menentang sesuatu (Windhu, 1992: berfikir, bermenung, serta kegiatan
xxii). mental atau psikologis lainnya)
Gandhi juga berpendapat serta kegiatan, tindakan, aktivitas
bahwa kekerasan bisa dihapuskan yang dapat diamati/tampak. Inilah
kalau kita tahu penyebabnya. kiranya yang menjadi titik tolak
Penyebab kekerasan terletak pada dalam memahami kekerasan
struktur yang salah, bukan pada sebagai penyebab perbedaan antara
aktor jahat di pihak lain. yang aktual dan yang potensia.
Non-violence adalah non-kooperasi Pengandaian dasarnya ialah apa
dengan struktur yang salah, semen - yang bisa atau mungkin diaktuali-
tara pada saat yang sama sasikan, harus direalisasikan (Win -
mengusulkan dan mengerjakan dhu, 1992: 66). Walaupun pada
struktur alternatif, kalau mungkin, kenyataannya tidak semua potensia
bukan menentang aktor di pihak kemudian berkembang menjadi
lain itu (Windhu, 1992: xxiii). actus. Pemahaman Galtung tentang
Kekerasan struktural yang kekerasan lebih ditentukan pada
menjadi dasar bagi teori Johan segi akibat atau pengaruhnya pada
Galtung mengenai perdamaian manusia. Galtung tidak membeda -

92
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

kan violent acts (tindakan-tindakan menekankan unsur sengaja


yang keras, keras sebagai sifat) tentu tidak cukup untuk
dengan acts of violence (tindakan- melihat, mengatasi kekerasan
tindakan kekerasan) (Windhu, struktural yang bekerja secara
1992: 65). halus dan tidak disengaja. Dari
Galtung juga menguraikan sudut korban, sengaja atau
enam dimensi penting dari tidak, kekerasan tetap
kekerasan yaitu: kekerasan.
1. Kekerasan fisis dan psikologis. 6. Yang tampak dan tersembunyi.
Dalam kekerasan fisis tubuh Kekerasan yang tampak, nyata
manusia disakiti secara jasmani (manifest), baik yang personal
bahkan sampai pada pembunuh - maupun struktural, dapat dilihat
an. Sedangkan kekerasan psiko- meski secara tidak langsung.
logis adalah tekanan yang d i- Sedangkan kekerasan tersem-
maksudkan meredusir kemam- bunyi adalah sesuatu yang
puan mental atau otak. memang tidak kelihatan (latent),
2. Pengaruh positif dan negatif. tetapi bisa dengan mudah
Sistem orientasi imbalan (reward meledak. Kekerasan tersembunyi
oriented) yang sebenarnya terda - akan terjadi jika situasi menjadi
pat "pengendalian", tidak bebas, begitu tidak stabil sehingga
kurang terbuka, cenderung ma - tingkat realisasi aktual dapat
nipulatif, meskipun memberikan menurun dengan mudah.
kenikmatan dan euphoria. Kekerasan tersembunyi yang
3. Ada objek atau tidak. Dalam struktural terjadi jika suatu
tindakan tertentu tetap ada struktur egaliter dapat dengan
ancaman kekerasan fisis dan mudah diubah menjadi feodal,
psikologis, meskipun tidak atau revolusi hasil dukungan
memakan korban tetapi memba - militer yang hirarkis dapat
tasi tindakan manusia. berubah lagi menjadi struktur
4. Ada subjek atau tidak. hirarkis setelah tantangan utama
Kekerasan disebut langsung atau terlewati (Windhu, 1992: 68-72).
personal jika ada pelakunya, dan Galtung juga membedakan
bila tidak ada pelakunya disebut kekerasan personal dan struktura l.
struktural atau tidak langsung. Sifat kekerasan personal adalah
Kekerasan tidak langsung sudah dinamis, mudah diamati, memperli-
menjadi bagian struktur itu hatkan fluktuasi yang hebat yang
(strukturnya jelek) dan dapat menimbulkan perubahan.
menampakkan diri sebagai Sedangkan kekerasan struktural
kekuasaan yang tidak seimbang sifatnya statis, memperlihatkan
yang menyebabkan peluang stabilitas tertentu dan tidak
hidup tidak sama. tampak. Dalam masyarakat statis,
5. Disengaja atau tidak. Bertitik kekerasan personal akan diperhati-
berat pada akibat dan bukan kan, sementara kekerasan struk -
tujuan, pemahaman yang hanya tural dianggap wajar. Namun dalam

