Khusnul Diana1*
1
Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia
ABSTRAK
Sebagai obat tradisional, umbi bawang putih (Allium sativum L.) berkhasiat sebagai antibakteri dan
antijamur selain itu dapat juga berkhasiat sebagai antihipertensi, obat maag, karminativa (pada keadaan
dyspepsia), ekspektoransia dan penurun koleserol. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antijamur
infusa umbi bawang putih terhadap Candida albicans serta identifikasi kandungan komponen kimia.Uji aktivitas
antijamur dilakukan dengan metode dilusi cair. Parameter yang digunakan pada penentuan aktivitas antijamur
yaitu Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Konsentrasi yang digunakan adalah
17,5%; 16,25%; 15%; 13,75%; 12,5%; dan 11,25% v/v. Uji aktivitas dilakukan dengan menginkubasi infusa
ditambahkan pada suspensi jamur dalam media cair CYG DS dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam.
Identifikasi komponen kimia dilakukan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa KHM infusa umbi bawang putih terhadap Candida albicans tidak bisa diamati sebab
larutan sudah keruh. Hasil KBM terhadap Candida albicans adalah 15 % v/v. Hasil uji tabung dan kromatografi
menunjukkan bahwa infusa umbi bawang putih mengandung flavonoid dan saponin.
Kata kunci: umbi bawang putih (Allium sativum L.), antijamur, Candida albicans
ABSTRACT
As traditional medicine, bawang putih or garlic ( Allium sativum L.) can cure as antibacterial and
antifungal beside on can restorative as antihypertension, antacid, carminativa (in the dyspepsia) , expectorancia
and anticolesterol. This research was conducted in order to know the antifungal activity of infusion of Allium
sativum against Candida albicans and to identify chemical component’s of this infusion. The antifungal activity
was done by liquid dilution method. The MIC (Minimal Inhibitory Concentration) and MFC (Minimal
Fungicidal Concentration) value were used as parameter to determine the antifungal activity. Concentration used
in this reseach were 17,5% ; 16,25% ; 15% ; 13,75% ; 12,5% dan 11,25% v/v for Candida albicans. The activity
was done by incubating the infusion with fungal in CYG DS media of 37ºC for 18-24 hours. Identification of
chemical component was carried out by paper chromatography and thin layer chromatography. The result
showed that the MIC (Minimum Inhibitor Concentration) for Candida albicans could not be observed because
the mixture was turbid. The MFC (Minimum Fungicidal Concentration) for Candida albicans was 15% v/v. The
tube test and chromatogram showed that the infusion of Allium sativum contained flavonoid, and saponin.
49
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
50
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
Fakultas MIPA Universitas Ahmad Dahlan. Hal adanya saponin, dan ditambah HCl encer buih
tersebut dimaksudkan untuk mencocokkan ciri tetap stabil.
makroskopinya dan ciri morfologinya terhadap
pustaka yang ada. Uji Mikrobiologi
Penyiapan media
Penyiapan dan pembuatan simplisia Media cair CYG DS didapat dari
Umbi bawang putih dicuci dengan laboratorium Mikrobiologi Fakultas
menggunakan air mengalir sampai bersih. Kedokteran UGM dan media padat SDA
Kemudian dipotong-potong tidak terlalu tipis didapat dari laboratorium Mikrobiologi
lalu dikeringkan di oven pengering kemudian Fakultas Farmasi UAD.
bahan yang sudah kering dipotong kecil-kecil
untuk memudahkan penyarian. Sterilisasi alat-alat
Semua peralatan yang akan digunakan,
Pembuatan infusa seperti cawan petri, pipet ukur, blue tip, yellow
Diambil simplisia umbi bawang putih tip, tabung reaksi, dan alat-alat gelas lainnya
sebanyak 10 gram kemudian dimasukan disterilisasi pemanasan kering dengan udara
kedalam panci infundasi dan diisi aquadest panas atau oven. Tabung reaksi ditutup
sampai 100 ml, tambahkan air ekstra sebanyak menggunakan kapas kemudian dibungkus
2 kali berat bahan yaitu 20ml. Campuran ini dengan kertas sebelum dimasukkan dalam
dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit oven. Pemanasan dilakukan dengan suhu 180°
dihitung dari suhu 900C sambil sesekali diaduk. C selama 2 jam. Sedangkan media dan aquadest
Campuran ini diserkai selagi panas, saring disterilkan dalam autoclave pada suhu 121° C
melalui kain flannel kemudian ditambahkan air pada 2 atm selama 15 menit (Volk dan
panas secukupnya melalui ampas sampai di Wheeler, 1993).
