Anda di halaman 1dari 10

GALENIKA Journal of Pharmacy Vol.

2 (1) : 49 - 58 ISSN : 2442-8744


March 2016 Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR INFUSA UMBI BAWANG PUTIH


(Allium sativum L.) TERHADAP Candida albicans
SERTA PROFIL KROMATOGRAFINYA

ANTIFUNGAL ACTIVITY OF INFUSION OF ALLIUM SATIVUM AGAINST


Candida albicans AND ITS CHROMATOGRAPHY PROFILE

Khusnul Diana1*
1
Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Received 01 Februari 2016, Accepted 28 Februari 2016

ABSTRAK

Sebagai obat tradisional, umbi bawang putih (Allium sativum L.) berkhasiat sebagai antibakteri dan
antijamur selain itu dapat juga berkhasiat sebagai antihipertensi, obat maag, karminativa (pada keadaan
dyspepsia), ekspektoransia dan penurun koleserol. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antijamur
infusa umbi bawang putih terhadap Candida albicans serta identifikasi kandungan komponen kimia.Uji aktivitas
antijamur dilakukan dengan metode dilusi cair. Parameter yang digunakan pada penentuan aktivitas antijamur
yaitu Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Konsentrasi yang digunakan adalah
17,5%; 16,25%; 15%; 13,75%; 12,5%; dan 11,25% v/v. Uji aktivitas dilakukan dengan menginkubasi infusa
ditambahkan pada suspensi jamur dalam media cair CYG DS dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 18-24 jam.
Identifikasi komponen kimia dilakukan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa KHM infusa umbi bawang putih terhadap Candida albicans tidak bisa diamati sebab
larutan sudah keruh. Hasil KBM terhadap Candida albicans adalah 15 % v/v. Hasil uji tabung dan kromatografi
menunjukkan bahwa infusa umbi bawang putih mengandung flavonoid dan saponin.

Kata kunci: umbi bawang putih (Allium sativum L.), antijamur, Candida albicans

ABSTRACT

As traditional medicine, bawang putih or garlic ( Allium sativum L.) can cure as antibacterial and
antifungal beside on can restorative as antihypertension, antacid, carminativa (in the dyspepsia) , expectorancia
and anticolesterol. This research was conducted in order to know the antifungal activity of infusion of Allium
sativum against Candida albicans and to identify chemical component’s of this infusion. The antifungal activity
was done by liquid dilution method. The MIC (Minimal Inhibitory Concentration) and MFC (Minimal
Fungicidal Concentration) value were used as parameter to determine the antifungal activity. Concentration used
in this reseach were 17,5% ; 16,25% ; 15% ; 13,75% ; 12,5% dan 11,25% v/v for Candida albicans. The activity
was done by incubating the infusion with fungal in CYG DS media of 37ºC for 18-24 hours. Identification of
chemical component was carried out by paper chromatography and thin layer chromatography. The result
showed that the MIC (Minimum Inhibitor Concentration) for Candida albicans could not be observed because
the mixture was turbid. The MFC (Minimum Fungicidal Concentration) for Candida albicans was 15% v/v. The
tube test and chromatogram showed that the infusion of Allium sativum contained flavonoid, and saponin.

Key word: Allium sativum L., Antifungal, Candida albicans.

*Coresponding Author : Khusnul Diana khusnul_diana@yahoo.com (ph : +62-821-5568-0815)