93
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

suatu masyarakat yang dinamis, nya, tetapi juga sungguh-sungguh


kekerasan personal bisa dilihat berada di bawah batas minimum
sebagai hal yang berbahaya dan subsistensinya. Struktur tidak
salah, sementara kekerasan memungkinkan mereka mem-
struktural semakin nyata menam- bangun kekuatan, mengorganisir
pilkan diri (Windhu, 1992: 73). dan mewujudkan kekuasaannya
Kekerasan personal bertitik berhadapan dengan "pihak yang
berat pada "realisasi jasmani kuat". Mereka terpecah belah,
aktual". Ada tiga pendekatan untuk kurang integrasi dan kurang
melihat kekerasan personal yaitu mempunyai kekuasaan atas diri
cara-cara yang digunakan (menggu - sendiri, otonomi yang cukup untuk
nakan badan manusia atau menghadapi pihak yang kuat. Jadi
senjata), bentuk organisasi (indivi- kekerasan personal maupun
du, massa atau pasukan), dan struktural membahayakan jasmani,
sasaran (manusia). Kekerasan tetapi kekerasan struktural lebih
personal dapat dibedakan dari sering dilihat sebagai kekerasan
susunan anatomis (secara psikologis. Perbedaannya hanya
struktural) dan secara fungsional dalam cara tetapi akibatnya mem-
(fisiologis). Pembedaan antara yang perlihatkan hasil yang seru pa
anatomis dan fisiologis terletak (Windhu, 1992: 75).
pada kenyataan bahwa yang Perbedaan kekerasan perso-
pertama sebagai usaha menghan- nal dan kekerasan struktural tidak
curkan mesin manusia sendiri tajam. Keduanya bisa mempunyai
(badan), yang kedua untuk hubungan kausal dan mungkin
mencegah supaya mesin itu tidak pula hubungan dialektis. Pembeda -
berfungsi (Windhu, 1992: 74). an antara kekerasan personal dan
Mekanisme kekerasan struk- kekerasan struktural berarti mela -
tural dalam bentuk enam faktor laikan unsur struktural dalam
yang mendukung pembagian tidak kekerasan personal dan unsur
egaliter meliputi urutan kedudukan personal dalam kekerasan struk -
linear, pola interaksi yang tidak tural.
siklis, korelasi antara kedudukan Walaupun kekerasan sudah
dan sentralitas, persesuaian antar menjadi satu dengan struktur,
sistem, keselarasan antar kedu - namun ada saja orang yang
dukan, dan perangkapan yang tampaknya menjadi beringas dalam
tinggi antar tingkat. Sistem sosial hampir semua kejadian. Ini berarti
akan cenderung mengembangkan mereka menampakkan kecende-
keenam mekanisme ini yang pada rungan kerasnya di luar konteks
akhirnya memperbesar ketidak- struktural yang masih bisa diterima
samaan. Dalam beberapa struktur masyarakat luas (Windhu, 1992:
ketidaksamaan terjadi begitu rupa 76).
sehingga pelaku yang berkedu - Menurut Galtung satu jenis
dukan paling rendah tidak hanya kekerasan tidak mengandaikan
relatif terhalangi dimensi potensial - kehadiran nyata jenis kekerasan

