Anda di halaman 1dari 7

P3

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Waktu Terhadap Konversi Reaksi Esterifikasi


0.7

0.6

0.5
Konversi (Xa)

0.4

0.3 HCl 0,16 N


H2SO4 0,16N
H2SO4
0.2

0.1

0
0 10 20 30 40 50
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Hubungan waktu terhadap konversi reaksi esterifikasi


Gambar 4.1 diatas merupakan hubungan waktu terhadap konversi reaksi
esterifikasi pada variasi jenis katalis yakni HCl dan H2SO4. Terlihat bahwa kurva
mengalami kenaikan seiring berjalannya waktu yang mengindikasikan terjadinya
peningkatan konversi pada reaksi esterifikasi. Konversi reaksi esterifikasi pada
t=0 hingga t=40 menit dengan katalis HCl berturut-turut adalah 0,298; 0,402;
0,435; 0,484; dan 0,532. Sedangkan konversi reaksi esterifikasi pada t=0 hingga
t=40 menit dengan katalis H2SO4 berturut-turut adalah 0,3499; 0,4364; 0,4847;
0,5228; dan 0,5756.
Secara teori, pengaruh waktu terhadap konversi reaksi esterifikasi adalah
semakin lama waktu reaksi, maka akan menghasilkan konversi yang besar. Hal
ini disebabkan karena adanya kemungkinan kontak antara zat reaktan yaitu asam
asetat dan metanol semakin banyak, sehingga mengakibatkan tumbukan yang
terjadi antar zat reaktan akan semakin besar sehingga dapat menghasilkan
konversi yang semakin besar pula. (Anisah dkk., 2018).
Dari percobaan yang lakukan, dapat disimpulkan bahwa hubungan waktu
terhadap konversi pada proses esterifikasi adalah sesuai dengan teori yaitu
semakin lama waktu reaksi maka akan semakin besar konversinya. (Anisah dkk.,
2018)

12
P3

4.2 Hubungan Perbedaan Jenis Katalis Terhadap Konversi Reaksi Esterifikasi


Gambar 4.1 merupakan hubungan antara waktu terhadap konversi reaksi
esterifikasi pada berbagai variasi jenis katalis yakni HCl (Variabel 1) dan katalis
H2SO4 (Variabel 2) dengan konsentrasi yang sama yakni 0,16 N. Terlihat bahwa
kurva terlihat naik seiring dengan bertambahnya waktu reaksi esterifikasi
mengindikasikan terjadinya peningkatan konversi selama reaksi esterifikasi
berlangsung. Variabel 1 dengan katalis HCl memiliki konversi yang lebih besar
dibandingkan dengan variabel 2 yang menggunakan katalis H2SO4, dengan
konversi pada t = 40 menit untuk variabel 1 dan 2 berturut-turut adalah 0,532 dan
0,5756.
Perbedaan jenis katalis mempengaruhi dalam konversi, HCl memiliki
tingkat keasaman yang lebih tinggi daripada H2SO4 ditunjukkan dengan nilai
pKa yaitu -6,3 sedangkan nilai pKa H2SO4 sebesar -3 (Evans, 2005) . HCl
memiliki nilai pKa (derajat kelarutan asam) yang lebih kecil atau Ka (konstanta
keasaman) yang lebih besar. Ka dan pKa memiliki hubungan, yaitu pKa
merupakan minus logaritma dari Ka (Lower, 1996) sehingga nilai variasi pKa
berjarak lebih kecil. Semakin besar nilai Ka maka akan semakin mudah memutus
ikatan H-A dan melepaskan proton H+ sehingga HCl menjadi lebih asam.
Pada percobaan reaksi esterifikasi, dihasilkan konversi lebih besar untuk
sampel yang menggunakan katalis H2SO4 0,16 N dibanding sampel yang
menggunakan katalis HCl 0,16 N. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan
teorema yang ada, kemungkinan disebabkan oleh HCl yang memiliki reaktivitas
lebih besar, tidak selalu menguntungkan (Sari, 2009). Menurut Saiful dkk, (2015)
mengatakan bahwa HCl merupakan asam basa lewis yang dapat menimbulkan
tegangan sterik yang besar dimana pasangan elektron bebas oksigen pada gugus
karboksilat akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk berikatan dengan
HCl, efek sterik ini didukung oleh panjangnya rantai karbon pada asam heptanoat
sehingga menyebabkan reaksi sulit berjalan dan kesetimbangan reaksi dapat
bergeser kembali kearah reaktan, itulah yang dinamakan dengan deaktivasi
katalis berjenis pergerakan. Akibatnya konversi yang dihasilkan pada percobaan
menggunakan katalis HCl lebih rendah daripada H2SO4. Ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan untuk meminimalisir deaktivasi ini, seperti pemilihan kondisi
reaktor dan pengoperasiannya yang tepat, atau dengan cara memodifikasi katalis
yang digunakan (Utomo dkk., 2007). Hal itulah yang menyebabkan sampel yang
menggunakan katalis asam sulfat memiliki konversi yang lebih besar dibanding
sampel yang menggunakan katalis HCl.

13
P3

4.3 Hubungan Perbedaan Jenis Katalis Terhadap Konstanta Laju Rekasi


9.00000
8.00000
7.00000
6.00000
k x 10^-4

5.00000
k1
4.00000
k2
3.00000
2.00000
1.00000
0.00000
HCl 0,16 N H 2SO4 0,16N
H2SO4

Gambar 4.2 Hubungan perbedaan katalis terhadap konstanta laju reaksi


Gambar 4.2 merupakan grafik batang yang menggambarkan hubungan
antara perbedaan katalis yakni menggunakan katalis HCl dan H2SO4 terhadap
konstanta laju reaksi. Terlihat bahwa konstanta laju reaksi pembentukan produk
(k1) lebih besar dibanding konstanta laju reaksi pembentukan reaktan (k2) pada
penggunaan katalis HCl dan H2SO4. Dan reaksi esterifikasi dengan katalis HCl
memiliki konstanta laju reaksi k1 dan k2 yang lebih kecil yakni berturut-turut
adalah 7,18887 x 10-4 dan 1,016583 x 10-4 dibanding reaksi esterifikasi dengan
katalis H2SO4 yang memiliki konstanta laju reaksi k1 dan k2 berturut-turut adalah
7,75207 x 10-4 dan 1,096225 x 10-4.
Operasi konsentrasi katalis dengan laju reaksi ini dihubungan dengan nilai -
ln(1-XA). Untuk memperoleh nilai konstanta kecepatan reaksi dari data
percobaan maka diperlukan perhitungan dari persamaan sebagai berikut:
𝑑𝐶𝐴
− = 𝑘. 𝐶𝐴
𝑑𝑡
𝐶𝐴 𝑡
𝑑𝐶𝐴
−∫ = 𝑘 ∫ 𝑑𝑡
𝐶𝐴𝑜 𝐶𝐴 0

𝐶𝐴
−𝑙𝑛 = 𝑘𝑡
𝐶𝐴𝑜
𝐶𝐴𝑜 (1 − 𝑋𝐴 )
−𝑙𝑛 = 𝑘𝑡
𝐶𝐴𝑜
− ln(1 − 𝑋𝐴 ) = 𝑘𝑡
Dengan pendekatan least square maka diketahui:
− ln(1 − 𝑋𝐴 ) = 𝑘𝑡
𝑦 = 𝑚𝑥