dapat volume infusa 100 ml. Pemekatan
dilakukan untuk mendapatkan stok infusa Uji Aktivitas Antijamur
dengan kadar 100% b/v dengan cara Pembuatan larutan uji
menguapkan infusa tadi diatas penangas air Konsentrasi infusa umbi bawang putih
sampai didapat volume 10 ml, dari stok tersebut yang digunakan untuk C. albicans adalah
kemudian diencerkan sesuai dengan seri kadar konsentrasi akhir (setelah penambahan
yang dikehendaki yaitu 35% ; 32,5% ; 30% ; susupensi jamur) yaitu 17,5% ; 16,25% ; 15% ;
27,5% ; 25% dan 22,5% v/v. 13,75% ; 12,5% dan 11,25% v/v .
51
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
Tabel 1. Hasil uji aktivitas antijamur infusa umbi bawang putih terhadap C. albicans
Keterangan : Kontrol
J = Jernih K I Kontrol sampel = 0,5 ml infusa umbi bawang putih+0,5 ml CYG DS
K = Keruh K II Kontrol media = 1 ml CYG DS
+ = Ada koloni jamur K III Kontrol pelarut = 0,5 ml aquadest steril + 0,5 ml CYG DS
- = Tidak ada koloni jamur K IV Kontrol suspensi jamur = 0,5 ml suspensi jamur + 0,5 ml CYG DS
52
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
13,75% 17,5%
k.sampel k.
pelarut
16,25%
15% k.media
Gambar 1. Hasil uji aktivitas antijamur infusa umbi bawang putih terhadap C. albicans
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kromatografi Kertas untuk Flavonoid dari Infusa Umbi Bawang Putih
Deteksi
Dugaan
Cuplikan Rf
UV254 nm UV366 nm Flavonoid
Uap amoniak
Infusa umbi bawang
Coklat
putih kadar 100% 0,15 Coklat gelap +
kekuningan Kuning intensif
A B A B A B
I II III
Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Kromatografi Kertas untuk Flavonoid dari Infusa Umbi Bawang Putih
53
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
Penelitian ini menggunakan metode dapat digunakan untuk menentukan KHM suatu
penyarian infundasi karena beberapa bahan antijamur. Pada dasarnya metode ini
kandungan senyawa kimia umbi bawang putih dilakukan dengan mengencerkan larutan bahan
bersifat polar (mudah larut dalam air) sehingga obat hingga didapat suatu seri kadar dan pada
kandungan zat aktif yang larut dalam air masing-masing kadar obat ditambahkan
tersebut akan tersari dengan baik dan penyarian suspensi jamur ke dalam media cair sehingga
ini mudah dilakukan oleh masyarakat. Menurut memungkinkan berinteraksinya bahan obat
Anonim (1995) kecuali dinyatakan lain dan yang akan diuji dengan suspensi jamur yang
untuk simplisia yang tidak berkhasiat keras, tersebar merata, maka penghambatan terhadap
infusa dibuat menggunakan 10% b/v simplisia. jamur menjadi lebih sensitif.
Infusa yang diperoleh tidak boleh digunakan Variasi konsentrasi ekstrak terdiri dari 35%
lebih dari 24 jam karena penyarian ; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v
menggunakan air akan menghasilkan sari yang yang dibuat dari stok 100% b/v, kemudian
mudah tercemar oleh kuman maupun kapang dilakukan uji aktivitas antijamurnya dengan
(Anonim, 1995). metode dilusi cair yaitu dengan menambahkan
Pembuatan infusa dengan menimbang suspensi jamur sebanyak 0,5 ml sehingga
simplisia sebanyak 10 gram dalam aquadest dengan perhitungan pengenceran yang dapat
100 ml ditambah air extra 20 ml yaitu sebanyak dilihat di lampiran 6, didapat konsentrasi akhir
2X berat bahan, dimaksudkan untuk mencegah 17,5% ; 16,25% ; 15% ; 13,75% ; 12,5% dan
kehilangan bahan karena proses penguapan 11,25% v/v.
yang terjadi. Infundasi dilakukan menggunakan Parameter yang digunakan untuk uji
panci infusa, dipanaskan suhu 900C selama 15 aktivitas antijamur adalah KHM yaitu kadar
menit, kemudian dipekatkan sampai didapat hambat minimum dari infusa umbi bawang
volume stok 10 ml dengan labu takar. Didapat putih yang dapat menghambat pertumbuhan
stok infusa dengan konsentrasi 100% b/v jamur. KHM dapat dilihat dari kejernihan yang
kemudian diencerkan dengan variasi kadar 35% tampak dari larutan setelah diinkubasi selama
; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v. 18-24 jam. Pada penelitian nilai KHM tidak
Sterilisasi dilakukan pada semua alat dan dapat diketahui karena larutan yang berwarna
bahan yang akan digunakan. Tujuannya adalah keruh dikarenakan didalam infusa umbi
untuk menghilangkan, mematikan atau bawang putih tersebut terdapat fragmen-
menghancurkan semua mikroorganisme hidup, fragmen yang menyerupai pertumbuhan
baik yang patogen maupun yang tidak. Untuk jamurnya, kemudian dilakukan penggoresan
alat-alat gelas disterilisasi menggunakan oven pada media SDA untuk mencari KBM (Kadar
dengan suhu 1800 C selama 2 jam. Media, Bunuh Minimum) nya. Media agar Sabouraud
infusa dan bahan-bahan lain yang akan dextrose agar dipilih karena media tersebut
digunakan disterilisasi dengan autoclave pada merupakan pembenihan yang mampu
suhu 1210C selama 15 menit. Hasil sterilisasi menyuburkan pertumbuhan jamur tetapi dapat
dari alat dan bahan yang akan digunakan dapat menghambat pertumbuhan kuman atau bakteri.
dilihat dari kontrol yang jernih dan tidak Dari hasil penggoresan pada media SDA
ditumbuhi jamur dan mikroba lain. terlihat bahwa pada konsentrasi 13,75% ;
12,5% dan 11,25% v/v ada pertumbuhan jamur
Hasil uji aktifitas antijamur infusa umbi sedangkan pada konsentrasi 17,5% ; 16,25%
bawang putih terhadap C.albicans dan 15% v/v tidak ada pertumbuhan jamur.
Uji aktifitas antijamur umbi bawang putih Dapat ditarik kesimpulan bahwa KBM yang
terhadap jamur C.albicans ini dilakukan dengan didapat yaitu pada kadar 15% v/v yaitu kadar
menggunakan sediaan berupa infusa dengan terkecil yang dapat membunuh jamur.
kadar 100% b/v kemudian dilakukan Pada penelitian ini dibuat 4 larutan kontrol
pengenceran dengan variasi kadar ekstrak 35% antara lain kontrol sampel, kontrol media,
; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v kontrol pelarut, kontrol suspensi jamur. Larutan
menggunakan pelarut aquadest steril. kontrol ini memudahkan kita pada saat
Penelitian ini menggunakan metode dilusi pengamatan hasil penelitian. Kontrol sampel
cair. Dipilih metode dilusi cair karena pada digunakan untuk melihat kejernihan yang
metode ini dapat menghemat media dan bahan menunjukkan sterilitas sampel yang digunakan
uji serta tebal tipisnya media tidak yaitu infusa umbi bawang putih ditambah
berpengaruh. Selain itu pada metode dilusi cair media CYG DS. Kontrol pelarut berfungsi
54
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
55
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
gelap dan setelah diuapi dengan uap amonia pemeriksaan UV254 nm diduga terdapat senyawa
memberikan bercak warna kuning intensif. Hal lain yang menumpuk sehingga terjadi
ini disebabkan dengan penambahan ammonia pemadaman bercak.