49
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

PENDAHULUAN seperti antimikroba, antikolesterol


Indonesia adalah negara yang beriklim (menurunkan kadar kolesterol darah),
tropis. Dengan iklim dan keadaan yang seperti antihipertensi (penurun tekanan darah) dan
ini, tidak mengherankan bila sebagian besar imunomodulator (meningkatkan sistem
masyarakat Indonesia pernah mengalami kekebalan tubuh) (Hardianto, 2005). Umbi
infeksi jamur pada kulit. Banyaknya penyakit lapis Allium sativum L. mengandung saponin,
jamur di daerah tropis antara lain disebabkan flavonoid, polifenol dan minyak atsiri
oleh faktor keringat dan kebersihan pribadi (Anonim, 2000).
yang kurang terjaga. Kebanyakan masyarakat Flavonoid bersifat merusak membran sel
mengabaikan pengobatan penyakit ini, padahal sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel
bila dibiarkan, akan sangat mengganggu yang mengakibatkan terhambatnya
penampilan dan fungsi hidup orang sehari-hari pertumbuhan sel atau matinya sel dan polifenol
(Dewi, 2004). dapat mendenaturasi protein sel jamur.
Di alam telah ditemukan ribuan jenis Saponin dapat mengubah tegangan permukaan
jamur, namun hanya 100-200 jenis jamur yang dengan mengikat lipid yang dapat merusak
dapat menimbulkan penyakit pada manusia. permeabilitas selektif dari membran sel bakteri
Dari jumlah ini sebagian dapat menyerang (Pelczar dan Chan, 1988).
organ dalam sehingga menimbulkan penyakit Senyawa flavonoid dan polifenol
serius, jamur yang kontak dengan kulit manusia merupakan kelompok senyawa fenol yang
dapat menyebabkan penyakit kulit bahkan ada berfungsi sebagai antijamur sehingga flavonoid
sebagian jamur yang dapat menghasilkan dan polifenol dapat digunakan sebagai
metabolit beracun (Jawetz et al.,1995). antijamur (Ganiswarna, 1995). Hal inilah yang
Jamur merupakan organisme yang bersifat mendorong perlunya dilakukan kajian ilmiah
eukaryotik, biasanya dibagi dalam ragi, kapang yang lebih mendalam mengenai tanaman
dan jamur. Metabolismenya bersifat bawang putih ini terutama bagian umbinya
heterotrofik dan absortif, mengadakan untuk mengetahui aktivitasnya sebagai
reproduksi secara khas melalui mekanisme antijamur.
kawin (seksual) dan tak kawin (aseksual)
(Johnson et al, 2001). Infeksi jamur (mikosis) METODE PENELITIAN
bisa kutan, subkutan, superfisial dan sistemik. Alat dan Bahan
Infeksi sistemik paling banyak terjadi pada Alat untuk infundasi : panci infusa, labu
pasien immunocompromised (pasien AIDS, takar, timbangan analitik, gelas ukur, kain
kortikosteroid, obat-obat antikanker). flannel, corong, kertas saring. Alat untuk uji
C. albicans tampak sebagai sel lonjong, mikrobiologi : cawan petri, pipet ukur, lampu
bertunas, Gram positif, berukuran 2-3 X 4,6 spritus, mikropipet, tabung reaksi, rak tabung,
µm, yang menghasilkan pseudomiselium baik propipet, ose, yellow tip, blue tip, alat-alat
dalam biakan maupun dalam jaringan dan gelas, inkubator, autoclave.
eksudat. Pada agar sabouroud yang dieramkan Bahan utama yang digunakan adalah umbi
pada suhu kamar, berbentuk koloni-koloni bawang putih yang telah dikeringkan dan
lunak berwarna coklat yang menyerupai bau dipotong kasar kemudian disari dengan metode
seperti ragi. Candida albicans adalah anggota infundasi. Bahan untuk pembuatan infusa:
flora normal selaput mukosa saluran umbi bawang putih, aquadest. Bahan untuk uji
pernafasan, saluran pencernaan dan genital aktivitas antifungi: Jamur Candida albicans
wanita. C. albicans dapat menyebabkan yang merupakan koleksi Laboratorium
penyakit sistemik progresif jika kekebalan Fitokimia Universitas Ahmad Dahlan, media
tubuh terganggu. C.albicans lebih sering terjadi jamur yang digunakan adalah media padat
pada spesies Candida lain dalam menyebabkan (Sabouraud Dextrose Agar) dalam tabung
infeksi yang simtomatik (Jawetz, et al., 1995). reaksi, bahan lain yang digunakan adalah
Candida albicans dapat diatasi dengan aquadest steril, NaCl fisiologis, media CYG DS
menggunakan bahan alam, salah satunya adalah (Casein Yeast Glucose Double Strength).
bawang putih. Bawang putih (Allium sativum
L.) biasanya digunakan sebagai campuran Determinasi tanaman
dalam pengolahan masakan, tapi disamping itu Untuk mengetahui kebenaran sampel umbi
dapat juga digunakan untuk pengobatan bawang putih yang digunakan maka dilakukan
tradisional yang memiliki beragam khasiat determinasi tanaman di Laboratorium Biologi,