94
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

lainnya. Namun, juga diakui bahwa manusia menjadi serigala bagi yang
kemungkinan kekerasan s truktural lain dan akibatnya belum omnium
nyata mengandaikan kekerasan contra omnes, perang semua lawan
personal tersembunyi. Misalnya, semua (Gordon, 1991: 70-6).
jika struktur terancam, mereka Beberapa pemikir, seperti
yang mendapat keuntungan dari John Locke (1690), Montesquieu
kekerasan struktural, terutama (1748) dan Rousseau (1762),
mereka yang berada pada posisi melancarkan kritik terhadap
puncak akan berusaha memperta - Hobbes. Menurut Locke kekuasaan
hankan status quo untuk bersifat terbatas, sehingga tidak
melindungi kepentingan- kepenti- seorang pun dibenarkan melakukan
ngannya. Mereka ini bisa saja tidak kekerasan untuk merusak orang
tampil terang-terangan untuk lain dalam soal hidup -mati,
membela struktur, tetapi dengan kesehatan, kemerdekaan ataupun
menggunakan "alat" (polisi, tentara miliknya (Gordon, 1991: 76-82).
bayaran) untuk memerangi sumber - Montesquieu memperkenalkan Trias
sumber kekacauan, sementara Politika untuk menghindarkan
mereka sendiri tetap tinggal jauh despotisme atau kekuasaan yang
terasing dan terpencil dari sewenang-wenang termasuk peng-
pergolakan kekerasan personal gunaan kekerasan (Gordon, 1991:
(Windhu, 1992: 77). 82-7). Rousseau menolak anggapan
Hobbes yang menyatakan kekeras -
Kekuasaan dan Kekerasan an ada sejak semula dalam diri
manusia. Menurut Rousseau, kema -
Kajian tentang kekuasaan dan juan dalam bentuk peradabanlah
kekerasan dimulai oleh Thomas yang membuat manusia melaksana -
Hobbes (1651) dalam bukunya yang kan kekerasan (Gordon, 1991: 89).
berjudul Leviathan. Levia-than Kekuasaan, sebagaimana di-
adalah hewan laut yang besar, kemukakan Weber dalam uraian di
menakutkan dan berkuasa atas muka, merupakan kemampuan
makhluk lain dengan menggunakan orang atau kelompok memaksakan
kekerasan. Menurut Hobbes kehendaknya pada pihak lain
manusia bertindak atas dasar walaupun ada penolakan melalui
kepentingan diri dan menjadi fitrah perlawanan, baik dalam bentuk
manusia untuk berselisih dan pengurangan pemberian ganjaran
bertengkar. Manusia juga punya secara teratur mau pun dalam
keinginan untuk hidup damai, oleh bentuk penghukuman sejauh kedua
karena itu perselisihan dan hal itu ada, dengan memperlakukan
pertengkaran harus diselesaikan sanksi negatif. Lord Acton melihat
lewat kekuasaan. Penguasa bahwa kekuasaan cenderung busuk
memiliki kekuasaan tak terbatas dan menjadi kekuasaan mutlak
termasuk menggunakan kekerasan (Windhu, 1992: 32).
untuk mempertahankan kekuasaan Kekuasaan merupakan kon -
tersebut. Homo homini lupus , sep yang paling dasar da n kaya

