Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan

rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24

jam kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan

pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif

singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan

demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-

menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat

juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran

dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen

keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/

pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya

maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang

efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)

Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan,

maka dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses,

dimensi, penilaian, strategi, indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu

pelayanan keperawatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen

keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.


B. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan

1. Mutu

Pengertian mutu berbeda diantara tiap orang, ada yang berarti bagus,

luxurious, ataupun paling bagus. Tetapi ada beberapa pengertian mutu menurut

para ahli, sebagai berikut:

Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa

pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan

kebutuhan kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah “fitness

for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran, 1989).

Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan

dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan

terhadap standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan

bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai

dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi

dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang

berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang
menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau

pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.

Pelayanan Keperawatan

a. Pelayanan

Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan

barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu

menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan telah

banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006) menjelaskan

mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau

suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada

dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan

fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan

merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual,

sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang

ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat

dinikmati atau dirasakan.

Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik

dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan

pelayanan sebagai berikut :

 pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based)

atau basis orang (people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari

segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional;


Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan beberapa jenis

pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s precense); pelayanan juga

dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need) atau

kebutuhan bisnis (business need); dan pelayanan yang dibedakan atas tujuannya,

yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau

publik (private or public). Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka

dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk

yang memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga

pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan

tersebut. Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan

dan pemberi pelayanan baik yang professional maupun tidak profesional secara

bersamaan sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung

dirasakan dan jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat

memberikan pelayanan.

Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan

1. Standar 1

Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat

memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar

yang ditetapkan. Kriteria:

 Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus

mencerminkan peran rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan


keperawatan serta diketahui oleh semua unit lain. Dokumen ini harus selalu

tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan

 Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan

keperawatan.

 Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.

 Bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis

 Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan

keperawatan dan hubungan dengan unit lain.

 Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal

sebagai berikut

 Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis

kewenangan

 Fungsi dan tanggungjawab

 Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf

 Masa kerja dan kondisi pelayanan

2. Standar 2

Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan

untuk memberikan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan

pasien. Kriteria:
 Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku

dan ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan

dasar, penugasan pasien atau keperawatan terpadu.

 Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan

 Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi,

martabat dan kerahasiaan pasien.

 Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien

 Penelitian keperawatan

 Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai

dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi

3.Standar 3

Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan

pelayanan. Kriteria:

 Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai

kualifikasi manager.

 Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi

berfungsinya pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif

menghadiri rapat pimpinan.

 Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti

yang cakap dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan.


 Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan

berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya.

 Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan

pasien fasilitas dan peralatan

4. Standar 4

Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan

keperawatan. Kriteria:

 Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas

 Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang

telah mendapatkan pelatihan.

5. Standar 5

Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis

yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan

yang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria:

 Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan

kebijakan dan prosedur keperawatan.

 Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus

diikut sertakan dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.


 Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang

mengatur standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang

berlaku.

 Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta

kegiatan staf keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah

penyuntikan/ pengobatan pada terapi intravena, pemberian darah dan produk

darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian informasi kepada mass media

dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.

 Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:

 Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur

 Garis besar prosedur

 Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien.

(Etika LavleeHongki, 2012)

6.Standar 6

Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program

pengembangan dan pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat

meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kriteria:

 Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar

 Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program

pelayanan.
 Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi

perawat yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :

 Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit

 Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan

keperawatan

 Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar

praktek keperawatan.

 Prosedur penilaian terhadap staf keperawatan

 Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang

lingkup tanggung jawab

 Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat

 Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu

 Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti

 Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).

7.Standar 7

Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin

adanya asuhan keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan

diri dalam program pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:

 Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu

keperawatan.
 Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:

 Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.

 Penampilan kerja semua tenaga perawat.

 Proses dan hasil pelayanan keperawatan.

 Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.

b.Indikator Mutu Keperawatan

Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA

Kategori Ukuran

Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi

berfokus 2 Angka decubitus

outcomes 3 Angka pasien jatuh

pasien 4 Angka psien jatuh dengan cidera

5 Angka restrain

6 ISK karena pemasangan cateter di ICU

7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di

ICU dan HDNC

8 VAP di ICU dn HDNC

Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI

berfokus pada 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung

11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia


intervensi

perawat

Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak

berfokus pada 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP

system 14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index

15 Turn over

c.Audit internal

Audit internal merupakan suatu penilaian atas keyakinan, independen,

obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan

meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya

dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi

dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata

kelola. Audit internal adalah katalis untuk meningkatkan efektivitas organisasi

dan efisiensi dengan memberikan wawasan dan rekomendasi berdasarkan

analisis dan penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen untuk integritas

dan akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai kepada mengatur badan

dan manajemen senior sebagai sumber tujuan saran independen. Profesional yang

disebut auditor internal yang digunakan oleh organisasi untuk melakukan

kegiatan audit internal.