(basa) akan menyebabkan gugus hidroksil Saponin termasuk senyawa terpen dan
terionisasi, sehingga terjadi pergeseran panjang diduga memiliki aktivitas antimikroba, dengan
gelombang yang diserap dan terbentuk warna mengganggu membran sel pada bagian atau
kuning yang lebih intensif. komponen lipofil dari membran mikroba
Senyawa flavonoid memiliki inti fenol (Robinson, 1995). Seluruh saponin triterpen
sehingga kemungkinan mekanisme aksi umbi dan kelompok saponin monodesmosida
bawang putih dalam membunuh fungi adalah mempunyai aktivitas menghemolisis darah,
sama dengan mekanisme aksi senyawa fenol sedangkan saponin bis-desmosida tidak
pada umumnya yaitu melalui denaturasi dan (Rahalison et al, 1995).
koagulasi protein sel-sel fungi. Hasil dari skrining fitokimia menunjukkan
Flavonoid akan membentuk komplek infusa umbi bawang putih mengandung
dengan protein membran sel jamur dan flavonoid dan saponin. Senyawa fenol akan
pembentukan komplek tersebut menyebabkan mendenaturasi protein sel dan mengerutkan
kebocoran isi sel dan kematian bakteri. dinding sel sehingga dapat melisiskan dinding
Flavonoid juga dapat menyebabkan koagulasi sel jamur. Senyawa fenol juga dapat merusak
protein, sehingga sel mengalami lisis karena membran sel sehingga terjadi perubahan
perubahan permeabilitas membran sel jamur permeabilitas sel yang akan mengakibatkan
(Simbara, 2008). terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya
sel. Saponin adalah senyawa aktif permukaan
Pemeriksaan saponin yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok
Saponin adalah senyawa yang bersifat dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
polar sehingga dimungkinkan dapat larut dalam sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
air. Glikosida saponin jika dideteksi dengan Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba
menggunakan pereaksi semprot vanilin asam (Robinson, 1995).
sulfat atau anisaldehid asam sulfat akan Dengan berbagai mekanisme
memberikan warna biru sampai biru violet penghambatan pertumbuhan jamur oleh
terkadang berupa bercak berwarna merah atau flavonoid, dan saponin terhadap Candida
berupa kuning-coklat. Saponin tidak terdeteksi albicans maka dapat dikatakan bahwa infusa
dalam UV 254 nm dan UV 366 nm (Wagner, 1984). umbi bawang putih mempunyai aktivitas
Menurut Harborne (1996) adanya antijamur, kemungkinan dengan merusak
senyawa saponin ditunjukkan dengan warna membran sel jamur, mendenatuasi protein sel
bercak biru, violet biru atau kadang-kadang serta mengganggu permeabilitas membran sel
kekuningan setelah disemprot dengan pereaksi jamur.
Vanilin-asam sulfat. Pemeriksaan senyawa
saponin dalam infusa umbi bawang putih DAFTAR PUSTAKA
menggunakan fase gerak kloroform : metanol :
air dengan perbandingan (1:3:1) v/v. Fase diam Al-Khatib, I.A.M. (2005). Bawang Dalam
yang digunakan adalah silika gel GF dengan Pengobatan Islam, Cetakan ketiga,
jarak perambatan 8 cm. Hasil kromatografi Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, hal 6.
lapis tipis diketahui bahwa infusa umbi bawang
putih kemungkinan mengandung senyawa Alexopoulus, C.J. (1970). Introductory of
saponin, hal ini dapat dilihat dari adanya 2 Micology, 2nd edition, John Willey Inc,
bercak yang memiliki harga Rf 1 sebesar 0,31 New York, hal 408-411.
dan Rf2 sebesar 0,84. Pada UV254 nm terjadi
pemadaman bercak dan pada UV366 nm bercak Anonim. (1986). Cara Pembuatan Simplisia,
tidak terdeteksi. Setelah disemprot pereaksi Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hal 4-
vanilin-asam sulfat memperlihatkan bercak 11.
