A. Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Towsend, 1998
dalam Fitriah 2009). Harga diri rendah juga dapat diartikan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1998 dalam Fitriah 2009). Harga diri rendah kronis menurut Nanda
(2005) adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan
dipertahankan dalam waktu yang lama.
D. Rentang Respon
Respons Adaptif Respons Maladaptif
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.
2. Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikisosial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.
Harga diri rendah merupakan episode deperesi mayor dimana aktivitas merupakan
bentuk hukuman atau punishment ( Stuart & Laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal
manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila menganggu perilaku sehari-
hari, menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit lain. Menurut Nanda (2005), tanda
dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah dipertahankan dalam waktu yang lama
atau kronik yang meliputi hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada,
selalu mengatakan ketidakmampuan /kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada
orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan
balik dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah
adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus. Kegiatan mengganti aktivitas sementara,
misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan
sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba
menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu
akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain menutup identitas,
dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang
berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif,
dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan
mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah fantasi, regresi, diasasosiasi,
isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya
gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor
predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial, dan kultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien deperesi kecenderungan harga
diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasi oleh pikiran –pikiran negatif
dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah
kronis adalah:
a. System limbic (pusat emosi), emosi pasien kadang berubah seperti sedih, dan terus
menerus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.
b. Hipotalamus mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga
diri rendah kronis yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari
perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan
perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan
tersebut.
c. Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi
sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks.
Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada
thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu
mendominasi pikiran dari klien.
d. Amigdala berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak dapat digunakan:
a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberi informasi
penting tentang kerja dan fungsi otak.
b. CT scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
c. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan
tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran
darah yang terjadi.
d. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio dan computer untuk mendapatkan gambaran stuktur tubuh
atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam stuktur tubuh
atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan
akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti:
a. Acetylcholine (Ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.
b. Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur
“flight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang
mengakibatakan kelemahan dan depresi.
c. Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien
lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
d. Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu
terlihat mengantuk. Selain itu, berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang
sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
Berdasarkan faktor psikologis, harga diri rendah kronis sangat berhubungan dengan
pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan
teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial yang sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis
adalah status ekonomi seperti kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan,
kultur sosial yang berubah misal ukuran keberhasilan individu. Faktor cultural dapat dilihat
dari tuntutan peran sesuai kebudayaan yang sering meningkatkan kejadian harga diri
rendah kronis antara lain: wanita sudah harus menikah jika umur mencapai duapuluhan,
perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme. Akumulasi faktor predisposisi ini baru
menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi. Faktor
presipitasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar, antara lain
ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan
transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat sakit.
F. Mekanisme Koping
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi bila telah mempengaruhi seseorang baik
dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap telah mempengaruhi koping
individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif).
Bila kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih lanjut, dapat menyebabkan kondisi
dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolasi sosial). Klien
yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik dengan dunia dan pikirannya
sendiri sehingga dapat muncul resiko prilaku kekerasan.
H. Pohon Masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan
Isolasi social
Core problem harga diri rendah kronis