95
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

dalam ilmu politik. Hubungan masyarakat (Jacobs & O'Brien,


kekuasaan merupakan hubungan 1998: 837-45). Kekerasan oleh
yang eksploitatif dan represif. pemegang kekuasaan secara lebih
Kekuasaan menjadi nyata dalam kasat mata terlihat di banyak
hubungan sosial yang tidak negara berkembang seperti Guate-
seimbang (Windhu, 1992: 33). mala dan Indonesia. Studi Hale
Kekerasan yang dilakukan memaparkan keterlibatan militer
oleh pemegang kekuasaan untuk dalam kekerasan di Guatemala
mempertahankan kekuasaan sejak tahun 1961-1966 (Hale, 1997:
acapkali dilakukan melalui kegiatan 817-37). Heryanto juga memerikan
intelijen militer. Biasanya pemegang terorisme negara pada masa Orde
kekuasaan sengaja memancing Baru di Indonesia (Heryanto, 1993:
terjadinya kekerasan di masyarakat 29-40).
agar pemegang kekuasaan memiliki Menurut Snider, tujuan akhir
alasan kuat untuk memberlakukan dari kekerasan yang dilakukan
keadaan darurat (Heryanto, 1993: negara adalah kekuasaan politik
29-40). Kekerasan seperti ini bisa (Snider, 1994: 3-7). Kekerasan
juga dengan menggunakan aparat negara yang dilakukan di negara -
penegakan hukum terhadap para negara Amerika Latin, Afrika dan
demonstran, misalnya menggu - Asia cenderung kasat mata,
nakan pentungan kayu atau sedangkan di Eropah dan Amerika
disemprot dengan cairan tertentu lebih tersembunyi. Akibat kekeras -
dari mobil tangki air. Kekerasan an negara menurut Hewitt ialah
bisa juga berwujud kekerasan hancurnya properti, hilangnya
hukum melalui hukuman atau kepercayaan serta nyawa manusia,
pidana mati. berubahnya struktur ekonomi,
Studi tentang kekuasaan dan sosial dan politik, dan yang paling
kekerasan telah banyak dilakukan menyedihkan berubahnya opini
di pelbagai negara. Ross membahas masyarakat tentang substansi
tindakan pemerintah selaku suatu masalah yang berdampak
penyelenggara kekuasaan di sampai beberapa generasi (Hewitt,
Amerika Serikat yang dilakukan 1996: 201-2). Kekerasan negara
dengan hati-hati untuk menutupi yang terjadi di Afrika mengakibat-
upaya kekerasan mereka dala m kan turunnya produktivitas ekono-
kerangka mengatasi keadaan tidak mi dan tumbuhnya rasa takut pada
stabil ataupun mengancam investor baru (Short, 1998: 906-7).
kejatuhan penguasa (Ross, 1977:
152-5). Jacobs and O'Brien secara Negara dan Kekerasan
tegas menyatakan keterlibatan
polisi secara struktural dalam Apabila negara dianggap sebagai
pelbagai tindak kekerasan terhadap kekuatan reaksioner yang bertujuan
ras tertentu, menciptakan memulihkan tatanan tradisional,
ketidakstabilan dalam masyarakat atau gerakan progresif kepentingan
dan memancing kerusuhan di rakyat menentang kekaisaran,

96
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

dinasti, dan privilege, maka tidak pandangan: "raja tidak dapat


ada kekuatan yang mampu berbuat salah" (King can do no
mencegah negara untuk menggu - wrong).
nakan kekerasan atau terlibat Tahun 1776 bangsa Amerika
dalam tindak kekerasan (Steger & merdeka. Cita-cita dituangkan da-
Lind, 1999: xxi). Semua tipe atau lam Declaration of Independence
kategori negara pasti mempunyai isinya antara lain menyatakan: hak
kecenderungan untuk mengabsah - mutlak untuk hidup, kemerdekaan
kan penggunaan kekerasan dan usaha mencapai kebahagiaan,
terhadap pihak lain yang dipersepsi serta disebutkan bahwa manusia
sebagai orang-orang yang mengan- diciptakan sama. Tetapi pada saat
cam eksistensi negara. Negara itu juga, bangsa Negro mendapat
dihubungkan dengan kekerasan perlakuan tidak sama. Mereka
dalam banyak hal. Pertama, negara dikejar-kejar, ditangkapi dari Afrika
membangkitkan dikotomi konseptu - dibawa ke Amerika dan sebagai
al dan psikologis yang cenderung budak untuk dipekerjakan di
mendorong tindak kekerasan ladang-ladang pertanian.
politik. Kedua, negara dilibatkan Ketika itu negara memihak
dalam perjuangan memperebutkan ras kulit putih dan menindas ras
otonomi politik yang dipahami kulit hitam. Baru pada tahun 1865
sebagai kontrol atas instrumen Abraham Lincoln menghapuskan
koersif dan regulasi wilayah. Bentuk perbudakan. Dan jangan lupa bah -
ketiga kekerasan negara berhu - wa hal itu harus dicapai melalui
bungan dengan peran penting pepe- perang saudara selama lima tahun.
rangan dalam perkembangan his - Tahun 1789 Revolusi Perancis
toris negara. pecah. Slogan liberte-egalite-frater-
Bila kita perhatikan hasil-ha- nite dikumandangkan oleh kaum
sil studi empiris, dan tidak sekedar borjuis untuk merebut simpati
puas dengan asumsi-asumsi belaka, lapisan bawah, guna melawan
akan terlihat dengan jelas bahwa absolutisme kekuasaan raja. Dan
konsep negara sebagai suatu ketika kaum borjuis berhasil
kerangka netral ternyata lebih merebut kekuasaan, mayoritas
merupakan persangkaan daripada lapisan bawah baru sadar bahwa
kenyataan. Dari sejarah kita bisa dalam keadaan tidak sama atau
mengetahui bahwa negara sesung - timpang, slogan tersebut lebih
guhnya bukan kerangka yang menguntungkan kaum borjuis, dan
netral, sebab ia memanifestasikan sebaliknya merupakan bumerang
suatu sistem penilaian, tegasnya bagi lapisan bawah.
memilih suatu atau tujuan tertentu. Dengan slogan kemerdekaan
Ketika negara dikepalai oleh tidak otomatis kaum buruh
seorang raja, pemihakan negara memperoleh hak kebebasan
pada raja, ditandai dengan berserikat, sebab berbenturan
mendudukannya sebagai utusan dengan hak kaum borjuis untuk
Tuhan di dunia. Akibatnya lahir bebas berusaha dan berniaga.