Audit keperawatan internal dilakukan oleh organisasi profesi di dalam

institusi tempat praktik keperawatan, audit keperawatan eksternal dilakukan oleh

organisasi profesi di luar institusi.Kebijakan audit medis di Rumah Sakit


didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

496/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman Audit Medis di

RS, sedangkan untuk audit keperawatan belum ada kebijakan yang mengatur.

Pelaksana Audit Keperawatan di Rumah Sakit :

 Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite

Keperawatan atau panitia khusus untuk itu à pelaksana audit keperawatan di RS

dapat dilakukan oleh Komite Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan

Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit Keperawatan

 Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan

Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan

standar & kriteria serta analisa hasil audit keperawatan

 Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi

terkait untuk melakukan analisa hasil audit keperawatan & memberikan

rekomendasi khusus

Langkah-langkah (Proses Audit)

1. Identifikasi masalah

Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah :

 Adanya standar nasional dan pedoman yang menjadi rujukan praktik klinis yang

lebih efektif

Area yang menjadi masalah dapat dijumpai di lahan praktik

 Rekomendasi dari pasien dan masyarakat


 Berpotensi jelas untuk meningkatkan pemberian pelayanan Kaitan dengan

volume, risiko dan biaya tinggi jika upaya perbaikan diterapkan

2. Menetapkan kriteria dan standar

 Kriteria adalah pernyataan eksplisit yang didefinisikan sebagai elemen

representatif dari pelayanan yang dapat diukur secara objektif.

 Standar adalah aspek pelayanan yang dapat diukur, yang selalu didasarkan pada

hasil penelitian yang terbaik (ekspektasi tiap kriteria)

 Standar & kriteria wajib (Must Do) à merupakan kriteria minimum yg absolut

dibutuhkan utk menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan & harus dipenuhi oleh

setiap dokter

 Standar kriteria tambahan (Should do) à merupakan kriteria-2 dari hasil riset yg

dapat dibuktikan dan penting

3. Pengumpulan data

Untuk menjamin pengumpulan data tepat dan teliti, dan hanya informasi

penting yang dikumpulkan, tentunya detail dari hal-hal yang akan di audit

ditetapkan sejak awal. Diantaranya adalah :

 Kelompok yang termasuk pengguna pelayanan, dengan tanpa perkecualian

 Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan

 Periode penerapan dari kriteria. Ukuran sampel dapat ditentukan menggunakan

statistik, data dapat dikumpulkan baik dengan sistem informasi komputer

maupun secara manual. Yang terpenting adalah data apakah yang akan diambil?,

dimanakah data dapat ditemukan? Dan siapakan yang akan mengambil data?
4.Membandingkan hasil pengumpulan data dengan standar.

Tahap ini merupakan tahap analisis, dimana hasil dari pengumpulan data

dibandingkan dengan kriteria dan standar. Hasil akhir dari analisis adalah apakah

standar sudah sesuai, jika dapat diaplikasikan, identifikasi alasan ketidaksesuaian

standar dengan kasus.

5.Melakukan upaya perbaikan (Melakukan analisa kasus yg tidak sesuai dgn

standar & kriteria).

Setelah hasil audit dipublikasikan dan didiskusikan, kesepakatan

sebaiknya dibuat sebagai rekomendasi perbaikan. Rencana kegiatan dilaporkan

untuk menentukan siapa yang akan menyetujui, apa yang akan dilakukan dan

kapan akan dimulai. Tiap-tiap poin sebaiknya didefinisikan dengan jelas

termasuk nama-nama individu yang akan bertanggung jawab dan target waktu

pencapaian.

6. Tindakan korektif

7. Rencana re-audit

Aspek struktur, proses dan hasil pelayanan dipilih dan dievaluasi secara

sistematis berdasarkan kriteria eksplisit. Jika diindikasikan, upaya-upaya

perbaikan diterapkan pada tim individu atau tingkat pelayanan dan monitoring

selanjutnya digunakan untuk memberi konfirmasi adanya perbaikan dalam

pemberian pelayanan.Audit klinik adalah suatu kegiatan berkesinambungan

penilaian mutu pelayanan yang dilakukan para pemberi jasa pelayanan kesehatan

langsung (oleh dokter, perawat, dan atau profesi lain) suatu Rumah Sakit untuk

menghasilkan perbaikan-perbaikan jika hasil penilaian menunjukkan bahwa


mutu pelayanan mereka ternyata dibawah optimal. Pengertian klinik dalam

konteks ini meliputi kelompok medik dan keperawatan, dengan demikian audit

klinik dapat merupakan audit medik, audit keperawatan, atau gabungan antara

audit medik dan keperawatan.Menurut Elison, audit keperawatan secara khusus

merujuk pada pengkajian kualitas keperawatan klinis yang merupakan upaya

evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, dengan menggunakan rekam keperawatan dan dilaksanakan oleh

profesi keperawatan.

d.Audit manajemen personalia

Audit manajemen personalia adalah perencanaan, pengembangan,

pembagian kompensasi, penginterprestasian, dan pemeliharaan tenaga keraja

dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan

masyarakat (Ranupandojo dan Husnan, 2002).