50
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

Fakultas MIPA Universitas Ahmad Dahlan. Hal adanya saponin, dan ditambah HCl encer buih
tersebut dimaksudkan untuk mencocokkan ciri tetap stabil.
makroskopinya dan ciri morfologinya terhadap
pustaka yang ada. Uji Mikrobiologi
Penyiapan media
Penyiapan dan pembuatan simplisia Media cair CYG DS didapat dari
Umbi bawang putih dicuci dengan laboratorium Mikrobiologi Fakultas
menggunakan air mengalir sampai bersih. Kedokteran UGM dan media padat SDA
Kemudian dipotong-potong tidak terlalu tipis didapat dari laboratorium Mikrobiologi
lalu dikeringkan di oven pengering kemudian Fakultas Farmasi UAD.
bahan yang sudah kering dipotong kecil-kecil
untuk memudahkan penyarian. Sterilisasi alat-alat
Semua peralatan yang akan digunakan,
Pembuatan infusa seperti cawan petri, pipet ukur, blue tip, yellow
Diambil simplisia umbi bawang putih tip, tabung reaksi, dan alat-alat gelas lainnya
sebanyak 10 gram kemudian dimasukan disterilisasi pemanasan kering dengan udara
kedalam panci infundasi dan diisi aquadest panas atau oven. Tabung reaksi ditutup
sampai 100 ml, tambahkan air ekstra sebanyak menggunakan kapas kemudian dibungkus
2 kali berat bahan yaitu 20ml. Campuran ini dengan kertas sebelum dimasukkan dalam
dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit oven. Pemanasan dilakukan dengan suhu 180°
dihitung dari suhu 900C sambil sesekali diaduk. C selama 2 jam. Sedangkan media dan aquadest
Campuran ini diserkai selagi panas, saring disterilkan dalam autoclave pada suhu 121° C
melalui kain flannel kemudian ditambahkan air pada 2 atm selama 15 menit (Volk dan
panas secukupnya melalui ampas sampai di Wheeler, 1993).
dapat volume infusa 100 ml. Pemekatan
dilakukan untuk mendapatkan stok infusa Uji Aktivitas Antijamur
dengan kadar 100% b/v dengan cara Pembuatan larutan uji
menguapkan infusa tadi diatas penangas air Konsentrasi infusa umbi bawang putih
sampai didapat volume 10 ml, dari stok tersebut yang digunakan untuk C. albicans adalah
kemudian diencerkan sesuai dengan seri kadar konsentrasi akhir (setelah penambahan
yang dikehendaki yaitu 35% ; 32,5% ; 30% ; susupensi jamur) yaitu 17,5% ; 16,25% ; 15% ;
27,5% ; 25% dan 22,5% v/v. 13,75% ; 12,5% dan 11,25% v/v .

Skrining fitokimia Penentuan KHM


Uji keberadaan gugus kromofor Jamur C. albicans diambil dari suatu
Larutan infusa yang dihasilkan bila biakan dengan menggunakan ose, sebanyak 1
berwarna kuning sampai merah menunjukkan koloni. Goreskan ose tersebut pada media SDA
adanya senyawa yang mengandung kromofor pada suatu tabung yang kemudian diinkubasi
(flavonoid, antrakinon dan sebagainya) dengan selama 18-24 jam pada suhu 37° C. Setelah
gugus hidrofilik (gula, asam fenolat dan biakan C. albicans tersebut tumbuh, tabung
sebagainya). Bila larutan ditambah larutan tersebut disimpan dalam almari pendingin
KOH (3 tetes), warna larutan akan menjadi (suhu 4° C) sebagai stok.
intensif. Diambil 1 ose biakan C. albicans yang
berumur satu hari kemudian dimasukkan ke
Uji flavonoid dalam kurang lebih 2 ml garam fisiologis,
Infusa umbi bawang putih diteteskan di dikocok homogen dan disamakan dengan
atas kertas saring dan kemudian dilewatkan standart Mc. Farland, kemudian diencerkan
pada uap ammonia timbul warna kuning pada dengan media CYG DS (1 : 100)
sampel yang diteteskan tadi. Suspensi jamur 106 CFU/ml C. albicans
diambil 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam tiap-
Uji saponin tiap tabung uji yang berisi 0,5 ml larutan uji
Infusa umbi bawang putih (2 gram) kocok dalam berbagai konsentrasi. Kemudian
kuat-kuat selama 30 detik, apabila timbul buih diinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam.
setinggi kurang lebih 3 cm menunjukkan Diamati kejernihan larutan dibandingkan
dengan larutan kontrol, untuk menentukan pada

