Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

Reservoir yang merupakan wadah atau tempat terakumulasinya


hidrokarbon mempunyai karakteristik seperti, batuan penyusun, fluida reservoir
dan kondisi reservoirnya. Parameter tersebut diatas saling berkaitan satu sama
lain, yang akan berpengaruh terhadap jenis, jumlah dan kemampuan alir dari
hidrokarbon yang terkandung didalamnya.

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Batuan reservoir adalah batuan yang mempunyai kemampuan untuk
menyimpan dan melepaskan fluida, sehingga batuan reservoir tersebut harus
mempunyai porositas dan permeabilitas. Pada dasarnya semua batuan dapat
menjadi batuan reservoir apabila mempunyai porositas dan permeabilitas yang
cukup, namun pada kenyataannya hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai
sebagai batuan reservoir, khususnya reservoir minyak atau gas. Oleh karena itu
didalam penilaian batuan reservoir selanjutnya akan banyak berhubungan dengan
sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan permeable. Batuan-
batuan sedimen ini ada yang bertindak sebagai batuan media berpori seperti
batupasir dan batugamping (karbonat), dan sebagai cap rock (batuan penutup)
yaitu shale (lempung).

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen yang dapat berupa
batupasir, batuan karbonat maupun lempung (shale) atau kadang-kadang batuan
vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang
berbeda, demikian juga sifat fisiknya.
Komposisi kimia batuan reservoir perlu diketahui karena jenis atom-atom
penyusun batuan reservoir tersebut akan menentukan sifat fisik dari batuan
reservoirnya. Selanjutnya komposisi kimia dan mineral dari batuan reservoir yang
penting akan diberikan dalam bentuk tabel.
2.1.1.1. Batupasir
Batupasir merupakan batuan hasil sedimen mekanik, yaitu berasal dari
pelapukan, disintegrasi dan batuan lama yang mengalami transportasi dan
diendapkan ditempat yang lebih rendah yang selanjutnya terkompaksi dan
mengalami sedimentasi.
Berdasarkan sumbernya batupasir dapat dibagi dalam tiga klasifikasi
sebagaimana yang diusulkan Krynine dan Pirson. Mereka telah menggolongkan
batupasir menjadi tiga macam, yaitu : Orthoquartzite, Graywacke dan Arkose.
Ketiga macam batupasir tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda
sesuai dengan sumber dan proses pengendapannya.
1. Orthoquartzite
Orthoquartzite merupakan jenis batuan yang terbentuk dari proses
sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tanpa mengalami
metamorfosa atau perubahan bentuk dan dipadatkan terutama dari mineral kwarsa
dan mineral-mineral lain yang stabil. Material pengikutnya terutama adalah
karbonat atau silika, dan orthoquartzite ini juga merupakan jenis batuan sedimen
yang relatif lebih bersih yaitu bebas dari clay dan shale. Komposisi kimia dari
orthoquartzite dapat dilihat pada Tabel II-1.

Tabel II-1.
Komposisi Kimia Orthoquartzite (%) 21)
Dari Tabel II-1 dapat dilihat bahwa orthoquartzite mempunyai susunan
unsur silika dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan
unsur-unsur yang lainnya. Jadi pada orthoquartzite ini unsur silikanya sangat
dominan sekali, yaitu berkisar antara 61,7 % sampai hampir 100 %, sedangkan
sisanya adalah unsur lainnya seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O-, dan CO2.

Tabel II-2.
Komposisi Kimia Orthoquartzite (%) 21)
(lanjutan)
2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang disusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir kasar, sebagian besar kwarsa, feldspar dan fragmen-
fragmen batuan. Material pengikutnya adalah clay dan karbonat. Unsur silika
yang dikandung graywacke lebih rendah dibandingkan rata-rata batupasir, dan
kebanyakan silika yang ada bercampur dengan unsur silicate. Silika bebas seperti
misalnya detrital quartz, meskipun biasanya dalam jumlah yang dominan, tetapi
kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan. Komposisi kimia dari
graywacke beserta jumlah prosentasenya masing-masing diberikan pada Tabel II-
3 dan Tabel II-4.

3. Arkose
Arkose merupakan jenis batu pasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun pada beberapa mineral arkose-feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz. Unsur lainnya sebagai mineral pembentuk
arkose pun ada.
Untuk komposisi kimia dari arkose ini dapat dilihat pada Tabel II-5. Pada
tabel tersebut dapat dilihat bahwa jenis arkose mengandung lebih sedikit silika
jika dibandingkan dengan orthoquartzite.