14
P3

Perbedaan jenis katalis mempengaruhi dalam konversi, HCl memiliki


tingkat keasaman yang lebih tinggi daripada H2SO4 ditunjukkan dengan nilai
pKa yaitu -6,3 sedangkan nilai pKa H2SO4 sebesar -3 (Evans, 2005) . HCl
memiliki nilai pKa (derajat kelarutan asam) yang lebih kecil atau Ka (konstanta
keasaman) yang lebih besar. Ka dan pKa memiliki hubungan, yaitu pKa
merupakan minus logaritma dari Ka (Lower, 1996) sehingga nilai variasi pKa
berjarak lebih kecil. Semakin besar nilai Ka maka akan semakin mudah memutus
ikatan H-A dan melepaskan proton H+ sehingga HCl menjadi lebih asam.
Pada percobaan reaksi esterifikasi, dihasilkan konversi lebih besar untuk
sampel yang menggunakan katalis H2SO4 0,16 N dibanding sampel yang
menggunakan katalis HCl 0,16 N. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan
teorema yang ada, kemungkinan disebabkan oleh HCl yang memiliki reaktivitas
lebih besar, tidak selalu menguntungkan (Sari, 2009). Menurut Saiful dkk, (2015)
mengatakan bahwa HCl merupakan asam basa lewis yang dapat menimbulkan
tegangan sterik yang besar dimana pasangan elektron bebas oksigen pada gugus
karboksilat akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk berikatan dengan
HCl, efek sterik ini didukung oleh panjangnya rantai karbon pada asam heptanoat
sehingga menyebabkan reaksi sulit berjalan dan kesetimbangan reaksi dapat
bergeser kembali kearah reaktan, itulah yang dinamakan dengan deaktivasi
katalis berjenis pergerakan. Akibatnya konversi yang dihasilkan pada percobaan
menggunakan katalis HCl lebih rendah daripada H2SO4. Ada beberapa hal yang
dapat kita lakukan untuk meminimalisir deaktivasi ini, seperti pemilihan kondisi
reaktor dan pengoperasiannya yang tepat, atau dengan cara memodifikasi katalis
yang digunakan (Utomo dkk., 2007). Hal itulah yang menyebabkan sampel yang
menggunakan katalis asam sulfat memiliki konversi yang lebih besar dibanding
sampel yang menggunakan katalis HCl.

4.4 Hubungan Perbedaan Jenis Katalis Terhadap Konstanta Arah


Kesetimbangan Reaksi Esterifikasi
Tabel 4.1 Hubungan perbedaan katalis terhadap konstanta arah kesetimbangan
reaksi esterifikasi
Variabel K Qc
Katalis HCl 0,16 N 7,0716 0,2440
Katalis H2SO4 0,16 N 7,0716 0,3209

Tabel 4.1 merupakan hubungan perbedaan katalis terhadap konstanta arah


keseimbangan reaksi esterifikasi yakni menggunakan katalis HCl 0,16 N dan

15
P3

katalis H2SO4 0,16 N. Kedua variabel memiliki nilai K yang sama karena suhu
operasi sama, sedangkan nilai Qc berbeda pada katalis HCl 0,16 N dan katalis
H2SO4 0,16 N berturut-turut adalah 0,2440 dan 0,3209, dengan data tersebut
mengindikasikan bahwa nilai Qc turun ketika menggunakan katalis HCl.
Perhitungan untuk konstanta kesetimbangan reaksi (K) sangat dipengaruhi
oleh jumlah konsentrasi produk dan reaktan pada kondisi setimbang. Tetapan
kesetimbanggan (K) adalah hasil kali produk dipangkatkan koefisien reaksinya
dibagi hasil kali rekatan dipangkatkan koefisien reaksinya. Adapun mekanisme
perhitungan sebagai berikut:
CH3COOH + CH3OH CH3COOCH3 + Gliserol
A B C D
[𝐶]1 [𝐷]1
𝐾=
[𝐵]1 [𝐴]1
Definisi dari nilai K dan Qc sebenarnya sama. Yaitu perbandingan antara
konsentrasi reaktan dan produk. Namun yang membedakan adalah nilai K
merupakan nilai konstan dari kesetimbangan reaksi kimia. Sedangkan nilai Qc
bukan merupakan nilai konstan. Karena nilai Qc dapat diambil pada konsentrasi
saat kapanpun Sehingga tidak bisa disebut suatu nilai konstan. Ada 3 kondisi
jika nilai K dan Qc dibandingkan menurut Masterton dan Hurley (2009), yaitu :
a. Jika Qc = K , maka sistem berada di keadaaan setimbang.
b. Jika Qc < K , maka reaksi akan berjalan kearah kanan untuk mencapai
keadaan setimbang.
c. Jika Qc > K , maka reaksi akan berjalan kearah kiri untuk mencapai keadaan
setimbang.
Hubungan antara nilai K dan Qc pada praktikum ini adalah, nilai Qc < K.
Maka reaksi esterifikasi pada praktikum ini berjalan kearah kanan untuk
mencapai kesetimbangan.
CH3COOH + C2H5OH → CH3COOC2H5 + H2O
Dikarenakan reaksi berjalan kearah kanan, maka pada reaksi esterfikasi ini
produk ester sedang terbentuk.
Menurut Le Chatelier, suatu sistem kesetimbangan akan tetap
mempertahankan posisinya jika terdapat perubahan yang mengakibatkan
terjadinya pergeseran reaksi kesetimbangan. Pada reaksi kesetimbangan, reaksi
harus bergeser ke kanan (produk) untuk mendapatkan konversi maksimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi kesetimbangan adalah
perbandingan konsentrasi umpan, penambahan inert, dan pengambilan produk
selama reaksi. Penambahan katalis tidak mengubah kesetimbangan, hanya