51
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

konsentrasi berapa infusa umbi bawang Analisis Data


putih mulai menghambat pertumbuhan jamur. Uji antijamur
Kadar hambat minimum ditandai dengan
Penentuan KBM kejernihan pada larutan uji pada media Casein
KBM ditentukan dengan menggoreskan Yeast Glucose Double Strenght. Masing-
larutan hasil uji dilusi cair pada media agar masing sampel dalam tabung uji digoreskan
untuk C. albicans digunakan media agar SDA. pada media Sabouraud Dextrose Agar . Kadar
Dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan bunuh minimum ditandai dengan tidak
jamur dari goresan pada media yang terjadinya pertumbuhan jamur C. albicans pada
dibandingkan dengan kontrol maka dapat media dan hasilnya dibandingkan dengan
ditentukan berapa konsentrasi terendah larutan kontrol.
infusa umbi bawang putih yang dapat Analisis Kromatografi
membunuh jamur. Bercak yang timbul sebelum disemprot
dapat dilihat di bawah UV 254 dan 366 nm
warna yang timbul nantinya dapat diamati.
Selanjutnya plate disemprot dengan
penyemprot yang sesuai. Warna dan Rf bercak
dibandingkan dengan literatur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman bawang putih yang digunakan
dalam penelitian ini dideterminasi di
Laboratorium Biologi Fakultas MIPA
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Tujuan
determinasi adalah untuk mengetahui identitas
tanaman dengan jelas, sehingga terhindar dari
kesalahan dalam pengambilan sampel.

Tabel 1. Hasil uji aktivitas antijamur infusa umbi bawang putih terhadap C. albicans

No Konsentrasi HASIL PENGAMATAN


Perlakuan Replikasi I Replikasi II Replikasi III
% v/v
K/J Koloni K/J Koloni K/J Koloni
1. 17,5% K - K - K -
2. 16,25% K - K - K -
3. 15% K - K - K -
4. 13,75% K + K + K +
5. 12,5% K + K + K +
6. 11,25% K + K + K +
Kontrol
7. KI K - K - K -
8. K II J - J - J -
9. K III J - J - J -
10. K IV K + K + K +

Keterangan : Kontrol
J = Jernih K I Kontrol sampel = 0,5 ml infusa umbi bawang putih+0,5 ml CYG DS
K = Keruh K II Kontrol media = 1 ml CYG DS
+ = Ada koloni jamur K III Kontrol pelarut = 0,5 ml aquadest steril + 0,5 ml CYG DS
- = Tidak ada koloni jamur K IV Kontrol suspensi jamur = 0,5 ml suspensi jamur + 0,5 ml CYG DS

52
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

12,5% 11,25% k.jamur

13,75% 17,5%
k.sampel k.
pelarut

16,25%
15% k.media

Gambar 1. Hasil uji aktivitas antijamur infusa umbi bawang putih terhadap C. albicans

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kromatografi Kertas untuk Flavonoid dari Infusa Umbi Bawang Putih
Deteksi
Dugaan
Cuplikan Rf
UV254 nm UV366 nm Flavonoid
Uap amoniak
Infusa umbi bawang
Coklat
putih kadar 100% 0,15 Coklat gelap +
kekuningan Kuning intensif

Rutin 0,58 Kuning Coklat gelap +


Kuning intensif

A B A B A B
I II III
Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Kromatografi Kertas untuk Flavonoid dari Infusa Umbi Bawang Putih

Keterangan : Cuplikan : A : Sampel infusa umbi bawang putih kadar 100%


B : Pembanding Rutin
Deteksi : I : UV 254nm
II : UV 366nm
III : Pereaksi semprot uap ammonia