Tabel II-3.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 21)
Tabel II-4.
Komposisi Kimia Graywacke (%) 21)

Tabel II-5.
Komposisi Kimia Arkose (%) 21)
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Batuan Karbonat yang dimaksud disini adalah limestone, dolomite dan
yang bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang biasanya dipakai
untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80% calcium carbonate
atau magnesium. Biasanya istilah limestone ini juga dipakai untuk batuan-batuan
yang fraksi karbonatnya disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada
dolomite mineral penyusun utama adalah mineral dolomite.
Komposisi kimia dari limestone ini dapat menggambarkan adanya sifat
dari komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian
besar terbentuk dari calcite, bahkan kadang-kadang jumlahnya bisa mencapai
lebih tinggi dari 95 % dari seluruhnya. Unsur-unsur lainnya yang dianggap
penting adalah MgO, yang mana bila jumlahnya lebih dari 1 % atau 2 % maka hal
ini kemungkinan menunjukkan adanya mineral dolomit. Meskipun limestone rata-
rata mengandung 7,9 % MgO dan 16,5 % MgCO3 tetapi kebanyakan limestone
mempunyai kandungan unsur magnesia dalam jumlah kurang atau mungkin lebih
dari jumlah kandungan rata-rata sebagaimana disebutkan di atas. Kebanyakan
limestone mempunyai kandungan MgCO3 berkisar antara kurang dari 4 % sampai
lebih dari 40 %. Komposisi kimia dari unsur-unsur pembentuk limestone tersebut
secara lengkap ditunjukkan pada Tabel II-6.
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih dari 50 %. Sedangkan untuk batauan-batuan
yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite, akan
mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
dikandungnya. Untuk batuan yang unsur calcite-nya melebihi calcite disebut limy,
calcitic atau calciferous. Komposisi kimia dari dolomite ini pada dasarnya hampir
sama dengan komposisi kimia dari limestone, kecuali jika unsur MgO-nya
merupakan unsur yang paling penting dan jumlahnya cukup besar.
Tabel II-6.
Komposisi Kimia Limestone (%) 21)
Tabel II-7.
Komposisi Kimia Dolomite (%) 21)

2.1.1.3. Batuan Shale


Secara rata-rata unsur penyusun shale terdiri dari lebih kurang 58% silicon
dioxide dan beberapa persen unsur-unsur penyusun lainnya seperti terlihat pada
Tabel II-8. Dalam keadaan normal shale mengandung sejumlah besar quartz, silt
bahkan jumlah ini dapat mencapai 60 %. Tetapi dalam keadaan tertentu beberapa
shale bisa mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari
kandungan silt. Kebanyakan kandungan silika yang berlebihan tersebut
didapatkan dalam bentuk crystallin quartz yang sangat halus, chalcedony atau
opal. Beberapa kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah besar
diatom atau abu vulkanik didalam lingkungan pengendapan.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderit atau
silikat besi yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya paling tidak terjadi penurunan atau
bahkan kekurangan unsur alumina.

Tabel II-8.
Komposisi Kimia Rata-rata Shale (%) 21)

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir


Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas, tapi pada kenyataannya hanya batuan
sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir. Oleh karena itu didalam
penilaian batuan reservoir selanjutnya akan banyak berhubungan dengan sifat-
sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan permeabel.
Sifat-sifat fisik batuan antara lain meliputi porositas, permeabilitas,
saturasi fluida dalam batuan, tekanan kapiler dan kompressibilitas batuan.
2.1.2.1. Porositas
Porositas adalah merupakan ukuran ruang dalam batuan yang tidak
ditempati oleh struktur padatan dari batuan. Atau porositas didefinisikan sebagai
fraksi atau persen dari volume pori-pori batuan terhadap volume batuan total.
Secara matematis dapat dinyatakan dengan rumus :

Vb − Vs Vp
φ = = ……………………………………………. ( 2-1)
Vb Vb

Dimana :
Vb = Volume total batuan.
Vs = Volume butir batuan total.
Vp = Volume pori-pori batuan.
Dalam teknik reservoir porositas dapat didefinisikan menjadi dua macam,
yaitu :
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori-pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen.

Volume pori − pori total


φ = × 100% …………………… (2-2)
Volume batuan total

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang


berhubungan terhadap volume batuan total yang dinyatakan dalam persen.

Volume pori − pori yang saling berhubungan


φ = × 100%
Volume batuan total
…………….…………………… (2-3)

Berdasarkan cara terbentuknya, porositas dibagi atas dua macam, yaitu


porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer adalah porositas yang
terbentuk dalam waktu yang bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung,
umumnya pada sandstones baik oleh adanya kompaksi ataupun sementasi.
Sedangkan porositas sekunder adalah porositas yang terbentuk setelah proses
pengendapan, umumnya pada carbonates dan proses lanjut replacement mineral-
mineral calcite menjadi dolomites.
Besar kecilnya harga porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ;
1. Keseragaman Butir
Jika keseragaman butir batuannya bagus, maka porositasnya besar sedangkan
bila keseragamannya buruk maka harga porositasnya akan lebih kecil.
2. Susunan Butir
Untuk susunan butir yang baik akan memperbesar harga porositas, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
3. Faktor Penyemenan
Penyemenan yang kuat akan akan memperkecil harga porositasnya. Batuan
yang mempunyai penyemenan yang kuat ini biasanya terjadi pada batuan yang
mempunyai kedalaman yang besar karena adanya tekanan beban yang cukup
berat sehingga menimbulkan penyempitan pada rongga pori-pori batuan.

Gambar 2.1.
Susunan Butir (a) Tipe Kubus (b) Tipe Rhombohedral 2)
2.1.2.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
mengalirkan fluida tanpa merusak partikel pembentuk batuan itu sendiri. Definisi
kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Hendry Darcy (1856)
dalam hubungan empiris, dengan bentuk diferensial sebagai berikut :

k δP
V = - ………………………………………. (2-4)
µ δL

Dimana ;
V = Kecepatan aliran fluida, cm/detik.
µ = Viscositas fluida yang mengalir, cp.
δP
= Gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
δL
K = Permeabilitas media berpori, darcy.

Tanda negatif dalam persamaan tersebut menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan 2-4
adalah :
- Alirannya mantap (steady state).
- Fluida yang mengalir satu fasa.
- Viscositas fluida yang mengalir konstan.
- Kondisi aliran mantap.
- Formasinya homogen dan arah alirannya horisontal.
- Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu ;
- Permeabilitas absolut yaitu permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa.
- Permeabilitas efektif yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa.
- Permebilitas relatif yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permesabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas oleh darcy dapat digambarkan seperti
Gambar 2.4. Dari percobaan ini dapat ditunjukkan bahawa harga Q µ L / A(P1-P2)
adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak
tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan.
Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen
maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan :

Q. µ .L
K = ………………………………………….………….(2-5)
A (P1 − P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q(cm3 / sec).µ (centipoise) L(cm)


K ( Darcy) = ………………………….(2-6)
A( sqcm).( P1 − P 2)(atm)

Gambar 2.2.
Diagram Percobaan Permeabilitas Darcy 19)
Pada prakteknya di reservoir, jarang terjadi aliran satu fasa. Untuk itu
dikembangkan konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif.
Harga permeabilitas efektif dinyatakan dengan Ko, Kg, dan Kw. Sedangkan
permeabilitas relatif dapat dinyatakan sebagai berikut :

Ko Kg Kw
Kro = , Krg = , Krw =
K K K

Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas dan air.


Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw.
Jadi volume total ( Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan
waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan
sama dengan Qo/Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak
(So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektif untuk
minyak dan air adalah :
Besarnya permeabilitas efektif untuk minyak dan air adalah :
Qo . µ o . L
Ko = …………………………………… (2-7)
A (P1 − P2 )

Qw . µ w . L
Kw = …………………………………… (2-8)
A (P1 − P2 )
Dimana:
µo = viscositas minyak
µw = viscositas air
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan 2-7 dan 2-8 jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk
Sistem Minyak dan Air 2)

Dari Gambar 2.3, dapat ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama
dengan harga K absolut, demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B
pada Gambar 2.3).

2.1.2.3. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak air benda padat (Gambar
2.4.), gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah:
AT = σso- σsw = σwo.cos θwo……………………………...…………(2-9)
Dimana:
σso = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
σsw = tegangan permukaan air-benda padat , dyne/cm
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif (θ<90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatif (θ>90o), berarti batuan
bersifat oil wet.
Distribusi cairan dalam sistem pori-pori batuan tergantung pada sifat
kebasahan. Distribusi fluida tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.5. Distribusi
pendulair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi tidak kontinyu dan
fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa permukaan batuan.
Sedangkan distribusi funiculair ring adalah fasa yang membasahi kontinyu dan
secara mutlak terdapat pada permukaan butiran.

Gambar 2.4.
Kesetimbangan Gaya-Gaya padaBatas Air-Minyak-Padatan 2)
Gambar 2.5.
Distribusi Ideal Fasa Wetting dan Non Wetting 2)

2.1.2.4. Tekanan Kapiler


Tekanan Kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fkuida yang tidak tercampur ( cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Perbedaan tekanan dua fluida adalah perbedaan tekanan antara fluida “ non-
wetting phase” (Pnw) dengan fluida “Wetting Phase” (Pw) atau :
Pc = Pnw- Pw………………………………….….………………(2-10)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Direservoar biasanya air sebagai
fasa yang membasahi (wetting phase), sedangkan minyak dan gas sebagai non-
wetting phase atau tidak membasahi.
Tekanan Kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori
dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :
2σ . cosθ
Pc = = ∆ρgh ……………………..…………..……….(2-11)
r
Dimana:
Pc = tekanan kapiler
σ = tegangan permukaan antara dua fluida
cos θ = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori
∆ρ = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Dari Persamaan 2-11 dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian diatas permukaan air bebas (Oil-Water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (Sw),
seperti pada Gambar 2-6.
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk kurva
tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan 2-11, ditunjukkan bahwa nilai h akan bertambah jika
perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini
berarti bahwa reservoar gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas
fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum.
Demikian juga untuk reservoar minyak yng memiliki API grafity rendah maka
kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Konsep ini
ditunjukkan dalam Gambar 2.7.
Ukuran pori-pori batuan reservoar sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis daripada reservoar dengan permeabilitas
yang rendah, seperti terlihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.6.
Kurva Tekanan kapiler 2)

Gambar 2.7.
Variasi Pc terhadap Sw 2)
2.1.2.5. Saturasi Fluida
Dalam batuan reservoir, minyak, gas dan air terdapat bersama-sama dalam
pori-pori batuan reservoir tersebut dan tersebar ke seluruh bagian reservoir.
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total
pada suatu batuan berpori.
- Saturasi minyak (So) adalah :
Volume pori − pori yang diisi oleh min yak
So = ……………. (2-12)
volume pori − pori total

- Saturasi air (Sw) :


Volume pori − pori yang diisi oleh air
Sw = ……………….. (2-13)
volume pori − pori total

- Saturasi gas (Sg) :


Volume pori − pori yang diisi oleh gas
Sg = ……………….. (2-14)
volume pori − pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 …………………………………………… (2-15)

Dan jika diisi oleh minyak dan air saja, maka :

So + Sw = 1 ………………………………………………….. (2-16)

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :


- Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ketempat yang lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang
kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif akan
mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian juga untuk
bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
- Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga lapangan yang memproduksikan minyak saturasi
fluida berubah secara kontinyu.
- Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan V, ruang pori-porinya adalah
φ .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :

So . φ . V + Sg . φ . V = ( 1 - Sw ) . φ . V ………………….. (2-17)
Adanya pengaruh proses geologi, kapilaritas, sifat fisik batuan dan sifat
fisik fluida reservoir mengakibatkan adanya sejumlah fluida yang tidak dapat
dikeluarkan dari dalam reservoir. Volume fluida tersebut dinyatakan dalam
saturasi, yaitu :
- Swi = irreducable water saturation, disebut juga sebagai Swc (connate
water saturation), %, berkisar antar 15-30 %.
- Sor = residual oil saturation, %, berkisar antar 10-20 %.

2.1.2.6. Kompressibilitas Batuan


Menurut Geertsma (1957) terdapat tiga konsep kompresibiitas batuan,
antara lain:
• Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
• Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
• Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompresibilitas pori-pori batuan dianggap yang
paling penting dalam teknik reservoar khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan
antara lain :
- Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan.
- Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang
ada diatasnya (overburden pressure)
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoar akan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoar.
Untuk padatan (grain) akan mengalami perubahan serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas, Cr atau:
1 dVr
Cr = . ………………………………………….…………(2-18)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai komressibilitas ,Cp atau :
1 dVp
Cp = . …………………………..………………………..(2-19)
Vp dP *
Dimana:
Vr = volume padatan grains.
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden)
2.3. Sifat Fisik Fluida Reservoar
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah : berat jenis,
viscositas, faktor volume formasi, dan kompresibilitas.

2.3.1. Sifat Fisik Minyak


2.3.1.1. Densitas Minyak
Densitas minyak dapat didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak
terhadap volume minyak. Berat jenis minyak sering dikatakan specific gravity.
Hubungan berat jenis minyak dengan specific gravity didasarkan pada berat jenis
air, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

densitas min yak (σ o )


SG minyak = ………………………. (2-20)
densitas air (σ w )

Di dalam dunia perminyakan, specific gravity minyak sering dinyatakan


dalam satuan 0API. Hubungan SG minyak dengan 0API dapat dirumuskan sebagai
berikut :

0 141,5
API = − 131,5 ………………………………………. (2-21)
SG

Berikut harga-harga API untuk beberapa jenis minyak :


- minyak ringan berkisar di atas 300 API
- minyak sedang berkisar antara 20-300 API
- minyak berat berkisar antara 10-200 API

2.3.1.2. Viscositas Minyak


Viscositas cairan adalah suatu ukuran besaran keengganan cairan untuk
mengalir atau suatu ukuran tahanan fluida terhadap aliran, dan biasa dinotasikan
dengan µ . Viscositas merupakan perbandingan antara shear stress dan shear rate.
Viscositas minyak sangat dipengaruhi oleh :
- Temperatur dimana viscositas akan turun dengan naiknya temperatur.
- Tekanan, untuk tekanan di bawah Pb, viscositas akan turun dengan naiknya
tekanan dan jika di atas Pb viscositas naik dengan naiknya tekanan.
- Jumlah gas terlarut, semakain banyak gas yang terlarut maka viscositas
minyak akan menurun.

Gambar 2.8.
Pengaruh Temperatur terhadap Viscositas 17)
Gambar 2.9.
Variasi Viscositas Minyak terhadap Tekanan 6)

2.3.1.3 Faktor Volume Formasi


Faktor Volume Formasi didefinisikan sebagai volume dalam barrel pada
kondisi reservoar yang ditempati oleh satu stock tank barrel minyak termasuk gas
yang terlarut. Atau dengan kata lain perbandingan antara volume minyak
termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoar dengan volume minyak pada
kondisi standard (14,7 Psia, 60oF). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb. Istilah
penyusutan atau shrinkage factor sering digunakan sebagai kebalikan dari harga
faktor volume formasi minyak (Bo).
Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan
oleh Gambar 2.10. Tekanan Reservoar awal Pi dan harga awal faktor volume
formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoar dibawah tekanan bubble
point, Pb, maka gas akan keluar serta harga Bo turun.
Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.10., yaitu:
• Jika kondisi tekanan reservoar berada diatas tekanan bubble point (Pb),
maka faktor volume formasi minyak mula-mula (Boi) akan naik dengan
berkurangnya tekanan sampai mencapai tekanan Pb, sehingga volume
sistem cairan akan bertambah sebagai akibat dari terjadinya
pengembangan minyak.
• Setelah tekanan Pb dicapai maka harga Bo akan turun dengan
berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung, hal ini
disebabkan oleh makin banyaknya gas yang terbebaskan selama terjadi
penurunan tekanan reservoar tersebut.

Gambar 2.10.
Faktor Volume Formasi Minyak Fungsi Tekanan 17)

Sedangkan untuk proses pembebasan gas terdapat dua proses, yaitu:


- Differential liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan
secara kontinyu. Minyak berada dalam kesetimbangan dengan gas yang
dibebaskan pada tekanan tertentu saja dan tidak dengan gas yang
meninggalkan sistem.
- Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dengan
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai, gas baru dibebaskan.

2.3.1.4. Kelarutan Gas Dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya volume
gas (SCF) yang terlarut dalam 1 STB minyak pada kondisi standard 14,7 psia dan
600 F, ketika minyak dan gas masih berada dalam tekanan dan temperatur
reservoir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelaruran gas dalam minyak antara lain:
a. Tekanan reservoir.
Bila temperatur dianggap tetap maka Rs akan naik bila tekanannya naik,
kecuali jika tekanan gelembung (Pb) atau tekanan jenuh telah terlewati, harga
Rs akan konstan untuk minyak mentah tak jenuh.
b. Temperatur reservoir.
Jika tekanan dianggap konstan maka Rs akan turun jika temperatur naik.
c. Komposisi gas.
Pada tekanan dan temperatur tertentu Rs akan berkurang dengan naiknya berat
jenis gas.
d. Komposisi minyak.
Pada tekanan dan temperatur tertentu Rs akan naik dengan turunnya berat
jenis minyak atau naiknya API minyak. Kelarutan gas dalam minyak sangat
dipengaruhi oleh cara bagaimana gas dibebaskan dari larutan hidrokarbon.