berwarna kuning kecokelatan. Dari
kromatogram dapat diduga bahwa pemeriksaan Anonim. (1995). Materia Medika Indonesia,
saponin dengan menggunakan kromatografi Jilid V, Departemen Kesehatan RI,
lapis tipis menunjukkan bahwa pada sampel Jakarta, 236-239.
terbukti adanya saponin, hanya saja pada
56
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
Anonim. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi Markham, K.R. (1998). Cara Identifikasi
IV, Departemen Kesehatan Republik Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kokasih
Indonesia, Jakarta. Padmawinata, Penerbit ITB Bandung.
Anonim. (2000). Inventaris Tanaman Obat Marsh, R.W. (1977). Sistemic Fungicides, 2nd
Indonesia (I) Jilid 1, Departemen Edition, Longman, London, hal 131-133.
Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI
Badan Penelitian dan Pengembangan Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi
Kesehatan, Jakarta, 15-16. Medis, Edisi Kelima, Erlangga Medical
Series, Jakarta, hal 86-87.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, edisi ke-4, Universitas Indonesia Nurani, L.H. (2008). Diktat Kuliah
Press, Jakarta, 411-418. Farmakognosi, Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Backer, C.A., & van den Brink, R.C.B. (1968).
Flora of Java, Volume III, NVP, Pelczar, M.S., & Chan. (1986). Dasar-Dasar
Noordhoff Broningen, The Netherland. Mikrobiologi, diterjemahkan oleh Ratna
Sri Hadiutomodkk, UI-Press, Jakarta, 41,
Clayton, C. (1986). Keputihan & Infeksi Jamur 46-47, 116-118, 202.
Kandida Lain, Arcan, Jakarta.
Rahalison, L., Hamburger, M. Hostettmann, K,
Dewi, D.K. (2004). Infeksi Jamur Pada Kulit, Morod, M., & Frenk E,A. (1991).
Bali Post, 19 Desember 2004. Bioautographic Agar Overlay Method for
the Detection of Antifungal Coumpound
Edberg, S. C., & Berger, S.A. (1986), from Higer Plants, Phytochemical
Antibiotik dan Infeksi, Penerjemah dari Analysis, 2.
Candra Sanusi, EGC, Jakarta.
Robinson, T. (1991). Kandungan Organik
Gandahusada, S. (1992). Parasitologi Tumbuhan Tinggi, Edisi VI,
Kedokteran, Edisi III,Fakulas Kedokteran Diterjemahkan oleh Kokasih
Universitas Indonesia, UI Press, Jakarta, Padmawinata, Penerbit ITB Bandung, 156-
315. 157.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E. Roser, D. (2005). Bawang Putih Untuk
(1991). Pengantar Kromatografi, Edisi II, Kesehatan, Edisi keempat, Alih Bahasa:
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Dr. Djaja Surya Atmadja, Bumi Aksara,
Penertbit ITB, Bandung. Jakarta.
57
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy
Sudarsono, dkk. (1996). Tumbuhan Obat, Pusat Voigt, Rudolf. (1986). Buku Pelajaran
Penelitian Obat Tradisional Universitas Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Gadjah Mada (PPOT-UGM) Yogyakarta, Soendani Noerono Soewandhi dan Matilda
hal 10-19. B. Widianto, edisi V, Penerbit Gadjah
Mada Press, Yogyakarta, 564-574.
Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, J. R. (2001).
Inventaris Tanaman Obat (I) Jilid 2, Volk, W.A, Wheeler, M.F. (1990).
Departemen Kesehatan RI Badan Mikrobiologi Dasar, Edisi 5, Jilid II,
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, diterjemahkan oleh Markham,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 163. Penerbit Erlangga, Jakarta, 148. 152-153.
Tyler, L. & Brandy, L. (1970). Wagner, H., Bladt, S. (1984). Plant Drug
Pharmacognosy, 6th, Lea and Febiger, Analysis, Springer-Verlag Berlin
Philadelphia, 186. Heidelberg, Germany, 170, 306.
58