97
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

Slogan persamaan tidak berarti juga akan membantu memperlihat-


kaum buruh bisa menuntut upah kan bahwa orang rasional, dalam
yang layak untuk hidup secara mengejar kepentingannya, meng -
wajar, sebab berbenturan dengan anggap dirinya diuntungkan bila
kepentingan kaum borjuis untuk tunduk pada seorang raja, yaitu
mencari untung sebesar-besarnya negara. Karena kedua jenis
guna meluaskan dan memper - penjelasan tentang negara ini
tahankan eksistensi usahanya. Dan menguraikan kategori yang tidak
permulaan abad ke 19 sejarahpun berkaitan, tidak ada gunanya bila
mencatat di kota-kota besar di berusaha mengkaitkannya atau
Inggeris dan Perancis terdapat memberi prioritas pada yang satu
jutaan kaum buruh dalam keadaan daripada yang lain. Juga tidak
sangat menyedihkan. Mereka masuk akal bila mengambil
bekerja 16 jam per hari. kesimpulan bahwa karena negara
Dalam negara demokrasi baik telah terbentuk dan pertumbuhan -
di Amerika dan Perancis di mana nya pesat, sudah pasti rasional jika
kemerdekaan, kebebasan, persama - orang yang mengejar kepentingan -
an, wibawa hukum dihormati dan nya tunduk pada negara —jika
dijunjung tinggi dalam konstitusi, tidak, mereka akan mengadakan
ternyata penindasan terlindung peperangan sebelum hal itu terjadi
cukup aman dan terhormat. (de Jasay, 1985: 15).
Demokrasi yang ganjil ini oleh
Soekarno disebut sebagai demokrasi Negara, Kekerasan dan Sistem
yang anti sosial sebab tidak Politik
menyelamatkan, menyejahterakan
dan melindungi segenap rakyat. Negara dan sistem politik yang
"Asal-usul negara adalah penakluk- dianut merupakan aspek yang
an" dan "asal-usul negara adalah berhubungan erat dengan aktivitas
kontrak sosial" bukan dua dan kedudukannya dalam penggu -
penjelasan yang bersaing. Yang satu naan kekerasan. Pandangan state-
membicarakan asal-usul negara di centered bahwa negara adalah aktor
masa yang sebenarnya, sedangkan yang turut bermain dalam arena,
yang lain membahas deduksi logis. termasuk menentukan sistem
Keduanya secara simultan bisa politik yang dianut dan upaya
valid. Penyelidikan historis mungkin untuk memonopoli dan melegitimasi
memperlihatkan bahwa kebanyakan penggunaan kekuatan fisik (Held,
negara melacak asal-usulnya pada 1999: 111). Dengan demikian,
kekalahan satu bangsa oleh bangsa kekuasaan, yang bisa dianggap
lainnya, jarang sekali pada sebagai kemampuan untuk
kekuasaan pemimpin yang menang menggunakan kekuasaan secara
dan pasukan perangnya atas efektif, dan sistem politik, yang bisa
bangsanya sendiri, dan seringkali dianggap sebagai sarana untuk
pada migrasi. Pada waktu yang melaksanakan kekuasaa n,
sama, aksioma yang diterima luas merupakan dasar utama eksistensi