2.3.1.5. Kompresibilitas Minyak


Didefinisikan sebagai perubahan minyak akibat adanyaa perubahan
tekanan. Untuk kompresibilitas minyak yang berada diatas tekanan gelembung
dapat dinyatakan,
1 dv
Co = - ……………….………………………..…………….(2-22)
V dp
Kompresibilitas minyak jenuh lebih tinggi dibandingkan minyak tak jenuh
karena penurunan tekanan sebagai akibat keluarnya gas dari minyak, volume total
minyak minyak sisa akan berkurang.
Kompresibilitas minyak dibawah titik gelembung akan membesar bila
dibandingkan dengan ketika berada diatas titik gelembung.
Akibatnya volume fluida hidrokarbon total yang terdiri dari minyak dan
gas alam, lambat laun terjadi lebih banyak seiring dengan turunnya tekanan dan
ini menyebabkan kompresibilitas sistem menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan kompresibilitas minyak sendiri.

2.3.2. Sifat Fisik Gas


Gas sebagai salah satu fluida hidrokarbon mempunyai beberapa sifat fisik,
antara lain : berat jenis, viscositas, kelarutan gas dalam air, faktor volume formasi
gas dan kompresibilitas gas.
2.3.2.1. Densitas Gas
Densitas gas didefinisakan sebagai perbandingan antara rapatan gas
tersebut dengan rapatan suatu gas standard. Kedua rapatan diukur pada tekanan
dan temperatur yang sama, dan biasanya yang digunakan sebagai gas standard
adalah udara kering. Secara matematis berat jenis gas dapat dirumuskan sebagai
berikut :

ρg
BJ gas = …………………………………………………. (2-23)
ρu

Dimana :
ρ g = rapatan gas.
ρ u = rapatan udara.

Definisi dari rapatan gas ρ g = MP/RT, dimana M adalah berat molekul


gas, P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur, sehingga
apabila gas dianggap sebagai gas ideal maka BJ gas dapat dituliskan sebagai
berikut :

Mg.P / R.T Mg
BJ gas = = ………………………..………. (2-24)
Mu.P / R.T 28,97

Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

( B.M . tampak ) gas


BJ gas = …………………………………… (2-25)
28,97

2.3.2.2. Viscositas Gas


Viscositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu, dalam hal ini tabiat
gas akan berlainan dengan cairan, untuk gas sempurna, viscositasnya tidak
tergantung dari tekanan. Gas sempurna berubah menjadi tidak sempurna bila
tekanannya dinaikkan dan tabiatnya mendekati tabiat zat cair.
Salah satu cara untuk menentukan viscositas gas yaitu dengan korelasi
grafis (Carr Et all), dimana cara ini untuk menentukan viscositas gas campuran
pada sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-gas
ikutan, seperti H2S, CO2, dan N2. Adanya gas-gas non hidrokarbon tersebut akan
memperbesar viscositas gas campuran.

2.3.2.3. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai perbandingan
volume gas pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir dengan volume gas
pada kondisi standard (600 F ; 14,7 psia).
Bila satu standard cubic feet ditempatkan pada reservoir dengan tekanan
Pr dan temperatur Tr, maka dapat diperoleh hubungan antara kedua kondisi gas
tersebut yang dinyatakan dengan Persamaan 2-26 berikut :
PS VS Pr Vr
= ………………………………………….. (2-26)
Z S TS Z r Tr

Untuk keadaan standard, Ps = 14,7 psia, Ts = 600 F atau 5200 R, Vs = 1


cuft dan Zs = 1. Dengan memasukkan harga-harga tersebut, maka akan diperoleh
volume gas dalam keadaan reservoir (Vr) yaitu :

Z r .Tr
Vr = 0,0283 cuft …………………………….. (2-27)
Pr

Dalam satuan standard maka Vr (cuft) harus dibagi dalam 1 scf untuk
memperoleh volume standard. Jadi faktor volume formasi gas (Bg) akan
didapatkan dengan perasamaan sebagai berikut :

Z r .Tr
B g = 0,0283 cuft / scf ……………………….. (2-28)
Pr

Dalam satuan bbl/scf, maka besarnya Bg dapat dilihat pada Persamaan 2-29,
berikut :