53
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

Penelitian ini menggunakan metode dapat digunakan untuk menentukan KHM suatu
penyarian infundasi karena beberapa bahan antijamur. Pada dasarnya metode ini
kandungan senyawa kimia umbi bawang putih dilakukan dengan mengencerkan larutan bahan
bersifat polar (mudah larut dalam air) sehingga obat hingga didapat suatu seri kadar dan pada
kandungan zat aktif yang larut dalam air masing-masing kadar obat ditambahkan
tersebut akan tersari dengan baik dan penyarian suspensi jamur ke dalam media cair sehingga
ini mudah dilakukan oleh masyarakat. Menurut memungkinkan berinteraksinya bahan obat
Anonim (1995) kecuali dinyatakan lain dan yang akan diuji dengan suspensi jamur yang
untuk simplisia yang tidak berkhasiat keras, tersebar merata, maka penghambatan terhadap
infusa dibuat menggunakan 10% b/v simplisia. jamur menjadi lebih sensitif.
Infusa yang diperoleh tidak boleh digunakan Variasi konsentrasi ekstrak terdiri dari 35%
lebih dari 24 jam karena penyarian ; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v
menggunakan air akan menghasilkan sari yang yang dibuat dari stok 100% b/v, kemudian
mudah tercemar oleh kuman maupun kapang dilakukan uji aktivitas antijamurnya dengan
(Anonim, 1995). metode dilusi cair yaitu dengan menambahkan
Pembuatan infusa dengan menimbang suspensi jamur sebanyak 0,5 ml sehingga
simplisia sebanyak 10 gram dalam aquadest dengan perhitungan pengenceran yang dapat
100 ml ditambah air extra 20 ml yaitu sebanyak dilihat di lampiran 6, didapat konsentrasi akhir
2X berat bahan, dimaksudkan untuk mencegah 17,5% ; 16,25% ; 15% ; 13,75% ; 12,5% dan
kehilangan bahan karena proses penguapan 11,25% v/v.
yang terjadi. Infundasi dilakukan menggunakan Parameter yang digunakan untuk uji
panci infusa, dipanaskan suhu 900C selama 15 aktivitas antijamur adalah KHM yaitu kadar
menit, kemudian dipekatkan sampai didapat hambat minimum dari infusa umbi bawang
volume stok 10 ml dengan labu takar. Didapat putih yang dapat menghambat pertumbuhan
stok infusa dengan konsentrasi 100% b/v jamur. KHM dapat dilihat dari kejernihan yang
kemudian diencerkan dengan variasi kadar 35% tampak dari larutan setelah diinkubasi selama
; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v. 18-24 jam. Pada penelitian nilai KHM tidak
Sterilisasi dilakukan pada semua alat dan dapat diketahui karena larutan yang berwarna
bahan yang akan digunakan. Tujuannya adalah keruh dikarenakan didalam infusa umbi
untuk menghilangkan, mematikan atau bawang putih tersebut terdapat fragmen-
menghancurkan semua mikroorganisme hidup, fragmen yang menyerupai pertumbuhan
baik yang patogen maupun yang tidak. Untuk jamurnya, kemudian dilakukan penggoresan
alat-alat gelas disterilisasi menggunakan oven pada media SDA untuk mencari KBM (Kadar
dengan suhu 1800 C selama 2 jam. Media, Bunuh Minimum) nya. Media agar Sabouraud
infusa dan bahan-bahan lain yang akan dextrose agar dipilih karena media tersebut
digunakan disterilisasi dengan autoclave pada merupakan pembenihan yang mampu
suhu 1210C selama 15 menit. Hasil sterilisasi menyuburkan pertumbuhan jamur tetapi dapat
dari alat dan bahan yang akan digunakan dapat menghambat pertumbuhan kuman atau bakteri.
dilihat dari kontrol yang jernih dan tidak Dari hasil penggoresan pada media SDA
ditumbuhi jamur dan mikroba lain. terlihat bahwa pada konsentrasi 13,75% ;
12,5% dan 11,25% v/v ada pertumbuhan jamur
Hasil uji aktifitas antijamur infusa umbi sedangkan pada konsentrasi 17,5% ; 16,25%
bawang putih terhadap C.albicans dan 15% v/v tidak ada pertumbuhan jamur.
Uji aktifitas antijamur umbi bawang putih Dapat ditarik kesimpulan bahwa KBM yang
terhadap jamur C.albicans ini dilakukan dengan didapat yaitu pada kadar 15% v/v yaitu kadar
menggunakan sediaan berupa infusa dengan terkecil yang dapat membunuh jamur.
kadar 100% b/v kemudian dilakukan Pada penelitian ini dibuat 4 larutan kontrol
pengenceran dengan variasi kadar ekstrak 35% antara lain kontrol sampel, kontrol media,
; 32,5% ; 30% ; 27,5% ; 25% dan 22,5% v/v kontrol pelarut, kontrol suspensi jamur. Larutan
menggunakan pelarut aquadest steril. kontrol ini memudahkan kita pada saat
Penelitian ini menggunakan metode dilusi pengamatan hasil penelitian. Kontrol sampel
cair. Dipilih metode dilusi cair karena pada digunakan untuk melihat kejernihan yang
metode ini dapat menghemat media dan bahan menunjukkan sterilitas sampel yang digunakan
uji serta tebal tipisnya media tidak yaitu infusa umbi bawang putih ditambah
berpengaruh. Selain itu pada metode dilusi cair media CYG DS. Kontrol pelarut berfungsi

54
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

sebagai pembanding yang menunjukkan Skrining fitokimia dengan metode


sterilitas pelarut yang digunakan yaitu aquadest tabung yang menghasilkan uji positif
ditambah media CYG DS dan untuk dilanjutkan dengan kromatografi sedangkan
mengetahui apakah pelarut yang digunakan untuk hasil negatif tidak dilanjutkan uji
memiliki aktivitas antifungi atau tidak. Kontrol kromatografi.
media berisi CYG DS tanpa jamur, diperlukan
untuk mengetahui sterilitas dari media uji dan Uji kualitatif secara kromatografi
tidak boleh ditemukan adanya pertumbuhan Uji kualitatif secara kromatografi
jamur. Jika hal itu terjadi maka dapat dipastikan dilakukan untuk mempertegas uji tabung.
adanya kontaminan pada media tersebut. Pemeriksaan kandungan kimia dilakukan
Kontrol suspensi jamur digunakan untuk terhadap senyawa flavonoid dan saponin yang
memastikan ada tidaknya pertumbuhan diduga berkhasiat sebagai antijamur.
mikroba. Data hasil uji aktivitas antijamur Kromatografi kertas dapat digunakan
infusa umbi bawang putih terhadap C. albicans untuk memisahkan senyawa flavonoid dalam
dapat dilihat pada Tabel I. infusa. Fase gerak yang biasa digunakan adalah
n-butanol : asam asetat glasial : air dengan hasil
Skrining Fitokimia memuaskan karena memberikan bercak yang
Hasil skrining fitokimia kompak. Komponen dari BAW (4:1:5) v/v yang
Sebelum dilakukan uji kromatografi untuk digunakan fase atasnya (Pramono, 1989). Fase
mengetahui senyawa yang terkandung di dalam diam yang digunakan adalah kertas Whatman
umbi bawang putih, terlebih dahulu dilakukan no.1 dengan fase gerak n-butanol : asam asetat
skrining fitokimia. Skrining fitokimia glasial : air (4:1:5) v/v fase atas. Cuplikan dibuat
dilakukan untuk mengetahui zat kimia dalam dengan konsentrasi 100% dan ditotolkan
umbi bawang putih (Allium sativum L.) yang sebanyak 3 totolan dengan menggunakan pipa
kemungkinan berhubungan dengan aktivitas kapiler. Setiap penotolan dilakukan setelah
biologi dari sediaan infusa tersebut. Hasil totolan sebelumnya kering. Jumlah penotolan
skrining fitokimia diharapkan dapat harus optimum, disebabkan karena apabila
memberikan gambaran senyawa yang penotolan terlalu banyak maka penotolan akan
terkandung dalam infusa umbi bawang putih terlalu pekat sehingga susah digerakkan oleh
yang berkhasiat sebagai antijamur. Skrining cairan pengembang atau fase gerak, sedangkan
fitokimia dilakukan menggunakan uji tabung, apabila penotolan terlalu sedikit maka bercak
senyawa-senyawa yang diuji meliputi: gugus yang dihasilkan samar (Gritter dkk, 1991).
kromofor, polifenol, tanin, saponin dan
flavonoid. Pemeriksaan Flavonoid
Dari uji tabung diperoleh larutan uji yang Senyawa golongan flavonoid dalam infusa
berwarna kuning orange dan jika ditambahkan umbi bawang putih dielusi dengan
KOH warna larutan menjadi lebih intensif. Hal menggunakan fase gerak n-butanol : asam
ini menunjukkan bahwa umbi bawang putih asetat glasial : air (4:1:5) v/v fase atas dan fase
mengandung gugus kromofor. diam kertas Whatmann diuapi ammoniak.
Uji saponin dilakukan dengan metode buih Menurut Wagner (1984) flavonoid dapat
yaitu dengan menggojok infusa umbi bawang berwarna hitam atau berfluoresensi kuning,
putih dalam air suling dan dibiarkan lalu orange dan hijau tergantung tipe strukturnya
diamati tinggi buih yang dihasilkan. Hasil bila dilihat pada UV 366 nm flavonoid dengan
dinyatakan positif bila hasil penggojokan sinar tampak dapat memberikan warna jingga,
menghasilkan buih kurang lebih 3 cm dari merah, merah kuning atau merah jambu, coklat
permukaan dan bersifat stabil setelah ditambah tua atau hitam, hijau kuning atau coklat tua dan
asam. Hasil yang diperoleh untuk uji saponin setelah disemprot sitroborat atau diuapi
adalah positif karena setelah ditambahkan asam ammoniak akan berwarna kuning (Harborne,
buihnya tetap stabil. 1996).
Uji keberadaan golongan flavonoid Dari kromatografi kertas menunjukkan
dilakukan dengan cara infusa umbi bawang bahwa infusa umbi bawang putih kemungkinan
putih diteteskan di atas kertas saring dan mengandung senyawa flavonoid. Ini dapat
kemudian dilewatkan pada uap ammonia dilihat dari bercak yang mempunyai harga Rf
timbul warna kuning pada infusa yang 0,15. Jika dilihat dengan UV 254 nm berwarna
diteteskan tadi. coklat kekuningan, pada UV 366 nm coklat

55
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

gelap dan setelah diuapi dengan uap amonia pemeriksaan UV254 nm diduga terdapat senyawa
memberikan bercak warna kuning intensif. Hal lain yang menumpuk sehingga terjadi
ini disebabkan dengan penambahan ammonia pemadaman bercak.
(basa) akan menyebabkan gugus hidroksil Saponin termasuk senyawa terpen dan
terionisasi, sehingga terjadi pergeseran panjang diduga memiliki aktivitas antimikroba, dengan
gelombang yang diserap dan terbentuk warna mengganggu membran sel pada bagian atau
kuning yang lebih intensif. komponen lipofil dari membran mikroba
Senyawa flavonoid memiliki inti fenol (Robinson, 1995). Seluruh saponin triterpen
sehingga kemungkinan mekanisme aksi umbi dan kelompok saponin monodesmosida
bawang putih dalam membunuh fungi adalah mempunyai aktivitas menghemolisis darah,
sama dengan mekanisme aksi senyawa fenol sedangkan saponin bis-desmosida tidak
pada umumnya yaitu melalui denaturasi dan (Rahalison et al, 1995).
koagulasi protein sel-sel fungi. Hasil dari skrining fitokimia menunjukkan
Flavonoid akan membentuk komplek infusa umbi bawang putih mengandung
dengan protein membran sel jamur dan flavonoid dan saponin. Senyawa fenol akan
pembentukan komplek tersebut menyebabkan mendenaturasi protein sel dan mengerutkan
kebocoran isi sel dan kematian bakteri. dinding sel sehingga dapat melisiskan dinding
Flavonoid juga dapat menyebabkan koagulasi sel jamur. Senyawa fenol juga dapat merusak
protein, sehingga sel mengalami lisis karena membran sel sehingga terjadi perubahan
perubahan permeabilitas membran sel jamur permeabilitas sel yang akan mengakibatkan
(Simbara, 2008). terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya
sel. Saponin adalah senyawa aktif permukaan
Pemeriksaan saponin yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok
Saponin adalah senyawa yang bersifat dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
polar sehingga dimungkinkan dapat larut dalam sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
air. Glikosida saponin jika dideteksi dengan Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba
menggunakan pereaksi semprot vanilin asam (Robinson, 1995).
sulfat atau anisaldehid asam sulfat akan Dengan berbagai mekanisme
memberikan warna biru sampai biru violet penghambatan pertumbuhan jamur oleh
terkadang berupa bercak berwarna merah atau flavonoid, dan saponin terhadap Candida
berupa kuning-coklat. Saponin tidak terdeteksi albicans maka dapat dikatakan bahwa infusa
dalam UV 254 nm dan UV 366 nm (Wagner, 1984). umbi bawang putih mempunyai aktivitas
Menurut Harborne (1996) adanya antijamur, kemungkinan dengan merusak
senyawa saponin ditunjukkan dengan warna membran sel jamur, mendenatuasi protein sel
bercak biru, violet biru atau kadang-kadang serta mengganggu permeabilitas membran sel
kekuningan setelah disemprot dengan pereaksi jamur.
Vanilin-asam sulfat. Pemeriksaan senyawa
saponin dalam infusa umbi bawang putih DAFTAR PUSTAKA
menggunakan fase gerak kloroform : metanol :
air dengan perbandingan (1:3:1) v/v. Fase diam Al-Khatib, I.A.M. (2005). Bawang Dalam
yang digunakan adalah silika gel GF dengan Pengobatan Islam, Cetakan ketiga,
jarak perambatan 8 cm. Hasil kromatografi Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, hal 6.
lapis tipis diketahui bahwa infusa umbi bawang
putih kemungkinan mengandung senyawa Alexopoulus, C.J. (1970). Introductory of
saponin, hal ini dapat dilihat dari adanya 2 Micology, 2nd edition, John Willey Inc,
bercak yang memiliki harga Rf 1 sebesar 0,31 New York, hal 408-411.
dan Rf2 sebesar 0,84. Pada UV254 nm terjadi
pemadaman bercak dan pada UV366 nm bercak Anonim. (1986). Cara Pembuatan Simplisia,
tidak terdeteksi. Setelah disemprot pereaksi Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hal 4-
vanilin-asam sulfat memperlihatkan bercak 11.
berwarna kuning kecokelatan. Dari
kromatogram dapat diduga bahwa pemeriksaan Anonim. (1995). Materia Medika Indonesia,
saponin dengan menggunakan kromatografi Jilid V, Departemen Kesehatan RI,
lapis tipis menunjukkan bahwa pada sampel Jakarta, 236-239.
terbukti adanya saponin, hanya saja pada

56
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

Anonim. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi Markham, K.R. (1998). Cara Identifikasi
IV, Departemen Kesehatan Republik Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kokasih
Indonesia, Jakarta. Padmawinata, Penerbit ITB Bandung.

Anonim. (2000). Inventaris Tanaman Obat Marsh, R.W. (1977). Sistemic Fungicides, 2nd
Indonesia (I) Jilid 1, Departemen Edition, Longman, London, hal 131-133.
Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI
Badan Penelitian dan Pengembangan Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi
Kesehatan, Jakarta, 15-16. Medis, Edisi Kelima, Erlangga Medical
Series, Jakarta, hal 86-87.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, edisi ke-4, Universitas Indonesia Nurani, L.H. (2008). Diktat Kuliah
Press, Jakarta, 411-418. Farmakognosi, Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Backer, C.A., & van den Brink, R.C.B. (1968).
Flora of Java, Volume III, NVP, Pelczar, M.S., & Chan. (1986). Dasar-Dasar
Noordhoff Broningen, The Netherland. Mikrobiologi, diterjemahkan oleh Ratna
Sri Hadiutomodkk, UI-Press, Jakarta, 41,
Clayton, C. (1986). Keputihan & Infeksi Jamur 46-47, 116-118, 202.
Kandida Lain, Arcan, Jakarta.
Rahalison, L., Hamburger, M. Hostettmann, K,
Dewi, D.K. (2004). Infeksi Jamur Pada Kulit, Morod, M., & Frenk E,A. (1991).
Bali Post, 19 Desember 2004. Bioautographic Agar Overlay Method for
the Detection of Antifungal Coumpound
Edberg, S. C., & Berger, S.A. (1986), from Higer Plants, Phytochemical
Antibiotik dan Infeksi, Penerjemah dari Analysis, 2.
Candra Sanusi, EGC, Jakarta.
Robinson, T. (1991). Kandungan Organik
Gandahusada, S. (1992). Parasitologi Tumbuhan Tinggi, Edisi VI,
Kedokteran, Edisi III,Fakulas Kedokteran Diterjemahkan oleh Kokasih
Universitas Indonesia, UI Press, Jakarta, Padmawinata, Penerbit ITB Bandung, 156-
315. 157.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E. Roser, D. (2005). Bawang Putih Untuk
(1991). Pengantar Kromatografi, Edisi II, Kesehatan, Edisi keempat, Alih Bahasa:
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Dr. Djaja Surya Atmadja, Bumi Aksara,
Penertbit ITB, Bandung. Jakarta.

Harborne. (1996). Metode Fitokimia Penuntun Sastrohamidjoyo, H. (1991). Kromatografi,


Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Edisi II, Cetakan ke-2,Penerbit Liberty,
Cetakan ke-2, Diterjemahkan oleh Yogyakarta.
Kokasih Padmawinata dan Iwang Soediro,
Penerbit ITB Bandung, 5, 102, 104. Sianturi, M.H.R. (2005). Keputihan Suatu
Kenyataan Dibalik Suatu Kemelut,
Jawetz, E., Melnick. J.L., Adelberg. A. (1995). Fakultas Kedokteran Universitas
Mikrobiologi Kedokteran, alih Indonesia, 1-4.
bahasa oleh Nugroho E., Edisi 20,
Jakarta,242-243. Simbara, Ari. (2008). Bahan Kuliah Kimia
Medisinal, Fakultas Farmasi Universitas
Johnson, A.G. et al. (2000). Mikrobiologi dan Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 20 Februari
Imunologi Seri Ringkasan, Binarupa 2008.
Aksara, Jakarta, 167-183. Stahl, E. (1985). Analisis Obat secara
Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit
ITB Bandung, 3-4, 16-17.

57
Diana et al./Galenika Journal of Pharmacy

Sudarsono, dkk. (1996). Tumbuhan Obat, Pusat Voigt, Rudolf. (1986). Buku Pelajaran
Penelitian Obat Tradisional Universitas Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh
Gadjah Mada (PPOT-UGM) Yogyakarta, Soendani Noerono Soewandhi dan Matilda
hal 10-19. B. Widianto, edisi V, Penerbit Gadjah
Mada Press, Yogyakarta, 564-574.
Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, J. R. (2001).
Inventaris Tanaman Obat (I) Jilid 2, Volk, W.A, Wheeler, M.F. (1990).
Departemen Kesehatan RI Badan Mikrobiologi Dasar, Edisi 5, Jilid II,
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, diterjemahkan oleh Markham,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 163. Penerbit Erlangga, Jakarta, 148. 152-153.

Tyler, L. & Brandy, L. (1970). Wagner, H., Bladt, S. (1984). Plant Drug
Pharmacognosy, 6th, Lea and Febiger, Analysis, Springer-Verlag Berlin
Philadelphia, 186. Heidelberg, Germany, 170, 306.

58

Anda mungkin juga menyukai