16
P3

mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Dari rumus umum Kc, ada


hubungan antara konstanta kesetimbangan dengan jumlah produk dan rekatan.
Untuk produk berbanding lurus dengan nilai Kc, sehingga semakin besar produk
maka Kc semakin besar. Sedangkan hubungan Kc dengan reaktan berbanding
terbalik, jika jumlah reaktan kecil , maka nilai Kc akan besar. Semakin banyak
reaktan maka jumlah produk yang dihasilkan pun semakin besar (Setyawardhani,
2010).
Pada percobaan yang telah dilakukan, terlihat bahwa arah kesetimbangan
hidrolisa minyak jarak (K) yang menggunakan katalis H2SO4 lebih besar
dibandingkan dengan katalis HCl hal ini tidak sesuai teori bahwa hidrolisis
dengan katalis HCl memiliki konversi yang lebih besar sesuai dengan
pembahasan 4.1. Konversi sampel yang menggunakan katalis HCl kemungkinan
disebabkan oleh HCl yang memiliki reaktivitas lebih besar, tidak selalu
menguntungkan (Sari, 2009). Menurut Saiful dkk, (2015) mengatakan bahwa
HCl merupakan asam basa lewis yang dapat menimbulkan tegangan sterik yang
besar dimana pasangan elektron bebas oksigen pada gugus karboksilat akan
memiliki kecenderungan yang tinggi untuk berikatan dengan HCl, efek sterik ini
didukung oleh panjangnya rantai karbon pada asam heptanoat sehingga
menyebabkan reaksi sulit berjalan dan kesetimbangan reaksi dapat bergeser
kembali kearah reaktan, itulah yang dinamakan dengan deaktivasi katalis berjenis
pergerakan. Akibatnya konversi yang dihasilkan pada percobaan menggunakan
katalis HCl lebih rendah daripada H2SO4. Ada beberapa hal yang dapat kita
lakukan untuk meminimalisir deaktivasi ini, seperti pemilihan kondisi reaktor
dan pengoperasiannya yang tepat, atau dengan cara memodifikasi katalis yang
digunakan (Utomo dkk., 2007). Hal itulah yang menyebabkan sampel yang
menggunakan katalis asam sulfat memiliki konversi yang lebih besar dibanding
sampel yang menggunakan katalis HCl.

17
P3

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pengaruh waktu terhadap konversi reaksi esterifikasi adalah berbanding
lurus, semakin lama waktu reaksi, maka akan menghasilkan konversi yang
semakin besar.
2. Reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis HCl memiliki knversi yang
lebih besar dibanding reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis H2SO4.
3. Konstanta laju reaksi pada reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis HCl
memiliki konversi yang lebih besar dibanding reaksi esterifikasi yang
menggunakan katalis H2SO4.
4. Arah kesetimbangan reaksi esterifikasi (K) dengan menggunakan katalis HCl
lebih besar dibanding reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis H2SO4

5.2 Saran
1. Untuk praktikum esterifikasi selanjutnya disarankan agar menggunakan
reaktan dengan variasi jenis asam karboksilat (bukan hanya asam asetat)
sehingga praktikan dapat mengetahui pengaruh panjang rantai karbon pada
asam karboksilat terhadap efektifitas pembentukan ester.
2. Untuk asisten pengampu diharapkan dapat konsisten dalam ACC titrasi
mengenai warna TAT agar tidak membingungkan praktikan.
3. Untuk laboran disarankan agar selalu sigap dalam menangani masalah
terutama ketika kran mati agar tidak membuang waktu praktikum.

18

Anda mungkin juga menyukai