Z r .Tr
B g = 0,00504 bbl / scf ………………………. (2-29)
Pr

2.3.2.4. Kompresibilitas Gas


Konsep dasar dari kompressibilitas yaitu adanya perubahan volume karena
ada pengaruh tekanan. Jadi kompressibilitas gas dapat didefinisikan sebagai
perubahan volume gas per satuan volume karena adanya perubahan per satuan
tekanan. Dalam bentuk matematisnya kompressibilitas gas dapat dituliskan :
1 dv
cg = − ……………………………………………. (2-30)
v dp

dimana :
C = kompressibilitas gas, psia
v = volume, cuft
V = volume per mol, cuft/lb-mol
P = tekanan, psia
T = temperatur, 0F

2.3.3. Sifat Fisik Air Formasi


Air formasi hampir selalu ditemukan di dalam reservoir hidrokarbon,
karena kehadiran air formasi ini ikut menentukan akumulasi dari hidrokarbon.
Sifat-sifat fisik air formasi yang akan dibahas dalam hal ini antara lain
densitas, viscositas, faktor volume formasi, kompressibilitas air formasi serta
kelarutan gas dalam air formasi.

2.3.3.1. Densitas Air Formasi


Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume, specific
volume disini yaitu densitas air formasi pada kondisi tekanan 14,7 psia dan
temperatur 600 F.
Beberapa volume yang digunakan untuk menyatakan sifat-sifat air murni
pada kondisi standard adalah 0,999010 gr/cc ; 8,334 lb/gal ; 62,34 lb/cuft ;
0,01604 cuft/lb. Dari besaran-besaran satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan
persamaan sebagai berikut :

ρw 1 0,01604
τ = = = 0,01604 ρ w = …………. (2-31)
62,34 62,34 v w vw

dimana :
τ = specific gravity
ρ w = density,lb/cuft
vw = specivic volume, cuft/lb

Untuk melakukan pengamatan terhadap densitas air formasi dapat


dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi standard :

vw ρw
= >> Bw ……………………………………. (2-32)
v wb ρ wb

dimana :
vwb = specific volume air pada kondisi standard, lb/cuft
ρ wb = density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = faktor volume formasi air

2.3.3.2. Viscositas Air Formasi


Viscositas air formasi bervariasi terhadap tekanan, temperatur dan salinitas
air formasi. Viscositas air murni pada tekanan atmosfir dan pada tekanan 7100
psia dan viscositas air dengan kadar garam 6 % pada tekanan atmosfir.
Pada tekanan dan temperatur yang tetap dengan makin naiknya salinitas
akan menaikkan viscositas air. Gambar 2.11. memperlihatkan viscositas air
formasi sebagai fungsi dari temperatur. Terlihat bahwa pengaruh salinitas di atas
6000 ppm dan tekanan di atas 7000 psi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
viscositas air formasi meskipun temperatur dinaikkan.
Gambar 2.11.
Pengaruh Temperatur terhadap Viscositas Air pada
Berbagai Harga Tekanan dan Kadar Garam 2)

2.3.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume formasi air formasi (Bw) sangat dipengaruhi oleh tekanan
dan temperatur, dimana hubungan tersebut terlihat pada Gambar 2.12.
Dalam gambar tersebut terlihat bahwa kenaikan tekanan akan menurunkan
harga Bw pada temperatur yang tetap, sedangkan pada tekanan yang tetap Bw
akan naik dengan naiknya temperatur.
Pada saat tekanan reservoir lebih besar dari tekanan gelembung (Pb), gas
dan minyak berada dalam pori-pori batuan bersama-sama, maka keadaan ini
disebut faktor volume formasi total (Bt) yang diartikan sebagai banyaknya volume
minyak dan gas yang telarut didalamnya dalam barrel reservoir untuk
menghasilkan 1 STB minyak di permukaan.

Gambar 2.12.
Grafik Hubungn Faktor Volume Formasi Air Formasi dengan Tekanan 5)

Harga Bt dapat ditentukan dari faktor volume minyak Bo dan faktor


volume gas berikut gas yang terlarut di dalam minyak di reservoir Bg (Rsi – Rs),
seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2-33, berikut :

Bt = Bo + Bg (Rsi – Rs)……………………………..… (2-33)

Dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan gelembung, SCF/STB.
Rsi = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan reservoir mula-mula.
2.3.3.4. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoar pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan.Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-
mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu,
dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar
garam (Gambar 2.13).