98
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

suatu negara. Jadi kekuasaan, (tidak adanya krisis yang dramatis


klaim monopolistik terhadap selama suksesi Andropov lebih
kekuatan fisik, dan sistem politik lanjut menambah argumen bagi
sangat mendasar bagi eksistensi legitimasi rejim Soviet). Bialer
negara. Negara yang tidak mampu selanjutnya membahas per soalan
menegakkan klaim monopolistik - yang berhubungan dengan prinsip
nya berada di ambang disintegrasi legitimasi yang relevan paling
dan menghadapi ancaman perang penting, dan persoalan apakah cara
saudara dan pembubaran (Held, integrasi cara yang menyokong
1990: 413). Contohnya dapat legitimasi tuntutan pemegang
diambil mulai dari runtuhnya kekuasaan dalam elit tersebut dan
Kekaisaran Romawi hingga dalam berbagai institusi masyarak at
pemberontakan Pakistan Timur dan Soviet (Held, 1990: 418-429).
pemisahannya untuk membentuk George Sorel meneliti
negara baru Banglades. hubungan antara sosialisme dan
Persoalan kekerasan di kekerasan proletar. Dengan meno-
Negara Komunis Eropa Timur dan lak sifat deterministik Marxian, ia
Uni Soviet, sebagaimana yang justru mengedepankan pentingnya
dikemukakan oleh Bialer sangat "mitos" yang mampu mengilhami
mengemuka dalam sistem politik klas pekerja untuk beraksi. Sorel
yang dibentuk melalui penaklukan meneliti kekuatan pemobilisasi
revolusioner. Hal yang sama, di Uni kekerasan dalam "mitos pemogokan
Soviet, rejim timbul dari revolusi umum," yang memungkinkan klas
yang dituntun oleh minoritas kecil. pekerja revolusioner untuk menan -
Rejim tersebut berkembang menjadi tang aturan borjuis. Sorel mengu -
kediktatoran penuh yang selama sulkan dikembangkannya etika
lebih dari satu dekade memerangi proletarian grandeur (kemuliaan
revolusi sosial, ekonomi, budaya, proletar) yang akan berkontribusi
dan politik masyarakat dari atas. pada terbentuknya "sosialisme
Rejim ini menggunakan teror baru." Refleksi Sorel tentang
sebagai instrumen penanganan kekerasan tidak saja mempengaruhi
kemasyarakatan sehari-hari hingga generasi pemikir sosialis tetapi juga
25 tahun yang lalu. Barangkali terbukti sangat berpengaruh dalam
karena ini Uni Soviet sangat sukses perkembangan ideologi fasis (Steger
dalam melegitimasi dirinya. Faktor - & Lind, 1999: 253-264).
faktor yang membantu dalam Manfred B.Steger menghu -
proses ini adalah otentisitas bungkan ambruknya Marxisme-Le-
nasional Revolusi Bolshevik, keku - ninisme 1989-1991 di Eropa Timur
asaan normatif yang digunakan oleh dengan dua cacat teoritis serius
periode kepemimpinan partai Ko- dalam Marxisme. Pertama, dia
munis, dan rapuhnya beberapa berpendapat bahwa sistem sosialis
krisis politik utama, termasuk kurang mempunyai wawasan
invasi Nazi 1941 dan beberapa tentang hubungan antara
periode suksesi kepemimpinan kekuasaan dan kekerasan. Masalah

99
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

utamanya terletak pada konsepsi maju dan menempatkan persoalan


satu dimensi kekuasaan Marxisme legitimasi di pusat konflik dan
sebagai mekanisme pemaksaan kontradiksi dalam kapitalisme
yang tak dapat dibenarkan, yang maju. Bialer dan Saul cenderung
diterapkan oleh banyak sistem memperlakukan perolehan dan
politik sesuai aturan instrumental pemilikan kekuasaan negara
yang ketat. Seperti dikatakan sebagai faktor sentral, Offe dan
Hannah Arendt, Marxisme Habermas memandang sifat
memperlihatkan kecenderungan problematik proses legitimasi seba -
untuk mempersamakan kekuasaan gai faktor krusial dalam kapasitas
dengan "organisasi penyelenggaraan sistem kapitalis untuk bertahan
kekerasan" dan "keefektifan dari kontradiksinya sekarang.
tuntutan." Pandangan semacam ini Menurut pandangan Offe, negara
menghapuskan peran konstruktif dipaksa intervensi dalam ekonomi
kekuasaan dan ideologi yang untuk menangani krisis ekonomi
dipahami sebagai negosiasi, dan menyokong kepentingan
kompliansi, dan yang terpenting, mereka yang terlibat dalam
sebagai strategi "nonkekerasan" melaksanakan kekuasaan negara
perlawanan individu dan kolektif. dalam konteks kapitalisme baru -
Kedua, Steger mengamati bahwa baru ini. Namun ini bertentangan
teleleologi deterministik Marxisme dengan perhatian kapitalis pada
mengabaikan dan meremehkan kebebasan ekonomi dan menentang
persoalan krusial etika, kebebasan etika swasta dan kapitalisme yang
individu, dan moralitas politik. memberikan legitimasi bagi tatanan
Meski berkesimpulan bahwa sosial keseluruhan. Dengan tugas
Marxisme tidak menyediakan yang berkontradiksi ini, Offe
sarana yang cukup bagi proyek memandang kelangsungan hidup
perluasan persamaan/kesejajaran negara kapitalis sangat problematik
sosial, Steger menekankan bahwa (Held, 1990: 487-91).
persoalan sentral sosialisme tetap Pendekatan Habermas, yang
penting untuk abad ke-21 juga dibahas oleh Held, adalah
mendatang: "Bagaimana kita sama dan gagasan krisis legitimasi
mampu merekonsiliasi perdamaian, juga utama bagi pandangannya
kebebasan, sosialisme, non - tentang konflik yang menantang
kekerasan, dan demokrasi, semen- negara kapitalis saat ini. Namun
tara pada saat yang sama kita juga Habermas menunjukkan arti
memelihara derajat tertinggi kebe- penting dimensi politik negara
basan individu dan persamaan kapitalis akan kebutuhannya untuk
ekonomi?" (Steger & Lind, 1999: mempertahankan tingkat loyalitas
284-289). massa tertentu. Kontradiksi di sini
Pendekatan Offe dan Haber - adalah kontradiksi klas: negara
mas, yang memiliki banyak ciri yang kapitalis maju bertindak pada
sama, menyoroti arti penting proses kepentingan modal sambil
legitimasi di masyarakat kapitalis menuntut legitimasi dari rakyat.

100
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

Kontradiksi tersebut menjadi kritis ber kekuasaan negara dapat


tidak hanya karena defisit digambarkan sebagai berikut:
legitimasi, tetapi juga karena defisit
Sistem Sumber Kekuasaan Negara
motivasi (Held, 1990: 491-6). Politik
Meskipun tidak mudah membe- Per- Ko-
suasif ersif
dakan krisis motivasi dari krisis Demokrasi ++
legitimasi yang diperkenalkan di Otokrasi ++
muka, nampak jelas: negara Tradisional
Sosialis ++
kapitalis dihadapkan pada kontra - Demokrat
diksi yang tak terpecahkan dan Komunis ++

tidak mampu melegitimasi dirinya


sendiri atau memperoleh dukungan Terlepas dari pelbagai keku -
yang cukup untuk menopang ak - rangan yang ada, nampaknya
tivitasnya. Pandangan kontroversial sistem politik demokrasi memiliki
tentang negara di masyarakat sumber kekuasaan negara yang
kapitalis ini dengan demikian cenderung persuasif. Namun tidak
menarik hubungan lebih lanjut berarti sistem politik demokrasi
antara kemampuan negara untuk bebas dari kekerasan, karena di
melegitimasi dirinya sendiri dan dalam sistem politik demokrasi juga
kemampuannya untuk memper - melekat kekerasan struktural kapi-
tahankan monopoli kekuasaan talisme. Kekerasan memang gejala
dalam wilayah hukum tertentu. yang serba hadir.
Dari uraian di muka dapat
disimpulkan keterkaitan negara, Daftar Pustaka
kekerasan dan sistem politik
sebagai berikut : de Jasay, Anthony, The State
(Oxford: Basil Blackwell,
Negara Sistem Bentuk 1985).
Politik Kekerasan
Eropa Komunis Kekerasan Hale, Charles R., "Consciousness,
Timur dan negara Violence, and The Politics of
Soviet (fisik dan
sebelum simbolik) Memory in Guatemala", dalam
tahun Current Anthropology, Volume
1990
Eropa Sosialis Kekerasan 38, Number 5, 1997.
Timur dan Demokrat negara dan
Soviet kekerasan Held, David et.al. (Eds), States and
setelah proletar Societies (Oxford: Basil
tahun
1990 Blackwell, 1990).
Pasca Otokrasi Kekerasan
Kolonial Tradisional primordial Jacobs, David and O'Brien, Robert
(Tanzania) M., "The Determinants of
Britania Demokrasi Kekerasan
Raya, struktural
Deadly Force: A Structural
Amerika kapitalisme Analysis of Police Violence",
Serikat
dalam American Journal of
Sociology, Volume 103,
Sedangkan hubungan antara Number 4, 1998.
sistem politik dengan sumber -sum-
Mc Lennan, Gregor et.al. (Eds), The
101
Thomas Santoso, “ Kekuasaan dan Kekerasan,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik , Tahun XIV, Nomor 4, Oktober 2001, 89 -102.

Idea of the Modern State tural & Classic Readings,


(Philadelphia: Open University (Boulder-San Francisco-Ox-
Press, 1987). ford: Westview Press, 1993).
Poloma, Margaret M., Contemporary Skocpol, Theda, "Revolusi Sosial di
Sociological Theory (New York: Dunia Modern dan Mobilisasi
MacMillan Publishing, Co., Rakyat Secara Militer", dalam
1979). Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Unisia,
Robison, Richard, "Culture, Politics, No. 37/ XX/ 1/ 1998.
and Economy in the Political Snider, Don M., "Post-Cold War
History of the New Order", Political Violence", dalam
dalam Benedict Anderson and Global Business White Papers ,
Audrey Kahin, Interpreting No. 10, 1994.
Indonesian Politics: Thirteen Steger, Manfred B. & Lind, Nancy
Contributions to the Debate S., An Interdisciplinary Reader
(New York: Cornell University, Violence and its Alternatives
1982). (New York: St. Martin's Press,
Robison, Richard, "Pengembangan 1999).
Industri dan Perkembangan Windhu, I. Marsana, Kekuasaan &
Ekonomi-Politik Modal: Kasus Kekerasan Menurut Johan
Indonesia", dalam Ruth Mc Galtung (Yogyakarta: Penerbit
Vey (Ed), Kaum Kapitalis Asia Kanisius, 1992).
Tenggara (Jakarta: Yayasan
Zeigler, Harmon, The Political
Obor Indonesia, 1998).
Community A Comparative In -
Ross, Jeffrey Ian, "Controlling State troduction to Political Systems
Crime: An Introduction", and Society (New York-Lon-
dalam The Journal of Conflict don: Longman, 1990).
Studies, Journal of The Centre
for Conflit Studies University
of New Brunswick, 1997.
Scott, James C., Domination and the
Arts of Resistance. Hidden
Transcripts (New Haven and
London: Yale University Press,
1990).
Short, James F., "Poverty, Ethnicity,
and Violence Crime", dalam
American Journal Sociology ,
Volume 104, Number 3, 1998.
Skocpol, Theda, "The State as a
Janus- faced Structure",
dalam Charles Lemert (Ed),
Social Theory. The Multicul -

102

Anda mungkin juga menyukai