Karakteristik Reservoar
Karakteristik Reservoar
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Orthoquartzite (%) 21)
Dari Tabel II-1 dapat dilihat bahwa orthoquartzite mempunyai susunan
unsur silika dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan
unsur-unsur yang lainnya. Jadi pada orthoquartzite ini unsur silikanya sangat
dominan sekali, yaitu berkisar antara 61,7 % sampai hampir 100 %, sedangkan
sisanya adalah unsur lainnya seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O-, dan CO2.
Tabel II-2.
Komposisi Kimia Orthoquartzite (%) 21)
(lanjutan)
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang disusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir kasar, sebagian besar kwarsa, feldspar dan fragmen-
fragmen batuan. Material pengikutnya adalah clay dan karbonat. Unsur silika
yang dikandung graywacke lebih rendah dibandingkan rata-rata batupasir, dan
kebanyakan silika yang ada bercampur dengan unsur silicate. Silika bebas seperti
misalnya detrital quartz, meskipun biasanya dalam jumlah yang dominan, tetapi
kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan. Komposisi kimia dari
graywacke beserta jumlah prosentasenya masing-masing diberikan pada Tabel II-
3 dan Tabel II-4.
3. Arkose
Arkose merupakan jenis batu pasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun pada beberapa mineral arkose-feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz. Unsur lainnya sebagai mineral pembentuk
arkose pun ada.
Untuk komposisi kimia dari arkose ini dapat dilihat pada Tabel II-5. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa jenis arkose mengandung lebih sedikit silika
jika dibandingkan dengan orthoquartzite.
Tabel II-3.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 21)
Tabel II-4.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 21)
Tabel II-5.
Komposisi Kimia Arkose (%) 21)
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Batuan Karbonat yang dimaksud disini adalah limestone, dolomite dan
yang bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasanya dipakai
untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80% calcium carbonate
atau magnesium. Biasanya istilah limestone ini juga dipakai untuk batuan-batuan
yang fraksi karbonatnya disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada
dolomite mineral penyusun utama adalah mineral dolomite.
Komposisi kimia dari limestone ini dapat menggambarkan adanya sifat
dari komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian
besar terbentuk dari calcite, bahkan kadang-kadang jumlahnya bisa mencapai
lebih tinggi dari 95 % dari seluruhnya. Unsur-unsur lainnya yang dianggap
penting adalah MgO, yang mana bila jumlahnya lebih dari 1 % atau 2 % maka hal
ini kemungkinan menunjukkan adanya mineral dolomit. Meskipun limestone rata-
rata mengandung 7,9 % MgO dan 16,5 % MgCO3 tetapi kebanyakan limestone
mempunyai kandungan unsur magnesia dalam jumlah kurang atau mungkin lebih
dari jumlah kandungan rata-rata sebagaimana disebutkan di atas. Kebanyakan
limestone mempunyai kandungan MgCO3 berkisar antara kurang dari 4 % sampai
lebih dari 40 %. Komposisi kimia dari unsur-unsur pembentuk limestone tersebut
secara lengkap ditunjukkan pada Tabel II-6.
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih dari 50 %. Sedangkan untuk batauan-batuan
yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite, akan
mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
dikandungnya. Untuk batuan yang unsur calcite-nya melebihi calcite disebut limy,
calcitic atau calciferous. Komposisi kimia dari dolomite ini pada dasarnya hampir
sama dengan komposisi kimia dari limestone, kecuali jika unsur MgO-nya
merupakan unsur yang paling penting dan jumlahnya cukup besar.
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Limestone (%) 21)
Tabel II-7.
Komposisi Kimia Dolomite (%) 21)
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Rata-rata Shale (%) 21)
Vb − Vs Vp
φ = = ……………………………………………. ( 2-1)
Vb Vb
Dimana :
Vb = Volume total batuan.
Vs = Volume butir batuan total.
Vp = Volume pori-pori batuan.
Dalam teknik reservoir porositas dapat didefinisikan menjadi dua macam,
yaitu :
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori-pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen.
Gambar 2.1.
Susunan Butir (a) Tipe Kubus (b) Tipe Rhombohedral 2)
2.1.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
mengalirkan fluida tanpa merusak partikel pembentuk batuan itu sendiri. Definisi
kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Hendry Darcy (1856)
dalam hubungan empiris, dengan bentuk diferensial sebagai berikut :
k δP
V = - ………………………………………. (2-4)
µ δL
Dimana ;
V = Kecepatan aliran fluida, cm/detik.
µ = Viscositas fluida yang mengalir, cp.
δP
= Gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
δL
K = Permeabilitas media berpori, darcy.
Q. µ .L
K = ………………………………………….………….(2-5)
A (P1 − P2 )
Gambar 2.2.
Diagram Percobaan Permeabilitas Darcy 19)
Pada prakteknya di reservoir, jarang terjadi aliran satu fasa. Untuk itu
dikembangkan konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Harga permeabilitas efektif dinyatakan dengan Ko, Kg, dan Kw. Sedangkan
permeabilitas relatif dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ko Kg Kw
Kro = , Krg = , Krw =
K K K
Qw . µ w . L
Kw = …………………………………… (2-8)
A (P1 − P2 )
Dimana:
µo = viscositas minyak
µw = viscositas air
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan 2-7 dan 2-8 jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk
Sistem Minyak dan Air 2)
Dari Gambar 2.3, dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama
dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B
pada Gambar 2.3).
2.1.2.3. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak air benda padat (Gambar
2.4.), gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah:
AT = σso- σsw = σwo.cos θwo……………………………...…………(2-9)
Dimana:
σso = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
σsw = tegangan permukaan air-benda padat , dyne/cm
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif (θ<90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatif (θ>90o), berarti batuan
bersifat oil wet.
Distribusi cairan dalam sistem pori-pori batuan tergantung pada sifat
kebasahan. Distribusi fluida tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.5. Distribusi
pendulair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi tidak kontinyu dan
fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa permukaan batuan.
Sedangkan distribusi funiculair ring adalah fasa yang membasahi kontinyu dan
secara mutlak terdapat pada permukaan butiran.
Gambar 2.4.
Kesetimbangan Gaya-Gaya padaBatas Air-Minyak-Padatan 2)
Gambar 2.5.
Distribusi Ideal Fasa Wetting dan Non Wetting 2)
Gambar 2.7.
Variasi Pc terhadap Sw 2)
2.1.2.5. Saturasi Fluida
Dalam batuan reservoir, minyak, gas dan air terdapat bersama-sama dalam
pori-pori batuan reservoir tersebut dan tersebar ke seluruh bagian reservoir.
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total
pada suatu batuan berpori.
- Saturasi minyak (So) adalah :
Volume pori − pori yang diisi oleh min yak
So = ……………. (2-12)
volume pori − pori total
Sg + So + Sw = 1 …………………………………………… (2-15)
So + Sw = 1 ………………………………………………….. (2-16)
So . φ . V + Sg . φ . V = ( 1 - Sw ) . φ . V ………………….. (2-17)
Adanya pengaruh proses geologi, kapilaritas, sifat fisik batuan dan sifat
fisik fluida reservoir mengakibatkan adanya sejumlah fluida yang tidak dapat
dikeluarkan dari dalam reservoir. Volume fluida tersebut dinyatakan dalam
saturasi, yaitu :
- Swi = irreducable water saturation, disebut juga sebagai Swc (connate
water saturation), %, berkisar antar 15-30 %.
- Sor = residual oil saturation, %, berkisar antar 10-20 %.
0 141,5
API = − 131,5 ………………………………………. (2-21)
SG
Gambar 2.8.
Pengaruh Temperatur terhadap Viscositas 17)
Gambar 2.9.
Variasi Viscositas Minyak terhadap Tekanan 6)
Gambar 2.10.
Faktor Volume Formasi Minyak Fungsi Tekanan 17)
ρg
BJ gas = …………………………………………………. (2-23)
ρu
Dimana :
ρ g = rapatan gas.
ρ u = rapatan udara.
Mg.P / R.T Mg
BJ gas = = ………………………..………. (2-24)
Mu.P / R.T 28,97
Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Z r .Tr
Vr = 0,0283 cuft …………………………….. (2-27)
Pr
Dalam satuan standard maka Vr (cuft) harus dibagi dalam 1 scf untuk
memperoleh volume standard. Jadi faktor volume formasi gas (Bg) akan
didapatkan dengan perasamaan sebagai berikut :
Z r .Tr
B g = 0,0283 cuft / scf ……………………….. (2-28)
Pr
Dalam satuan bbl/scf, maka besarnya Bg dapat dilihat pada Persamaan 2-29,
berikut :
Z r .Tr
B g = 0,00504 bbl / scf ………………………. (2-29)
Pr
dimana :
C = kompressibilitas gas, psia
v = volume, cuft
V = volume per mol, cuft/lb-mol
P = tekanan, psia
T = temperatur, 0F
ρw 1 0,01604
τ = = = 0,01604 ρ w = …………. (2-31)
62,34 62,34 v w vw
dimana :
τ = specific gravity
ρ w = density,lb/cuft
vw = specivic volume, cuft/lb
vw ρw
= >> Bw ……………………………………. (2-32)
v wb ρ wb
dimana :
vwb = specific volume air pada kondisi standard, lb/cuft
ρ wb = density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = faktor volume formasi air
Gambar 2.12.
Grafik Hubungn Faktor Volume Formasi Air Formasi dengan Tekanan 5)
Dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan gelembung, SCF/STB.
Rsi = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan reservoir mula-mula.
2.3.3.4. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoar pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan.Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-
mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu,
dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar
garam (Gambar 2.13).
Gambar 2.13.
Koreksi terhadap Kegaraman untuk Kelarutan Gas dalam Air Formasi 2)
Gambar 2.14.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi Sebagai
Fungsi Temperatur dan Tekanan 2)
Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi, cuft/bbl
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1
Gambar 2.15.
Pengaruh Gas Terlarut pada Kompressibilitas Air Formasi 2)
2) Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
kontak dua macam fluida yang tidak saling campur. Besarnya tekanan
kapiler dapat ditentukan dengan Persamaan:
h
Pc = ( ρw − ρo) …………………………...………………….(2-36)
144
Dimana:
Pc = tekanan kapiler, psi
h = selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft
ρw = densitas air, lb/cuft
ρo = densitas minyak,lb/cuft
3) Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya
berat batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori
batuan yang terletak diatas lapisan produktif, yang secara matematis
dituliskan :
Gmb − Gfl
Po = = D(1 − φ ) ρma + φρfl …………………..………(2-37)
A
Dimana ;
Po = tekanan overburden, psi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, ft2
D = kedalaman vertikal formasi,ft
φ = porositas, fraksi
ρma = densitas matrik batuan, lb/cuft
ρfl = densitas fluida, lb/cuft
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya
kedalaman yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan
tekanan tiap feet kedalaman disebut gradien kedalaman.
Td = Ta + @ D ……………………………………………….. (2-38)
dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman tertentu D ft, 0F
Ta = temperatur rata-rata di permukaan, 0F
@ = gradient temperatur, 0F/100 ft
D = kedalaman, ft