Gambar 2.13.
Koreksi terhadap Kegaraman untuk Kelarutan Gas dalam Air Formasi 2)
Gambar 2.14.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi Sebagai
Fungsi Temperatur dan Tekanan 2)

2.3.3.5. Kompresibiitas Air Formasi


Kompressibilitas air formasi dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur
formasi serta kelarutan gas dalam air. Dodson dan Standing memberikan korelasi
untuk menentukan kompressibilitas air formasi yang mana harus dikoreksi dengan
adanya gas yang terlarut dalam air formasi. Adanya kelarutan gas dalam air
formasi dapat menyebabkan kenaikkan kompresibilitas air formasi.
Pada temperatur konstan kompressibilitas air formasi dapat dinyatakan
dalam persamaan :

Cw = Cwp (1 + 0,0088 Rsw)………………………………. (2-34)

Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi, cuft/bbl
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1

Sementara pada temperatur yang konstan dengan naiknya tekanan, maka


kompressibilitas air formasi akan semakin menurun. Sedangkan keberadaan gas di
dalam air formasi dapat dikoreksi dengan Gambar 2.15.

Gambar 2.15.
Pengaruh Gas Terlarut pada Kompressibilitas Air Formasi 2)

2.4. Kondisi Reservoir


Kondisi reservoar yang dimaksud disini adalah tekanan dan temperatur
reservoar, yang mana besaran ini sangat berpengaruh terhadap batuan dan fluida
reservoar. Tekanan dan temperatur reservoar dipengaruhi oleh adanya gradien
kedalaman dan letak lapisan serta kandungan fluidanya. Berikut ini akan
dibicarakan mengenai tekanan dan temperatur reservoar.

2.4.1. Tekanan Reservoar


Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoar dan fluida yang
terkandung didalamnya, disebut tekanan reservoar. Dengan adanya tekanan
reservoar yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoar mengalir dari formasi ke lubang sumur yang relatif
bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoar akan menurun dengan adanya
kegiatan produksi.
Tekanan yang bekerja pada reservoar, pada dasarnya diakibatkan oleh tiga
hal, yaitu:

1). Tekanan Hidrostatik


Tekanan Hidrostatik merupakan tekanan yang timbul akibat adanya
fluida yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh ekspansi gas dan
desakan gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan
tekanan selama proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk
kolom fluida tidak berpengaruh terhadap besarnya tekanan ini. Secara
matematis tekanan hidrostatik dituliskan:
Ph= 0,052 ρ D…………………………...…………..……………(2-35)
Dimana:
Ph = tekanan hidrostatik, psi
ρ = densitas fluida rata-rata, lb/gal
D = tinggi kolom fluida, ft
Besarnya gradien tekanan hidrostatik air murni = 0,433 psi/ft,
sedangkan gradien tekanan air asin = 0,465 psi/ft. penyimpangan
terhadap besarnya gradien tekanan hidrostatik ada dua, yaitu abnormal
( apabila gradien tekanan > 0,43 psi/ft ) dan subnormal (apabila
gradien tekanan < 0,433 psi/ft).

2) Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
kontak dua macam fluida yang tidak saling campur. Besarnya tekanan
kapiler dapat ditentukan dengan Persamaan:
h
Pc = ( ρw − ρo) …………………………...………………….(2-36)
144
Dimana:
Pc = tekanan kapiler, psi
h = selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft
ρw = densitas air, lb/cuft
ρo = densitas minyak,lb/cuft

3) Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya
berat batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori
batuan yang terletak diatas lapisan produktif, yang secara matematis
dituliskan :
Gmb − Gfl
Po = = D(1 − φ ) ρma + φρfl …………………..………(2-37)
A
Dimana ;
Po = tekanan overburden, psi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = luas lapisan, ft2
D = kedalaman vertikal formasi,ft
φ = porositas, fraksi
ρma = densitas matrik batuan, lb/cuft
ρfl = densitas fluida, lb/cuft
Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya
kedalaman yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan
tekanan tiap feet kedalaman disebut gradien kedalaman.

2.4.2. Temperatur Reservoar


Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan terus bertambah seiring
dengan bertambahnya kedalaman, yang sering disebut sebagai gradient
geothermal. Besarnya gradient geothermal tersebut bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain dan tergantung pada sifat daya hantar panas batuannya, tetapi
umumnya berada pada harga 20 F/100ft.
Hubungan temperatur versus kedalaman merupakan fungsi linier, yang
dalam bentuk matematisnya dapat dituliskan sebagai berikut :

Td = Ta + @ D ……………………………………………….. (2-38)

dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman tertentu D ft, 0F
Ta = temperatur rata-rata di permukaan, 0F
@ = gradient temperatur, 0F/100 ft
D = kedalaman, ft

Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “well completion” dan


temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir kecuali
bila terjadi proses stimulasi.

Anda mungkin juga menyukai