Manajemen personalia adalah ilmu seni untuk melaksanakan antara lain

perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan efisiensi

personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan

(Nitisemito, 1996:143).

 TujuanManajemen Personalia

Tujuan manajemen personalia berhubungan dengan tujuan perusahaan

secara umum. Hal ini dikarenakan manajemen perusahaan berusaha untuk

menimbulkan efisiensi dalam bidang tenaga kerja sebagai efisiensi keuntungan

dan kontinuitas.

Tujuan manajemen personalia ada dua macam, yaitu (Manullang, 2001:165) :


1. Production Minded (efisiensi dan daya guna);

2. People Minded (Kerja sama).

Karena itu manajemen personalia ini menyangkut usaha untuk

menciptakan kondisi dimana setiap karyawan didorong untuk memberikan

sumbangan sebaik mungkin bagi majikannya, karena tidak dapat mengharapkan

efisiensi yang maksimal tanpa kerjasama yang penuh dari para karyawan.

 Fungsi Manajemen Personalia

Fungsi audit manajemen personalia terdiri dari :

1. Perencanaan. Perencanaan berarti menentukan program personalia yang

akan membantu mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Tujuan ini memerlukan partisipasi aktif dari manajer personalia.

2. Pengorganisasian. Jika perusahaan telah menentukan fungsi-fungsi yang

harus dijalankan oleh karyawannya, maka manajer personalia harus

membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai

hubungan antara jabatan personalia dan faktor-faktor fisik. Organisasi

merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan.

3. Pengarahan. Apabila manajer sudah mempunyai rencana dan sudah

mempunyai organisasi untuk melaksanakan rencana tersebut, fungsi

selanjutnya adalah mengadakan pengarahan terhadap pekerjaan. Fungsi

itu berarti mengusahakan agar karyawan bekerja sama secara efektif.


4. Pengawasan. Pengawasan adalah mengamati dan membandingkan

pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi

penyimpangan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi yang

menyangkut masalah pengaturan berbagai kegiatan sesui dengan rencana

personalia yang dirumuskan sebagi dasar analisis dari tujuan organisasi

fundamental.

Fungsi audit manajemen personalia secara operasionalnya terdiri dari :

1. Pengadaan adalah menyediakan sejumlah tertentu karyawan dan jenis

keahlian yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan

tersebut menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, proses

seleksi dan penempatan kerja.

2. Pengembangan karyawan yang telah diperoleh dengan malalui pelatihan

dengan tujuan untuk mengembagkan ketrampilan.

3. Pemberian kompensasi adalah pemberian penghargaan yang adil dan

layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan mereka dalam

mencapai tujuan perusahaan.

4. Pengintegrasian adalah menyangkut penyesuaian keinginan dari

individu dengan keungan pihak perusahaan dan masyarakat.

5. Pemeliharaan adalah mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang

telah ada.

e. keselamatan
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses

dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.

Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko

terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan

menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta

meminimalisir timbulnya risiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut

Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan

menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang

tidak diharapkan.Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah

kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse

event), dan nyaris terjadi (near miss). Untuk meningkatkan mutu pelayanan

Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien

Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen

dibawah koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta

bertanggung jawab kepada Menteri.

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,

Pasal 7 ayat (2) meliputi:

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga;


3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;

4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien;

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas

mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran

Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:

1. Ketepatan identifikasi pasien;

2. Peningkatan komunikasi yang efektif;

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan

6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9

Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh

Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;

2. Memimpin dan mendukung staf;


3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;

4. Mengembangkan sistem pelaporan;

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang

dijamin dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, terpenuhi. Hak tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan

yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedural operasional

serta layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian

fisik dan materi. Asosiasi rumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan menurut

Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,

wajib berperan serta dalam persiapan penyelenggaraan Program Keselamatan

Pasien Rumah Sakit.

f. Pengertian Kepuasan Pasien

Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas

kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan

yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan

mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap

karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan

pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat,

begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006)
Menurut Irawan (2003), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa

dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan

kinerja denganharapan-harapannya. kepuasan atau ketidakpuasan merupakan

respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan

yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan.

Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa

tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan

dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa

Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang

pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil

kinerja akan dipersepsikan oleh klien.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat

kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan

perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi

harapan klien.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien

Menurut Kotler & Amstrong (dalam Huriyati,2005 &Rangkuti, 2006)

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku

konsumen yaitu

a.Faktor Kebudayaan

Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam

terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa

komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan


penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan

atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atasnasionalitas, agama,kelompok, ras,

dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif

homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan

tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan

diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.

b.Faktor Sosial

Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status.

Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang

mempunyai karakteristik ,keterampilan, pengetahuan,kepribadian. Orang ini

biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.

c.Faktor Pribadi

Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima

pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-

tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus

hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan

kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,

artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak

akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui

pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda

perkembangankematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri

atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan


peningkatan usia.Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun

informal yang dialami seseorang.

Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam

mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan.

Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan

yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang

untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat menjadi

faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh.

Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku

dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara

diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian.

d. Faktor Psikologi

Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi,

persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan

erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada

kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan

akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo,

2003).

Menurut Kotler (200 dalam Wijono 1999) menyebutkan bahwa kepuasan

pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku

petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang

diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur

perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon
kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau

pelayanan.

g. Kenyamanan

Kenyamanan didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh resipien

berdasarkan pengukuran kenyamanan.Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan,

ketentraman dan transcendence) serta empat konteks pengalaman (fisik,

psikospiritual, sosial dan lingkungan).

Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut :

 Dorongan (relief): kondisi resipien yang membutuhkan penanganan yang

spesifik dan segera.

 Ketenteraman (ease): kondisi yang tenteram atau kepuasan hati.

 Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalahnya (nyeri).

Empat konteks kenyamanan

 Fisik : berkaitan dengan sensasi jasmani.

 Psikospiritual : berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri, termasuk

penghargaan, konsep diri, seksual dan makna hidup; berhubungan dengan

perintah yang terbesar atau kepercayaan.

 Lingkungan : berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan

pengaruhnya.

 Sosial : berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

Teori kenyamanan meliputi tiga tipe alasan logis:

A.Induction
Induksi terjadi setelah terjadi proses generalisasi dari pengamatan

terhadap objek yang spesifik (Bishop & Hardin, 2006). Ketika perawat

mendalami tentang praktek keperawatan dan keperawatan sebagai disiplin,

perawat menjadi familiar dengan konsep implisit atau eksplisit, term, proposisi,

dan asumsi yang mendukung praktik keperawatan.

B.Deduction

Deduksi merupakan proses penyimpulan prinsip atau premis yang

bersifat general menjadi kesimpulan yang lebih spesifik (Bishop & Hardin,

2006).

Tahapan deduktif dari perkembangan teori menghasilkan hubungan

comfort dengan konsep lain untuk menghasilkan sebuah teori. Pendapat dari

ketiga theorist disertakan dalam teori comfort, oleh karena itu Kolcaba mencari

bentuk dasar yang dibutuhkan untuk menyatukan ketiga konsep dasar: relief,

ease, dan transcendence. Sesuatu hal yang diinginkan adalah suatu kerangka

konsep general yang mampu menjelaskan comfort menjadi istilah yang lebih

mudah dipahami dan mengurangi tingkat abstraksinya (Tomey & Alligood,

2010).

C.Retroduction

Retroduction digunakan untuk menyeleksi fenomena yang sesuai untuk

dikembangkan lebih luas untuk kemudian diuji kembali. Tipe ini diaplikasikan

dalam area yang hanya memiliki beberapa teori (Bishop & hardin, 2006).. Hasil

yang diharapkan dari pemberian intervensi keperawatan adalah diperolehnya


kenyamanan pasien yang dapat dilihat dari persepsi yang dikemukakan oleh

pasien.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan merupakan suatu

pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual

yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga

maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan

sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Secara sederhana proses

kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar mutu,

selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan

standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi.

Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih

tinggi dan seterusnya.

Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi

mutu yang mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya

yaitu Dimensi Tangible atau bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan,

Dimensi Responsiveness atau ketanggapan, Dimensi Assurance atau jaminan dan

kepastian, dan Empati.

Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses

(Process), Hasil (Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan

Keperawatan terdapat Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan, diantaranya


Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total quality manajemen (TQM). Peran

sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan adalah menjadi model

kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership).

B.Saran

Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca

dapat mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai

meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik

mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang

professional.

DAFTAR PUSTAKA

Maequis, Bessie L. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan :teori

&aplikasi.Ed.4.Jakarta.EGC

Kuntoro, agus. 2010. buku ajar menejemen keperawatan. Yogyakarta : nuha

medika

Nursalam.2002.Manajemen Keperawatan; Aplikasi pada praktek perawatan

profesional.Jakarta: Salemba Medika

Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya :

Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai